BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV/AIDS 2.1.1 Definisi HIV/AIDS

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS
2.1.1 Definisi HIV/AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Jika
diterjemahkan secara bahasa : Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan
penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya
kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Djoerban Z,
2006).
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1
dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang
paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di
Afrika Barat.
2.1.2 Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV merupakan retrovirus
yang termasuk golongan virus RNA (virus yang menggunakan RNA sebagai
molekul pembawa informasi genetik). Disebut retrovirus karena memiliki enzym
reverse transcriptase (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ). Virus ini
ditemukan oleh Barre-Sinousi, Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada
tahun
1983
yang
menyebabkan
limfadenopati
sehingga
disebut
LAV
(Lymphadenopathy Associated Virus). Tahun 1984, Popovic, Gallo dan kerabat
kerjanya menggambarkan adanya perkembangan sel yang tetap berlangsung dan
produktif setelah diinfeksi oleh virus yang kemudian disebut HTLV-III (Human
T-cell Lymphotropic Virus-Type III). Virus ini merupakan virus yang sama
dengan LAV.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1986 Komisi Taksonomi Internasional memberi nama baru
Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Depkes RI, 2006).
2.1.3 Patogenesis
HIV menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang limfosit T helper
yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Selain limfosit T helper, sel-sel
lain yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya seperti makrofag dan
monosit juga dapat diinfeksi oleh virus ini. Limfosit T helper antara lain berfungsi
menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan
pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi. Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD4, virus masuk kedalam target dan ia melepas
bungkusnya kemudian dengan bantuan enzym reverse transcryptase ia merubah
bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang
berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan
demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga
ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat
laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T
helper. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.
Masa laten infeksi ini berlaku selama 10 tahun (Weber, 2001).
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma
kaposi.
2.1.4 Cara Penularan
HIV dapat ditemukan di darah dan cairan tubuh manusia seperti semen dan
cairan vagina. Virus ini tidak dapat hidup lama di luar tubuh, maka untuk
transmisi HIV perlu ada penularan cairan tubuh dari orang yang telah terinfeksi
Universitas Sumatera Utara
HIV. Cara penularan virus ini paling banyak adalah melalui kontak seksual, jarum
suntik, dan dari ibu ke anak (AVERT, 2011).
1. Hubungan seksual (vagina, oral, anal)
Secara global, penularan virus HIV paling banyak terjadi melalui
heteroseksual.
2. Kontak langsung dengan darah dan produk darah yg tercemar HIV/AIDS.
3. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril.
4. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan
virus.
5. Pengguna narkoba jarum suntik
Pengguna narkoba jarum suntik adalah kelompok resiko tinggi untuk
mendapat HIV. Penggunaan jarum suntik secara bergantian adalah cara
yang efisien untuk transmisi virus yang menular melalui darah seperti
HIV.
Menurut CDC (2007), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain:
1. Bekerja atau berada di sekeliling penderita HIV/AIDS.
2. Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui
hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
2.1.5 Gejala Klinis
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala mayor (umum terjadi) dan 1 gejala minor (tidak umum terjadi):
Gejala Mayor :
- BB menurun > 10% / bulan
- Diare kronis > 1 bulan
- Demam > 1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
- Demensia (Penurunan Kemampuan Kognitif)
Gejala Minor :
-
Batuk > 1 bulan
Universitas Sumatera Utara
-
Dermatitis generalisata
-
Infeksi umum yang rekuren, misalnya herpes zoster
-
Kandidias orofaring
-
Infeksi herpes simpleks kronik & progresif
-
Limfadenopati general
-
Mikosis kelamin berulang
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), perjalanan penyakit infeksi
HIV/AIDS dapat dibagi dalam beberapa fase, yaitu :
1. Transmisi virus
2. Infeksi HIV primer (sindrom retroviral akut)
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan
berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. 2-6 minggu kemudian (rata-rata
2 minggu) terjadilah sindrom retroviral akut. Gejala umum pada infeksi primer
dapat berupa (demam, nyeri otot, nyeri sendi, rasa lemah), kelainan mukokutan
(ruam kulit, ulkus di mulut), pembengkakan kelenjar limfa, gejala neurologi
(nyeri kepala, nyeri belakang kepala, depresi), maupun gangguan saluran cerna
(anoreksia, nausea, diare, jamur di mulut). Gejala ini dapat berlangsung 2-6
minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.
3. Serokonversi
Setelah 2-6 minggu gejala menghilang disertai serokonversi
(perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi,
tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan.
4. Fase asimptomatik
Pasien akan memasuki masa tanpa gejala (asimptomatik). Penderita
tampak sehat, dapat melakukan aktivitas normal tetapi dapat menularkan kepada
orang lain. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah
normal 800-1.000/mm2)
yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan
kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang
menjadi target sel utama HIV.
Pada awalnya penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/mm3/tahun, tapi
pada tahun terakhir penurunan jumlah menjadi 50-100/mm3 sehingga bila tanpa
Universitas Sumatera Utara
pengobatan rata-rata masa infeksi HIV sampai menjadi AIDS adalah 8-10 tahun,
dimana jumlah CD4 akan mencapai kurang dari 200/mm3.
