Bab 5. Sayuran Indigenous Indonesia

advertisement
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous V. SAYURAN INDIGENOUS INDONESIA A. Turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) ©SEAFAST Center 2012
Deskripsi tanaman Batang : tinggi dapat mencapai 15 m dengan diameter 30 cm. Daun : bersirip mengumpul, panjang sampai 30 cm termasuk petiole sepanjang 7‐15 cm; tangkai sedikit berbulu atau licin; helai daun 20‐50, berpasangan saling berlawanan sampai bergantian pada daun yang sama, bulat sampai bulat memanjang, 12‐44 mm x 5‐15 mm, bulat atau berujung bulat sampai sedikit emarginate pada ujung tumbuh (apex), licin atau berbulu jarang pada kedua permukaan. Bunga : ada yang berwarna merah, merah jambu, agak kuning, dan putih. Buah : berbentuk polong dengan panjang 45 cm; biji 15‐50, septa terpisah 7,5‐10 mm, licin, tergantung vertikal, tidak mudah pecah; biji 6,5 x 5 mm x 2,5‐3 mm, coklat tua; berat biji 17.000‐30.000 biji/kg. Akar : penuh dengan bintil akar. Di Indonesia tanaman turi hampir tersebar di seluruh pulau. Sentra tanaman ini antara lain di daerah Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, dan Sulawesi (Anonim 2011). Pada musim kemarau tanaman turi ini menjadi komoditi penting di Indonesia untuk pakan ternak, terutama sapi dan kambing (Tropical Forages). Turi biasanya ditanam di sekitar sawah dan di sekeliling kebun. Keberadaan tanaman ini memberikan efek positif bagi tanaman lainnya karena akar turi menyumbangkan sejumlah 51 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
nitro
ogen ke lingkungaan. Batang turi meemiliki densitas yaang rendang sehin
ngga tidak terlalu
u bagus untuk diijadikan sebagai kayu bakar. Nam
mun demikian, kayu k
turi masih
h dapat digunaakan untuk mem
mbuat bubur kayu
u (pulp) kualitas reendah (Tropical Fo
orages). Gambar 5.1. Tanaman turi. Tanaman turi termasuk t
tanaman yang mudah tumbuh di berb
bagai kondisi tanaah, seperti tanah yyang basa, keringg, bergaram, dan tidak subur. Turi masih akan tetap dapat tumbuh hingga keassaman tanah meencapai pH 4,5, bahkan tanaman
n ini dapat beraadaptasi pada tan
nah lempung ataau liat. Meskipun
n demikian, turi hanya dapat tu
umbuh di ketingggian 800 m dpl (di atas perm
mukaan laut) atau lebih. Selain ittu turi hanya dap
pat tumbuh padaa daerah dengan suhu lingkungan yyang hangat (rataa‐rata 22‐30 o
C). Tanaman ini tidaak dapat beradaptasi pada suhu lingkungan 52 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
yang sangat dingin. Pada kondisi yang memadai, tanaman turi dapat hidup hingga 20 tahun (Tropical Forages). Kearifan lokal pemanfaatan tanaman turi Masyarakat di India telah sejak lama memanfaatkan bunga turi sebagai obat alami. Di Bombay, daun atau bunga turi dibuat jus untuk mengobati penyakit salesema dan sakit kepala. Akar dari varietas turi berbunga merah dimanfaatkan sebagai penawar sakit rematik. Selain itu, jus akar turi yang dicampur madu sering digunakan oleh masyarakat setempat sebagai ekspektoran penyakit salesema (Hortus Camdenensis 2009). Masih di India, pada metode pengobatan Ayuverdic (bahasa sansekerta, āyus = panjang umur dan veda = ilmu) tanaman turi dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bunga turi digunakan sebagai refrigeran, mengobati bronkitis, asam urat, rabun senja, ozoena, dan demam. Akar turi dipercaya berkhasiat untuk menyembuhkan peradangan. Daun turi dimanfaatkan untuk obat epilepsi, asam urat, gatal‐gatal, kusta, dan rabun senja (Purdue 1998). Masyarakat Yunani menggunakan daun turi untuk mengobati biliousness (gangguan pencernaan), demam, dan rabun senja. Orang‐orang Melayu memanfaatkan hasil tumbukan daun turi untuk mengobati keseleo dan memar. Mereka juga menggunakan jus daun sebagai obat kumur untuk membersihkan mulut dan tenggorokan. Pada dosis rendah, orang Melayu menggunakan kulit kayu turi sebagai obat disentri dan sariawan, sedangkan pada dosis tinggi digunakan sebagai pencahar. Bubuk kulit kayu turi oleh orang melayu digunakan untuk mengobati penyakit skabies dan oleh masyarakat Filipina digunakan untuk batuk berdarah (hemoptysis) (Purdue 1998). 