Konsumsi Pangan dan Seng, Serta Determinan

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Leuwiliang dan Cibungbulang merupakan dua kecamatan yang termasuk
daIam wilayah timur Kabupaten Bogor.
Kecamatan Leuwiliang mempunyai luas
lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Cibungbulang, namun jurnlah desa di
masing-masing kecamatan tersebut harnpir sama, berturut-tumt yaitu 19 dan 15 desa.
Sepertiga wilayah Kecamatan Leuwiliang dan lebih dari setengah wiIayah Kecarnatan
Cibungbulang digunakan untuk sawah (Tabel 4).
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kecamatan Leuwitiang dan Cibungbulang
Pada akhir tahun 1999 penduduk Kecamatan Leuwiliang adalah sebanyak
144.623 jiwa
(laki-laki
50,4% dan perempuan 49,6%), sedangkan penduduk
Kecamatan Cibungbulang berjumlah 90.178 jiwa (laki-laki 49,3% dan
perempuan
50,7%). Lebih dari 45% penduduk di dua kecamatan tersebut mempunyai pekerjaan
sebagai petani (Tabel 5).
Tabel 5. Sebaran Penduduk di Kecamatan Leuwiliang dan
Cibungbulang Berdasarkan Jenis Pekejaan
Lebih dari 40% penduduk di Kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang telah
mencapai tingkat pendidikan SD. Bahkan di dua kecarnatan tersebut yang mencapai
tingkat pendidikan SLTP, masing-masing adalah sebanyak 21,4% dan 42,0% (Tabel
6).
Tabel 6. Sebaran Penduduk di Kecamatan Leuwiliang dan Cubungbulang
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Status Sen%
Kadar seng serum contoh rata-rata addah 0,91-,35
mg/l (Tabel 7). Menurut
Sm~steadand Evans (1988), orang yang menderita defisiensi seng dengan tingkat
yang tidak terlalu parah, nifai seng serum kadang-kadang normal saja yaitu berkisar
antara 0.9 hingga 1,3 mgl. Shils. Olson and Shike (1994)
Effendi dkk. (2000)
menjelaskan bahwa kisaran normal seng serum adalah 0,75-1,40 mgA.
Jameso~t
(1993) mengatakan bahwa kadar seng serum ibu hamil 0.65 mgn dipertimbangkan
sebagai kadar seng serum yang rendah. Cut oflpojnt yang digunakan untuk menaksir
resiko defisiensi seng adalah kadar seng serum <0,70 mg/l (Gibson, 1990). Dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan pada beberapa populasi terlihat bahwa
keberadaan kadar seng yang rendah dalam serum seringkali rnenunjukkan kekurangan
zat gizi tersebut (WHO, 1996).
Tabel 7. Kadar Seng Serumadan Sebaran Usia Keharnilan Ibu
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Keterangan: "Effendi, dkk (1999)
b~ejumlah19 ibu hamil tidak terolah karena data usia kehamilan tidak lengkap
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menyertakan seluruh contoh ibu hamil
(n=252), diketahui bahwa contoh yang beresiko mengalami defisiensi seng cendenu~g
berprevalensi tinggi" (21,8%).
Prevalensi tersebut jauh lebih kecil dibandingkan
dengan hasil penelitian Effendi dkk (2000), yaitu 86,7%.
Namun demikian,
penelitian ini memperkuat kesimpulan Riyadi (1994) yaitu tinggi prevalensi defisiensi
seng wanita pada semua kelompok umur berkisar antara 9,7-4 1.5%.
Kadar seng serum ibu hamil defisiensi seng pada tiga bulan kedua kehamilan
lebih tinggi dibanding tiga bulan pertama; ha1 sebaliknya tejadi pada ibu harnil tidak
defisiensi seng.
Kondisi ini berkaitan dengan pengontrolan kandungan seng total
tubuh melalui pengaturan efisiensi absorpsi usus halus dan eksresi dari pools seng
endogenous O(ing & Keen, 1999).
King mlJ Keen (1999) serta Sauberlich (1999) menjelaskan bahwa konsentrasi
sirkulasi seng dalam plasma ibu hamil lebih rendah sekitar 15-35% pada saat hamil
dibandingkan dengan pada saat tidak hamil. Penurunan tejadi seawal mungkii pada
tiga bulan pertama keharnilan, stabil pada tiga bulan kedua, dan menurun levih jauh
pada tiga bulan ketiga. Penurunan seng plasma kemungkinan oleh sifat pertambahan
volume plasma, otak janin, dan penyesuain hormonal dalam distribusi seng dari
sirkulasi ke jaringan Iain, seperti hati.
" Kcccndcrungan: predensi tinggi (>2Oa/o)), prevalensi sedang (10?&
(Berg & Austin, 1987).
19%)- prevalensi rendall ( ~ 1 0 % )
Karakteristik Sosial dan Ekonomi
Umur suami contoh rata-rata adalah 32,2 tahun sedangkan umur wntoh 26,5
tahun (Tabel 8). Adapun usia kehamilan contoh rata-rata adalah 4,7 bulan.
Tabel 8. Karakteristik Sosial dan Ekonomi ibu Hamil
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Defi+iensiSeog
Karakteristik Sosial dm Ekonomi
Umur suami contoh (th)
Ulnw contoll (th)
Usia kehamilan @In)
Pendidikan suami contoh (th)
Pendidikan contoh (th)
Jumlab anggota nrmahtangga (org)
Pengeluaran pangan (Rphlnflrapita)
I
Pengeluaran non pangan
(Rp/bln/kapita)
I
Pengeluaran total (Rp/bln/kapita)
L
I
Tidak Defisiensi
Seng
Rata-rata
I
(rata-rat-tandar
deviasi)
32,2354
32.835,O
26Sf3.3
26,7f4,3
1
4,7m,7
4.733.8
6,933,l
7,333,O
6,0+2,4
6,3325
4,4f 1,4
4,4f 1,6
96.3 18,56+
100.177,06-+
56.345,SI
47.161,15
3 1.986.54f
19.500.63
128.031,31*
137.235,42*
68.653.45
64.093,64
1
1
1
I/
1 2
Tingkat pendidikan suami dan wntoh relatif masih rendah.
suami contoh menempuh pendidikan selama 1-6 tahun (62,3%).
menempuh pendidikan sampai SD adalah sebanyak 77,O0/0;
32.7f5.1
26,7M,1
4,7+0,7
7,2+3>0
6.332.5
4,4+1,6
99.321,34f
49.250,27
33.296,73+
19.603,30
135.206,76+
65.094,20
Sebagian besar
Contoh yang
sejurnlah 80%-nya
mengalami defisiensi seng. Adapun penduduk Kabupaten Bogor yang berpendidikan
1-6 tahun (SD) adalah sebanyak 48,9% ( D i i e q 2000).
mempengaruhi pendapatan.
