manajemen risiko likuiditas untuk perbankan di

advertisement
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
Consultative Paper
MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS UNTUK
PERBANKAN DI INDONESIA
DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
2009
1
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
PENGANTAR
Krisis keuangan global yang yang dipicu oleh subprime mortgage tanpa diduga telah
membawa risiko likuiditas menjadi isu terpenting dalam agenda para praktisi dan otoritas
perbankan. Krisis keuangan yang berawal pada kuartal III tahun 2007 ini diprediksi
menjadi salah satu dari krisis yang terparah dalam sejarah, dalam hal durasi, lingkup, dan
dampak kerugian bagi lembaga keuangan, serta perekonomian global.
Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2008 Bank Indonesia telah melakukan survey
untuk memperoleh gambaran mengenai kerangka dan praktek manajemen risiko likuiditas
untuk perbankan dan menyusun kajian mengenai Manajemen Risiko Likuiditas dengan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. terdapat gap baik dari sisi pemahaman secara konsep maupun penerapan
manajemen risiko likuiditas secara best practices antara bank besar, menengah dan
bank kecil;
b. diperlukan penyempurnaan framework regulasi dan pengawasan manajemen risiko
likuiditas yang memperhatikan perkembangan best practices dan standar
internasional, dalam rangka memperkuat praktek manajemen risiko serta merespon
krisis keuangan global;
c. diperlukanperlu disain mekanisme dan proses yang dapat menjadi acuan penerapan
Pillar 2 Basel II, khususnya terkait dengan pengembangan internal capital adequacy
assessment process (ICAAP) dan supervisory review process (SREP), termasuk risiko
likuiditas sebagai jenis risiko usaha yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
seluruh bank dari berbagai skala usaha.
Selanjutnya Penyusunan Consultative Paper ini bertujuan untuk merumuskan
rekomendasi pengaturan manajemen risiko likuiditas berisi standar manajemen risiko
likuiditas melalui 4 pilar manajemen risiko yaitu:
a. Pengawasaan aktif dewan komisaris dan direksi untuk risiko likuiditas;
b. Kebijakan, prosedur dan limit risiko likuiditas;
c. Proses manajemen risiko likuiditas;
d. Sistem pengendalian intern untuk risiko likuiditas;
Sebagai suatu pemikiran, maka tidak berlebihan bahwa substansi CP ini akan terus
disempurnakan. Untuk menyempurnakan dan memperkaya konsep pemikiran dalam
perumusan ketentuan dan pedoman terkait Manajemen Risiko Likuiditas, selanjutnya
sangat diharapkan tanggapan dan masukan dari berbagai pihak atas rekomendasirekomendasi dalam CP ini. Untuk tujuan tersebut, tanggapan dan saran terhadap substansi
CP ini kiranya dapat disampaikan kepada :
Bank Indonesia
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Biro Penelitian dan Pengaturan Bank
u.p. Tim Basel II
Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta, Indonesia
Tel. (021) 381-7336 / 381-7785 / 2310108 ext. 4790 atau 4951
2
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
Fax. (021) 351-8946
Email :
[email protected]
[email protected]
[email protected]
[email protected]
3
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
DAFTAR ISI
BAGIAN
TOPIK
Hal
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PENJABARAN MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS
5
1
Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
5
2
Kebijakan Prosedur dan Limit Risiko
6
3
Proses Manajemen Risiko dan Sistem Informasi
Manajemen Risiko Likuiditas
7
4
Pengendalian Intern
19
BAB III
PENUTUP
22
4
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
BAB I
PENDAHULUAN
1. Sebagaimana diketahui bahwa sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang
mengemban fungsi intermediasi, perbankan dihadapkan pada berbagai risiko usaha
yang harus dikelola sehingga dapat meminimalisir potensi kerugian. Salah satu risiko
yang krusial adalah risiko likuiditas. Untuk itu bank harus memiliki suatu kebijakan dan
praktek manajemen risiko likuiditas yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memonitor serta mengendalikan risiko likuiditas sehingga dapat meminimalisir
dampaknya pada tingkat yang dapat ditoleransi (risk tolerance).
2. Krisis keuangan global yang yang dipicu oleh subprime mortgage tanpa diduga telah
membawa risiko likuiditas menjadi isu terpenting dalam agenda para praktisi dan
otoritas perbankan. Krisis keuangan yang berawal pada kuartal III tahun 2007 ini
diprediksi menjadi salah satu dari krisis yang terparah dalam sejarah, dalam hal durasi,
lingkup, dan dampak kerugian bagi lembaga keuangan, serta perekonomian global.
3. Mencermati dari sisi mikro, meningkatnya persaingan untuk memperoleh dana nasabah,
semakin berkembangnya produk-produk pendanaan dari pasar modal dan kemajuan
teknologi telah mengubah cara bank memperoleh pendanaan dan mengelola risiko
likuiditas. Disamping itu, konsentrasi likuiditas pada produk-produk terstruktur
(structured product) tertentu dan pasar antar bank, serta meningkatnya probabilitas
komitmen pada off balance sheet menjadi pos-pos pada neraca telah memicu masalah
likuditas pendanaan dan intervensi oleh bank sentral. Lebih jauh, permasalahan
likuiditas suatu bank dapat memiliki dampak terhadap industri perbankan dan
keuangan secara keseluruhan (contagion effect).
4. Dari sudut pandang yang lebih luas, merebaknya risiko likuiditas ditengah krisis dapat
dikaitkan dengan perubahan struktural sistem keuangan, khususnya proses inovasi
keuangan, yang memberikan kontribusi besar pada peningkatan aset keuangan melalui
2 proses yang saling terkait. Pertama, pergeseran dari model intermediasi bergaya lama,
yaitu “originate-to-maintain" kearah “originate-to-distribute”, yang ditengarai telah
meningkatkan potensi perkreditan bank melalui pengalihan (transfer) kredit dan risiko
kredit kepada kelompok investor yang lebih luas. Kedua, semakin meningkatnya sepak
terjang lembaga keuangan non bank - yang memperoleh keuntungan dari lemahnya
regulasi, yang mampu mendongkrak tingkat leverage investasi mereka pada instrumen
keuangan baru. Proses inovasi keuangan dan sekuritisasi tersebut telah memperlemah
kemampuan bank untuk mengelola risiko likuiditas pada saat terjadi krisis keuangan.
Inovasi keuangan telah membuat bank dan lembaga keuangan lainnya lebih bergantung
pada fungsi dan stabilitas pasar keuangan, sehingga risiko likuiditas, risiko pasar dan
risiko kredit menjadi semakin berkorelasi. Disamping itu, model originate-to-distribute,
yang dikombinasikan dengan konsolidasi dan diversifikasi aktivitas lembaga keuangan,
telah meningkatkan keterkaitan antara berbagai proses intermediasi, sehingga
meningkatkan risiko sistemik dan counterparty. Gambaran krisis keuangan tersebut
memberikan kesimpulan bahwa meskipun struktur dan komposisi neraca bank telah
bergeser dari penyaluran kredit yang bersumber dari deposito (deposit based lending),
namun ternyata praktek manajemen risiko likuiditas tidak berevolusi secara bersamaan.
5. Menyikapi perubahan sistem keuangan secara struktural serta belajar dari krisis
keuangan yang melatarbelakangi anjloknya pasar keuangan, Basel Committee on
5
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
Banking Supervision (BCBS) dari Bank for International Settlements (BIS) mengkaji
kembali rekomendasi dalam dokumen mengenai Sound Liquidity Risk Management
Practices yang dikeluarkan pada tahun 2000 karena dinilai kurang memadai.
