BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1.1 Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
2.1.1
Kajian Pustaka
Dalam penelitian yang berjudul fotografi sebagai media promosi pariwisata
kabupaten Ponorogo provinsi Jawa Tengah diteliti oleh Putranti (2010). Penelitian ini
menjelaskan bagaimana Promosi yang efektif dan efisen sangat diperlukan supaya
pariwisata Kabupaten Ponorogo dikenal luas bahkan lebih oleh para wisatawan.
Menurut Putranti media fotografi sangat tepat sebagai sarana untuk mempromosikan
daerah objek wisata karena fotografi terlihat lebih simpel, modern, nyata serta mudah
dipahami dan menarik indera penglihatan manusia. Kemunculan fotografi
memberikan alternatif yang kreatif dalam proses penciptaan karya visual karena dapat
dimanfaatkan sebagai sarana promosi visual melalui media periklanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Putranti dengan yang akan dikaji oleh penulis
memiliki kesamaan dalam fotografi sebagai media komunikasi, penelitian yang dikaji
lebih melihat bagaimana fotografi sebagai alat bantu masyarakat untuk mengetahui
tempat wisata taman hutan raya (Tahura), melalui peran fotografi masyarakat
mengetahui bahwa pentingnya taman wisata ini untuk masyarakat sebagai tempat
rekreasi dan sebagai tempat pembelajaran bagi anak-anak, peran fotografi seperti
foto-foto yang dihasilkan dari hutan bakau dapat menumbuhkan kesadaran
masyarakat dalam melestarikan hutan bakau.
Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini adalah penulis tidak hanya
melihat dari visual foto yang dihasilkan oleh fotogarfi itu, melainkan penulis lebih
melihat aktivitas fotografer dalam melakukan aksi gerakan lingkungan pada hutan
bakau.
Fotografi sebagai penunjang poster kampanye pelestarian hutan di Kabupaten
Sragen diteliti oleh Angraheni (2008). Meneliti tentang Penggunaan teknik fotografi
selain sebagai ilustrasi terhadap obyek yang diangkat juga dimaksudkan untuk
penyebaran informasi secara umum. Dapat diterima dengan baik oleh masyarakat,
pembandingan secara umum adalah bentuk kampanye-kampanye sejenis yang
mengangkat tema yang sama tentang masalah sosial lingkungan, dengan tujuan
sepenuhnya sebagai penyadaran masyarakat sekitar area kampanye.
Persamaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Angraheni dengan yang
dikaji oleh penulis adalah peran fotografi sebagai penyebar informasi yang
diharapkan diterima oleh masyarakat, lewat pesan yang disampaikan dengan fotografi
masyarakat dapat menerima pesan atau informasi dari foto yang dihasilkan oleh
fotografer dalam aksi gerakan sosial lingkungan
Perbedaan yang terdapat pada penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
dikaji adalah penulis tidak mengambil dari teknik-teknik fotografi sebagai ilustrasi,
namun penulis mengambil foto itu melalui peran fotografer sebagai aktor sosial
lingkungan.
Penelitian berjudul Malaysian environmental NGOs on the world wide web:
communicating campaigns through the power of photographs menurut Abdullah
(2014). Menyatakan bahwa penelitian ini untuk mengisi kesenjangan dalam literatur
tentang unsur-unsur retorika foto dan efektivitas foto untuk kampanye online. Oleh
karena itu penelitian yang dilakukan ini untuk menyelidiki bagaimana foto dapat
berkomunikasi sebagai pesan lingkungan, dan meningkatkan kesadaran lingkungan,
pengaruh perilaku manusia, dan bagaimana foto-foto yang efektif dalam memainkan
peran dalam kampanye online lingkungan.
Persamaan pada penelitian Abdullah ini memiliki kesamaan pada penelitian
yang akan dikaji peneliti yakni fotografi sebagai media kampanye dalam
penyampaian pesan pada lingkungan. Foto sebagai alat komunikasi yang dapat
berkontribusi untuk menemukan solusi untuk beberapa dunia yang saat ini terdesak
dalam masalah lingkungan.