5. Fase Simptomatik
Fase simptomatik, akan timbul gejala-gejala pendahuluan seperti
demam, pembesaran kelenjar limfa, yang kemudian diikuti oleh infeksi
oportunistik. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan
kekebalan tubuh dimana pada orang normal infeksi ini terkendali oleh kekebalan
tubuh. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah
memasuki stadium AIDS.
Setelah terjadi infeksi HIV ada masa dimana pemeriksaan serologis
antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah
ada dalam jumlah banyak. Pada masa ini, yang disebut window period, orang
yang telah terinfeksi ini sudah dapat menularkan kepada orang lain walaupun
pemeriksaan antibodi HIV hasilnya negatif. Periode ini berlangsung selama 3-12
minggu.
Gejala klinis bergantung pada stadium klinis. Ada 4 stadium klinis
infeksi HIV/AIDS :
Stadium 1
1. Asimptomatik
2. Limfadenopati menyeluruh dan persisten (>3bulan)
Stadium 2
1. Penurunan berat badan < 10%
2. Manifestasi mukokutaneus yang ringan, infeksi jamur pada kuku,
ulserasi mulut yang berulang
3. Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran nafas yang berulang
Stadium 3
1. Penurunan berat badan > 10%
2. Diare kronik 1 bulan
3. Demam berkepanjangan > 1 bulan
4. Kandidiasis oral
Universitas Sumatera Utara
5. Oral hairy leukoplakia
6. Ulserasi nekrotising akut (stomatitis, ginggivitis atau periodontitis)
7. Tuberkulosis paru dalam tahun sebelumnya
8. Infeksi bakteri yang berat
9. Anemia, neutropenia, trombositopenia yang tidak jelas
penyebabnya
Stadium 4
1. HIV Wasting Syndrome
2. Pneumocystis Jiroveci Pneumonia (PJP)
3. Toxoplasmosis otak
4. Sarkoma Kaposi
5. Ensefalopati HIV
Tabel 2.1 Stadium HIV/AIDS
Stadium HIV/AIDS
Stadium klinis 1 dan 2
Jumlah sel CD4
> 350 sel/mm3
Rekomendasi
Belum mulai terapi. Monitor gejala
klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6 – 12
bulan
Mulai terapi
Mulai terapi
< 350 sel/mm3
Stadium klinis 3 dan 4 Berapapun jumlah
sel CD4
Sumber: Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral 2011
2.1.6 Diagnosis
Menurut MacCann (2008), ELISA (enzyme-linked immunosorbent) adalah
salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah seseorang
terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi
tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama
beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela
(window period) seseorang mempunyai resiko yang tinggi dalam menularkan
infeksi. Jika hasil tes positif, maka dilanjutkan dengan menggunakan ELISA 3
metode dan apabila ketiganya menunjukkan hasil positif, maka pasien dikatakan
Universitas Sumatera Utara
positif HIV. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah Western blot (WB),
tetapi pemeriksaan Western Blot ini cukup sulit dan mahal.
2.1.7 Pengobatan
Tujuan pemberian Antiretroviral (ARV) :
1) Memperpanjang usia dan memperbaiki kualitas hidup
2) Menekan jumlah virus, jika mungkin sampai tidak terdeteksi,
selama mungkin menghambat progresivitas penyakit
3) Menjaga/memperbaiki imunitas tubuh
4) Menurunkan morbiditas mortalitas karena HIV
Tabel 2.2 Pengobatan HIV/AIDS
No
Golongan Obat
Nama Obat
1. Nucleoside
Reverse - Abacavir sulfate (ABC),
Ziagen®
Trancriptase Inhibitor (NsRTI)
- Didanosine (ddI), Videx®
- Lamivudine (3TC), Epivir®
- Stavudine (d4T), Zerit®
- Zalcitabine (ddC) , Hivid®
- Zidovudine (AZT), Retrovir®
2.
