Fenomena Inflasi dan Pengangguran

advertisement
TRIBUN TIMUR, SENIN, 31 JANUARI 2011 | 07:57 WITA
Fenomena Inflasi dan Pengangguran
Oleh : Marsuki (Ekonom Unhas)
Hasil kebijakan ekonomi yang diterapakan selama ini masih jauh dari harapan banyak pihak
utamanya rakyat kebanyakan. Karena yang memperoleh manfaat besar dari kebijakan-kebijakan
ekonomi selama ini, hanya dinikmati oleh sekelompok kecil rakyat Indonesia yang hidup bermewahmewah ditengah kehidupan rakyat banyak yang menganggur dan miskin.
Salah satu isu hangat yang diberitakan banyak pihak dan media khususnya dalam waktu terakhir ini
adalah dianggap mengkawatirkannya perilaku inflasi yang cenderung naik dari target rencana yang
ditetapkan pemerintah dan BI. Alasannya dianggap fundamental sebab jika inflasi terus meningkat
berarti tingkat kesejahteraan masyarakat akan tergerus, yang dapat menciptakan sinyal negatif
terhadap perkembangan perekonomian secara keseluruhan.
Tapi apakah demikian faktanya? Tentu saja ada benarnya, tapi mungkin juga ada kurang benarnya.
Akan benar bagi pihak yang sudah mempunyai pendapatan agar nilainya pendapatannya tidak
terkena (pajak) inflasi.
Tapi bagaimana dengan pihak yang belum mempunyai pendapatan? Tentu mereka lebih
mementingkan tersedianya kesempatan untuk bekerja secara luas, karena dengan begitu mereka
baru akan dapat kesempatan memperoleh pendapatan agar dapat berbelanja. Jadi baru setelah itu
inflasi tinggi dan tidak stabil menjadi masalah pula.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa persoalan ekonomi di suatu negara tertentu ternyata yang
fundamental bukan hanya persolan inflasi, tapi yang mungkin lebih penting adalah tersedianya
lapangan pekerjaan. Persoalan ini sejak lama sudah menjadi perdebatan pemikiran ekonomi yang
saling silang, namun hingga kini belum ada rumusan tepat guna mengatasinya.
Tujuan ideal yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan ekonomi yang diterapkan otoritas-otoritas
kebijakan ekonomi di semua negara, tidak lain agar tercipta situasi perekonomian dengan inflasi
rendah dan stabil. Dengan kondisi tersedianya kesempatan kerja secara meluas atau pengangguran
yang sedikit sehingga masyarakat secara merata dapat memperoleh pendapan, sekurangnya untuk
memenuh kebutuhan dasarnya.
Tapi faktanya, kondisi tersebut jelas sangat sulit dicapai, walau di negara maju sekalipun. Sebab
umumnya selalu terjadi justru prinsip ekonomi trade off dari suatu kebijakan. Artinya, jika tercapai
inflasi rendah maka rakyat harus menanggung sulitnya bekerja atau menganggur, atau demikian
sebaliknya (teorema kurve Phillips).
Sehingga memperhatikan kondisi di Indonesia, maka seharusnya hal utama yang perlu menjadi
target penerapan berbagai kebijakan ekonomi dan moneter oleh otoritas fiskal dan moneter
khususnya. Selayaknya diprioritaskan pada uapaya menyediakan lapangan kerja bagi rakyat
kebanyakan.
Karena faktanya begitu banyak penduduk Indonesia yang belum bekerja sehingga belum mempunyai
atau rendah pendapatannya. Artinya, persoalan menciptakan pendapatan bagi masyarakat
hendaknya menjadi hal yang lebih urgent dari pada hanya upaya menyelesaikan persoalan inflasi
saja, apalagi ternayata biayanya sangat mahal.
1
Karena bagi yang tidak mampu, apalah artinya harga barang kebutuhan rendah dan stabil, tapi
mereka tidak dapat membelinyaa akibat mereka menganggur atau tidak bekerja sehingga mereka
tidak mempunyai pendapatan untuk berbelanja.
Kebijakan Ekonomi
Oleh karena itu menjadi menarik untuk mengetahui sejauhmana sebenarnya urgensi masalah
kebijakan anti inflasi tersebut dibandingkan dengan kebijakan untuk mengatasi pengangguran, akibat
terbatasnya peluang kerja. Faktanya, inflasi yang tinggi dan tidak stabil dapat menyebabkan
pengangguran, tapi sebaliknya pengangguran yang tinggi juga dapat menciptakan inflasi tinggi dan
tidak stabil pula.
Sehingga tentu saja pilihan kebijakan menjadi sulit, jika tidak dipahami dengan baik tentang hakekat
yang seharusnya menjadi kerangka dan landasan berfikir dan bertindak dalam penyususunan,
perencanaan dan eksekusi kebijaksanaan oleh otoritas-otoritas kebijakan ekonomi khususnya.