53 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Di indonesia tanaman turi digunakan dalam penyembuhan penyakit disentri, radang usus, maupun keputihan. Disentri dan radang usus biasa diobati dengan cara menyeduh kulit kayu turi sebanyak dua jari tangan dengan 110 mL air. Air seduhan ini diminum teratur satu kali sehari. Daun turi dari varietas turi berbunga putih digunakan untuk menyembuhkan keputihan pada wanita. Sebanyak satu genggam daun turi tersebut dicampur dengan satu jari rimpang kunyit dan 110 mL air. Air campuran ini yang diminum setiap hari oleh penderita keputihan (Anonim 2011). Masyarakat Ambon menggunakan jus bunga turi untuk menyehatkan penglihatan yang kabur. Cara pengobatannya yaitu dengan menaruh jus bunga turi tersebut ke mata si penderita. Selain untuk menyehatkan mata, masyarakat Ambon juga menggunakan bunga turi sebagai obat pencahar dan kulit kayu sebagai obat diare, disentri, dan malaria. Berbeda dengan di Ambon, masyarakat di Jawa menggunakan kulit kayu turi untuk mengobati sariawan dan daunnya dikunyah untuk membersihkan mulut dan tenggorokan (Purdue 1998). Turi dalam kulineri lokal Bagian dari tanaman turi yang dapat dimakan antara lain kulit batang, bunga, daun, dan akar. Bunga turi biasa dimasak dan dimakan sebagai sayur (Hortus Camdenensis 2009). Bunga turi ini bahkan menjadi salah satu komoditi pangan penting di daerah Lombok (Tropical Forages). Kandungan kimia bunga turi Bunga turi mengandung sejumlah zat gizi dan non‐gizi. Kandungan zat gizi bunga turi disajikan pada Tabel 5.1. Contoh zat 54 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous non‐gizi pada turi adalah senyawa fenolik. Tabel 5.2 menyajikan data kandungan senyawa fenolik pada bunga turi. Tabel 5.1. Kandungan zat gizi bunga turi ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat gizi Kandungan per 100 g Kalori 44 cal
Protein 1,8 g
Lemak 0,6 g
Karbohidrat
9,6 g
Kalsium 23 mg
Fosfor 29 mg
Besi 0,9 mg Aktivitas Vitamin A 105 I.U. Tiamin (Vit. B1) 0,13 mg Asam askorbat (Vitamin C) 41 mg Air 90,2 % * Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). Tabel 5.2. Kandungan zat non‐gizi bunga turi Komponen zat non‐gizi
Total fenol Kandungan per 100 g
38,43 mg‡
Quersetin 2,51 mg*
Kaemferol 18,50 mg*
Antosianin 0,22 mg†
Asam ferulat
0,1 mg‡
Sumber : * Rahmat (2009), †Kurniasih (2010), ‡Apriady (2010). Senyawa‐senyawa non‐gizi yang terkandung di bunga turi membuat bunga ini memiliki sifat farmakologis tertentu. Efek bunga turi merah terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi penyebab demam tifosa (tifus) telah diteliti oleh Rahman (2010). Dari penelitian tersebut diketahui bahwa pada cawan 55 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
petri dengan konsentrasi ekstrak bunga turi merah 20% didapatkan pertumbuhan koloni Salmonella typhi yang lebih sedikit dibandingkan kontrol bakteri. Penurunan jumlah koloni Salmonella typhi juga terjadi pada konsentrasi ekstrak bunga turi merah 22%, 24%, dan 26%. Pada cawan petri perlakuan dengan konsentrasi ekstrak bunga turi merah 28%, tidak didapatkan lagi pertumbuhan koloni Salmonella typhi, sehingga didapat kesimpulan Kadar Bunuh Minimal (KBM) bunga turi merah terhadap Salmonella typhi adalah 28%. Gowri et al. (2010) meneliti aktivitas antioksidan bunga dan daun turi putih dengan larutan pengekstrak etanol dan aseton. Kemampuan mereduksi dan mengikat DPPH (2,2‐
difenil‐1‐pikrilhidrazil) pada bunga dan daun turi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Secara umum ekstrak aseton memiliki kemampuan mereduksi dan mengikat DPPH lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol. Demikian juga dengan bunga, bunga turi relatif lebih memiliki kemampuan mereduksi dibandingkan daun. Namun demikian, kemampuan antioksidan pada daun dan bunga turi putih ini masih lebih rendah jika dibandingkan standar asam tanat. Pada publikasinya yang lain, Gowri dan Vasantha (2010) melaporkan aktivitas antioksidan pada daun dan bunga turi pink (merah jambu). Hasil yang didapat hampir sama dengan daun dan bunga turi putih. Ekstrak aseton daun dan bunga memiliki kemampuan mereduksi dan mengikat DPPH lebih tinggi dibandingkan ekstrak etanol dan kemampuan antioksidan bunga relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan daun. 56 _______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous B. Kucai (Allium sschoenoprasum L.) Desskripsi tanaman