Selanjutnya, pada September 2008 BCBS telah mengeluarkan revisi dokumen tersebut
dengan memperluas beberapa area penting, yaitu:
1) Penetapan level toleransi terhadap risiko likuiditas (liquidity risk tolerance);
2) Pemeliharaan tingkat likuiditas yang memadai, termasuk pencadangan aset likuid ;
3) Perlunya alokasi biaya, manfaat, risiko likuiditas pada aktivitas usaha yang
signifikan;
4) Identifikasi dan pengukuran berbagai spektrum risiko likuiditas, termasuk risiko
likuiditas yang bersumber dari transaksi off balance sheet (contingent liquidity
risks) ;
5) Disain dan penggunaan skenario stress test yang bersifat worst case ;
6) Perlunya rencana pendanaan darurat (contingency funding plan) yang memadai;
7) Pengelolaan likuiditas intra hari (intraday liquidity risk) dan agunan;
8) Pengungkapan publik untuk mendorong disiplin pasar (market discipline).
6. Terkait dengan hal tersebut, pada tahun 2008 Bank Indonesia telah menyusun kajian
mengenai Manajemen Risiko Likuiditas dengan rekomendasi sebagai berikut:
a. Pengaturan manajemen risiko likuiditas didasarkan pada kesimpulan bahwa:
1) terdapat gap baik dari sisi pemahaman secara konsep maupun penerapan
manajemen risiko likuiditas secara best practices antara bank besar, menengah
dan bank kecil;
2) perlu penyempurnaan framework regulasi dan pengawasan manajemen risiko
likuiditas yang memperhatikan perkembangan best practices dan standar
internasional, dalam rangka memperkuat praktek manajemen risiko serta
merespon krisis keuangan global;
3) perlu membangun suatu mekanisme pengawasan terhadap kondisi likuiditas
perbankan pada saat terjadi krisis yang secara sistemik berpotensi mengganggu
stabilitas sistem keangan;
4) perlu disain mekanisme dan proses yang dapat menjadi acuan penerapan Pillar
2 Basel II, khususnya terkait dengan pengembangan internal capital adequacy
assessment process (ICAAP) dan supervisory review process (SREP), termasuk
risiko likuiditas sebagai jenis risiko usaha yang tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas seluruh bank dari berbagai skala usaha.
b. Lebih lanjut, rekomendasi framework regulasi manajemen risiko likuiditas berisi
standar manajemen risiko likuiditas melalui 4 pilar manajemen risiko yaitu:
1) Pengawasaan aktif dewan komisaris dan direksi untuk risiko likuiditas;
2) Kebijakan, prosedur dan limit risiko likuiditas;
3) Proses manajemen risiko likuiditas;
4) Sistem pengendalian intern untuk risiko likuiditas;
7. Penyusunan Consultative Paper ini bertujuan untuk merumuskan rekomendasi
pengaturan manajemen risiko likuiditas yang didasarkan pada uraian tersebut diatas.
6
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
BAB II
PENJABARAN MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS
1. Umum
Bab ini menggambarkan kerangka manajemen risiko likuiditas secara keseluruhan
sesuai dengan 4 pilar manajemen risiko yang diadopsi oleh Bank Indonesia yaitu: 1)
Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, 2) Kebijakan dan prosedur serta limit
risiko, 3) Proses manajemen risiko, serta 4) sistem pengendalian intern yang
menyeluruh. Secara garis besar, gambaran kerangka manajemen risiko likuiditas
adalah sebagai berikut:
Bagan Manajemen Risiko Likuiditas
2. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
a. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan aktif, Komisaris dan Direksi harus
memahami risiko likuiditas dan menyadari pentingnya penerapan manajemen
risiko untuk risiko likuiditas.
b. Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab atas efektifitas penerapan
manajemen risiko untuk risiko likuiditas.
c. Komisaris paling kurang bertanggung jawab terhadap hal-hal berikut:
1) melakukan persetujuan dan peninjauan berkala mengenai kebijakan dan
strategi yang terkait dengan manajemen risiko likuiditas termasuk rencana
pendanaan darurat (contingency funding plan). Peninjauan berkala dilakukan
paling kurang 1 kali dalam satu tahun atau dalam frekuensi yang lebih tinggi
dalam hal terdapat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
usaha bank secara signifikan;
7
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
2) melakukan evaluasi untuk memastikan bahwa Direksi telah menerapkan
manajemen risiko untuk risiko likuiditas sesuai dengan kebijakan dan strategi
bank;
3) melakukan evaluasi dan menyetujui permohonan Direksi yang berkaitan
dengan transaksi dalam rangka pengelolaan risiko likuiditas yang melampaui
kewenangan Direksi.
d. Direksi paling kurang bertanggung jawab terhadap hal-hal berikut:
1) menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur yang komprehensif terkait
penerapan
manajemen
risiko
untuk
risiko
likuiditas
dengan
mempertimbangkan toleransi risiko dan memperhatikan dampaknya terhadap
permodalan;
2) melaksanakan kebijakan, strategi, dan prosedur terkait penerapan manajemen
risiko untuk risiko likuiditas;
3) menerapkan manajemen risiko likuiditas secara intrahari, harian, mingguan,
dan jangka waktu yang lebih panjang;
4) mengkomunikasikan kebijakan, strategi, dan prosedur manajemen risiko
likuiditas kepada seluruh satuan kerja terkait;
5) mengevaluasi penerapan kebijakan, strategi, dan prosedur dimaksud secara
berkala;
6) melakukan evaluasi terhadap kondisi likuiditas bank secara berkala paling
kurang 1 bulan sekali;
7) melakukan evaluasi segera terhadap kondisi likuiditas bank apabila terjadi
perubahan kondisi likuiditas bank yang signifikan dan atau diperkirakan akan
berdampak pada profil risiko, yang diindikasikan antara lain oleh kondisi
berikut:
a) peningkatan biaya penghimpunan dana;
b) peningkatan konsentrasi aset atau kewajiban;
c) peningkatan liquidity gap;
d) keterbatasan alternatif sumber likuiditas;
e) pelampauan yang material terhadap limit;
f) penurunan signifikan pada portofolio aset likuid berkualitas tinggi;
dan/atau
g) perubahan pada kondisi pasar eksternal yang dapat menyebabkan
permasalahan di masa datang.
4) melakukan penyesuaian kebijakan dan strategi manajemen risiko likuiditas
yang diperlukan berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada
angkat 6) dan 7) diatas;
5) menyampaikan laporan kepada dewan Komisaris yang paling kurang
mencakup:
a) hasil evaluasi terhadap kondisi likuiditas; dan
b) hasil evaluasi dan penyesuaian kebijakan dan strategi.
3. Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit
a. Dalam menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko likuiditas, termasuk
penetapan strategi manajemen dan limit risiko, bank wajib menyesuaikan kebijakan
tersebut dengan visi, misi, strategi bisnis, tingkat risiko yang akan diambil (risk
appetite), kecukupan permodalan, kemampuan sumber daya manusia, dan kapasitas
pendanaan bank secara keseluruhan.