Selama ini tampaknya otoritas-otoritas pelaksanan kebijakan ekonomi di Indonesia terlalu
mengandalkan kerangka berfikir dan praktik menurut apa yang dipelajari sesuai teori dan
pengalaman rasional di negara lain, dengan sendi-sendi struktur ekonomi, politik dan sosialnya yang
sudah moderen atau maju pula.
Sehingga fakta-fakta struktural hidup masyarakat kita yang masih sangat terbatas dan bahkan
mungkin masih terkebelakang dalam segala hal selalu dinafihkan (kurang diperhitungkan) dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi khususnya.
Seperti aspek struktur kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang masih lemah dan terbatas, yang
berimplikasi terhadap perilaku ekonomi, sosial dan politiknya juga yang cendrung belum rasional,
bersifat emosional dan ikut-ikutan saja.
Dampaknya, hasil kebijakan ekonomi yang diterapakan selama ini masih jauh dari harapan banyak
pihak utamanya rakyat kebanyakan. Karena yang memperoleh manfaat besar dari kebijakankebijakan ekonomi selama ini, hanya dinikmati oleh sekelompok kecil rakyat Indonesia yang hidup
bermewah-mewah, karena dapat memanfaatkan berbagai kesempatan yang terbuka luas bagi
mereka akibat penerpana kebijakan yang pro kebutuhan kebutuhan mereka.
Baik yang diperoleh melalui aktivitasnya di industri perbankan, pasar modal dan uang maupun di
sektor-sektor ekonomi tertentu yang jauh dari keterlibatan rakyat Indonesia kebanyakan. Sehingga
rakyat kebanyakan, hanya menikmati kesusahan atau hidup miskin berkepanjangan, karena mereka
tidak bekerja atau menganggur yang akibatnya mereka tidak memperoleh pendapatan atau mungkin
bekerja tapi dengan berpendapatan kecil dan pas-pasan pula.
Kesempatan Kerja
Oleh karena itu berarti menjadi fenomenal kebijaksanaan mengatasi inflasi yang selama ini
diutamakan oleh otoritas-otoritas kebijakan ekonomi di Indonesia, dibanding dengan kebijakan
ekonomi untuk menciptakan kesempatan kerja bagi rakyat kebanyakan agar mereka dapat
kesempatan memperoleh pendapatan. Dengan demikian berarti memang patut dipertanyakan secara
lebih seksama, oleh pihak-pihak yang merasa bahwa kebijakan ekonomi khususnya seharusnya
dimaksudkan untuk mengatasi persoalan hidup rakyat kebanyakan.
Supaya tercipta kesempatan kerja agar mereka dapat memperoleh pendapatan untuk berbelanja,
sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan dasarnya. Seperti DPR di berbagai tingkatan wilayahnya,
termasuk organisasi-organisasi kemasyarakatan yang selama ini mengklaim bahwa mereka
memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia kebanyakan.
Tentu saja upaya-upaya tersebut harus bersifat mendasar dan filosofis, bukan hanya bersifat hit and
run untuk mencari sensasi apalagi mencari kesempatan memperoleh manfaat demi kepentingan
sendiri atau golongan. Artinya, pemikiran, rencana dan simulasi-simulasi kerangka berfikir dan
bertindak secara jelas dan komprehensip untuk tujuan tersebut perlu disusun secara proporsional
2
dan profesional dengan melibatkan banyak pihak berkompoten.
Seperti pemuka masyarakat, akademisi, agamawan, maupun pihak pemerintah, para pengusaha
bahkan bankir-bankir yang masih mempunyai rasa dan karsa untuk membangun dan
memberdayakan ekonomi rakyat Indonesia kebanyakan.
Akhirnya, Inflasi memang salah satu fenomena dari masalah ekonomi yang perlu diatasi, namun tentu
saja bukan suatu hal yang utama dan prioritas saat ini, apa lagi itu harus dilakukan at all cost,sebab
faktanya begitu rakyat belum mempunyai pendapatan cukup, akibat sangat terbatasnya kesempatan
bekerja. Bagi rakyat kebanyakan, rendahnya dan stabilnya harga tampaknya bukanlah yang utama,
karena apa artinya harga rendah dan stabil jika mereka juga tidak dapat membelinya.
Rendah dan stabilnya harga itu hanya akan dinikmati oleh segelintir rakyat yang telah mempunyai
pendapatan dan asset yang cukup, sebab dengan demikian maka nilai kekayaannya tidak berkurang
akibat inflasi. Oleh karena itu, maka kebijakan ekonomi yang harus diprioritaskan oleh otoritasotoritas kebijakan adalah seharusnya menempuh kebijakan at all cost untuk menciptakan
kesempatan kerja, agar rakyat kebanyakan dapat bekerja untuk memperoleh pendapatan. Sehingga
mereka dapat membeli, sekurang-kurangnya bahan pokok yang dibutuhkannya.
Namun demikian tentu saja tetap diiringi dengan usaha untuk menjaga tingkat inflasi dapat wajar agar
pendapatan rakyat kebanyakan tersebut tidak tergerus pula oleh inflasi
3
Download