©SEAFAST Center 2012
Um
mum : tinggi sekkitar 15‐50 cm, membentuk ru
umpun, dan berumbi. Dau
un : beraroma tajam, berwarna hijau, rampingg, pipih, dan memanjang. Bun
nga : berwarna p
putih atau ungu. Gambar 5.2. Kucai Kucai (Gambar 5.2) diketahui berasal dari sebaagian wilayah merika Utara dan Eropa Utara (SStephens 2009). Tanaman ini Am
dikenal sebagai sayu
uran daun dari keeluarga Lili (tanam
man berumbi) dan
n biasa disajikan d
dalam irisan kecil‐‐kecil. Selain sebaagai tanaman sayyur, kucai sering ju
uga ditanam sebaagai tanaman hiass. Kucai dapat akan sangat tum
mbuh pada berbaagai jenis tanah. Pertumbuhannya
P
baik jika ditanam pada tanah yang agak dalam dan d
dipenuhi ngan kompos sertta bahan organik. den
57 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Kucai dapat tumbuh di bawah panas matahari ataupun di tempat yang teduh. Musim kemarau tidak terlalu mempengaruhi perkembangan kucai karena masih memiliki bawang sebagai cadangan air. Sama seperti bawang, kucai mempunyai akar berbawang dan daun. Selain itu, kucai pun dapat ditanam dari bijinya. Kucai adalah tanaman yang berumur panjang (perennial). Ia dapat terus hidup hingga beberapa tahun jika keadaan tanahnya terus dijaga, yaitu tanah yang subur. Kalau menanam kucai untuk di makan, bunganya perlu dibuang untuk meningkatkan pertumbuhan daun. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman kucai Masyarakat Indonesia telah lama memanfaatkan kucai untuk pengobatan, diantaranya untuk mengatasi keputihan, darah tinggi, dan sembelit. Selain itu, kucai diyakini mempunyai khasiat antiseptik untuk membunuh kuman bakteri dalam usus dan menjadi perangsang dalam proses pengasaman usus. Kucai juga berkhasiat melancarkan aliran darah, sekaligus menghindarkan pembekuan darah. Meskipun kucai memiliki banyak khasiat, namun penggunaan kucai yang berlebihan dapat menyebabkan bau badan dan bau mulut. Bau badan disebabkan kandungan sulfur dalam kucai yang terserap lewat aliran darah yang kemudian dikeluarkan sebagai keringat melalui kulit tubuh. Sebaliknya, bau mulut disebabkan oleh sisa kucai di sela‐sela gigi yang tertinggal. Sisa kucai itulah yang menimbulkan bau yang sangat menyengat (Anna 2010). 58 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
Kucai dalam kulineri lokal Seluruh bagian dari tanaman kucai dapat dimakan (dari pucuk sampai bawangnya). Daun kucai beraroma tajam dan pekat namun berbeda dengan aroma daun prei (A. porrum) maupun daun bawang (A. cepa, A. fistulosum, A. ascalonicum). Aroma kucai lebih dekat ke bawang putih sehingga dalam bahasa Inggris disebut garlic‐chives dan dalam bahasa Jerman disebut knoblauch‐
schnittlauch. Bunga kucai dapat digunakan pula sebagai rempah penyedap. Aromanya yang sedap, membuat kucai menjadi salah satu bumbu masakan favorit. Di Florida, umbi dan daun kering kucai jarang digunakan dalam masakan mereka karena dianggap menghasilkan flavor yang kurang menyenangkan. Namun demikian, masyarakat Florida menyenangi daun kucai segar yang dicincang. Hasil cincangan daun ini biasanya digunakan sebagai campuran bumbu pada salad, omelet, gulai (stews), dan sup (Stephens 2009). Di Indonesia, kucai di kalangan ibu rumah tangga digunakan sebagai penyedap masakan. Ahli kuliner mencacah sayuran itu sebagai campuran telur dadar, tahu, bakwan udang, dan martabak. Kucai juga digunakan untuk menambah rasa pedas dan menyeimbangkan rasa masam cuka pada asinan (Suara Media 2010). Pada budaya boga Tiongkok dan Jepang, kucai merupakan bahan campuran isi Jiaozi (Gyōza) atau pangsit yang dikenal dengan nama choi pan. Sayuran ini juga biasa disajikan pada masakan Cina dengan cara digoreng cah atau digunakan sebagai pelengkap bubur ayam (Suara Media 2010). 59 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Kandungan kimia daun kucai Tabel 5.3 menyajikan data kandungan zat gizi kucai. Selain mengandung zat gizi, kucai juga mengandung beberapa zat non‐