8
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
b. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko harus dikomunikasikan kepada seluruh
satuan kerja bank yang melakukan aktivitas yang berdampak pada likuiditas agar
dapat dipahami dalam melakukan kegiatan operasional.
c. Kebijakan dan prosedur tersebut paling kurang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) komposisi aset dan kewajiban;
2) diversifikasi dan kestabilan sumber pendanaan;
3) manajemen likuiditas pada berbagai jenis valuta, wilayah geografis, dan lini
bisnis;
4) manajemen likuiditas intrahari;
5) manajemen likuiditas intragroup;
6) penetapan jenis dan alokasi aset yang diklasifikasikan sebagai aset likuid dan
berkualitas tinggi atau yang marketable;
7) penetapan limit ;
8) kewenangan dan tanggung jawab manajemen likuiditas, antara lain alur yang
jelas mengenai kewenangan, tanggung jawab, dan pelaporan terkait dengan
manajemen risiko likuiditas termasuk menugaskan dan memberikan
kewenangan kepada satuan kerja tertentu untuk menentukan pasar, instrumen,
serta transaksi dengan pihak lawan (counterparty) yang memenuhi kualifikasi;
9) penerapan stress testing;
10) sistem informasi manajemen dan sistem lain yang secara memadai diperlukan
untuk identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko likuiditas
termasuk pelaporan likuiditas;
11) rencana pendanaan darurat, antara lain yang menjelaskan mengenai
pendekatan dan strategi dalam menghadapi kondisi krisis yang berdampak
pada likuiditas.
d. Penetapan limit harus diimplementasikan secara konsisten guna mengendalikan
eksposur risiko likuiditas dan konsentrasi antara lain pada pihak lawan, instrumen,
atau segmen pasar tertentu.
e. Limit yang ditetapkan harus konsisten dan relevan dengan bisnis bank,
kompleksitas aktivitas, toleransi risiko, karakteristik produk, valuta, pasar di mana
Bank tersebut aktif melakukan transaksi, kinerja berdasarkan pengalaman masa lalu,
serta tingkat profitabilitas dan modal yang tersedia.
f. Limit dimaksud juga harus sesuai dengan rencana pendanaan darurat untuk
memastikan bahwa rencana tersebut diterapkan secara efektif.
g. Penetapan limit dapat meliputi antara lain limit mismatch arus kas baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang termasuk arus kas yang berasal dari posisi
rekening administratif, limit konsentrasi pada aset dan kewajiban, pinjaman
overnight, dan rasio-rasio likuiditas lainnya.
h. Penetapan limit tidak hanya digunakan untuk mengelola likuiditas harian pada
kondisi normal, namun juga harus meliputi limit agar bank dapat terus beroperasi
pada periode krisis baik krisis pasar secara umum maupun krisis yang spesifik bagi
Bank atau kombinasi keduanya.
i. Kebijakan, prosedur, dan proses penetapan limit harus didokumentasikan secara
tertulis dan lengkap sehingga memudahkan untuk dilakukan jejak audit (audit trail).
j. Kebijakan dan prosedur serta limit harus dievaluasi dan dikinikan secara berkala
atau sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan kondisi yang signifikan.
9
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
4. Proses Manajemen Risiko dan Sistem Informasi Manajemen
Proses manajemen risiko untuk risiko likuiditas meliputi proses identifikasi,
pengukuran , pemantauan, dan pengendalian risiko.
a. Identifikasi
1) Bank wajib melakukan identifikasi risiko likuiditas baik bank secara individual
dan secara konsolidasi dengan perusahaan anak;
2) Dalam rangka melakukan identifikasi risiko likuiditas, bank perlu melakukan
analisis terhadap seluruh produk dan transaksi perbankan yang dapat
mempengaruhi sumber dan penggunaan dana baik pada posisi aset dan
kewajiban maupun rekening administratif;
3) Analisis ini dilakukan untuk mengetahui volume dan tren kebutuhan likuiditas,
serta sumber likuiditas yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut;
4) Identifikasi risiko likuiditas merupakan proses yang berkelanjutan dan harus
dilakukan secara berkala.
b. Pengukuran
1) Bank wajib memiliki alat pengukuran yang dapat mengkuantifisir dan
menangkap berbagai sumber utama risiko likuiditas secara tepat waktu dan
komprehensif, yaitu mencakup posisi likuiditas intra hari dan jangka waktu
yang lebih panjang.
2) Metode pengukuran risiko likuiditas harus didokumentasikan dan dikaji ulang
secara periodik oleh pihak yang independen untuk memastikan kewajaran,
akurasi dan integritas data.
3) Bank juga harus mengevaluasi berbagai asumsi dan estimasi yang digunakan
dalam pengukuran risiko likuiditas secara periodik untuk memastikan validitas.
4) Alat pengukuran tersebut paling kurang meliputi:
a) Proyeksi arus kas, yaitu proyeksi seluruh arus kas masuk dan arus kas
keluar termasuk kebutuhan pendanaan untuk memenuhi komitmen dan
kontinjensi pada transaksi rekening administratif;
b) Rasio likuiditas, yaitu rasio keuangan mendasar yang menggambarkan
indikator likuiditas dan mengukur kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek secara tepat waktu;
c) Profil maturitas, yaitu pemetaan posisi aset, kewajiban, dan rekening
administratif ke dalam skala waktu tertentu (maturity buckets)
berdasarkan sisa jangka waktu sampai dengan jatuh tempo (remaining
maturity);
d) Stress testing, yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan
skenario tertentu terhadap posisi likuiditas bank dalam kondisi tidak
normal.
5) Penetapan metode pengukuran risiko likuiditas yang digunakan bank harus
disesuaikan dengan aktivitas bisnis, kompleksitas, dan profil risiko bank,
dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a)
Bank dengan kegiatan usaha yang relatif sederhana dapat menggunakan
pendekatan pengukuran yang bersifat statis yang didasarkan pada posisi
pada suatu titik waktu tertentu. Bank dapat dikatakan melakukan kegiatan
usaha yang relatif sederhana jika bank hanya melakukan aktivitas
perbankan inti (core banking activities) seperti penyaluran kredit dan
pengerahan dana berupa deposito tanpa fitur tertentu, tidak melakukan
transaksi treasuri secara aktif, tidak memiliki atau menawarkan produk
10
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
terstruktur (structured product) dan tidak terekspos pada risiko nilai tukar
yang signifikan.
b) Bank dengan kegiatan usaha yang lebih kompleks harus menggunakan
pendekatan pengukuran yang bersifat simulasi dan lebih dinamis yang
didasarkan pada berbagai asumsi dan estimasi. Bank dapat dikatakan
melakukan kegiatan usaha yang lebih kompleks jika bank antara lain
melakukan transaksi treasuri secara aktif termasuk transaksi derivatif,
memiliki atau menawarkan produk terstruktur (structured product).
c) Dalam hal struktur organisasi dan praktek bisnis bank menunjukkan
indikasi terjadinya pergerakan arus kas dan dukungan likuiditas di antara
perusahaan dalam kelompok usaha bank, maka bank harus menggunakan
alat pengukuran risiko likuiditas secara konsolidasi yang dapat membantu
mengukur dan mengelola eksposur Risiko Likuditas kelompok usaha.