Non Nucleoside Reverse
- Delavirdine mesylate (DLV),
Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Rescriptor®
- Efavirenz (EFV), Sustiva™
- Nevirapine (NVP), Viramune®
3. Nucleotide
Reverse - Tenofovir (TDF), Viread®
Transcriptase Inhibitor (NtRTI)
4. Protease Inhibitor (PIs)
- Amprenavir (APV), Agenerase™
- Indinavir Sulfate (IDV),
Crixivan®
- Lopinavir/Ritonavir
(LPV/RTV), Kaletra™
- Nelfinavir Mesylate (NFV ),
Viracept®
- Ritonavir (RTV), Norvir®
- Saquinavir Mesylate (SQV)
Sumber :Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral 2011
Cara Pemberian ARV :
-
Berikan kombinasi 3 macam obat
-
Mulai dengan lini pertama
-
Kalau gagal : lini kedua
Universitas Sumatera Utara
Zidovudine 2 x 300 mg
+
atau
Nevirapine 2 x 200 mg
Lamivudine 2 x 150 mg
+
atau
Efavirenz 1 x 600 mg
Gambar 2.1 Pilihan Kombinasi Obat Lini Pertama
Lini pertama gagal apabila :
-
Timbul infeksi opurtunistik baru
-
Muncul kembali infeksi opurtunistik lama
-
CD4 ≤ sebelum terapi
-
Penurunan CD4 > 50% dari jumlah tertinggi sebelum terapi
Nelfinavir 2 x 1250 mg
atau
Abicavir 2 x 300 mg atau
Tenofovir 1 x 300 mg
+
Didanosine 2 x 250 mg
+
Lopinavir/ritonavir
2 x 400mg/100mg
atau
Gambar 2.2 Pilihan Kombinasi Obat Lini Kedua
Pengobatan Pendukung :
2.1.8
-
Nutrisi
-
Olahraga dan tidur teratur
-
Menjaga kebersihan
-
Dukungan agama
-
Dukungan psikososial
Pencegahan
Pencegahan merupakan satu-satunya upaya penanggulangan AIDS. 5
langkah untuk mencegah tertular HIV/AIDS dalam Notoatmodjo (2010), yaitu :
A = Abstinence of Sex (jauhi seks bebas)
B = Be Faithful (setia pada pasangan)
C = use Condom (gunakan kondom)
D = Don’t share a needle (jangan berbagi jarum suntik)
Universitas Sumatera Utara
E = Education (pendidikan)
Pencegahan dan penanggulangan AIDS mempunyai tiga tujuan antara lain:
mencegah infeksi HIV, mengurangi dampak perorangan dan sosial dari infeksi
HIV serta menggerakan dan menyatukan upaya nasional dan internasional
melawan AIDS.
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal
(Universal Precaution) yang meliputi : cara penanganan dan pembuangan barangbarang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
melakukan tindakan medis, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan,
celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung saat harus bersentuhan langsung
dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja
seperti peralatan yang terkontaminasi (Komisi Penanggulangan AIDS, 2011)
2.1.9
Prognosis
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang
didiagnosis AIDS meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan
ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan
imunologis (Widoyono, 2008).
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu atau sesuatu yang diketahui berkaitan
dengan proses pembelajaran. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yaitu indera penglihatan , indera pendengaran , indera penciuman, indera perasa
dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap suatu objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,
dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.3 Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah reaksi atau respons seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan
suatu tindakan ataupun aktivitas, namun merupakan predisposisi tindakan atau
perilaku. Sikap terdiri dari 3 komponen pokok :
Universitas Sumatera Utara
a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana persepsi orang terhadap suatu objek.
b. Komponen
afektif
(komponen
emosional),
yaitu
komponen
yang
menunjukkan arah sikap, yaitu positif (rasa senang) dan negatif (rasa tidak
senang). Merupakan perasaan individu terhadap suatu objek dan menyangkut
masalah emosi.
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu
objek. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar
kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap suatu
objek.
Menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa tingkatan sikap yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap merespon.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian Tay Chiu Mei tentang “Tingkat Pengetahuan
dan Sikap Pelajar SMA Negeri dan Swasta Tentang HIV/AIDS di Kota Medan
tahun 2010”, menunjukkan bahwa sebanyak 200 responden, diantaranya 32
responden
yang
berpengetahuan
baik
(16%),
163
reponden
(81,5%)
berpengetahuan sedang dan 5 reponden (2,5%) yang berpengetahuan kurang. Dari
hasil tersebut terlihat bahwa mayoritas pengetahuan tentang HIV/AIDS pada
pelajar SMA Negeri dan Swasta di kota Medan berada pada tingkat sedang. Dari
penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang sangat jauh tentang pengetahuan
HIV/AIDS pada kedua sekolah SMA, ini mungkin disebabkan lingkungan sosial,
budaya juga berperan terhadap pengetahuan mereka.
Sikap responden tentang HIV/AIDS, diperoleh sebanyak 84 responden
(42%) yang memiliki kategori sikap baik, 116 responden (58%) termasuk kategori
sikap sedang dan tidak mempunyai pelajar yang mempunyai sikap kurang
terhadap HIV/AIDS. Dari hasil tersebut terlihat bahwa mayoritas sikap pelajar
SMA Negeri dan Swasta tentang HIV/AIDS berada pada tingkat sedang.
Dari hasil analisa secara keseluruhan, didapati hasil pengetahuan dan
sikap adalah sejalan dimana menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang
diperoleh subjek selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap
terhadap objek yang telah diketahuinya. Maka bisa disimpulkan bahwa
pengetahuan yang diperoleh dari para responden berada pada kategori sedang dan
memiliki sikap yang sedang juga.
Dalam kesempatan kali ini, saya ingin meneliti bagaimanakah
gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1
Medan, apakah pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS lebih tinggi dari SMASMA yang lain, lebih rendah atau sama saja dengan SMA Negeri yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Download