Perbedaan yang terdapat pada penelitian ini dengan yang akan ditulis adalah
mengenai pesan kampanye online, penelitian yang dilakukan oleh Abdullah lebih
membahas bagaimana foto ini sebagai kampanye lingkungan melalui web. Sedangkan
yang akan diteliti membahas bagaiman foto dapat dijadikan alat komunikasi untuk
menyebarkan informasi melalui fotografer dan juga melalui media sosial.
Penelitian yang berjudul fotografi dalam aplikasi poster sebagai media
komunikasi tentang masalah pathologi sosial di Surakarta yang diteliti oleh Norochim
(2006). Menulis bahwa dalam dinamika kehidupan seluruh kota diera yang disebut
telah mengalami moderniasi sekarang ini. Ternyata menyisihkan sebuah problem
sosial yang cukup komplek. Kultur masyarakat yang sudah semakin terbuka (open
Society), membentuk banyak sekali pola-pola baru dalam tata perilaku mereka.
Persaingan hidup juga semakin rumit, ditambah lagi dengan keadaan yang kadang
sangat jauh dari nyaman. Pergeseran antara tata perilaku yang mengutamakan gejolak
memicu terjadinya disintegrasi sosial. Upaya untuk membawa kembali masyarakat ke
dalam tata kehidupan yang lebih baik bukanlah hal yang mudah, selain upaya yang
bersifat langsung juga diperlukan upaya dalam bentuk peringatan, himbauan atau
ajakan dari berbagai elemen masyarakat.
Persamaan dalam penelitian ini dengan yang akan dikaji adalah fotografi
sebagai media komunikasi untuk masalah sosial. Dalam penelitian yang akan ditulis
memiliki kesamaan yakni melalui fotografi dapat melihat masalah sosial yang ada
dimasyarakat. Seperti masalah hutan bakau yang terjadi saat ini sebagai masalah
sosial di masyarakat.
Perbedaan penelitian ini adalah penulis Norochim melihat fotografi sebagai
masalah pathologi sosial, namun, penulis juga mengkaji tentang masalah-masalah
yang terjadi di masyarakat melalui fotografi dan fotografer sebagai aktor penggerak
dalam gerakan sosial lingkungan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Putranti (2010) , Angraheni
(2008), Abdullah (2014), dan Norochim (2006). Penelitian yang dilakukan oleh
peneliti memiliki perbedaan didalam subyek penelitiannya, lokasi penelitian dan
waktu penelitian. Maka dari itu peneliti ingin mengadakan penelitian yang mendalam
mengenai gerakan sosial yang dilakukan fotografer. Namun peneliti tertarik untuk
meneliti kajian yang sama yaitu mengenai fotografi sebagai media komunikasi
pelestarian lingkungan khususnya lingkungan pada hutan bakau.
2.2 Kerangka Konseptual
2.2.1
Konsep Fotografi
Fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunakan media
cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk
menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya
yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat yang paling
popular untuk menangkap cahaya adalah kamera.
Fotografer adalah orang yang membuat gambar dengan sinar melalui film atau
permukaan yang di fokuskan. Fotografer menjadi penentu apakah sebuah gambar
yang dihasilkan sama persis dengan aslinya. Era fotografi digital memudahkan
fotografer untuk memahami dunia fotografi lebih luas lagi. Berbeda dengan fotografi
konvensional, dimana fotografer terus mencetaknya terlebih dahulu. Proses ini
membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak yang lebih dibandingkan dengan
fotografi digital (Santoso, 2010 : 8).
Ada beberapa cabang fotografi dan berdasarkan obyek fotonya yakni fotografi
bentang alam (nature atau landscape), fotografi satwa dan flora, fotografi
dokumentasi, fotografi jurnalistik dari beberapa cabang fotografi ini dapat di
klasifikasikan bagaimana obyek yang berperan penting dalam fotografi Ada banyak
obyek yang menjadi daya tarik fotografer dalam menciptakan suatu hasil foto dengan
cara diadakan lomba foto bertemakan lingkungan. Objek yang dilombakan adalah
tentang hutan bakau, hutan adalah sumber kehidupan masyarakat disekitar hutan dan
juga memiliki dampak kepada masyarakat luas.