6) Metode pengukuran menggunakan proyesi arus kas dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Proyeksi arus kas yang bersifat forward looking menyajikan arus kas yang
berasal dari aset, kewajiban, dan rekening adminisitratif serta kegiatan
usaha lainnya yang dipetakan ke dalam skala waktu sesuai jatuh tempo
kontrak dan/atau estimasi dengan menggunakan berbagai asumsi.
b) Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan asumsi untuk
memproyeksi arus kas antara lain karakteristik produk, perilaku pihak
lawan atau nasabah, dan kondisi pasar serta pengalaman historis.
c) Asumsi harus ditetapkan secara realistis, yang antara lain mencakup:
(1) perpanjangan aset dan kewajiban;
(2) persetujuan kredit baru dan perolehan dana nasabah;
(3) perilaku aset dan kewajiban yang tidak memiliki jatuh tempo;
(4) perilaku aset yang memiliki fitur tertentu seperti opsi pelunasan dini
(prepayment option);
(5) perdagangan dan/atau penjualan aset likuid;
(6) perkiraan penarikan dan penerimaan dari rekening administratif,
antara lain komitmen kredit, L/C, dan bank garansi;
(7) akses pada sumber-sumber pendanaan, antara lain pinjaman antar
bank, pendanaan antar perusahaan dalam kelompok usaha Bank
(intragroup), dan fasilitas pinjaman siaga (standby facility);
(8) asumsi lainnya yang relevan, antara lain diskon (haircut) pada
penjualan aset.
d) Asumsi dan estimasi yang digunakan dalam penyusunan proyeksi arus kas
harus disetujui oleh pihak yang memiliki kewenangan, didokumentasikan
dengan baik, dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain
perubahan kondisi pasar, faktor persaingan antar bank, dan perubahan
perilaku pihak lawan atau nasabah bank.
e) Proyeksi arus kas harus disusun setidaknya setiap bulan baik dalam rupiah
maupun valuta asing yang paling kurang mencakup proyeksi sampai
dengan 1 tahun ke depan. Jangka waktu proyeksi arus kas tersebut dapat
diperpanjang sesuai kebutuhan bank dengan memperhatikan struktur aset,
kewajiban, dan rekening administratif.
7) Metode pengukuran menggunakan rasio likuidtas dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
11
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
a)
Penetapan rasio likuiditas yang digunakan untuk mengukur risikio
likuiditas harus disesuaikan dengan strategi bisnis, tolerasi risiko, kinerja
masa lalu, tingkat profitabilitas, dan permodalan bank;
b) Rasio likuiditas harus didokumentasikan dalam kebijakan manajemen
risikio likuiditas dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan;
c) Untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi aktual tren likuiditas bank,
evaluasi terhadap rasio likuiditas harus didukung dengan informasi
kualitatif, antara lain kemungkinan terjadi peningkatan penarikan deposito
sebelum jatuh tempo, penurunan fasilitas kredit, dan perubahan volume
transaksi;
d) Bank harus memantau rasio likuditas sebagai indikator awal dalam
melakukan penilaian manajemen risikio likuiditas. Pemantauan harus
dilakukan oleh pihak yang independen dari pihak yang terkait dengan
pendanaan.
8) Metode pengukuran menggunakan profil maturitas dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)
Profil maturitas menyajikan pos-pos aset, kewajiban, dan rekening
administratif yang dipetakan ke dalam skala waktu berdasarkan sisa waktu
sampai dengan jatuh tempo sesuai kontrak dan/atau estimasi dengan
menggunakan berbagai asumsi, khususnya pos neraca dan rekening
administratif yang tidak memiliki jatuh tempo kontraktual (non maturity
items);
b) Profil maturitas harus disusun setiap bulan baik dalam rupiah maupun
valuta asing;
c) Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan asumsi untuk
mengestimasi pos neraca dan rekening administratif yang tidak memiliki
jatuh tempo kontraktual antara lain karakteristik produk, perilaku pihak
lawan atau nasabah, dan kondisi pasar serta pengalaman historis;
d) Asumsi dan estimasi yang digunakan dalam penyusunan profil maturitas
harus disetujui oleh pihak yang memiliki kewenangan, didokumentasikan
dengan baik, dan dievaluasi secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan. Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain
perubahan kondisi pasar, faktor persaingan antar bank, dan perubahan
perilaku pihak lawan atau nasabah bank.
9) Metode pengukuran menggunakan stress test dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a) Penetapan cakupan dan frekuensi stress test harus sesuai dengan skala dan
kompleksitas usaha, serta eksposur risiko likuiditas bank, dan
memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Stress test harus dilakukan dengan menggunakan skenario stress
secara spesifik pada bank (bank-specific stress scenario) maupun
stress pada pasar (market-wide stress scenario) dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang antara lain meliputi
berbagai jenis peristiwa yang telah atau berpotensi menyebabkan
kondisi krisis likuiditas, durasi peristiwa tersebut, dan kedalaman
(severity) permasalahan yang ditimbulkan peristiwa tersebut;
(2) Stress test juga dapat dilakukan dengan menggunakan skenario krisis
12
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
yang melanda suatu negara tertentu (country-specific crisis), yang
dapat berdampak pada bank yang memiliki jaringan operasi
signifikan di negara tersebut atau skenario krisis yang terjadi atas
suatu instrumen keuangan atau produk tertentu, misalnya produk
terstruktur (structured product);
(3) Stress test harus memperhitungkan implikasi skenario pada berbagai
jangka waktu yang berbeda, termasuk secara harian;
(4) Stress test paling kurang dilakukan 1 kali dalam 3 bulan, atau dalam
rentang waktu yang lebih pendek jika Bank dan/atau Bank Indonesia
menganggap bahwa kondisi tidak normal yang terjadi dapat
menyebabkan bank terekspos pada risiko likuiditas yang tidak dapat
ditolerir.
b) Dalam mendisain skenario untuk stress test, bank dapat menggunakan
skenario yang bersifat historis (historical scenario) maupun hipotesis
(hyphotetical scenario) dengan mempertimbangkan aktivitas bisnis dan
kerentanan bank sehingga skenario tersebut dapat mencakup risiko yang
terkait dengan bisnis bank, produk dan sumber pendanaan.
c) Skenario stress yang dapat dikembangkan oleh bank meliputi:
(1) Skenario stress secara spesifik pada bank (bank-specific stress
scenario), yang antara lain dapat mencakup:
(a) penurunan peringkat Bank oleh lembaga pemeringkat;
(b) penarikan dana besar-besaran;
(c) peningkatan kredit bermasalah;
(d) hambatan dalam mengakses dana (secured maupun unsecured);
(e) pembatasan pada konversi valuta asing;
(f) gangguan pada operasional dan setelmen yang dapat
mempengaruhi sistem pembayaran atau sistem setelmen bank.
(2) Skenario stress pada pasar (market-wide stress scenario) yang antara
lain dapat mencakup:
(a) perubahan indikator ekonomi, misalnya tingkat inflasi,
perubahan suku bunga, dan/atau depresiasi/apresiasi mata
uang lokal;
(b) perubahan kondisi pasar, baik lokal maupun global yang
ditandai dengan mengeringnya likuditas pasar; penurunan harga
saham, dan/atau peningkatan credit spread;
d) Berdasarkan jenis skenario dan kedalaman permasalahan dalam skenario
tersebut, bank harus mengembangkan asumsi-asumsi stress test secara
konservatif dan mempertimbangkan kesesuaian dari asumsi-asumsi
tersebut, yang antara lain meliputi:
(1) likuiditas pasar dari aset bank dan penurunan nilai aset likuid;
(2) penurunan pendanaan ritel;
(3) tidak tersedianya sumber pendanaan dari pasar, baik dengan
maupun tanpa agunan (secured maupun unsecured);
(4) korelasi antara pasar pendanaan atau efektivitas diversifikasi pada
berbagai sumber pendanaan;
(5) perysaratan penambahan margin call dan agunan;
(6) jangka waktu pendanaan;
(7) klaim kontijensi dan potensi penarikan fasilitas komitmen;
(8) likuiditas yang diserap oleh transaksi rekening administratif
(termasuk transaksi sekuritisasi);
13
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
(9) ketersediaan fasilitas kontijensi kepada bank;
(10) kebutuhan likuiditas yang terkait dengan produk/transaksi yang
kompleks;
(11) dampak perubahan peringkat bank;
(12) kemungkinan konversi valuta asing dan akses kepada pasar valas;
(13) kemampuan untuk mentransfer likuiditas antar entitas dalam
kelompok usaha bank dengan mempertimbangkan batasan maupun
kendala hukum, ketentuan, dan operasional;
(14) akses untuk memperoleh bantuan likuiditas dari Bank Indonesia;
(15) kemampuan operasional bank untuk mencairkan aset;
(16) tindakan perbaikan yang dilakukan bank dan ketersediaan
dokumentasi, keahlian operasional maupun pengalaman untuk
melakukan tindakan perbaikan tersebut;
(17) estimasi pertumbuhan neraca di masa yang akan datang.