Tingkat pendidkin
Selain itu tingkat pendidikan sangat erat hubungannya
dengan makanan yang dikonsumsi oleh rumahtangga. Ilal tersebut berkaitan dengan
pengetahuan yang lebih tinggi, terutama tentang gizi d m kesehatan. Dengan
meningkatnya taraf pendidikan, kemungkinan pantangan makanan ataupun praktek-
praktek gizi yang salah akan berkurang atau bahkan fiilang sama sekali (Suhardjo,
1989).
Sebagian besar contoh tidak bekerja (89,3OA), sedangkan suami contoh
sebagian besar bekerja sebagai buruh (48,4%) dan pedagang (20,Z0h) (Tabel 9).
Sekitar setengah
dari
contoh yang
mengalami
defisiensi
seng berasal
dari
rumahtangga dengan suami bekej a sebagai buruh (54,S0A)
Tabel 9. Sebaran Jenis Pekerjaan Contoh dan Suami Contoh
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Sebanyak 60,3% rumahtangga contoh termasuk rumahtangga kecil (54 orang)
dan sebanyak 34,9% rumahtangga sedang (5-7 orang). Suhardjo (1989) menjelaskan
bahwa jumlah anggota rumahtangga merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap konsumsi pangan rumahtangga selain jumlah pendapatan yang dikeluarkan
untuk pangan.
Pangan yang tersedia untuk keluarga besar kemungkinan tidak
mencukupi dibandingkan dengan keluarga kecil, sehiigga sering timbul masalah gizi.
Pendapatan
rumahtangga
135.206,76+65.094,20.
contoh
per
kapita
per
bulan
adalah
Rp
Berdasarkan tingkat pendapatan tersebut terdapat 15,9%
keluarga yang tergolong
miskin (menurut
standar BPS,
2000).
Persentase
rumahtangga contoh defisiensi seng yang tergolong miskin, lebih banyak (22,256)
dibanding dengan rumahtangga contoh yang tidak defisiensi seng (14,1%).
Selain
itu, pendapatan rurnahtangga contoh juga jauh lebih rendah dibanding pendapatan per
kapita Kabupaten Bogor tahun 1999, yakni Rp 241.666,67/blnfkapita (Dinkes, 2000).
Persentase pengeluaran belanja pangan contoh adalah 73,5% total pendapatan, lebih
tinggi dari persentase pengeluaran belanja pangan nasional pada tahun 1987 (Dinkes,
2000), yaitu 60,9'??. Tingginya persentase pengeluaran pangan menunjukkan tingkat
sosial ekonomi rumahtangga contoh masih rendah (Soekirman, 1991).
Rendahnya
pendapatan, merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu membeli
pangan dalam jumlah yang cukup.
Hasil uji beda (t test) menunjukkan bahwa status seng tidak membuat
karakteristik sosial dan ekonomi contoh menjadi berbeda secara bermakna (Lampiran
5).
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan serta Penvakit Infeksi
Skor pengetahuan gizi dan kesehatan wntoh 63,6I?r15,0%. Nilai tersebut
tergolong relatif rendah sehingga memerlukan perhatian khusus. Husaini (1986) dan
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengetahuan gizi dan kesehatan mempengaruhi
konsumsi pangan.
Dengan semakin meningkatnya pengetahuan gizi dan kesehatan
maka semakin tinggi pula kemampuan dalam memilih dan merencanakan makanan
dengan ragam dan kombinasi yang tepat sesuai dengan syarat-syarat gizi.
Berdasarkan riwayat penyakit contoh satu bulan yang lalu diketahui bahwa
persentase contoh yang menderita sakit adalah 30,2%, dengan rata-rata hari sakit
4,5+15,7 hari (Tabel 10). Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara
kurang seng dan sakit infeksi (Soekirman, 2000). Baisel (1976) menyatakan bahwa
sakit infeksi berpengaruh terhadap kadar seng serum.
King and Keen (1999)
menjelaskan bahwa infeksi bakteri akut dan endotoxemia pada tikus dengan nyata
meningkatkan absorpsi seng.
Tabel 10. Sebaran Jenis Sakita Ibu Hamil Berdasarkan Kelompok Status Seng
Keterangan:
'menurut riwayat penyakit satu bulan yang M u
b=flu& pilek, batuk, jmms, demam, diare, bisul, sakit gigi, infeksi saluran kemih, s a r i a m sesak
naps, muntaber dan radang tenggorokan.
"=pusing. maag, mual& muntah, kurang darah, pendarahan, mas& angin sakit kepala, sakit ulu
hati dan nafsu makan berkurang.
Contoh defisiensi seng lebih banyak dan lebih lama menderita sakit infeksi
dibandingkan dengan contoh tidak defisiensi seng
Dari beberapa penelitian
terdahulu diketahui bahwa defisiensi seng pasti mengurangi jumJah sel darah putih
(Ne\usRx corn & Ne\vsRu net).
Hal tersebut dapat menyebabkan terganggunya
pertahanan tubuh terhadap penyakit.
Asupan seng yang cukup selama kehamilan
akan membantu mencegah infeksi (htiv: bnbvcer?ter.com). Narnun demikian, hasil
uji beda (t test) menunjukkan bahwa status seng tidak mernbuat pengetahun gizi dan
kesehatan serta lama sakit contoh menjadi berbeda secara bermakna (Lampiran 6).
Konsumsi dan Mutu Gizi Pancan
Pola Konsumsi Panpan
Pangan di dalarn penelitian ini dikelompokkan menjadi sembilan kelompok
yaitu serealia, umbi-umbian, produk hewani, kacang-kacangan, sayur-sayuran, buahbuahan, bahan minuman, makanan jajanan dan bumbu-bumbuan.
Pengelompokkan
ini didasarkan pada pengeiompokkan bahan pangan di dalam Dafiar Komposisi
Bahan Makanan (DKSM) dan prinsip penghitungan nilai zat gizi makanan.
Kerapaman Panpan
Sebanyak 60% contoh mengkonsumsi 10-20 jenis pangan per hari, dengan
rata-rata
14,6 jenis pangan per hari (Lampiran 7).
Keragaman pangan perlu
diperhatikan karena penyebab utama masaIah gizi adalah perilaku yang keliru
memilih dan mengkonsumsi pangan (Depkes, 1995; Effendi, 1999). Hal ini berkaitan
dengan keadaan pangan secara alami, yaitu komposisi zat gizi setiap jenis pangan
memiliki
keunggulan
dan
kelemahan
tertentu,
misalnya
beberapa
pangan
mengandung tinggi seng, sedangkan beberapa pangan lain kaya zat gizi lain.
Jenis pangan nabati lebih banyak dikonsumsi contoh dibanding j e ~ spangan
hewani. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Effendi (1999), yaitu daerah
Jawa Barat lebih banyak mengkonsumsi pangan nabati.
Contoh defisiensi seng mengkonsumsi pangan lebih beragam (15,8 jenis/hari)
dibanding contoh tidak defisiensi seng (14,3 jenidhari). Kubota and A N a w q (1972)
menegaskan bahwa faktor pemilihan jenis makanan, yaitu dari pangan hewani atau
nabati, menentukan status seng pada manusia ketimbang lokasi asli bahan makanan
tersebut.
