I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem)
I.1.1. Latar belakang
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan
bakau dimana kesatuannya membentuk kombinasi antara karang (coral) dan
mikro-alga (Zooxanhtellae) yang hidup di dalam jaringan tubuh coral tersebut
serta komunitas lainnya seperti organisme-organisme flora dan fauna lainnya
(mikro maupun makro). Keberadaan mikro-algae, yang mempunyai zat warna
yang bermacam-macam dalam jaringan tubuh coral, akan membuat karang-karang
mempunyai warna yang beranekaragam, tetapi pada umumnya berwarna coklat.
Kesatuan antara kedua individu ini (merupakan suatu simbiosis mutualisme)
dengan komunitas lain sangat kompleks dan unik. Kompleksnya ekosistem ini
terlihat banyaknya hubungan-hubungan dan saling ketergantungan yang tidak
dapat dijumpai pada ekosistem lain. Kebanyakan terumbu karang terdiri dari
ribuan bahkan jutaan koloni hewan karang (coral) yang berbentuk polip-polip
kecil yang hidup menetap pada suatu daerah dimana wilayah kediamannya harus
dapat
menunjang
proses-proses
metabolisme
tubuhnya,
sehingga
dapat
membentuk terumbu terbuat dari endapan kapur yang masiv. Dalam kesatuannya
coral mendapatkan energi berupa makanan dari algae sedangkan algae
mendapatkan inang untuk tetap diam (hidup) dalam coral. Simbiosis yang terjadi
antara algae dan coral adalah saling menguntungkan (mutualisme). Hampir 80%
energi yang dihasilkan oleh alga melalui proses photosintesis diserap oleh coral.
Ketergantungan akan sinar matahari mengakibatkan terumbu karang hanya dapat
hidup pada daerah yang masih mendapat intensitas cahaya matahari sepanjang
tahun sehingga pada umumnya mendiami perairan pantai pada kedalaman 0
hingga 90 m. Ekosistem karang pada umunya dapat dijumpai pada lintang 250 S
dan 250 N, hal ini dikarenakan pada kondisi ini terumbu karang dapat melakukan
I-1
proses metabolisme yang optimal bagi kehidupannya walaupun ada sebagian kecil
karang yang berada di lintang tinggi. Kebanyakan terumbu karang terdiri dari
polip-polip kecil yang hidup menetap pada suatu daerah yang dapat menunjang
proses-proses metabolisme tubuhnya seperti suhu air antara 210C hingga 290 C
(tergantung pada letak geografis), salinitas 32 ppm, dan arus yang tetap mengalir.
Terumbu karang, baik dari segi ekosistem maupun komunitas, pada saat ini
mengalami ancaman. Ancaman-ancaman itu berupa stress lingkungan yang
mengganggu proses metabolisme tubuhnya. Stress pada karang diakibatkan oleh 2
faktor yakni secara lokal (Local factor) dan secara global (Global Climate
Change). Parameter seperti kenaikan temperatur, meningkatnya muka air laut, dan
keasaman perairan akibat peningkatan jumlah karbon (carbon sinks) merupakan
parameter utama dari perubahan iklim global yang menyebabkan stress pada
terumbu karang. Faktor-faktor langsung lain yang diakibatkan secara lokal oleh
manusia seperti sedimentasi, penangkapan ikan dengan bahan kimia (cyanide
fishing), limbah industri (tailing) dan jangkar kapal. Dalam banyak kasus yang
terjadi, dampak akibat pemutihan karang adalah kematian, sekitar 90% dimana
kematian terbanyak adalah pada terumbu karang yang masih muda. Pengembalian
habitat (recovery) yang telah rusak sangat sulit dilakukan untuk karang yang
masih muda atau dibawah 10 tahun.