gizi yang dapat berfungsi sebagai senyawa antioksidan yang berupa senyawa flavonoid dari golongan flavonol (quersetin dan kaemferol) serta flavon (mirisetin) dan komponen non gizi lainnya yang penggunaannya kebanyakan sebagai tanaman obat. Beberapa zat non‐gizi dalam kucai dapat dilihat pada Tabel 5.4. Stajner et al. (2004) melaporkan bahwa umbi, daun, dan tangkai kucai memiliki aktivitas antioksidan. Jika aktivitas antioksidan ketiga bagian tumbuhan tersebut dibandingkan, aktivitas antioksidan di daun kucai memperlihatkan nilai yang paling tinggi. Tabel 5.3. Kandungan zat gizi daun kucai Komponen zat gizi Kandungan per 100 g Kalori 45 cal
Protein 2.2 g
Lemak 0,3 g
Karbohidrat 10,3 g
Kalsium 52 mg Fosfor 50 mg Besi 1,1 mg Aktivitas Vitamin A 40 I.U. Tiamin (Vit. B1) 0,11 mg Asam askorbat (Vitamin C)
17 mg
Air 83,4 % *
Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). 60 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Tabel 5.4. Kandungan zat non‐gizi daun kucai Komponen zat non gizi Kandungan per 100 g Total fenol
21,01 mg‡
Quersetin
4,01 mg*
Kaemferol
7,85 mg*
Mirisetin 2,30 mg*
Antosianin
0,46 mg†
Asam klorogenat
0,08 mg‡
Asam kafeat
0,36 mg‡
Asam ferulat
0,10 mg‡
† ‡
Sumber : * Rahmat (2009), Kurniasih (2010), Apriady (2010). ©SEAFAST Center 2012
Hasil penapisan fitokimia menunjukkan adanya flavonoid, saponin, tanin katekat dan steroid/triterpenoid pada daun kucai (Listiani et al. 2005). Umbi pada kucai diketahui mengandung lektin yang secara spesifik mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis (Thuan dan Thuong 2009). Barazani et al. (2004) meneliti tentang resistensi tanaman kucai terhadap logam berat kadmium. Tanaman kucai diketahui dapat tetap tumbuh tanpa menunjukkan terjadinya stress ketika ditanam di media aqueous Hoagland pada 50 μM Cd. Kemunduran pertumbuhan kucai baru tampak setelah 64 hari pada kucai yang ditanam di media aqueous Hoagland pada 250 μM Cd. Pada masing‐masing perlakuan (50 dan 250 μM Cd) diketahui terjadi akumulasi kadmium di daun, masing‐masing sebesar 1,2 dan 2,4 g/kg BB. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kucai yang ditanam pada tanah yang mengandung logam berat kadmium berpotensi menjadi pembawa logam berat ke tubuh manusia. Oleh karena itu, meskipun kucai merupakan tanaman yang memberikan efek menyehatkan bagi tubuh manusia, namun penanganan dari hulu hingga ke hilir harus diperhatikan agar efek buruk dari kesalahan penanganan dapat dihindari. 61 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ C. Takokak (Solanum torvum Swartz) ©SEAFAST Center 2012
Deskripsi tanaman Batang : berwarna hijau kecoklatan, dipenuhi duri tajam, dan berbulu halus. Daun : tunggal, panjang 6‐30 cm, terletak berseling, bentuk bulat telur melebar, ujung runcing, tepi berlekuk menyirip, berwarna hijau muda, memiliki tangan yang berambut rapat, dan beberapa memiliki duri tempel. Bunga : berwarna putih, berkelompok lima hingga enam dalam satu tangkai, putiknya berwarna kuning. Buah : ketika masih muda: berwarna hijau, mengandung biji berwarna putih dan lunak; ketika sudah matang: berwarna kehitaman, biji berwarna kecoklatan dan keras. Takokak (Solanum torvum Swartz atau S ferrugium Jacq) cukup terkenal di beberapa daerah di Indonesia. Orang Jawa menyebutnya poka atau cepoka, terongan, cong belut, atau cokowana. Di Sumatra dikenal sebagai terong pipit. Tanaman ini merupakan tanaman perdu yang kecil, tumbuh tegak dengan tinggi 1‐3 m (Gambar 5.3). Tumbuhan takokak tergolong perdu dan masuk ke dalam famili Solanaceae. Tumbuhan ini hidup liar di berbagai daerah, baik di daratan rendah hingga ke pegunungan. Perbanyakannya menggunakan biji yang banyak terdapat di dalam buah. Selain memang dapat hidup liar, tumbuhan ini juga memerlukan cukup air dengan penyiraman atau menjaga kelembaban tanah. Pemupukan juga diperlukan, tapi cukup dengan pupuk dasar saja. 62 ©SEAFAST Center 2012