Dalam melakukan stress test, bank juga harus mempertimbangkan faktorfaktor berikut:
(1) kemungkinan perubahan perilaku dari pelaku pasar lainnya sebagai
respon dari kondisi stress di pasar dan sejauh mana respon tersebut
dapat mempengaruhi pergerakan pasar sehingga memperburuk
kondisi pasar;
(2) kemungkinan perubahan perilaku pihak lawan yang dapat
mempengaruhi periode arus kas;
Dampak kondisi stress terhadap penarikan kredit sepanjang hari oleh
debitur yang memerlukan dana, dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi
posisi likuiditas bank;
Dalam mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang dapat
berdampak secara signifikan terhadap posisi likuiditas, bank dapat
melakukan analisis sensitivitas atas hasil stress test untuk asumsi-asumsi
tertentu sehingga dapat diperoleh informasi tambahan mengenai tingkat
kerentanan bank terhadap faktor-faktor tertentu;
Bank wajib mendokumentasikan seluruh skenario, asumsi dan hasil stress
test, dan melakukan evaluasi untuk memastikan kesesuaian dan relevansi
dengan kondisi bank, dengan memperhatikan antara lain hal-hal berikut:
(1) perubahan jenis, skala dan kompleksitas usaha bank;
(2) perubahan kondisi pasar;
(3) pengalaman bank dalam kondisi krisis;
Dalam melakukan stress test untuk risiko likuiditas, bank harus
mempertimbangkan makna dan hasil stress test yang dilakukan terhadap
jenis risiko lainnya (antara lain risiko pasar, risiko kredit, risiko
reputasional) dan menganalisis kemungkinan interaksi dengan berbagai
jenis risiko tersebut.
Hasil stress test dan tindak lanjut atas stress test tersebut harus dilaporkan
dan di diskusikan dengan Dewan Komisaris.
Terhadap hasil stress test tersebut, bank wajib melakukan hal-hal berikut:
(1) menggunakan hasil stress test untuk menyesuaikan strategi dan
kebijakan manajemen risiko likuiditas, serta posisi likuiditas
(2) mempertimbangkan hasil stress test secara eksplisit dalam
penetapan limit internal bank;
(3) mengintegrasikan hasil stress test ke dalam proses perencanaan
strategis dan proses manajemen risiko harian bank;
14
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
(4)
menggunakan hasil stress test sebagai dasar untuk mengembangkan
rencana pendanaan darurat yang efektif
c. Pemantauan
1) Bank harus memantau posisi dan risiko likuditas secara harian, termasuk intra
hari.
2) Bank juga harus memantau posisi likuiditas dalam jangka yang lebih panjang
untuk mengetahui gap likuiditas serta berupaya segera menutup gap tersebut.
3) Pemantauan dilakukan dengan memperhatikan early warning indicator dan
hasil pengukuran risiko likuditas.
4) Bank wajib mengembangkan early warning indicator, yang bertujuan untuk:
a)
b)
c)
d)
mengidentifikasi dan mengelola risiko likuditas;
mengidentifikasi dan mengelola potensi kebutuhan pendanaan;
mengidentifikasi tren negatif;
digunakan sebagai dasar penentuan tindak lanjut bagi bank untuk
memitigasi eksposur risiko likuditas.
5) Early warning indicator meliputi:
a) Indikator internal, antara lain:
(1) kualitas aset yang memburuk;
(2) peningkatan konsentrasi pada beberapa aset dan sumber pendanaan
tertentu;
(3) peningkatan currency mismatches;
(4) penurunan rata-rata tertimbang jatuh tempo kewajiban;
(5) pengulangan terjadinya pelampauan limit;
(6) penurunan kinerja profitabilitas, interest margin, dan kinerja
keuangan;
(7) peningkatan biaya dana secara keseluruhan;
(8) peningkatan pertumbuhan aset yang dibiayai oleh sumber dana
besar yang berfluktuasi;
(9) posisi arus kas yang semakin buruk sebagai akibat maturity
mismatch yang besar terutama pada skala waktu jangka pendek;
b) Indikator eksternal, antara lain:
(10) informasi publik yang negatif;
(11) penurunan hasil peringkat oleh lembaga pemeringkat;
(12) penurunan harga saham Bank secara terus menerus;
(13) perbedaan yang besar pada spread rate antara senior debt dengan
subordinated debt;
(14) penurunan fasilitas credit line yang diberikan oleh bank
koresponden;
(15) pihak lawan tidak lagi menyediakan fasilitas tanpa agunan maupun
transaksi jangka panjang;
(16) peningkatan tren dalam penarikan dana oleh deposan;
(17) peningkatan penarikan deposito sebelum jatuh tempo;
(18) kesulitan untuk memperoleh pendanaan jangka panjang;
6) Hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala mengenai analisis risiko
likuditas yang disampaikan kepada Komite Manajemen Risiko dan Direksi.
7) Bank harus mengevaluasi pelaksanaan pemantauan risiko likuditas secara
berkala.
15
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
d. Pengendalian
1) Strategi Pendanaan
a) Pengendalian risiko likuiditas dapat dilakukan dengan memiliki strategi
pendanaan yang tepat.
b) Strategi pendanaan harus dapat mendiversifikasikan sumber pendanaan
dan jangka waktu pendanaan dengan efektif.
c) Dalam melakukan diversifikasi, bank wajib mendiversifikasikan
ketersediaan sumber dana menjadi sumber dana jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang.
d) Diversifikasi harus merupakan bagian dari perencanaan pendanaan jangka
menengah - panjang dan dikaitkan dengan proses perencanaan
pembiayaaan dan bisnis bank.
e) Rencana pendanaan harus mempertimbangkan korelasi antara sumber
dana dan kondisi pasar.
f) Diversifikasi dilakukan berdasarkan pihak lawan, pendanaan dengan
agunan maupun tanpa agunan, jenis instrumen, jenis valuta, dan lokasi
geografis pasar pendanaan yang dituju.
g) Bank harus membatasi konsentrasi pada sumber dana atau jangka waktu
tertentu.
h) Bagi bank yang aktif melakukan transaksi pada berbagai valuta asing, perlu
tersedia akses kepada sumber likuiditas pada masing-masing valuta
tersebut, karena bank tidak selalu dapat melakukan swap likuiditas antara
suatu valuta ke valuta yang lain.
i) Bank harus senantiasa memperhatikan komposisi, karakteristik dan
diversifikasi aktiva dan sumber pendanaan bank.
j) Bank wajib melakukan kaji ulang secara berkala atas strategi pendanaan
dan kaitannya dengan perubahan internal maupun eksternal.
k) Bank wajib memelihara kehadiran secara aktif pada pasar pendanaan dan
memelihara hubungan yang baik dengan penyedia dana sehingga dapat
melakukan diversifikasi sumber dana dengan baik.