Fotografi sebagai perekam kehidupan dan para fotografer merekam segala
aspek kehidupan dengan menggunakan kamera. Bila sebelumnya sebuah realitas
direkam melalui lukisan atau sketsa, dengan perlahan kamera fotografi mengambil
alih peran tersebut. Sejak penemuan teknik cetak halftone screen dilakukan pada
industri pers tahun 1880-an, fotografi mulai menghiasi tampilan media cetak dan
fotografi pun dianggap sebagai cermin yang memperlihatkan secara sempurna
(Kobre, 2000 : 322).
Fotografi dalam melestarikan lingkungan dengan cara mengadakan lomba
foto bertemakan kelestarian hutan, seperti yang dilakukan oleh para fotografer
bekerjasama dengan Arta Graha Peduli mempunyai program CSR dengan nama arta
graha peduli, arta graha peduli mensponsori kegitan yang dilakukan oleh komunitas
foto yang ada di Denpasar dengan menyumbangkan bibit bakau. Dengan ini
fotografer terlibat langsung dalam pelestarian hutan yang dilakukan di hutan bakau di
beberapa daerah di Bali.
2.2.2
Konsep Gerakan Sosial Baru
Gerakan sosial baru pada hakikatnya merupakan hasil perilaku kolektif, yaitu
sebuah perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak
bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap
rangsangan tertentu. Gerakan sosial baru kerap kali tidak terwujud sebagai organisasi
formal, namun juga merupakan bagian dari sebuah organisasi formal, dapat juga
merupakan bagian dari sebuah organisasi terdapat kelompok-kelompok yang saling
bertentangan dan masing-masing mewujudkan dirinya dalam bentuk gerakan sosial
(Sunarto, 2004).
Gerakan sosial baru merupakan gerakan yang lebih berorientasi isu dan tidak
tertarik pada gagasan revolusi. Dan tampilan dari gerakan sosial baru lebih bersifat
plural, yaitu mulai dari gerakan anti rasisme, anti nuklir, feminisme, kebebasan sipil
dan lain sebagainya (Sunarto, 2004). Gerakan sosial baru beranggapan bahwa di era
kapitalisme liberal saat ini perlawanan timbul tidak hanya dari gerakan buruh,
melainkan dari mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam struktur kehidupan
sehari-hari dan memusatkan perhatian pada bentuk komunikasi dan identitas kolektif.
Menurut Jean Cohen (1985 dalam Sunarto: 2004) Gerakan sosial baru
membatasi diri dalam empat pengertian yaitu:
a. Aktor-aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi kembalinya
komunitas-komunitas yang tidak terjangkau dimasa lalu
b. Aktornya berjuang untuk otonomi, pluralitas
c. Para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman masa
lalu, untuk merelatifkan nilai yang diterapkan melalui penalaran
d. Para aktornya mempertimbangkan keadaan formal negara dan ekonomi
pasar
Aktor gerakan sosial baru tidak berjuang demi kembalinya komunitas yang
tidak terjangkau dimasa lalu, hal ini sama dengan bagaimana seorang masyarakat
yang tidak mendapatkan hak kebebasan yang dimilikinya sehingga meninggalkan
masa lalunya. Sama seperti zaman dahulu seorang fotografer juga bekerja dalam
suasana yang sangat pelik karena pada zaman dulu belum ada kamera digital yang
dapat menyimpan banyak kejadian dan fenomena, kamera pertama digunakanya
hanya oleh sebagian kecil orang dan hanya mengunakan kamera analog dan kamera
rool film itu dapat menyimpan sebagain foto yang diperoleh sehingga atas kemajuan
ini banyak para aktor fotografer yang berkecimpung dalam dunia fotografi.
Perjuangan demi otonomi dan pluralitas yang terjadi saat ini menjadi acuan
bagi para masyarakat maupun para aktor gerakan untuk mempersiapkan diri
menyikapi budaya yang seharusnya berjalan beriringan dengan dinamika masyarakat,
keterkaitanya dengan budaya yang dilakukan oleh masyarakat dapat terekam oleh
kamera
dengan
memperlihatkan
bagaimana
cara
untuk
membangun
dan
mengembangkan sasaran pada masyarakat, yakni dengan pendekatan yang dilakukan
melalui sebuah gambar.
Tujuan dari gerakan sosial baru adalah cara untuk menata kembali relasi
negara, masyarakat dan perekonomian dan untuk menciptakkan ruang publik yang
didalamnya terdapat wacana demokratis otonomi dan kebebasan individual. Gerakan
sosial baru pada umumnya merspon isu-isu yang bersumber dari masyarakat sipil dan
domain sosial masyarakat sipil ketimbang perekonomian.