_______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous Gambar 5.3. Takokak. Keaarifan lokal pemaanfaatan tanaman
n takokak Dalam farmakkologi Cina disebu
utkan bahwa tako
okak memiliki rasa pedas, sejuk, dan d agak beracu
un. Untuk itu, bila digunakan penyakit tertentu, perlu diperhatikkan dosisnya, unttuk pengobatan p
karrena dapat men
nimbulkan keracunan. Selain itu
u, penderita keccenderungan glaucoma dilarang meeminumnya. Efek farmakologi takokak diperoleh dari daun dan akarnya. Akaar digunakan daalam bentuk kerring, sebaliknya daun dapat digunakan dalam keadaan k
segar. Akar A
kering didaapat dengan terlebih dahulu mencuci dan memotong‐motong akar segar. Pottongan akar ini kemudian dijem
mur dan dapat disimpan d
bila sud
dah kering. Takkokak memiliki banyak khasiaat, misalnya melancarkan sirku
ulasi dan meenghilangkan daarah beku, menghilangkan sakit (analgetik), dan
n mengatasi batu
uk (antitusif). Maanfaat lain takokaak antara lain un
ntuk sakit lambun
ng, sakit gigi, katarak, tidak datan
ng haid, wasir ataau ambeien, radang payudara, influenza, panas dalam, d
pembenggkakan, bisul, koreng, k
sakit 63 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
pinggang, asam urat tinggi, keropos tulang, jantung berdebar‐
debar, dan menetralkan racun dalam tubuh. Selain Indonesia, negara‐negara lain di dunia juga telah lama memanfaatkan takokak sebagai obat herbal tradisional. Masyarakat Kamerun mengonsumsi buah takokak untuk menurunkan tensi darah. Di India, bunga takokak dijadikan pasta dan digunakan sebagai obat luar untuk penawar bisa ular. Negara tetangga India, yaitu Bangladesh, memiliki ahli kesehatan tradisional yang disebut Kavirajes. Para Kavirajes menggunakan buah takokak sebagai obat cacar air (Rahmatullah et al. 2010). Buah takokak juga secara tradisional digunakan oleh masyarakat di wilayah Barat Ghana untuk meningkatkan kesehatan reproduksi. Takokak dalam kulineri lokal Buah takokak sering dimakan sebagai lalap mentah, direbus atau dimasak dengan tauco, cabe hijau, atau sesuai selera. Tumis oncom merah dan sayur oncom hitam di daerah Jawa Barat juga sering dilengkapi dengan buah takokak. Kandungan kimia buah takokak Buah takokak mengandung zat gizi seperti tertera pada Tabel 5.5. Buah takokak ini juga mengandung sejumlah senyawa fenolik. Beberapa senyawa fenolik yang telah teridentifikasi secara kuantitatif di buah takokak disajikan pada Tabel 5.6. 64 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Tabel 5.5. Kandungan zat gizi buah takokak ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat gizi
Kandungan per 100 g
Kalori 34 cal
Protein 2,0 g
Lemak 0,1 g
Karbohidrat
7,9 g
Kalsium 50 mg
Fosfor 30 mg
Besi 2 mg
Aktivitas Vitamin A
750 I.U.
Tiamin (Vit. B1)
0,08 mg
Asam askorbat (Vitamin C)
80 mg
Air 89,2 % *
Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). Kulit buah takokak, baik ekstrak air, ekstrak etanol, maupun ekstrak air‐etanol, memiliki kemampuan sebagai antimikroba patogen seperti E. coli, Vibrio cholerae, S. Aureus, Salmonella sp, Klebsiella pneumoniae, dan lain‐lain. Aktivitas antimikroba patogen tersebut tidak kalah jika dibandingkan dengan beberapa senyawa antibiotik komersial seperti choramphenicol dan streptomycin. Tingkat antibakteri patogen ini memiliki korelasi terhadap jumlah polifenol dan flavonoid yang terkandung di ekstrak tersebut (Sivapriya et al. 2011). Daun takokak juga memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian yang dilakukan oleh Wiart et al (2003) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun takokak mampu berperan sebagai antimikroba untuk jenis bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Candida albicans, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. Berbeda dengan kulit buah takokak yang 65 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ memiliki aktivitas antibakteri E. coli, daun takokak tidak menunjukkan kemampuan tersebut. Tabel 5.6. Kandungan zat non‐gizi buah takokak Komponen zat non gizi
Kandungan per 100 g
158,92 mg‡
©SEAFAST Center 2012
Total fenol Quersetin 0,72 mg*
Mirisetin 2,60 mg*
Solasonin 0,10
Solasodin 0,84