Dari hasil uji beda menunjukkan bahwa rata-rata keragaman konsumsi
pangan contoh defisiensi seng atau contoh tidak defisiensi seng addah tidak berbeda
secara bermakna (Lampiran 8).
Konsumsi Panean
Konsumsi pangan contoh masih sangat rendahb, yaitu 30,8% dari kecukupan
pangan yang dianjurkan (Tabel 11). Hasil telaah pola konsumsi pangan daerah Jawa
Barat oleh Depkes (1995) adalah bahwa konsumsi sumber karbohidrat kornpleks
sangat tinggi, sedangkan konsumsi sayuran, buah dan lauk pauk sangat rendah. Pada
penelitian ini selain konsumsi sayuran, buah dan lauk hewani sangat rendah, terlihat
pula bahwa konsumsi sumber karbohidrat kompleks juga sangat rendah.
k i t e r i a telaah pola konsunlsi pangan: 4 5 % stsndarcsangatrendah, 85-94% standat=ren3ah, 95-105%
standa~=~ukup/sesuaistandar, 106-1 15% sh&r=tinggi dan >115% standar sangat tinggi (Lkpkes, 1995)
Tabel 1 1. Tingkat Konsumsi Pangan Ibu Hamil Berdasarkan Kelompok Status Seng
Kelornpok
Pangan
Konsumsi Pangan
yang Dianjurkan'
Tidak Defisiensi
Seng
Defisiensi Seng
K
O
,
-
I
TKP
I
KO~--
/
TKP
Rata-rata
I
b n s m -
1
TKP
LesZje (1995) mengatakan bahwa tingkat konsumsi pangan ibu hamil masih
jauh di bawah kecukupan yang dianjurkan, terutama teqadi di negera berkembang.
Effendi (1990) menjelaskan bahwa rendahnya tingkat konsumsi pangan ibu hamil
dapat disebabkan oleh nafsu makan ibu hamil yang umuxnnya berkurang pada empat
bulan pertama kehamilan, yang antara lain dapat disebabkan oleh defisiensi seng
yang moderat (Prasad, 1985); serta pendapatan rumahtangga yang rendah (Suhardjo,
1 992; Soekirman, 1991; Hardinsyah, 1996b) yaitu kekurangan pangan merupakan
salah satu konsekuensi ekonomis yang bermula dari ketidakmampuan menghasilkan
secara cukup atau karena kemiskinan, sehingga tidak mampu membeli.
Selain itu,
konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh pengetahuan gizi dan kesehatan (Husaini,
1986; Suhardjo, 1992) yaitu ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan pemilihan
dan pengolahan makanan.
Contoh defisiensi seng (n=21,8%) lebih banyak yang mengkonsumsi ayam
dibandiig contoh tidak defisiensi seng (n=13,2%) (Lampiran 9).
Hal sebaliknya
terjadi pa& konsumsi ikan teri asin goreng, yaitu contoh defisiensi seng yang
mengkonsumsi ikan teri asin goreng adalah sebanyak 14,5% sedangkan contoh tidak
defisiensi seng adalah sebanyak 27,4%.
Ayam termasuk kelompok daging yang
bewarna putih yang merupakan pangan sumber seng yang kurang baik (Kartono.
1983; King & Keen, 1999), sedangkan ikan teri merupakan pangan sumber seng yang
cukup baik (Kartono, 1983). Dan hasil uji beda (t test) diketahui bahwa rata-rata
konsumsi pangan contoh defisiensi seng atau wntoh tidak defisiensi seng adalah
tidak berbeda secara bermakna (Lampiran 8).
Frekuensi Makan
Frekuensi makan lengkap'
contoh rata-rata meningkat pada saat hamil
dibandingkan dengan sebelum W. Frekuensi makan lengkap wntoh rata-rata
sebelum hamil 2,6 kali, sedangkan pada saat hamiI menjadi 2,9 kali.
Setelah
dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji t untuk dua contoh yang
berpasangan (paired sample t test) t e r l i i t bahwa kehamilan membuat frekuensi
makan lengkap wntoh rata-rata berbeda sangat nyata antara sebelum hamil dengan
saat hamil (Lampiran 10).
Frekuensi makan lengkap contoh defisiensi dan tidak defisiensi seng sebelum
hamil rata-rata hampir sama. Pada saat hamil, frekuensi makan lengkap contoh tidak
defisiensi seng rata-rata terlihat lebih sering dibandingkan dengan contoh defisiensi
seng, namun hasil uji beda (t test) menunjukkan bahwa frekuensi makan lengkap
contoh defisiensi seng dengan contoh tidak defisiensi seng tidak berbeda nyata
(Lampiran 11).
" fokus pada makanan pokok, lauk d m s a p
Kebiasaan Makan
Contoh umumnya biasa mengkonsumsi makanan selingan (95,6%), namun
tidak
banyak
yang
dipnoritaskan makan
(27,0%),
dianjurkan
mengkonsumsi
makanan tertentu selama hamil (10,3%), mempunyai pantangan makan sebelum
hamil ( 8 , j 0 h ) maupun yang menghindari m h a n tertentu selama hamil karena
alasan kesehatan (7,9%) atau tradisiikepercayaan (5,6%) (Tabel 12).
Tabel 12. Sebaran Kebiasaan Makan Ibu Hamil
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Kebiasl~llnMakan
Hampir seluruh (95,6%)
contoh biasa mengkonsumsi makanan selingan.
Jenis makanan sefngan yang banyak diionsumsi contoh adalah mie bakso (39,3%)
dan goreng pisang (1 8,2%) (Tabel 13).
Tabel 13. Sebaran Jenis Makanan Seiingan Ibu Hamil
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Contoh yang diprioritaskan makan dibanding anggota rumahtangga lainnya
adalah sebanyak 27,0%.
Aiasan diprioritaskan makan antara lain adalah agar bayi
dan ibu sehat dan karena nafsu makan berkurang;
sedangkan alasan tidak
diprioritaskan makan antara lain adalah karena makan bersama-sama, makan
seadanya, untuk anak dan karena tidak suka diprioritaskan.
Hasil uji binomial
menunjukkan bahwa kemungkinan contoh defisiensi seng tidak diprioritaskan makan
pada saat hamil add& lebih besar dibandingkan contoh yang diprioritaskan rnakan
(Lampiran 13).
Sedikit contoh yang mendapat anjuran mengkonsumsi makanan/minuman
tertentu selama hamil (10,3%).
Hasil uji binomid menunjukkan bahwa kemungkinan
contoh tidak mendapat anjuran mengkonsumsi makanan/minuman tertentu selama
hamii adalah lebih besar, baik contoh defisiensi seng maupun yang tidak defisiensi
seng (Lampiran 12, I 3 & 14). Adapun jenis makanan yang dianjurkan kepada contoh
antara fain adalah sayuran, susu dan buah-buahan (Tabel 14).
Jenis makanan yang
dianjurkan tersebut sesuai dengan saran hasil telaah pola pangan daerah Jawa Barat
(Depkes, 1995).
