Kajian kesesuaian iklan produk pangan di media cetak terhadap

advertisement
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh peta kesesuain klaim iklan
pangan pada beberapa media cetak selama periode Januari – Desember 2009
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku. Pangan yang diiklankan
dikelompokkan menjadi 16 kategori pangan, yaitu coklat, kopi, teh (1,18%),
kelapa dan hasil olahnya (0,32%), minyak dan lemak (4,19%), minuman serbuk
(2,80%), minuman ringan (8,49%), jem dan sejenisnya (1,61%), air minum dalam
kemasan (1,72%), ikan dan hasil olahnya (1,08%), gula,madu dan kembang gula
(0,65%), daging dan hasil olahnya (0,86%), minuman sereal (1,29%), makanan
diet khusus (0,43%), tepung dan hasil olahnya (3,01%), bumbu dan rempah
(12,26%), susu dan hasil olahnya (14,41%) serta makanan bayi dan anak
(45,70%).
Berdasarkan hasil analisa dari 930 iklan yang diamati, maka diperoleh hasil
505 iklan (54,30%) memenuhi peraturan perundang-undangan dan 425 iklan
(45,70%) tidak memenuhi peraturan perundang-undangan.
Dari 425 iklan pangan yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku,
tersebar pada: kategori coklat,,kopi, teh (0,94%), kategori kelapa dan hasil
olahnya (0,71%), kategori minyak dan lemak (3,76%), kategori minuman serbuk
(5,88%), kategori minuman ringan (13,41%), kategori jem dan sejenisnya (2,12%)
kategori air minum dalam kemasan (0%), kategori ikan dan hasil olahnya
(1.88%), kategori gula,madu dan kembang gula (0,47%), kategori daging dan
hasil olahnya (1,18%), kategori minuman sereal (2,82%), kategori makanan diet
khusus (0,71%), kategori tepung dan hasil olahnya (1,88%), kategori bumbu dan
rempah(1,88%) , kategori susu dan hasil olahnya (11,76%) serta kategori makanan
bayi dan anak (50,59%).
Kategori pelanggaran yang paling mendominasi adalah iklan yang
mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan berhubungan dengan
gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan sebesar 72.86%, mencantumkan
logo/pernyataan (12.14%), mengiklankan pangan yang mengarah bahwa pangan
seolah-olah sebagai obat (5.71%), mencantumkan keterangan tidak benar dan
menyesatkan, berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan (5.24%)
41
dan mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung maupun tidak
langsung pangan lain (4.05%).
Kategori pelanggaran pada kategori pangan yang banyak melakukan
pelanggaran yaitu kategori makanan bayi dan anak serta susu dan hasil olahnya
kategori pelanggarannya adalah mencantumkan keterangan tidak benar dan
menyesatkan berhubungan dengan gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan
karena
mencantumkan
keterangan-keterangan
yang
harus
mendapatkan
pembuktian secara ilmiah, sedangkan untuk kategori minuman ringan kategori
pelanggarannya adalah mencantumkan keterangan tidak benar dan menyesatkan,
berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan karena mencantumkan
kata "murni".
Pelanggaran ini bisa terjadi karena ketidaktahuan produsen tentang
peraturan perundang-undangan iklan pangan atau belum adanya persepsi yang
sama dengan pemerintah terhadap iklan yang bersifat subyektif sehingga
menghasilkan penafsiran yang berbeda antara pemerintah dan konsumen. Untuk
mengantisipasi banyaknya pelanggaran iklan pangan yang mencantumkan
keterangan yang tidak benar dan menyesatkan, pemerintah dapat melakukan
sosialisasi. Untuk mengakomodir kreativitas dari pengiklan pangan tetapi masih
mematuhi peraturan perundang-undangan tentang iklan pangan pemerintah dalam
membuat suatu kebijakan agar memperhatikan (1) kepentingan/kepuasan
konsumen, (2) perlindungan masyarakat yaitu iklan sebagai sumber informasi,
informasi yang diberikan dalam iklan harus dapat dibuktikan kebenarannya dan
bersedia
dituntut
jika
ternyata
tidak
sesuai
dengan
kenyataan
dan
(3)pemasaran/bisnis.
5.2. Saran
1. Pengawasan iklan pangan perlu dilanjutkan pada media massa lainnya
terutama media elektronik untuk memperoleh gambaran yang utuh terhadap
kategori pelanggaran yang paling banyak terjadi. Hal ini berguna untuk
memperkuat fungsi pengawasan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun
konsumen serta edukasi terhadap konsumen itu sendiri.
42
2. Melakukan pengawasan iklan secara pre market yaitu melakukan penilaian
terhadap iklan sebelum beredar/ditayangkan untuk menghindari terjadinya
pelanggaran. Disamping hal tersebut juga untuk mengurangi ketidakpedulian
produsen terhadap kepentingan konsumen serta kekurangtahuan dari pihak
produsen/pengiklan mengenai peraturan perundang-undangan tentang iklan
pangan.
3. Melakukan sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan iklan pangan
kepada konsumen termasuk pengetahuan tentang hak mereka sebagai
pengguna produk yang diiklankan serta meningkat kesadaran , pengetahuan
dan pendidikan konsumen dalam mengkonsumsi pangan yang dihasilkan
produsen.
4. Pemerintah membuat aturan yang jelas terutama pada iklan yang memberikan
klaim subyektif, sehingga memberikan kesamaan persepsi dalam menilai suatu
iklan akibatnya penilaian lebih bersifat obyektif.
5. Pemerintah dalam hal ini Badan POM hendaknya melakukan pengawasan
yang lebih intensif dan menyeluruh.
6. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam pengawasan iklan
pangan.
43
Download