Fokus utama dari penelitian ini adalah stress yang diakibatkan oleh parameter
perubahan iklim. Kenaikan suhu dan muka perairan merupakan stress yang
mengakibatkan pemutihan atau yang disebut coral bleaching. Pemutihan terumbu
karang diartikan sebagai hilangnya pigmen warna dari terumbu karang yang
diakibatkan oleh stress lingkungan. Pemutihan ini sebenarnya adalah proses
lepasnya dinoflegellata dari karang sehingga yang tampak adalah hanya coral
saja. Pemutihan ini berdampak pada proses metabolisme dan kehidupan karang
karena suplai makanan ke karang berhenti, sehingga apabila karang mati maka
akan berdampak luas pada ekosistem karang itu sendiri dimana banyak komunitas
yang hidup pada ekosistem ini seperti penyu, ikan, dan udang-udangan.
I-2
Perubahan iklim sendiri merupakan sebuah efek “sebab-akibat” dimana kejadian
ini sudah berlangsung dan mempunyai pengaruh terhadap berbabagai aspek di
muka bumi ini. Kenaikan temperatur permukaan bumi dimulai yang dimulai sejak
revolusi adalah akibat bertambahnya karbondioksida yang dilepaskan ke atmosfer
bumi. Karbondioksida sendiri membuat sinar matahari kembali ke bumi sehingga
permukaan semakin panas. Pada awalnya jumlah karbondioksida di atmosfer
adalah 200-270 ppm,
dan setelah periode industri dimana pelepasan
karbondioksida semakin meningkat oleh kegiatan manusia maka hingga saat ini
hampir 2 kali lipat (sekitar 400-480 ppm/tahun). Kenaikan temperatur ditamosfer
merupakan sebab semakin panasnya permukaan laut karena adanya sistem
interaksi yang terjadi antara lautan dan atmosfer.
Parameter lain yang dianggap sebagai stress bagi terumbu karang, baik untuk saat
ini dan masa yang akan datang adalah kenaikan muka laut. Pemicu utamanya
adalah pemanasan yang disebabkan oleh karbondioksida yang semakin meningkat
di atmosfer. Karbondioksida yang diartikan sebagai “selimut bumi” yang
memanaskan lautan sehingga es yang berada di wilayah kutub mencair sehingga
terjadinya penambahan massa air di laut. Demikian halnya dengan kenaikan
temperatur perairan menyebabkan perairan menjadi lebih tinggi dengan proses
yang dikenal dengan ”boiled up”. Keadaan ini menyebabkan terganggunya
proses-proses kelangsungan hidupnya dimana terumbu karang dengan kenaikan
muka laut berarti semakin rendahnya tingkat cahaya yang masuk keperairan.
Kenaikan muka laut sendiri mengakibatkan tergerusnya wilayah pantai yang
mengakibatkan tingkat sedimentasi di perairan tersebut semakin tinggi. Perairan
yang tidak jernih akan menghalangi masuknya cahaya ke pearairan.
Walaupun demikian, terumbu karang mempunyai pertahanan dan adaptasi
terhadap stress lingkungan tersebut yang dinamakan aclimatisation. Adaptasi ini
berupa toleransi panas terhadap lingkungan sekitar yang dilakukan oleh terumbu
karang. Adaptasi ini sendiri bersifat temporer dimana hanya dapat dilakukan
dalam jangka pendek dan hanya bersifat sementara. Jika dibandingkan dengan
organisme bergerak seperti ikan yang dapat bermigrasi untuk menghindari kondisi
I-3
yang tidak sesuai (dapat menyesuaikan diri dengan cepat), tidak demikian halnya
dengan terumbu karang yang berpindahnya sangat lambat (dalam jutaan tahun)
atau tidak berpindah sama sekali. Dengan demikian sangatlah sulit untuk
beradaptasi atau menyesuaikan dengan perubahan lingkungan yang ekstrem
seperti kenaikan temperatur dalam waktu yang singkat.
Pentingnya penelitian ini dikarenakan Indonesia memiliki kawasan terumbu
karang yang terbesar di dunia. Indonesia memiliki garis pantai kira-kira 2.915.000
dimana daerah terumbu karang menghuni hampir 51.020 m2. Sebagai daerah
equatorial yang memiliki keragaman karang yang sangat besar dimana Indonesia
memiliki 17% dari keanekaragaman yang ada di dunia. Hampir semua spesies
terumbu karang yang ada di dunia berada di Indonesia, namun spesies yang ada di
Indonesia ikut terkena dampak dari perubahan iklim. Dalam kasus lain untuk
daerah barat seperti Sumatera kematian karang disebabkan terutama adanya aliran
massa air dingin yang mengalir ke daerah Sumatera (Mentawai) yang berasal dari
laut Hindia, sedangkan untuk daerah Bali, Lombok, dan sekitarnya disebabkan
oleh kenaikan suhu yang signifikan dan berlangsung lama. Hingga saat ini 82%
terumbu karang yang ada di Indonesia dinyatakan dalam keadaan rusak (Lindsey,
2004).