l) Bank wajib mengidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi
kemampuannya untuk memperoleh dana dan memantau faktor-faktor
tersebut untuk memastikan kemampuan bank memperoleh dana tetap valid.
m) Untuk memastikan diversifikasi pendanaan, bank perlu memelihara akses
pasar. Akses pasar sangat penting untuk memastikan manajemen Risiko
likuiditas yang efektif.
n) Bank wajib memastikan bahwa akses pasar dikelola secara aktif, dipantau,
dan diuji oleh pihak yang memiliki kewenangan.
o) Pengelolaan akses pasar dapat meliputi:
(1) mengembangkan pasar untuk penjualan aset atau memperkuat
kontrak di mana bank dapat meminjam baik dengan agunan maupun
tanpa agunan;
(2) memelihara kehadiran secara aktif pada pasar yang relevan dengan
strategi pendanaan bank. Dalam hal ini bank perlu memiliki memiliki
infrastruktur, proses dan pengumpulan informasi yang baik.
p) Pasar pendanaan yang dapat diandalkan umumnya mengalami gangguan
pada saat stress event. Bank harus mempertimbangkan dampak gangguan
pasar tersebut dan risiko yang ditimbulkan pada aliran kas dan akses pada
pasar pendanaan jangka panjang.
q) Bank harus mengidentifikasi dan membangun hubungan yang baik dengan
16
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
r)
s)
t)
u)
investor yang telah ada saat ini maupun potensial investor, karena
hubungan yang baik dengan para penyedia dana dapat memberikan
gambaran bagi bank mengenai perilaku penyedia dana pada saat terjadi
stress event pada bank maupun pada pasar keuangan. Frekuensi hubungan
dengan penyedia dana dan frekuensi penggunaan sumber dana merupakan
indikator kekuatan hubungan dengan penyedia dana.
Selain memelihara hubungan yang baik dengan penyedia dana, bank juga
wajib memiliki analisis mengenai dampak yang ditimbulkan terhadap
hubungan tersebut pada kondisi stress event, karena penyedia dana yang
dapat diandalkan pada kondisi normal seringkali tidak dapat menyediakan
dana pada kondisi stress event karena adanya ketidakpastian pada kondisi
likuiditasnya sendiri. Dalam formulasi skenario stress test dan rencana
pendanaan darurat, bank harus mempertimbangkan ketiadaan sumber
dana pada kondisi stress event.
Meningkatnya ketidakpastian pada kemampuan membayar bank dapat
menurunkan kesediaan pihak lawan untuk terus menyediakan dana. Dalam
situasi tersebut, kualitas dan kekuatan cushion permodalan bank dapat
memberikan dampak positif bagi kesediaan pihak lawan bank untuk
menyediakan dana.
Bank wajib melakukan identifikasi terhadap alternatif sumber pendanaan
yang dapat memperkuat kapasitasnya untuk bertahan pada kondisi stress
event, yaitu meliputi antara lain:
(1) pertumbuhan deposito;
(2) perpanjangan maturitas kewajiban;
(3) penerbitan instrumen hutang jangka pendek dan jangka panjang;
(4) transfer intra group, penerbitan modal baru, penjualan perusahaan
anak/bisnis tertentu;
(5) sekuritisasi asset;
(6) penjualan atau repo aktiva likuid bank;
(7) penarikan komitmen;
(8) fasilitas pendanaan dari otoritas pengawasan bank.
Bank wajib melakukan kaji ulang atas sumber pendanaan tersebut untuk
mengevaluasi efektivitasnya dalam penyediaan likuiditas pada jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
2) Pengelolaan Posisi dan Risiko Likuiditas Intrahari
a) Pengelolaan secara aktif atas posisi dan risiko likuiditas intrahari bertujuan
untuk:
(1) memenuhi kewajiban secara tepat waktu baik pada kondisi normal
maupun kondisi tidak normal (krisis);
(2) mengidentifikasi dan memprioritaskan kewajiban yang kritikal;
(3) menyelesaikan kewajiban yang tidak terlalu kritikal sesegera
mungkin.
b) Pengelolaan likuiditas intrahari merupakan komponen penting dalam
strategi manajemen likuiditas bank secara keseluruhan. Kegagalan bank
untuk mengelola likuiditas intrahari secara efektif dapat menyebabkan
bank tidak mampu untuk memenuhi kewajiban pembayaran pada
waktunya, dan dengan demikian mempengaruhi posisi likuiditas bank
tersebut dan pihak kreditur. Dalam kondisi stress likuiditas di pasar, pihak
lawan bank dapat menganggap ketidakmampuan bank memenuhi
17
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
c)
d)
e)
f)
kewajiban sebagai tanda kelemahan bank dan dengan demikian akan
menahan atau menunda pembayaran pada bank sehingga menambah
tekanan likuiditas pada bank.
Bank wajib memiliki pengelolaan likuiditas intrahari untuk:
(1) mengidentifikasi dan memprioritaskan kewajiban yang kritikal;
(2) menyelesaikan kewajiban yang tidak terlalu kritikal sesegera
mungkin.
Dalam memenuhi tujuan tersebut, bank wajib menganalisis perubahan
profil likuiditas bank dengan adanya pembayaran/penerimaan dana
sepanjang hari. Sebagai contoh, dalam mengelola giro nasabah, bank
kadang-kadang harus menunda pembayaran pada nasabah tertentu sampai
nasabah memiliki dana yang cukup pada rekeningnya.
Bank dapat mengalami sejumlah kendala dalam mengelola posisi likuiditas
intrahari, karena:
(1) aliran kas masuk dan kas keluar tidak selalu dapat diperkirakan
dengan jelas;
(2) terdapat ketidakpastian waktu aliran kas masuk dan aliran kas
keluar karena aliran kas masuk dan aliran kas keluar;
Strategi bank untuk memenuhi tujuan manajemen likuiditas intrahari
adalah sebagai berikut:
(1) Bank wajib memiliki kapasitas untuk mengukur aliran kas masuk dan
keluar secara harian, mengantisipasi waktu intrahari atas aliran kas
tersebut, dan memprediksi kemungkinan shortfall yang dapat timbul
sepanjang hari;
(2) Bank harus memiliki kapasitas untuk memantau posisi likuiditas
intrahari. Pemantauan posisi likuiditas intrahari dapat membantu
bank melakukan penilaian mengenai waktu untuk memperoleh
tambahan likuiditas atau untuk membatasi aliran likuiditas keluar
untuk memenuhi kewajiban bank. Pemantauan dapat membantu
bank mengalokasikan likuiditas intrahari secara efisien di antara
kebutuhan bank dan kebutuhan nasabah bank.
(3) Bank wajib mengupayakan pendanaan intrahari yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan intrahari, termasuk fasilitas pendanaan
dari Bank Indonesia.
(4) Bank wajib melakukan pengelolaan dan mobilisasi agunan untuk
memperoleh dana intrahari.
(5) Bank wajib memiliki agunan dalam jumlah cukup untuk memenuhi
level likuiditas intrahari. Bank harus memiliki proses pengagunan
atau penyerahan agunan tersebut kepada Bank Indonesia atau
kepada pihak lawan lainnya.
(6) Bank wajib memiliki kemampuan untuk mengelola waktu aliran
likuiditas keluar dengan tujuan intrahari.
(7) Bank juga wajib memiliki kemampuan untuk mengelola pembayaran
kepada nasabah inti.