Gerakan lingkungan hidup telah dimulai pada tahun 1960-an di Indonesia,
lingkungan hidup merupakan bagian resmi kebijakan pemerintah. Dengan masuknya
lingkungan hidup sebagai bagian kebijakan pemerintah pembangunan ekonomi yang
dilakukan harus mengikuti kebijakan untuk berwawasan lingkungan dengan tujuan
menghasilkan
pembangunan
berkelanjutan,
yaitu
pembangunan
yang
berkesinambungan yang tidak mengalami keambrukan karena rusaknya lingkungan
hidup (Daryanto dan Suprihatin, 2013: 32). Pembangunan telah menyebabkan
kerusakan lingkungan yang parah. Kerusakan lingkungan hidup dan dampaknya yang
parah menunjukan bahwa sistem pengelolaan lingkungan hidup telah gagal membuat
pembangunan berwawasan lingkungan. Beberapa aksi gerakan yang dilakukan oleh
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), dengan melakukan aksi gerakan
lingkungan yang mengajak masyarakat dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
untuk ikut menggalangkan aksi penghijauan yang banyak dilakukan oleh organisasi
WALHI di beberapa daerah di Indonesia. ada pula organisasi yang sama bergerak
pada bidang penyelamatan hewan yang semakin punah dan lingkungan yakni WWF
Indonesia (World Wildlife Fund) dan gerakan lingkungan yang dilakukan oleh
Greenpeace sebagai kekuatan gerakan sosial yang dilakukan di Indonesia dengan
mengadakan aksi kampanye lingkungan.
2.2.3
Konsep Hutan Bakau
Kata bakau merupakan kombinasi anatara kata Mangue (bahasa portugis)
yang berarti tumbuhan dan kata Grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau
hutan kecil. Ada yang menyatakan bakau dengan kata Mangal yang menunjukan
komunitas suatu tumbuhan. Atau bakau yang berasal dari kata Mangro, yaitu nama
umum untuk Rhizophora mangle di Suriname. Di Prancis padanan yang digunakan
untuk bakau adalah kata Manglier (Phurnomobasuki dalam Ghufran, 2012).
Untuk lebih jelas lagi mengenai devinisi hutan bakau dapat kita lihat pendapat
menurut para ahli sebagai berikut:
a. Bakau menurut Ghuffran (2012), hutan bakau sering disebut sebagai hutan
bakau atau hutan payau (bakau forest atau bakau swamp forest) sebuah
ekosistem yang terus-menerus mengalami tekanan pembangunan.
b. Bakau menurut Supriharyono dalam Ghufran (2012), kata bakau memiliki dua
arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan
atau hutan yang tahan terhadap garam atau salinitas dan pasang surut air laut,
dan kedua sebagai individu spesies.
2.2.4
Konsep Kampanye
Kampanye diartikan sebagai gerakan atau tindakan serentak untuk melawan
atau mengadakan aksi atau kegitan yang dilaksanakan oleh organisasi politik. Dalam
membentuk pendapat umum, setiap jenis media massa memiliki strategi masingmasing. Berita sendiri hanya merupakan bahan mentah dari suatu pendapat, yang
mungkin disampaikan tanpa komentar sama sekali, ataupun dengan interpretasi, baik
dalam wujudnya yang menarik perhatian maupun tidak. Menurut Bond, 1978: 8
(dalam Saeful Muhtadi, 2008: 31).
Pencitraan pada dasarnya merupakan proses rekayasa untuk menampilkan
sesuatu objek sehingga tampak lebih menarik meski harus dibandingkan dengan
wujud aslinya. Menurutnya surat kabar juga dapat mempengaruhi publik melalui
artikel-artikel yang relevan, editorialnya yang lincah, ataupun karikatur-karikaturnya
yang tajam dan menarik.
Kampanye dalam ranah sosiologi komunikasi dapat diklasifikasikan kedalam
komunikasi massa yang merupakan media massa yang ditunjukan kepada sejumlah
khalayak yang besar. Proses komunikasi massa melibatkan aspek-aspek komunikasi
intra-pribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi
organisasi. Komunikasi massa lebih memfokuskan perhatian pada hal-hal yang
menyangkut struktur media, hubungan media dengan masyarakat serta dampak atau
hasil komunikasi massa terhadap individu (Bungin, 2011: 257).