Antosianin 4,44 mg†
Asam klorogenat
33,14 mg‡
Asam kafeat 2,56 mg‡
Asam ferulat
0,32 mg‡
Sumber : * Rahmat (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010) Aktivitas antibakteri dan antifungi ditemukan juga di bagian akar dari tanaman takokak. Aktivitas antimikroba pada akar ini bahkan dilaporkan oleh Bari et al. (2010) lebih tinggi jika dibandingkan dengan daun takokak. Ekstrak kloroform dan metanol akar takokak pada konsentrasi sekitar 64‐128 µg/mL mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, Bacillus cereus, B. Megaterium, B. Subtilis, Streptococcus‐β‐haemolyticus, Salmonella typhi, dan Shigella dysenteriae serta jamur Aspergillus fumigatus, Vasin factum, dan Candida ablicans. 66 _______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous D. Kelor (Moringa
a pterygosperma Gaertn.) Desskripsi tanaman
©SEAFAST Center 2012
Battang : tinggi 7‐1
11 m, mudah pataah, dan bercabangg jarang. Dau
un : berbentu
uk bulat telur, beerukuran kecil, dan d bersusun majemukk dalam satu tangkai. Bun
nga : keluar sepanjang tahun,, berwarna putiih kekuning‐
kuningan
n, tudung pelepah bunganya berrwarna hijau, dan arom
ma semerbak. Buaah : berbentu
uk segi tiga memanjang. Daun kelor. Gambar 5.4. D
Kelor (Morin
nga pterygosperrma Gaertn. atau Moringa oleiifera Lam.) (Gam
mbar 5.4) adalah
h tanaman yang berasal dari fam
mili Moringaceae. Tanaman ini term
masuk jenis tumb
buhan perdu. Di Jawa, J
kelor sering dimanfaatkan sebagai s
tanaman pagar. Kelor dap
pat berkembang b
biak dengan baik pada daerah yangg mempunyai kettinggian tanah 300
0‐500 m dpl. 67 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Menurut sejarahnya, tanaman kelor atau marongghi berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan disekitarnya sampai ke Benua Asia‐Barat (Arab Saudi dan Israel) dan Afrika (Etiopia, Sudan, Madagaskar, Somalia, dan Kenya). Di Indonesia, khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, walaupun tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah, ataupun penjalar tanaman lain, tetapi beberapa bagian dari tanaman ini telah sejak lama dimanfaatkan sebagai sayur dan obat. Tanaman kelor menjadi bagian untuk program pemulihan tanah kering dan gersang karena sifatnya yang mudah tumbuh pada tanah kering ataupun gersang. Cara menanam kelor pun relatif mudah. Di lingkungan pedesaan, penanaman kelor yang paling umum cukup dengan cara setekan batang tua atau cukup tua yang langsung ditancapkan ke dalam tanah. Jika tanaman kelor sudah tumbuh, maka lahan di sekitarnya akan dapat ditumbuhi oleh tanaman lain yang lebih kecil, sehingga pada akhirnya pertumbuhan tanaman lain akan cepat terjadi. Salah satu sifat yang menguntungkan untuk membudidayakan pohon kelor yang sudah diketahui sejak lama yaitu minimnya penggunaan pupuk dan jarang diserang hama (oleh serangga) ataupun penyakit (oleh mikroba) sehingga biaya untuk pemupukan dan pengontrolan hama dan penyakit relatif sangat murah. Berdasarkan pengalaman para petani yang sudah lama berkecimpung dalam budi daya kelor, diketahui bahwa pemupukan yang baik adalah berasal dari pupuk organik, khususnya berasal dari kacang‐kacangan (misal kacang hijau, kacang kedelai, ataupun kacang panjang) yang ditanamkan di sekitar pohon kelor. 68 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
Kearifan lokal pemanfaatan tanaman kelor Sebagai tanaman berkhasiat obat, tanaman kelor mulai dari akar, batang, daun, dan bijinya, sudah dikenal sejak lama di lingkungan pedesaan Indonesia. Dari pengalaman secara turun‐
temurun, diketahui bahwa akar kelor sangat baik untuk pengobatan malaria, mengurangi rasa sakit, penurun tekanan darah tinggi, dan sebagainya. Daun kelor digunakan untuk penurun tekanan darah tinggi, diare, diabetes melitus (kencing manis), dan penyakit jantung. Hancuran campuran akar tanaman kelor dan kulit akar pepaya banyak digunakan untuk obat luar (balur) penyakit beri‐beri dan sebangsanya. Daun kelor yang ditambah dengan kapur sirih juga merupakan obat kulit seperti kurap. Pemakaiannya sangat mudah, yaitu dengan cara digosokkan ke kulit yang sakit. Masyarakat pedesaan juga mempercayai bahwa batang, daun, dan air dari tanaman kelor memiliki kekuatan magis. Batang dan daun kelor ini biasa digunakan sebagai “alat” untuk melumerkan atau menon‐aktifkan “kekuatan magis” seseorang. Kekuatan magis dipercaya akan hilang dengan cara menyapu‐