Tabel 14. Sebaran Jenis Makanan yang Dianjurkan Dikonsumsi Selarna Ibu Harnil
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Contoh yang mempunyai pantangan makanan sebelum hamil adalah sebanyak
10,7%, semuanya dari kelompok tidak defisiensi seng (Tabel 15). Hasil uji binomial
rnenunjukkan bahwa
kemungkinan wntoh
defisiensi
seng
tidak
pantangan makanan sebelum hamil adalah lebih besar (Lampiran 14).
mempunyai
Tabel 15. Sebaran Jenis Makanan yang Dipantang Sebelum
Ibu Harnil Tidak Defisiensi Seng Hamil
1
1
I.
I
I
Jenis Pantangan
lDaging kambing
I
Alrlsan
j Panas
Contoh Tidak
Defisiensi Seng ( O h )
I
!
(n=197)
0,s
Jenis makanan yang dipantang contoh sebelum contoh hamil antara lain
adalah daging kambing, ikan basah dan susu. Penganjur pantangan makanan yang
diungkapkan contoh adalah orang ma dan dokter (Tabel 15).
Contoh yang mempunyai kebiasaan menghindari makanan tertentu selama
harnil karena alasan kesehatan adalah sebanyak 7,9%.
Hasil uji binomial
menunjukkan bahwa kemungkinan contoh tidak menghindari makanan tertentu
selama h a d karena alasan kesehatan adalah lebih besar, baik contoh defisiensi seng
maupun contoh tidak defisiensi seng. Adapun jenis makanan yang dihindari selama
hamil karena alasan kesehatan antara lain adalah daging kambing, mie bakso, dan
pisang goreng.
Alasan kesehatan yang dikernukakan contoh antara lain karena
menimbulkan penyakit maag, bau dan panas (Tabel 16).
Tabel 16. Sebaran Jenis Makanan yang Difiindari oleh Ibu Hamil Karena Alasan
Kesehatan dan Alasan Kesehatan yang Dikemukakan Ibu Hamil
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Contoh defisiensi maupun yang tidak defisiensi seng yang rnempunyai
pantangan
makanan/minurnan
tertentu
selarna
tradisi/kepercayaan jumlahnya tidak banyak (5.6%).
hamil
karena
alasan
Jenis pangan yang dipantang
contoh antara lain adalah pisang dempet, salak (khawatir anak susah lahir) dan terung
(tali pusar menjadi rapub) (Tabel 17)
Tabel 17. Sebaran Jenis Pangan yang Dihindari Selama Ibu Harnil Karena Alasan
Tradisfiepercayaan Berdasarkan Kelompok Status Seng
Jenis Pangan
9
10
11
12
~Salak
Bayuran
bape
berong
13
0,O
0,O
13
5,5
Total
0,5
0,s
!
0,s
0,O
5,6
1
0.8
0,4
0,4
0,4
5,6
Konsumsi dan Mutu Gii Makanan
Mutu gizi makanan (MGM) contoh 61,0f15,3, yang jauh lebih rendah dari
seharusnya (100) (Tabel 18).
N i tersebut l e b i rendah &bandin&an mutu gizi
makanan ibu h a d di Bogor Timur, yaitu 73,8t10,9 (Hardinyah dkk, 20003. Dari
penelitian Hardiisyah, Kusno dan Khomsan (2000b) tentang keragaan konsumsi
pangan di berbagai DT II (kabupaten dan kotamadya) tahun 1997, diketahui bahwa
penyebab rendahnya mutu gizi makanan antara lain adalah rendahnya konsumsi sayur
dan buah.
SeIain ha1 tersebut, Hardinsyah (19967 mengungkapkan bahwa sernakin
tinygi pendapatan semakin baik mutu gizi makanan.
Peubah sosial yang lainnya
seperti besar mmahtangga, pendidikan ibu dan suitmi juga berhubungan positif
dengan mutu gizi makanan, sedangkan besar rumahtangga berhubungan negatif
dengan mutu gizi makanan.
Tabef 18. Tingkat Konsumsi dan Mutu Gizi Makanan (MGM)
Ibu Harnil Berdasarkm Kelompok Status Seng
Vitamin C
67,7
nlp
44,5
65.6
43.2
62.8
43.5
63.4
%W
hlGM
193
rng
6-3
33.3
62
82,7
6.3
323
62.2
60.7
61.0
Keterangan: AKG=Angka Kecukupan Gi (Widya K m y n Nasional Pangan dan Gizi, 1998 setelah dikorebi
dengan bemt badan ibu hamil)
TKG =Tingkat Kccuklpan Gxzi
Tingkat konsumsi vitamin C contoh defisiensi seng lebii tinggi dibanding
contoh tidak defisiensi seng yaitu 65.6% dan 62,8% (Tabel 18).
Hal ini diduga
berkaitan dengan konsumsi sayur dan buah contoh, yaitu contoh defisiensi seng lebih
tinggi konsumsi sayur dan buahnya dibandiig contoh tidak defisiensi seng, yaitu
bertumt-turut adalah 20,396 dan 19,4% serta 16,6% dan 15,6% (Tabel 11). Vitamin
C adalah salah satu senyawa yang paling dikenal sebagai enhancers, yang
mempengaruhi ketersediaan seng di usus. Pengaruh ini terjadi karena sifatnya yang
dapat menurunkan pH, kompleksasi, dan reduction pofemzal (Clydesdale, 1988).
Namun demikian, hasil uji beda (t test) menunjukkan bahwa status seng tidak
membuat konsumsi gizi dan mutu gizi makanan contoh defisiensi seng dan contoh
tidak defisiensi menjadi berbeda secara bemakna (Lampiran 15).
Kandungan Sene Panpan
Kandungan seng pangan bervariasi, mulai dari 0,2 mg (tempe goreng) sampai
22,9 mg (siput) per 100 gram pangan (kadar air 0%). Kandungan seng pangan hasil
penelitian cenderung lebih rendah dibanding kandungan seng pangan studi pustaka
(Tabel 19). Perbedaan tersebut antara lain disebakan ofeh kondisi tanahlalam yang
berbeda (Haeflein & Rasmussen, 1977; Kubota & Allaway, 1972, WHO, 1996), yaitu
pada penelitian ini data kandungan seng dari studi pustaka sebagian besar berasal dari
negara lain, terutama Australia.
Selain itu, perbedaan jenislvarietas pangan,
perbedaan bagian atau potongan dari pangan yang dianalisis (Utami, 1995) serta
proses pengolahan dari bahan baku menjadi hasil akhir juga dapat menyebabkan
perbedaan nilai (Rimbawan dkk, 2000; Elnovriza, Rimbawan, Wirakusumah &
Sukandar, 2001).
D&ar kandungan seng pangan yang dikonsumsi contoh dapat
dilihat pada Larnpiran 16.