Gambar memang banyak digunakan dalam membantu mendeskripsikan pesan
komunikasi bagi para pembuatnya. Bahkan banyak diantaranya yang dibuat khusus,
bukan sebagai alat bantu pesan, tetapi sebagai pesan itu sendiri meskipun dapat
mengundang multiinterpretasi. Dalam komunikasi yang timbul melalui pesan gambar
itu memiliki tujuan untuk membantu manusia saling berinteraksi, bertukar pikiran
dan informasi, serta membahas masalah-masalah sosial disekitarnya, karena manusia
hidup dalam lingkungan dan lingkungan tidak bebas dari masalah sehingga
munculnya istilah komunikasi lingkungan yang bertujuan untuk menumbuhkan
kesadaran dan kepekaan terkait isu lingkungan,dan bagaimana isu-isu tersebut dapat
diselesaikan melalui tindakan nyata menurut (Cox, 2008: 853).
2.2.5
Kerangka Teoritis
Dalam pendekatan ekologi diperkenalkan oleh salah satu tokoh yang
berkontribusi dalam teori tersebut yaitu Robert E. Park. Penelitian ini menggunakan
teori dari sudut pandang Robert E. Park, karena dalam teoritik ini memiliki akar
intelektual dilihat dari komunikasi sebagai proses psikologi sosial yang didalamnya
seseorang dimungkinkan untuk mengasumsikan sejumlah pemikiran, sikap, dan
pandangan pihak lain. Komunikasi juga merupakan sebuah proses yang didalamnya
memiliki hal-hal yang rasional dan moral diantara manusia. Dalam teori pendekatan
ekologi, dipelajari hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungannya.
Dalam tiap jejaring kehidupan berlangsung kompetisi antar mahluk hidup untuk
bertahan hidup dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya (Park dan Burgess,
1984: 63).
Salah satu tokoh bernama Roland Barthes yang menjelaskan bagaimana
seseorang dalam kebiasaan melihat foto, di hadapan sebuah foto dalam camera
lucida, menyatakan bahwa sebagain orang yang terpenjara oleh kekuatan dalam
merefleksikan foto. Dalam derasnya arus fotografi yang tidak akan pernah terhenti,
demikian pula kehadiran foto dalam sebuah berita atau iklan tidak lebih dari sekedar
indeks atau bahkan suasana kebosanan. Foto mempunyai nilai dekoratif atau estetis
suatu lay out. Foto dipandang sebagai realitas itu sendiri sehingga orang tidak perlu
mempersoalkan lagi, kebiasaan orang tidak mempersoalkan inilah yang justru
dipersoalkan oleh Barthes berpendapat bahwa foto dapat memebantu kita untuk
mengembangkan subyektivitas dengan cara membacanya (dalam Sunardi, 2002: 185186).
Membaca foto sampai sekarang mempunyai persoalan yang sangat menarik,
dengan membaca foto yang menjadikan foto itu terlalu kuat untuk dibaca. Semakin
membaca foto pembaca akan terperangkap dalam pesona yang dihasilkan oleh foto
tersebut. Foto tidak memberikan ruang bagi seseorang untuk berbeda pendapat,
karena foto sendiri mengatakan: lihat, ini pernah terjadi. Berhadapan dengan dua
pilihan yang dihadapkan foto untuk pembaca dengan menerima bahwa itu pernah
terjadi atau tidak mengakui foto itu pernah ada.
Menurut Barthes dalam camera lucida mengajukan tahap-tahap yang berbeda
dalam melihat fotografi. Tahap ini ia rumuskan berdasarkan pengalamannya
menyelami foto-foto yang ia anggap telah menimbulkan “more cultural
turn”(Sunardi, 2002: 188). Hubungan pendekatan ekologi dengan bagaimana cara
membaca foto sangat terlihat, karena adanya suatu komunikasi dalam sebuah foto
yang dihasilkan dari kamera sampai menjadi sebuah foto yang dapat dibaca oleh
masyarakat.