(8) Bank harus siap untuk menghadapi adanya gangguan tidak terduga
pada aliran kas intrahari. Dalam hal ini, stress testing dan rencana
pendanaan darurat, bank harus merefleksikan pertimbangan
intrahari. Manajemen risiko operasional dan prosedur kelangsuhgan
usaha (business continuity process) juga merupakan elemen penting
bagi manajemen likuiditas intrahari.
18
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
3) Pengelolaan aset likuid yang berkualitas tinggi
a) Dalam melakukan pengendalian risiko likuiditas, bank wajib pula
melakukan pengelolaan secara aktif terhadap aset likuid yang berkualitas
tinggi yang dapat dijadikan sebagai agunan untuk memperoleh pendanaan.
b) Bank wajib memantau lokasi maupun status legal agunan dan bagaimana
agunan tersebut dapat dengan cepat dimobilisasi pada saat dibutuhkan.
c) Bank wajib memiliki kemampuan untuk menghitung seluruh posisi agunan
yang dimiliki, termasuk aset yang saat ini telah diikat menjadi agunan dan
aset yang tersedia untuk dijadikan agunan.
d) Besarnya agunan yang tersedia harus senantiasa dipantau dan bank harus
memahami prosedur dan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh
agunan tersebut.
e) Bank wajib menilai kelayakan setiap agunan untuk diikat sebagai agunan
dengan Bank Indonesia (untuk memperoleh fasilitas intrahari atau Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek) dan kelayakan aset untuk diterima oleh
counterparty atau penyedia dana di pasar pendanaan.
f) Bank wajib menerapkan manajemen agunan yang efektif sehingga dapat
memenuhi kebutuhan agunan dalam rangka permasalahan likuiditas jangka
panjang, jangka pendek dan intrahari.
g) Bank wajib memiliki agunan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
likuiditas baik yang terduga maupun tidak terduga, termasuk potensi
peningkatan kebutuhan margin pada berbagai jangka waktu yang berbeda
sesuai profil pendanaan bank.
h) Dalam menentukan besarnya agunan yang akan diikat atau diberikan, bank
wajib mempertimbangkan potensi ketidakpastian seputar waktu aliran kas
intrahari.
i) Bank wajib mempertimbangkan potensi gangguan pada operasional dan
likuiditas yang dapat meningkatkan kebutuhan untuk pengikatan atau
penyerahan tambahan agunan intrahari.
j) Bank yang menggunakan instrumen derivatif wajib mempertimbangkan
potensi kebutuhan agunan tambahan sebagai dampak perubahan posisi
pasar atau perubahan pada credit rating atau posisi keuangan bank.
k) Sistem informasi bank harus dapat memberikan informasi mengenai
kepemilikan bank termasuk jenis dan kualitas aset.
4) Rencana Pendanaan Darurat (Contigency Funding Plan/CFP)
a) Bank wajib memiliki rencana pendanaan darurat (contingency funding plan/
CFP) untuk menangani permasalahan likuiditas dalam berbagai kondisi
yang tidak normal.
b) Rencana pendanaan darurat merupakan kompilasi kebijakan, strategi,
prosedur, dan rencana tindak (action plan) untuk memastikan kemampuan
Bank memperoleh sumber pendanaan yang diperlukan secara tepat waktu
dan dengan biaya yang wajar dalam kondisi krisis.
c) Rencana pendanaan darurat harus disesuaikan dengan kompleksitas dan
profil risiko, cakupan bisnis, struktur organisasi, dan peran Bank dalam
sistem keuangan.
d) Rencana pendanaan darurat harus diintegrasikan dengan hasil skenario dan
asumsi yang digunakan dalam stress test serta analisis Bank mengenai
Risiko Likuiditas.
e) Rencana pendanaan darurat paling kurang mencakup:
19
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
(1)
penetapan early warning indicator untuk mengidentifikasi terjadinya
kondisi krisis, yang dapat didasarkan pada berbagai jenis peristiwa
yang berpotensi memicu kondisi krisis;
(2) mekanisme pemantauan dan pelaporan early warning indicator
secara reguler;
(3) strategi dalam menghadapi berbagai kondisi krisis dan prosedur
pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan atas perubahan
perilaku dan pola arus kas yang menyebabkan
(4) strategi untuk memperoleh dukungan pendanaan dalam kondisi
krisis dengan mempertimbangkan biaya serta dampaknya terhadap
modal, serta berbagai aspek penting lainnya yang antara lain
mencakup:
(5) sumber pendanaan utama, jumlah yang tersedia atau dapat diperoleh,
dan waktu yang diperlukan untuk memperoleh dana tersebut;
(6) kemungkinan ketersediaan back-up liquidity dan prakondisi
penggunaan dana tersebut;
(7) alternatif pendanaan lainnya pada saat back-up liquidity yang dimiliki
tidak dapat digunakan;
(8) dampak kondisi krisis di pasar pada kemampuan Bank untuk
menjual, mengagunkan dan/atau melakukan sekuritisasi aset;
(9) kemampuan Bank untuk memperoleh dukungan likuiditas dari Bank
Indonesia;
(10) koordinasi manajerial (line of command) yang paling kurang
mencakup:
(a) pembentukan tim khusus (contingency crisis team) dan
penunjukkan pihak yang bertanggung jawab sebagai
koordinator dalam pelaksanaan rencana pendanaan darurat;
(b) pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam
pelaksanaan untuk melaksanakan rencana pendanaan darurat
sehingga setiap anggota memahami perannya dalam kondisi
krisis;
(c) penunjukan pihak yang bertanggung jawab melakukan
identifikasi terjadinya kondisi krisis;
(d) strategi dan prosedur komunikasi baik kepada pihak internal
yang meliputi komunikasi antar satuan kerja, maupun eksternal
bank termasuk pihak media dan nasabah dalam hal terdapat
pemberitaan atau publikasi negatif;
(11) prosedur pelaporan untuk memastikan ketersediaan berbagai
informasi yang diperlukan secara tepat waktu dalam rangka
pengambilan keputusan oleh manajemen;
(12) prosedur untuk menentukan prioritas hubungan dengan nasabah
termasuk debitur, kreditur, dan pihak lawan dalam transaksi
administratif khususnya dalam kondisi krisis untuk memperoleh
pendanaan;
(13) rencana pendanaan darurat harus didokumentasikan secara formal,
dievaluasi, dikinikan, dan diuji secara berkala untuk memastikan
tingkat keandalan;
(14) pengujian rencana pendanaan darurat dilakukan untuk mengetahui
tingkat kemampuan bank memperoleh dana dari pihak lawan yang
20
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
ada atau dari pasar, dengan berbagai skenario, yang dapat mencakup
antara lain pinjaman tanpa agunan/jaminan, pinjaman yang tidak
bersifat overnight, dan
(15) pengujian rencana pendanaan darurat dapat dilakukan dengan
berbagai pendekatan antara lain:
(a) menguji kemampuan bank untuk memperoleh likuiditas yang
memadai secara efisien dan efektif, yang antara lain dapat
dilakukan dengan menggunakan credit line secara berkala,
menjual dan/atau melakukan transaksi repo atas aset keuangan
tertentu;
(b) melakukan simulasi terhadap efektivitas jalur komunikasi, baik
dilingkup internal maupun eksternal;
(c) menguji kemampuan untuk memperoleh informasi manajemen
yang diperlukan secara tepat waktu
5) Sistem Informasi Manajemen
a) Dalam rangka proses penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas,
bank harus memiliki sistem informasi manajemen yang memadai dan
handal untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian, serta pelaporan risiko likuiditas pada saat kondisi normal
dan kondisi tidak normal.