Tabel 19. Kandungan Seng dan Kadar Air Pangan Berdasarkan Pustaka
dan Hasil Analisis
Jcnir Pangan
Gad-gad0
Nasi uduk
Bubur ayam
Reinpeyek kacang t a d
Keterangan:
a=Utami (1995)
teri nasi k e ~ i n gdari ikan teri asin
b=Englisir and Iawis (1 991)
0.7
0.7
79.4
3,4
62.3
0.6
1.8
89.4
3.8
1.9
6.3
1.9
Utami (1995) mengungkapkan bahwa kandungan seng tanah di Kecamatan
Ciampea dan Cibungbulang Kabupaten Bogor masih dalam batas normal, cenderung
rendah (0,9-2,32 mg/100g dengan rata-rata 1,46 mg/100 g), sedangkan kandungan
seng air minurn masih di bawah standar kualitas air di Indonesia (berkisar dari 0,200,40 mg/l dengan rata-rata 0,30 mgll). WHO (1996) menjelaskan bahwa air minurn
adalah khas rendah seng, menyediakan hanya 2% dari konsumsi seng setiap hari.
Lebii jauh Utami (1995) menjelaskan pula bahwa kandungan seng tanah produktif
berkorelasi positif dengan kandungan seng bahan makanan produksi lokal walaupun
pengamhnya tidak nyata (selang kepercayaan 90%) terhadap kandungan seng bahan
makanan.
Pangan hewani rata-rata mengandung seng tertinggi dibanding kelompok
pangan lainnya, yaitu 2,l mg/100 g bdd (Tabel 20).
Pangan hewani yang tinggi
kandungan seng-nya adalah daging kerbau, keong (siput sawah), cumi-cumi (segar),
daging karnbing dan pindang selar kecil (Lampiran 17).
King
Keen (1999)
menjelaskan bahwa kerang-kerangan (kepiting), sapi (daging sapi bakar dan hati sapi
turnis) dan daging bewarna merah lainnya (domba) merupakan sumber seng yang
baik.
Seiain itu WJ30 (1996) juga rnenyatakan bahwa telur dan makanan yang
berasal dari laut dipertimbangkan sebagai surnber seng yang baik karena ketiadaan
senyawa
yang
menghalangi
absorpsi
seng.
Susandi~iani~id.mweb.
com juga
menambahkan bahwa sereal, dan bebijian kering (roti panggang) juga merupakan
sumber seng yang baik.
Tabel 20. Kandungan Seng Pangan yang Dikonsumsi Ibu Hamil
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Dari hasil uji beda (t test) diketahui bahwa konsumsi seng pangan contoh
yang dihitung menggunakan Dafiar Komposisi Bahan Makanan (DKBhQ dari studi
pustaka dan DKBM yang meliputi hasil andisis seng pangan di laboratorium secara
nyata berbeda. Narnun dernikian, konsumsi seng contoh antar kelompok status seng
dengan menggunakan masing-masing DKSM tersebut tidak berbeda (Lampiran 18).
Pangan Sumber sen^ dan Konsumsi sen^ Panpan
Panean Sumber Seng
Kartono (1983) rnengelompokan pangan sumber seng menjadi 4 kelompok
berdasarkan kandungan seng-nya.
Pengelompokan tersebut yaitu kaya seng (5
mg/lOO g bdd), sumber seng yang baik (3,s mg/100 g bdd), cukup baik (1-3 mg per
100 g bdd) dan kurang baik ((1 mg/100 g bdd). Di ddam penelitian ini, jenis pangan
responden yang tergolong kaya seng adalah daging kerbau. Adapun yang tergolong
sumber seng yang baik yaitu keong, cumi-cumi segar, daging kambing dan pindang
selar kecil. Sebagian besar bahan makanan responden tergolong sebagai sumber seng
yang cukup dan kurang baik (Lampiran 19).
Kelompok pangan serealia memberikan sumbangan seng terbesar, yaitu
45,4Oh total konsumsi seng (Tabel 21).
kurang
baik
(<1
mengkonsumsinya
mgllOO g
(98,4%)
bdd),
(Lampiran
Nasi termasuk pangan surnber seng yang
namun dernikian hampir
19).
seluruh contoh
Jenis pangan lain yang banyak
dikonsutnsi w n t o h adalah tempe goreng (30,4%) dan tahu goreng (22,5%).
Tabel 2 1 . Konsumsi Seng Pangan fbu Hamil Menurut Kelompok Pangan
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Contoh defisiensi seng lebih banyak mengkonsumsi tahu dan tempe (47,0°/0
TKP) dibandiig contoh tidak defisiensi seng (32,5%
TKP).
Kacang-kacangan dan
tumbuhan polong adalah tanaman sumber seng yang relatif baik (King & Keen,
1999). Dari penelitian Riyadi (1992) terungkap bahwa tahu dan tempe merupakan
sumber protein nabati yang sering rnerupakan penyumbang yang nyata terhadap
konsumsi
protein
total
bag,
masyarakat
berpenghasiian rendah pada umumnya.
komposisi
menu
dengan
pangan pokok
pedesaan
dan
masyarakat
yang
Khumaidi (1994) menjelaskan bahwa
beras,
bahan
tempe/tahu
sebaiknya
berkuantitas hanya 60 gram per hari.
Tempe adalah hasil fermentasi kapang Rhizopl~soIigaspom.~pada kedelai
yang telah duebus.
Kedelai mengandung asam fitat yang mengikat mineral,
mengakibatkan tidak tersedianya mineral dalam bentuk bebas {Sandstead & Evans,
1988; WHO, 1996). Namun demikian, Sibarani (1991) menyatakan bahwa selama
fermentasi, kapang menghasilkan enzim fitase yang menghidrolisa ikatan asam fitat
dengan
mineral,
oleh
karena
itu
mengkonsumsi
tempe
akan
meninggikan
ketersediaan mineral bagi tubuh, termasuk mineral seng.
Konsumsi Sene Pangan
Konsumsi seng pangan contoh rata-rata adalah 6,3 mg per hari (32,8% RDA).
Dari konsumsi seng contoh tersebut, hanya 27,3% yang berasal dari pangan hewani,
yang merupakan sumber seng yang baik karena relatif tidak mempunyai senyawa
yang menghalangi absorpsi seng (WH0,1996);
pangan nabati.
sedangkan sisanya berasal dari
WHO (1996) menjelaskan bahwa pangan hewani menyediakan
sekitar 70% seng yang dikonsumsi penduduk Amerika, dengan lebih kurang
separuhnya berasal dari daging (sapi, lembu, dan domba). Selain itu, Jclparies (1988)
menjelaskan bahwa proses pengolahan pangan nabati dapat membuat kandungan seng
turun hingga sekitar SO%,
disamping seng dari pangan nabati lebih sukar diserap
tubuh.