Menurut Barthes, teknologi fotografi yang diikuti oleh televisi dan internet
telah mengubah wajah dunia menjadi dunia gambar. Segala sesuatu belum mencapai
kepenuhannya sebelum itu berakhir dalam foto dan lebih khususnya, belum hadir
dalam media massa. Dalam surat kabar dapat dikelompokan berita-berita atas dasar
foto, karena foto dapat meringankan wartawan untuk mendeskripsikan peristiwa yang
ingin diberitakan. Gambar menjadi tujuan akhir kegiatan yang dilakukan ole para
wartawan maupun para fotografer.
Melalui ekologi manusia kita bisa menjumpai pola adaptasi antara manusia
dengan manusia lainnya juga manusia dengan lingkungan sekitarnya (hewan,
tumbuhan dan unsur abiotik lainnya). Hal yang sama juga bisa dilihat di dalam
sosiologi. Serangkaian konsep yang ditemukan dalam sosiologi juga ada di dalam
ilmu ekologi, antara lain jaringan kehidupan. hubungan kausalitas, saling tergantung
sama lain, persoalan keseimbangan alam, kompetisi maupun dominasi.
Ekologi manusia adalah suatu pandangan yang mencoba memahami
keterkaitan anatara manusia dan lingkungannya. Manusia dalam kehidupanya
senantiasa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Perubahan pada salah
satu komponen tersebut akan menyebabkan perubahan pada komponen lainya secara
keseluruhan. Keteraturan hubungan sistem sosial dan ekosistem yang ada dapat
terwujud sebagai arus energi, materi dan informasi secara internal maupun pengaruh
dari luar (Susilo, 2012: 47).
Teori pendekatan ekologi perkotaan ini ditekankan pada keterkaitan antara
fenomena geosfer tertentu dengan variabel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan
lingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup
dengan lingkungan saja, tetapi harus dikaitkan dengan fenomena yang didalamnya
terliput fenomena alam beserta tindakan manusia dan perilaku manusia yang meliputi
perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan
(Anonim: 2011).
Teori pendekatan ekologi perkotaan sangat terkait dengan penelitian yang
dikaji oleh penulis, pendekatan ekologi memiliki ranah dalam lingkungan dan
komunikasi yang dilakukan oleh manusia dengan lingkungan hidup. Dengan teori ini
penulis dapat melihat interaksi manusia dan lingkungan melalui proses beradaptasi.
Penelitian yang akan dikaji mengenai bagaimana gerakan sosial lingkungan yang
dilakukan fotografer dalam hal ini fotografer memiliki peran sebagai aktor sosial
dalam pelestarian lingkungan.
Komunikasi yang dilakukan melalui suatu gambar atau foto yang dapat
menjelaskan kepada pembaca bagaimana foto dapat dihasilkan sehingga menjadi
sebuat realitas yang dapat dilihat oleh masyarakat, Fotografer melakukan gerakan
dengan foto-foto yang dihasilkan sebagai pembawa pesan atau informasi kepada
masyarakat bagimana pentingnya lingkungan bagi kehidupan manusia terutama pada
lingkungan hutan bakau yang semakin menghawatirkan.
Gerakan yang dilakukan fotografer yakni mengadakan aksi penanaman
bakau, mengadakan lomba-lomba foto bagi kalangan muda untuk memberikan ide
dan apresiasinya untuk menciptakan suatu gerakan yang dapat mengajak masyarakat
untuk lebih peduli terhadap lingkungan hutan bakau. Sehingga terciptanya suatu
komunikasi dari foto-foto yang dihasilkan untuk memberi informasi kepada
masyarakat.
Dalam penelitian ini juga melihat dari segi komunikasi sebagai psikologi
sosial yang
mengasumsi pemikiran, sikap, dan pandangan pihak lain. Hal ini
disampaikan dengan tujuan untuk memberikan suatu komunikasi melalui fotografer
kepada masyarakat untuk mengetahui bagaimana keadaan dimasyarakat saat ini
dengan mengetahui pemikiran dari masyarakat mengenai hutan bakau yang saat ini
semakin menghawatirkan, sehingga fotografer dapat menilai dari sikap masyarakat
yang peduli terhadap lingkungan terutamanya hutan bakau.