b) Sistem informasi manajemen harus mampu memberikan informasi terkini
dan tepat waktu bagi dewan Komisaris, Direksi, dan pegawai yang memiliki
kewenangan dalam penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas
mengenai posisi likuiditas bank.
c) Informasi yang dihasilkan sistem informasi manajemen dapat disesuaikan
dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas bank.
d) Informasi tersebut meliputi antara lain:
(1) maturity profile dari arus kas pada saat kondisi normal dan kondisi
tidak normal;
(2) ketersediaan portofolio aset likuid yang berkualitas dan nilai
pasarnya;
(3) konsentrasi sumber pendanaan;
(4) kepatuhan terhadap strategi dan limit yang telah ditetapkan;
(5) kemampuan untuk meminjam atau melakukan penjualan aset pada
beberapa pasar;
(6) sumber volatilitas yang potensial atas aset dan kewajiban serta
tagihan dan kewajiban yang timbul dari kegiatan off balance sheet;
(7) analisa arus kas dan ketersediaan akses pendanaan;
(8) kapasitas penyedia standby facilities dalam rangka pemenuhan
kewajiban;
(9) dampak dari penurunan kualitas aset, gangguan operasional, atau
gangguan di pasar terhadap arus kas di masa datang dan
kepercayaan pasar.
5. Pengendalian Intern
a. Bank wajib memiliki pengendalian internal yang memadai untuk memastikan
integritas, akurasi, dan kewajaran dari proses manajemen risiko untuk risiko
likuiditas.
21
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
b. Bank wajib melakukan evaluasi atas efektivitas penerapan manajemen risiko.
c. Evaluasi atas efektivitas penerapan manajemen risiko meliputi:
1) kecukupan sistem internal dan prosedur untuk melakukan identifikasi,
pengukuran, dan pemantauan risiko likuiditas;
2) kewajaran limit dalam pengendalian risiko likuiditas;
3) integritas laporan sistem informasi manajemen;
4) kesesuaian asumsi yang mendasari dalam melakukan analisa skenario arus kas;
5) kepatuhan pada kebijakan dan prosedur likuiditas
d. Kelemahan dan permasalahan yang teridentifikasi dalam proses evaluasi harus
dikelola oleh Direksi secara efektif dan segera.
e. Bank harus memastikan bahwa personil yang melakukan pengendalian internal
adalah pihak yang independen dan memiliki kompetensi yang memadai, serta dapat
melakukan analisa atas informasi dan asumsi model yang diberikan oleh lini bisnis.
f. Dalam hal terdapat perubahan signifikan yang berdampak pada efektivitas
pengendalian internal dan dibutuhkan penyesuaian pada pengendalian internal,
Bank wajib memastikan bahwa perubahan yang diperlukan dilakukan pada saat
yang tepat.
6. Aspek Lainnya
Disamping 4 pilar tersebut diatas, perlu diatur pula hal-hal berikut:
a. Bank wajib menerapkan manajemen risiko untuk risiko likuiditas baik secara
individual maupun secara konsolidasi dengan perusahaan anak.
b. Penerapan manajemen risiko harus terintegrasi dengan penerapan manajemen
risiko secara keseluruhan sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan
manajemen risiko bagi Bank umum.
c. Dalam penerapan manajemen risiko tersebut, bank perlu melakukan evaluasi profil
risiko likuiditas yang dihadapi dikaitkan dengan kecukupan modal.
d. Bank perlu menetapkan liquidity risk pricing
1) Penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas juga harus mencakup
analisis faktor biaya, manfaat dan risiko likuiditas dalam melakukan penetapan
harga internal (funds transfer pricing/internal pricing), pengukuran kinerja, dan
proses persetujuan produk baru pada seluruh kegiatan usaha yang signifikan,
termasuk aktivitas yang dapat menimbulkan eksposur kontijen.
2) Analisis tersebut antara lain bertujuan untuk :
a) meningkatkan awareness unit bisnis terhadap risiko likuiditas
b) memastikan bahwa internal pricing memperhitungkan biaya pendanaan
(cost of fund) saat ini maupun risiko peningkatan biaya pendanaan di masa
dating;
c) menyelaraskan antara insentif yang diperoleh setiap unit usaha dari
aktivitas yang berisiko dengan eksposur risiko likuiditas yang timbul dari
aktivitas tersebut.
3) Dalam melakukan analisis terhadap biaya, manfaat, dan risiko likuiditas, bank
harus memperhatikan berbagai faktor, antara lain ekspektaksi jangka waktu
kepemilikan (holding period) dari posisi aset dan kewajiban, karakteristik risiko
likuiditas pasar, dan faktor-faktor lainnya yang relevan, termasuk manfaat yang
diperoleh atas akses terhadap sumber pendaaan yang relatif stabil, seperti
beberapa jenis deposito ritel.
4) Analisis dan atribusi risiko likuiditas harus dilakukan secara transparan dan
harus mempertimbangkan berbagai kondisi stress yang dapat berdampak pada
22
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
kondisi likuiditas
5) Kerangka analisis harus dikaji secara memadai untuk merefleksikan perubahan
kondisi usaha bank dan pasar keuangan.
e. Bank juga wajib melakukan pemantauan terhadap posisi likuiditas melalui
penyusunan proyeksi arus kas setiap hari (baik dalam rupiah maupun valuta asing)
yang paling kurang mencakup proyeksi untuk jangka waktu 7 hari ke depan. Jangka
waktu proyeksi arus kas tersebut dapat diperpanjang sesuai kebutuhan bank
dengan memperhatikan struktur aset, kewajiban, dan rekening administratif.
23
Draft Consultative Paper
Manajemen Risiko Likuiditas Bank
BAB III
PENUTUP
1. Untuk memperkuat penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas bagi
perbankan, maka Bank Indonesia perlu menyusun ketentuan terkait manajemen risiko
likuiditas khususnya mengenai prinsip-prinsip manajemen risiko likuiditas melalui 4
pilar manajemen risiko, karena ketentuan mengenai likuiditas sebagaimana diatur
dalam SK Dir No. No.31/179/KEP/DIR Tanggal 31 Desember 1998 tentang Pemantauan
Likuiditas Bank Umum maupun PBI dan SE Mengenai Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum yang diterbitkan pada tahun 2003 dianggap sudah tidak memadai.
2. Sebagai bahan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi likuiditas bank, maka
laporan proyeksi arus kas yang dilaporkan bank melalui LHBU serta laporan Maturity
Profile yang dilaporkan bank setiap bulannya melalui LBBU tidaklah memadai untuk
menjadi sumber informasi untuk pemantauan likuiditas maupun pengukuran risiko
likuiditas bank, oleh karena itu diperlukan suatu format laporan baru. Adapun laporan
yang diperlukan sekurang-kurangnya dapat digunakan untuk:
a.
Memberikan informasi posisi likuiditas harian bank;
b.
Memberikan informasi mengenai gambaran kondisi likuiditas bank dalam jangka
waktu yang lebih panjang dari yang sebagaimana dijelaskan pada huruf a.
3. Selanjutnya diperlukan suatu masa transisi bagi bank untuk melakukan penyesuaian
kebijakan manajemen risiko likuiditasnya agar dapat sepenuhnya sejalan dengan
dengan prinsip-prinsip manajemen likuiditas sebagaimana akan diatur oleh Bank
Indonesia.
4. Terkait aspek pengukuran risiko likuiditas, diperlukan suatu penyelarasan mengenai
alat ukur risiko likuiditas yang digunakan, khususnya rasio keuangan dengan parameter
yang digunakan bank dalam melakukan self assessment terhadap tingkat kesehatan
(CAMELS Rating).
24
Download