Pemilihan Bali Barat National Park (BBNP) sebagai lokasi penelitian dikarenakan
prospek terumbu karang yang terlihat nyata di wilayah ini sebagai penunjang
perekonomian
masyarakat,
sehingga
kerusakan
terumbu
karang
akan
mengakibatkan dampak dalam bidang ekonomi. Dari data yang telah berhasil
dikumpulkan dapat dilihat bahwa terumbu karang yang berada di BBNP termasuk
lengkap sehingga memudahkan pengolahan data. Bali mempunyai terumbu
karang yang sangat beragam. Menurut WWF-Indonesia diperkirakan terdapat 110
spesies dalam 18 famili yang berada di daerah ini. Sebagai perbandingan bahwa di
wilayah ini terdapat 29 mushroom coral dari 49 spesies yang ada di dunia
(Hoeksoema, 2001 dalam Setiasih dkk., 2006). Seperti halnya terumbu karang di
daerah lain, kawasan ini merupakan daerah potensial untuk tujuan wisata dan
perikanan. Sebagai kawasan perlindungan, daerah ini seharusnya dilestarikan oleh
I-4
pemerintah untuk menjaga kesinambungan dan kestabilan ekosistem terutama
untuk daerah Bali Barat.
Penelitian pemutihan karang di Indonesia saat ini masih bersifat kajian kerusakan
akibat faktor yang disebabkan oleh manusia seperti pemboman karang, bahan
kimia dan lain sebagainya sehingga parameter perubahan iklim seperti thermal
stress masih merupakan rekaan. Adapun penelitian yang sudah digunakan untuk
mengetahui tingkat stress terumbu karang akibat pemanasan perairan sudah
dilakukan di Great Barrier Reef (GBR)-Australia dan data tersebut sudah dapat
digunakan untuk pengambil kebijakan lingkungan. Indonesia sendiri saat ini
masih dalam tahap identifikasi dan klasifikasi terumbu karang. Identifikasi
tersebut juga meliputi persentase kerusakan terumbu karang yang bersifat lokal.
I.1.2. Masalah yang dikaji (Statement of the problem)
Paramater perubahan iklim yang dijadikan stress bagi terumbu karang di wilayah
Bali adalah Sea Surface Temperature anomaly (SSTa) dan Sea Surface Height
(SSH). Analisis kedua parameter ini dijadikan dasar untuk mengetahui tingkat
tutupan karang, ketahanan spesies dalam menanggapi efek dari stress pada saat
terjadinya peningkatan kedua parameter tersebut.
I.2.
Hipotesa
Adanya stress lingkungan yang disebabkan oleh peningkatan parameter perubahan
iklim (SSTa dan SSH) mengakibatkan kerusakan karang (bleaching) dimana
hubungan ini berkorelasi positif.
I.3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Tesis ini adalah :
1. Memahami pemutihan karang yang disebabkan oleh parameter perubahan
iklim yakni SSTa dan SSH di wilayah Bali.
I-5
2. Mengkaji parameter pokok (SSTa dan SSH) penyebab kerusakan terumbu
karang di wilayah Bali Barat dan mengkomparasi hasil tersebut dengan
data lapangan.
3. Memahami ketahanan spesies terhadap stress lingkungan dalam suatu
cover area, terutama yang diakibatkan oleh parameter perubahan iklim,
yang berguna untuk pengambil kesimpulan di masa yang akan datang.
I.4.
Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah
Ruang lingkup yang akan dipelajari dalam Tesis ini adalah seberapa besar
kontribusi yang diakibatkan oleh parameter perubahan iklim terhadap kerusakan
terumbu karang. Data yang digunakan merupakan hasil observasi langsung dan
data satelit yang didapat dari NOAA maupun mooring yang berada disekitar
wilayah penelitian. Untuk SST digunakan data tahun 1985 hingga 2006, data
SSTa digunakan data pada tahun 1997/1998 dan tahun 2003 hingga 2006. Data
SSH digunakan data dari tahun 1992-2007 yang selanjutnya digambarkan dalam
bentuk visual dan time series untuk mengetahui fluktuasi yang terjadi di wilayah
kajian, sedangkan untuk tutupan karang (cover area) dikaji pada tahun 1997-1998
dan tahun 2003-2006. Selanjutnya analisis korelasi antara keduanya objek kajian.
Lingkup kajian untuk hubungan SSTa dan kerusakan karang difokuskan pada
anomali yang lebih besar dari 10C, sedangkan untuk SSH dibatasi pada tingkat
ekstrem kemampuan terumbu karang untuk melakukan photosintesis akibat
peningkatan muka laut.
Studi ini menekankan hubungan antara suhu perairan dengan kerusakan terumbu
karang sehingga didapat berapa lamanya waktu stress yang terjadi pada terumbu
karang hingga mengalami bleaching bahkan kematian. Studi ini melanjutkan data
yang diperoleh dari WWF-Indonesia yang telah mengumpulkan data terumbu
karang selama 4 tahun beserta persentase hard coral cover untuk tiap tahunnya.
I-6
I.5.
Metodologi dan Spesifikasi Wilayah Kajian
Penelitian diawali dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber baik dari
hasil penelitian, buku, jurnal, dan informasi dari website yang berkaitan dengan
perubahan iklim dan kerusakan karang.
Analisis lanjutan terhadap data tutupan karang di wilayah kajian difokuskan pada
persentase kerusakan karang pada masing-masing wilayah kajian (1997-1998) dan
tahun 2003 hingga 2006. Selanjutnya analisis dan pengolahan data SSTa dan SSH
dimulai dari tahun 1985 hingga 2006 dimana akan didapatkan dalam bentuk
spasial dan time series. Kedua parameter ini akan dikorelasikan dengan tingkat
(kerusakan) tutupan karang di wilayah kajian.
Wilayah yang akan dikaji dalam Tesis ini dikhususkan pada daerah Bali barat
yang berada di Bali Barat National Park (BBNP) dimana daerah ini merupakan
salah satu taman nasional yang dilindungi oleh pemerintah karena keragaman
karang dan ekosistemnya (Gambar I.1). Pemilihan lokasi ini dikarenakan data
mengenai kerusakan terumbu karang dalam jangka panjang, serta spesies yang ada
di Bali Barat sudah mencukupi.
Gambar I.1. Lokasi penelitian, Bali Barat dan sekitarnya (Sumber: Setiasih dkk.,
2007)
I-7
Pada Gambar I.1. Terlihat garis yang berwarna kuning merupakan habitat dari
terumbu karang yang tersebar hingga ke pulau Menjangan. Sedangkan garis yang
berwarna biru merupakan vegetasi lainnya seperti hutan bakau. Sebagian besar
habitat terumbu karang adalah di daerah taman nasional dan selebihnya berada di
daerah-daerah yang di gunakan untuk tujuan pariwisata seperti menyelam (dive).
Tutupan secara kasar didapat dari survei manta taw yang dilakukan oleh WWFIndonesia pada tahun 2001.
I.6.
Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam Tesis ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, mencakup latar belakang, hipotesis, tujuan penelitian,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, mencakup kajian pustaka terhadap terumbu
karang, temperatur, kenaikan muka laut, serta hubungan ketiganya dengan
kerusakan terumbu karang.
BAB III METODE PENELITIAN, mencakup data yang digunakan dan metode
analisisnya.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, mencakup persentase tutupan karang
(hard coral cover), time series SST dan muka laut serta diskusi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, mencakup rangkuman penting yang
diperoleh dari hasil analisis data dan diskusi disertai dengan pemberian saran.
DAFTAR PUSTAKA, berisi daftar buku, jurnal, website, atau artikel yang
digunakan sebagai acuan dalam penulisan Tesis ini.
I-8
Download