nyapukan batang dan daun kelor ke bagian muka atau dijadikan “alat tidur” atau dengan menyiramkan air dari tanaman kelor ke seluruh tubuh. Sebagai contoh, jika cara‐cara tersebut dilakukan, kemampuan seseorang untuk tahan terhadap pukulan, bacokan, atau bahkan tidak mempan oleh terjangan peluru, akan lumer atau hilang. Penduduk sekitar Arba Minch memiliki kebiasaan unik terkait tanaman kelor. Masyarakat di daerah ini meskipun hanya memiliki lahan terbatas, sekitar 0,1 ha atau 1.000 m2, atau hanya ratusan bahkan puluhan meter persegi saja, namun suka menanam kelor. Seperti halnya di Indonesia, di daerah ini pun kelor sering 69 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
hanya dijadikan pagar hidup, pembatas tanah, ataupun pohon perambat. Daun kelor juga digunakan sebagai sayur. Akan tetapi ada satu kebiasaan yang berbeda jika dibandingkan dengan Indonesia. penduduk Arba Minch memelihara bunga kelor hingga bunga menjadi buah dan menghasilkan biji. Biji ini kemudian mereka jual kepada perusahaan asing yang memerlukannya untuk pembuatan tepung atau minyak. Tepung dan minyak kelor merupakan bahan baku pembuatan obat dan kosmetik yang bernilai tinggi. Kelor dalam kulineri lokal Daun dan karangan bunga serta buah muda kelor sering dikonsumsi sebagai sayuran. Sayuran tersebut ada yang di masak sebagai sayur bening maupun digulai. Di Bima, Nusa Tenggara Barat, sayur kelor menjadi sayuran khas dan sering dikonsumsi. Di India, selain disayur dengan kuah santan (sambars), kelor juga disajikan dengan cara digoreng. Masyarakat Bangladesh juga menyukai sayur kelor. Mereka memasak kelor sebagai hidangan kari (Paliwal et al. 2011). Kandungan kimia daun kelor Daun kelor mengandung zat nutrisi yang cukup tinggi (Tabel 5.7). Tidak hanya unggul dari segi kuantitatif, mutu protein daun kelor juga relatif lebih baik jika dibandingkan tanaman lain. Protein pada daun kelor tersusun atas asam amino esensial dalam jumlah yang signifikan dan seimbang. Masyarakat miskin di beberapa negara tropis di Asia mengonsumsi daun kelor sebagai sumber nutrisi. Bahkan, beberapa organisasi internasional, termasuk Food Agriculture Organization (FAO) merekomendasikan daun kelor 70 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous sebagai salah satu sumber nutrisi untuk melawan kasus malnutrisi (Paliwal et al. 2011). Tabel 5.7. Kandungan zat gizi daun kelor ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat gizi Kandungan per 100 g Kalori 82 cal
Protein 6,7 g
Lemak 1,7 g
Karbohidrat
14,3 g
Kalsium 440 mg Fosfor 70 mg Besi 7 mg Aktivitas Vitamin A 855 RE Tiamin (Vit. B1)
0,2 mg
Asam askorbat (Vitamin C)
220 mg
Air 75,1 % *
Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). Daun kelor selain mengandung zat gizi juga mengandung beberapa senyawa fenolik. Tabel 5.8 menyajikan data kandungan senyawa fenol yang terkandung di daun kelor. Secara umum daun kelor mengandung 107,00 mg fenol per 100 g berat basah (Apriady 2010). Komponen bioaktif lain yang terdapat di daun kelor adalah nitril glikosida niaziridin (0,015%) dan niazirin (0,038%). Kedua senyawa tersebut berperan untuk meningkatkan penyerapan obat dan nutrisi di dalam tubuh. Selain di daun kelor, polong kelor juga diketahui mengandung kedua komponen bioaktif tersebut (Shanker et al. 2007). 71 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ Tabel 5.8. Kandungan zat non‐gizi daun kelor Komponen zat gizi
Total fenol Kandungan per 100 g
107,00 mg‡
©SEAFAST Center 2012
Luteolin 1,38 mg
Quersetin 101,94 mg
Kaemferol 21,05 mg
Antosianin 3,25 mg†
Asam klorogenat
6,65 mg‡
Asam kafeat 2,93 mg‡
Asam ferulat
4,41 mg‡
† ‡