Aksi kepedulian masyarakat dari hal terkecil yakni dengan tidak membuang
sampah sembarangan dan memiliki sikap cinta terhadap tumbuhan dengan
mengadakan penanaman pohon, namun apa yang diinginkan ini tidak sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai tanpa ada kerjasama dari instansi maupun masyarakat itu
sendiri, maka dari itu fotografer bisa mengubah pandangan masyarakat melalui foto
yang dihasilkan untuk menunjukan bahwa seharusnya yang menjaga lingkungan
maupun hutan bakau ini adalah semua masyarakat sebagai manusia yang memiliki
keterkaitan erat dengan lingkungan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai teori pendekatan ekologi terkait dengan
penelitian yang akan dibahas lebih rinci dalam bagan sebagi berikut :
Bagan 2.2.5 Kerangka Teoritis
Hutan Bakau
Komunikasi
Kampanye
Lingkungan
Masyarakat
Fotografer
Gerakan Sosial
Keterangan :
: Adanya Hubungan
: Adanya Hubungan Tidak Langsung
Penjelasan bagan teori Pendekatan Ekologi
Bagan 2.2.5 menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan teori pendekatan
ekologi yang dikemukakan oleh Robert Ezra Park. Adanya komunikasi antara
manusia dengan lingkungan melalui pelestarian hutan bakau. Dalam keadaan inilah
peran media komunikasi tersimbolisasikan melalui pembentukan media yang spesifik
yang dilakukan oleh fotografer aksi gerakan kampanye pelestarian hutan, lombalomba foto yang bertemakan tentang pelestarian hutan bakau. Gambar atau foto yang
dihasilkan dapat memberikan sebuah informasi untuk masyarakat betapa pentingnya
hutan bakau bagi kehidupan masyarakat disekitar dan masyarakat luas mengingat
hutan bakau merupakan tanaman yang menjaga dari terjadinya abrasi dari laut.
Peran fotografer sebagai aktor sosial melihat faktor yang terjadi saat ini
seperti pencemaran, konservasi lahan hutan, penebangan liar, dan pemukiman.
Penyebab lahan bakau di Bali semakin berkurang, dari tahun ketahun yang
diakibatkan oleh perdebatan isu saat ini adalah revitalisasi yang berbasis reklamasi,
ini yang menjadi isu di media massa maupun dikalangan masyarakat, hal ini menjadi
tanggung jawab pemerintah. Kegiatan ini seharusnya diikuti oleh semua elemen
masyarakat terutama komunitas fotogafer yang ada di Bali untuk bersama-sama
menciptakan suatu ide untuk melakukan gerakan kampanye pelestarian hutan bakau.
Peran fotografi sebagai media pengikat dalam sebuah karya merupakan faktor
utama dalam pembahasan yang akan diangkat, selain sebagai unsur penyampaian
pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat melalui gambar dan foto yang
dihasilkan oleh para fotografer.
Gerakan sosial mengkampanyekan pelestarian lingkungan yang merupakan
faktor yang seharusnya dilakukan masyarakat dalam menjaga dan melestarikan hutan
bakau. Fotografer dalam hal ini mereka melakukan gerakan sosial tidak hanya dengan
komunitas fotografi saja, Namun memiliki kerjasama dengan pemerintah dan LSM
sehingga gerakan sosial yang dilakukan dapat berjalan dan
memiliki fungsi besar
bagi kehidupan manusia melalui media komunikasi untuk memberikan kondisi yang
memungkinkan penolakan atau penerimaan komunikasi.
Isu lingkungan dapat dilihat lagi dalam penjelasan teori Robert E. Park yang
menyatakan bahwa adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia itu
sendiri dan diperbaiki juga oleh manusia itu sendiri. Hal tersebut dapat dikatakan
sebagai salah satu bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh perilaku manusia yang
kurang memiliki pengetahuan tentang ini.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh manusia dalam kutipan Barthes
adalah melalui pendekatan struktural tentang gambar untuk melihat fenomena gambar
dalam teknologi komunikasi baru pada zaman sekarang ini. Fenomena gambar dapat
kita tempatkan dalam satu garis dengan kritik budaya media atau Culture industry.
Tujuan dalam pengembangan semiotika gambar melihat dari dua sisi yang sama
yakni mengembangkan sebuah pendekatan struktural untuk membaca foto media dan
melihat fungsi dan kedudukan gambar dalam pemebntukan budaya media.
Download