Sebanyak 99,2% contoh mernpunyai konsumsi seng h a n g dari RDA
WKNPG VI tahun 1998 (19.3 mg/hari) (Tabel 22). Namun demikian, berdasarkan
R D A konsumsi seng terkini yang diungkapkan oleh National Academy Press tahun
2000 yaitu sebanyak 11 mg/hari (htto://books.nap.edu), jumlah
mengkonsumsi seng Icurang dari RDA adalah sebanyak 79,0°/0.
contoh yang
Tabel 22. Sebaran Konsumsi Seng Pangan Ibu Hamil Menurut yang Dianjurkan
Berdasarkan Kelompok Status Seng
Konsumsi Seng
Keterangan:
WKNPG= Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI (1998), RDA = 20 mglhari ( d e n e n asumsi
bioavai1abiIita.s seng pangan rendah)
NA
= National Academy (2000) RDA = 11 mglhari (dengan asumsi bioavailabilitas seng pangan
tinggi)
.
WJ3O (1996) menjelaskan bahwa rata-rata konsumsi seng harian ibu hamil
adalah 10 sampai 15 mg dan jika peningkatan konsumsi seng kecil, pengiriman seng
yang cukup bagi perkembangan janin mesti dikirirnkan dengan pengaturan di dalam
penggunaan seng.
Bioavailabilitas seng pangan contoh rendah, dengan rasio konsumsi pangan
hewani:nabati 0.1 1. WHO (1996) menjelaskan bahwa potensi bioavailabilitas seng
rendah mempunyai karakteristik antara lain apaSila sumber protein tinggi fitat kedelai
merupakan sumber protein utama. Japaries (1988) menjelaskan pula, bahwa dari diet
yang tinggi biji-bijian, seng makanan yang diserap hanya sekitar 15%; adapun
absorpsi dari diet Barat yang didominasi bahan pangan hewani mencapai 20-40%
total konsumsi. King arid Keen (1999) mengungkapkan bahwa kuantitas penyerapan
seng sekitar 80% lebih tinggi ketika suatu diet tin&
daging (280 g daginglhari)
dibanding dengan suatu diet yang rendah daging (42 g daging/hari). Dari penelitian
Yuniarti (1995) disimpuIkan bahwa rata-rata ketersediaan biologis (bioavailabilitas)
seng pada ikan di Kecamatan Ciampea dan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah
sebesar 8.25%.
Determinan Status Seng
Determinan utama status seng ibu hamil pada penelitian ini adalah pendapatan
rumahtangga (Lampiran 20).
Status seng ibu hamil memiliki hubungan positif
dengan pendapatan rumahtangga, berarti semakin tin&
pendapatan rumahtangga,
semakin tinggi probabilitas ibu hamil untuk tidak defisiensi seng.
Sen (1982)
menjelaskan hubungan konsumsi, pendapatan, dan kemiskinan yaitu 'kaum miskin'
addah orang-orang
yang
konsurnsinya kurang
pendapatan berada di bawah garis kemiskinan.
dari ketentuan atau memiliki
Selain itu, Hardinsyah (1988)
menyatakan bahwa tinggi rendahnya pendapatan pada akhirnya akan mempengaruhi
besar kecilnya pengeluaran belanja pangan dan tingkat konsumsi pangan.
Suhardjo
(1989) menjelaskan pula bahwa rendahnya pendapatan, rnerupakan rintangan yang
menyebabkan orang tidak mampu rnembeli pangan ddarn jumlah yang cukup.
Effendi dkk (1999) mengemukakan bahwa kemiskinan rnerupakan salah satu faktor
risiko tinggi pada kehamilan.
Persamaan
yang diperoleh
parameter status seng adalah:
dari
analisis regresi
logistik
menggunakan
(overall hit ratio=77,73%)
Keterangan:
>--Statusseng (O=tidak defisiensi seng. l=defisiensi seng)
s l = Konsumsi pangan hewani (g)
s2= Konsumsi serealia (g)
x3= Mutu gizi makanan (sko685= I , lainnya=O)
s4= Judall tmri sakit (<4 hari=O. Iainnya=l)
x5= Pendapatan nunahtangga
72.780,OOkaphln =I,lainnya=O)
x6= Jumlah anggota rumahtangga (14 orang=O, Jainnya= 1)
s7= Lama tempdl pendidikan (th)
(w
Tingkat konsumsi pangan hewani contoh masih sangat rendah, yaitu 53,6%
konsumsi pangan yang dianjurkan, sedangkan pangan hewani merupakan pangan
surnber seng yang paling baik dibanding kelompok pangan lainnya.
WHO (1996)
menjelaskan bahwa seringkali konsumsi seng berkorelasi dengan konsumsi protein,
tetapi hubungan yang pasti dipengaruhi oleh sumber protein. Lebii jauh dijelaskan
bahwa diet yang terutama terdii dari telur, susu, unggas dan ikan memiliki ratio
seng:protein yang lebih rendah dibanding komposisi kerang-kerangan, sap& dan
daging yang berwarna merah lainnya.
Diet dengan suatu rasio kaya seng:protein,
bebas dari tanaman berpolong, butir padi utuh dan kacang-kacangan. Kzng and Keen
(1999) menjelaskan pula bahwa produk hewani menyediakan sekitar 70% dari seng
yang dikonsumsi oleh penduduk Amerika, dengan lebih kurang setengahnya berasal
dari daging (sapi, lembu, babi dan domba).
Tingkat konsumsi pangan serealia contoh sangat rendah (53,6% konsumsi
pangan yang dianjurkan).
Di sisi lain, kelompok pangan serealia memberikan
sumbangan seng terbesar, yaitu 45,4% total konsumsi seng contoh. Wdaupun nasi
termasuk pangan sumber seng yang kurang baik ((1
memeberikan
sumbangan
seng
terbesar,
juga
mg/100 g bdd), namun selain
hampir
seluruh
contoh
mengkonsumsinya (98,4%).
Mutu gizi rnakanan (MGM) contoh adalah 61,0, jauh Iebih rendah dari
seharusnya (100). Rendahnya mutu gizi makanan contoh seiring dengan rendahnya
tingkat konsumsi pangan contoh, yaitu 30,8% konsumsi pangan yang dianjurkan.
Konsumsi pangan contoh tersebut, hanya menyumbangkan seng 32,S0/0 AKG.
Berdasarkan riwayat penyakit contoh satu bulan yang lalu diketahui bahwa
persentase contoh yang menderita sakit adalah 30,2%, dengan rata-rata hari sakit
4,533 5,7 hari.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kurang
seng dan sakit infeksi (Soekirman, 2000). Beisel (1976) menyatakan bahwa sakit
infeksi berpengaruh terhadap kadar seng serum. King &Keen
(1999) menjelaskan
bahwa infeksi bakteri akut dan endotoxemia pada tikus dengan nyata meningkatkan
absorpsi seng. Disamping itu, telah diketahui bahwa defisiensi seng dapat disebabkan
oleh keadaan kesehatan (Prasad, 1991; Sanstead & Evans, 1988) dan ekskresi yang
b e r l e b i i (Gibson, 1990).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa defisiensi seng
pasti mengurangi jumlah sel darah putih (NewsRx com & NewsRxnet). Hal tersebut
menyebabkan terganggunya pertahanan tubuh terhadap penyakit. h u p a n seng yang
cukup
selama
kehamilan
akan
membantu
untuk
mencegah
infeksi
(http:.<ibabvcenferr
corn).
Hasil Uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa pendapatan rumahtangga
m e d i k i hubungan positif yang signifikan dengan pengetahuan gizi d m kesehatan
ibu hamil (r=0,160; P=0,012), lama pendidikan ibu hamil (r=0,211; P=0,001), serta
lama pendidikan suami ibu harnil ( ~ 0 , 1 3 5 P=0,030)
,
(Lampiran 2 1). Gunanti (1999)
menjelaskan bahwa pendidikan sangat erat hubungannya dengan makanan yang
dikonsumsi.
Hal ini berkaitan dengan pengetahuan yang lebih tinggi, terutama
tentang gizi dan kesehatan.
Semakin meningkat pengetahuan gizi dan kesehatan
maka semakin tinggi pula kemampuan dalam memilih dan merencanakan makanan
dengan ragam dan kombinasi yang tepat sesuai dengan syarat-syarat gizi.
Pendapatan rumahtangga memiliki hubungan positif yang signifikan dengan
rasio konsumsi pangan hewani:nabati ( ~ 0 , 1 3 5 ; P=0,035), mutu gizi makanan
( ~ 0 , 1 6 2 ;P=0,0 11), dan berhubungan negatif yang signifikan dengan konsumsi
serealia (r= -0,144; P=0,025).
PeneIitian ini memperkuat kesimpulan Suhardjo
(1992), yaitu semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi konsurnsi pangan
hewani, kacang-kacangan, buah-buahan dan golongan pangan lainnya, tetapi semakin
menurun konsumsi padi-padian dan umbi-umbian.
Pendapatan rumahtangga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan
jumlah anggota rumahtangga (F -0,503; P=0,000). Menurut Suhardjo (1989), jumlah
anggota rumahtangga mempakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi
pangan rumahtangga. Pangan yang tersedia untuk keluarga besar kemungkinan tidak
mencukupi dibandingkan
dengan keluarga kecil,
sehingga &pat
menimbulkan
masalah defisiensi seng.
H d & d and Kenne4 (1994) mengemukakan tentang
indikator insecure makanan dan nutrisi antara lain yaitu besar rumahtangga.
Faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang berarti terhadap status seng. Hal
ini berarti bahwa perbaikan ekonorni mempunyai dampak terhadap status seng.
Rumusan P e n a n n ~ u l a n e a nDefisiensi Seng
Berdasarkan hasil FGD dengan pemimpin formal dan informal di lapangan
dan analisis SWOT terhadap hasil diskusi tersebut (Lampiran 22), program yang tepat
untuk penanggulangan masalah defisiensi seng ibu hamil adalah pemberdayaan
perempuan dalam upaya peningkatan pendapatan rumahtangga serta memperbaiki
konsumsi pangan dan kebersihan lingkungan melahi penyuluhan gizi dan kesehatan,
mempromosikan konsumsi siput dan membudidayakannya serta meningkatkan
konsumsi daging, ikan d m telur (Tabel 23). Menurut Hardinsyah (19967, kebijakan
dan program-program peningkatan partisipasi ibu di bidang ekonorni yang disertai
dengan program-program lain terkait seperti keluarga berencana, pengentasan
kerniskinan, promosi gizi dan wajib belajar sembilan tahun merupakan ha1 yang
penting dalam rangka perbaikan mutu gizi makanan.
Rumahtangga contoh tidak memiliki aset yang cukup untuk dikembangkan
dalam
upaya
peningkatan pendapatan,
sementara
kedua
wilayah
kecamatan
merupakan daerah yang diplot untuk menjadi wilayah penyangga pertanian di
Kabupaten Bogor. Sebanyak 83,3% wntoh tidak memiliki kebudtegal, 90% contoh
tidak memiliki sawah, dan separuh responden tidak merniliki pekarangan milik
sendiri, 40% sisanya memiliki pekarangan h a n g dari 50 m2.
Harnpir separuh
contoh (46,8%) mempunyai luas bangunan rumah seluas 37-70 m2. Sebanyak 28,2%
contoh memiliki ayam 1-5 ekor dan 4,S0/o
contoh memiliki bebek/itik sebanyak 1-10
Sebanyak 54,0% contoh memiliki televisi dan 64,3% contoh memiliki
ekor.
radioltape/compo. Namun demikian, dari data monografi Kecamatan Leuwiliang dan
Cibungbulang diketahui bahwa 6,1% (622 ha) wilayah Leuwiliang dan 1,8% (59 ha)
wilayah Cibungbulang merupakan tambak/empang (BPS Kabupaten Bogor, 2000).
WJ3O (1996) mengemukakan bahwa penduduk rural yang konsumsi makanan clan
minumannya sangat tergantung pada pangan yang tumbuh di daerah sekitarnya saja,
besar kemungkinannya untuk terkena resiko defrsiensi seng.
Sebagian besar contoh tidak bekeja (89,3%), sedangkan suarni wntoh
sebagian besar bekerja sebagai buruh tani (48,4%) dan pedagang (20,296). Dari data
BPS Kabupaten Bogor (2000) diketahui bahwa sebirnyak 45% penduduk di dua
kecarnatan tersebut mempunyai pekerjaan sebagai petani.
tersebut,
potensi
perernpuan
diharapkan
dapat
Memperhatikan hal
dikembangkan
dalam
upaya
meningkatkan pendapatan rumahtangga mereka yang masih rendah, terutarna sektor
pertanian.
Pangan lokal yang berpotensi di dalam penanggulangan defisiensi seng ibu
hamil adalah padi, ikan dan siput (Tabel 23).
Padi merupakan produk pertanian
unggulan di lokasi penelitian. Padi telah diolah masyarakat menjadi nasi, nasi uduk,
buras, nasi goreng, tepung beras. Memperhatikan sedikitnya hasil olahan padi yang
telah dilakukan masyarakat, di dalam FGD dikemukanan oleh pemimpin formal dan
non formal di lokasi penelitian tentang perlunya pengembangan sektor industri, di
samping tetap memperhatikan himbuan pemerintah daerah agar wilayah penelitian
tetap menjadi penyangga jalur hijau dan sentra pertanian di Kabupaten Bogor.
Pengolahan padi menjadi produk pangan lain dijadikan prioritas di dalarn program
institusi di wilayah peneIitian ini.
Pendirian pabrik bihun merupakan salah satu alternatif yang diharapkan dapat
memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga.
Dengan
adanya industri tersebut diharapkan nilai ekonomi padi dapat lebih ditingkatkan dan
banyak perempuan dapat diberdayakan s e h g g a dapat berpartisipasi di dalam upaya
peningkatan pendapatan rumahtangga.
Ikan air tawar buraya yang dikeringkan, berpotensi dihasilkan di daerah
penelitian dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga. Harga jual
ikan tersebut dalam keadaan hidup jauh l e b i tinggi dibanding jika dijual dalam
keadaan tidak hidup. Dalam upaya untuk mengurangi kerugian dan menjaga harga
penawaran &an agar tetap stabid, maka pengawetan ikan dirasa perlu untuk dilakukan.
Pengawetan yang
pernah dilatihkan kepada
masyarakat
adalah dengan
pengeringan rnenggunakan sinar matahari dan dengan penggaraman
pengawetan ikan tersebut belum memasyarakat.
cara
Namun,
Oleh karena itu pemasyarakatan
pengawetan ikan perlu dilakukan agar peternak ikan dapat merencanakan produksi
dan pengolafian pasca panen dengan lebih baik sehingga pendapatan rumahtangga
dapat ditingkatkan d m ketersediaan ikan di rumahtanggapun lebih mungkin
dilakukan meskipun tidak memiliki lemari pendingin ( k u h s ) .
Dengan adanya
peningkatan produksi dan kegiatan pengawetan ikan diharapkan perempuan dapat
berpartisipasi sehingga dapat menambah pendapatan rumahtangga.
Tabel 23. Masalah Gizi dan Kesehatan Ibu Hamil, Penyebab dan Alternatif
Penanggulangannya
No.
Masalah
Ibu hatnil
makanannya
kurang
(73,470)).
r
Penyebab
Ketersediaan pangan di rumahtangga
terbatas.
Daya beli run~alttanggarendah.
Kebiasaan rnakan kumng baik.
Pengetalluan gid rendah.
Pendidikan rendah.
Penyakit penyerta selama kehamilan.
Pola konsumstif non pangan ibu
hamil relatif ti@.
r
r
r
-
Ibu hamil
InZikaM~ya
tidak
seimbang
[Oc-g
2
daging
(61.4%),
serealia
r
r
(52,1%).
myuran
Kebiasaan rnengkonsumsi makanan
selingan.
Pengolahan pangan ibu hamil
umumnya menoton.
Persepsl negatif terhadap konsumsi
daging (rnenyebabkan mual atau
cacingan)
(89.3Yo) &an
*
r
buah
Konsumsi daging ibu hamil rendah.
Prmralensi penyakit infeksi pa& ibu
hamil cukup tinggi (13,5%).
r Kebersihan pribadi ibu hamil rendah.
r Jumlah hari sakit ibu hand banyak
Gravida (melahirkan lebih dari 5
kali).
r Perhatian suami terhadap ibu hamil
-g.
r Sebagian kecil ibu h a d mengalami
hipremesis (mual-mual lebih dari
kebiasaan).
r K-g
memperhatikan
kehamilannya.
r
r
r
Alternatif Penanggulangan
Intensifikasi &n ekstensifikasi
pertanian, temtarna padi dan
ikan.
Pemberdayaan perempuan.
Penyululmn gizi clan kesehatan.
terntanla tentang jumlah pangan
gang dikonsumsi serta
kebersihan pribadi, makanan clan
lingkungan.
Menyediakan makanan selingan
yang menggunakan bahan lauk
padc, misalnya rernpeyek ikan
tedudang; risoles isi abon ikan:
saIa &an asin: mpek-mpek.
Mengkonsumsi beranekaragam
makanan; tidak hanya nasi dan
ikantdaging. tetapi sayur dan
buah juga menjadi prioritas.
Meningkatkan keterarnpilan
diversifhsi pengolahan pangan,
misalnya ikan air t a m
dikeringkan danlatau dibuat
menjadi abon, bakso atau mpekmpek.
Substitusijenis makanan
selingan siang hari dengan
lnakanan padat gizi; yang
semula didominasi bakso agar
diselingi dengan siomay, gadogado atau lontong s
a
w yang
diperkaya dengan telur ayam.
Meningkatkan konsumsi daging
dengan melnajukan usaha
pertenakan dan perikanan, antara
lain dengan rnempromosikan
konsumsi siput (tututkeong) dan
membudidayakannya.
Meningkatkan kebersihan
perorangan, sanitasi lingkungan
dan higiene rnakanan, antara lain
melalui Program Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS)yang
sedang digalakkan Depkes.
Merencanakan kefiamilan
melalui Program KB.
Siput merupakan potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pendapatan, di samping dapat pula meningkatkan ketersediaan pangan kaya seng di
rumahtangga. Meskipun dengan lahan pekarangan/kebun/sawah yang terbatas, siput
masih dapat diperoleh dari alam secara gratis dengan cara mengumpulkannya dari
sawah, selokan air sawah dan di sepanjang sungai dan diduga akan mendatangkan
keuntungan yang lebih baik jika dibudidayakan.
Dari hasil FGD diketahui pula
bahwa siput dapat diolah menjadi nugget siput dalam skala industri. Selain itu, siput
dapat pula diolah menjadi makanan cemilan yang diolah dalam skala rumahtangga.
Penanganan pasca panen sayur-sayuran dan buah-buahan dapat mernberikan
peluang partisipasi perempuan dalam meningkatkan pendapatan rumahtangga. Cabe,
kacang panjang, tornat, dan masih banyak jenis tanaman palawija lainnya yang
dihasilkan di wilayah penelitian yang dapat dikembangkan untuk ditingkatkan nilai
ekonominya. hlisalnya dengan melakukan penanganan pasca panen yang lebh baik.
Penanganan
pasca
panen
memerlukan banyak
tenaga
keja,
terutama kaum
perempuan (misalnya untuk melakukan penyeleksian sesuai grade yang telah
ditentukan, atau di dalam pengemasan) sebelum hasil pertanian dipasarkan. Begitu
juga dengan buah-buahan, di samping dijual dalam bentuk segar, dapat pula diolah
menjadi manisan maupun asinan.
Pepaya, rambutan, markisa, pala, nangka,
semangka dan masih banyak buah-buahan yang lain yang dihasilkan belum dikelola
secara optimal sehingga dapat mendatmgkan keuntungan yang lebih baik dan dapat
memberikan peluang partisipasi ibu-ibu &lam
rumaht angga.
upaya peningkatan pendapatan
Alternatif kegiatan dalam upaya peningkatan pendapatan rumahtangga ibu
hamil yang lain adalah dengan mengembangkan industri rumahtangga keripik
singkong di lokasi penelitian.
Usaha rumahtangga keripik singkong sudah dirintis
rnenjadi usaha industri rumahtangga oleh satu rumahtangga di lokasi penelitian.
Keripik singkong yang dihasilkan sekitar 5-10 kg/hari. Keripik tersebut dipasarkan di
Pasar Leuwiliang dan Pasar Anyer Bogor.
Usaha
pemberdayaan
perempuan
di
dalam
meningkatkan
pendapatan
rumahtangga di luar sektor pertanian antara lain adalah membina keterampilan
menjahit
pakaian.
Pemimpin
d m
tokoh
masyarakat
di
lokasi
penelitian
mengemukakan bahwa potensi tersebut prospektif dikembangkan di lokasi penelitian.
Dari pengamatan mereka, ibu-ibu yang mempunyai keterampilan menjahit pakaian
sangat jarang.
kembali
dan
Sehingga pemimpin dan tokoh masyarakat merasa perlu digali
mengembangkan
pendapatan rumahtangga.
potensi
tersebut
dalam
upaya
meningkatkan
Download