Sumber : Rahmat (2009), Kurniasih (2010), Apriady (2010),. Kumar et al. (2010) meneliti kemampuan ekstrak daun dan bunga kelor dalam menjaga kesehatan hati (hepatoprotective). Pada penelitian itu dilakukan pengujian kemampuan perlindungan dua jenis ekstrak daun dan bunga, yaitu ekstrak metanol dan kloroform, terhadap hati tikus yang terinduksi karbon tetra klorida. Pemberian secara oral ekstrak metanol dengan dosis 250 mg/kg berat badan memberikan perlindungan terhadap hati secara signifikan melalui penurunan level bilirubin, glutamat piruvat transferase (SGPT), glutamat oxaloasetat transferase (SGOT), alkalin transferase, dan lisosomal enzim. Sebaliknya, kemampuan perlindungan tersebut tidak tampak pada ekstrak kloroform. Efek kesehatan tanaman kelor lain yang telah dibuktikan melalui penelitian di laboratorium adalah kemampuannya dalam melawan anemia. Gautam et al. (2010) melakukan eksperimen dengan memberikan ekstrak kelor kepada tikus anemia. Tikus dibuat anemia dengan cara diinduksi fenilhidrazin. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak kelor secara seignifikan meningkatkan beberapa parameter haematologikal, 72 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous seperti jumlah hemoglobin, sel darah merah, hematokrit, dan plateletkrit. E. Daun Pucuk Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ©SEAFAST Center 2012
Deskripsi tanaman Batang : tinggi pohon 3‐8 m, kulit berwarna coklat, dan bercabang banyak. Cabang‐cabang pohon kaku, kasar, dan mudah patah. Daun : berwarna hijau tua, bertangkai, duduk daun bersilang, bentuk bulat telur lebar sampai elips, tebal, mengkilap, tepi rata, ujung meruncing, pangkal daun menyempit, tulang daun menyirip, bersusun berhadapan, panjang daun 20‐40 cm, dan lebar 7‐15 cm. Bunga : berwarna hijau dan berbentuk lonjong. Buah : memiliki biji yang banyak dan kecil‐kecil; permukaan buah tidak rata, terbagi ke dalam sel‐sel poligonal yang berbintik‐bintik dan berkutil; buah muda berwarna hijau, semakin tua semakin menguning, dan buah yang matang berwarna putih; buah yang matang dagingnya lunak berair dan berbau busuk. Biji : Satu buah mengkudu dapat mengandung lebih dari 300 biji, bentuk biji pipih lonjong, berwarna hitam kecoklatan, dan kulit biji tidak teratur/tidak rata. 73 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Gam
mbar 5.5. Pucuk m
mengkudu. Tanaman menggkudu (Morinda citrifolia) (Gambaar 5.5) atau popu
ular juga disebu
ut noni merupaakan tanaman perdu p
atau tumb
buhan berbentukk pohon kecil. Meengkudu termasukk jenis kopi‐
kopian yaitu dari fam
mili Rubiaceae. Tu
umbuhan ini tum
mbuh secara liar d
di hutan atau di le
embah yang berair seperti di tepi‐tepi sungai. Kearrifan lokal peman
nfaatan tanaman mengkudu Sudah sejak lama masyarakaat Indonesia dii pedesaan mengenal pohon mengkudu. m
Kulit akar mengkudu digunakan ntuk menyamak kain. Buah tua mengkudu sebaagai pewarna un
serin
ng diolah menjad
di jus yang mem
miliki manfaat ob
bat mujarab untu
uk berbagai penyaakit. Khasiat buah mengkudu antarra lain dapat mere
edakan tekanan darah tinggi, artthritis, ulser, kencing manis, kerusakan ginjal, kanttung empedu, serrta urat saraf. 74 ©SEAFAST Center 2012
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Oleh karena mengkudu, khususnya daun dan buah, memiliki manfaat dan khasiat yang banyak untuk beberapa jenis penyakit berbahaya, maka mengkudu diberi julukan magic plant atau pain killer tree. Berikut ini dicontohkan cara penggunaan buah dan daun mengkudu berdasarkan resep tradisi yang sudah dibukukan sejak tahun 1934 dalam bahasa Belanda ataupun buku‐buku lainnya terbitan Malaysia dan Hawaii: 1) Untuk pengobatan penyakit radang usus, tekanan darah tinggi, amandel, dan sebagainya: dua buah mengkudu masak dihilangkan bijinya, kemudian daging buahnya dihancurkan, diperas, dan airnya dikumpulkan. Ke dalam air ekstrak mengkudu ditambahkan 20 mL madu asli, diaduk, disaring kembali, dan air saringannya ditambah air masak hingga 100 mL. Larutan terakhir inilah yang kemudian diminum sebagai obat. Ramuan tersebut dapat juga digunakan untuk obat batuk, infeksi mulut, radang tenggorokan, sakit perut, dan sakit jantung. 2) Untuk pengobatan penyakit kencing manis, diare, encok, melancarkan air seni serta menguatkan ingatan/fikiran: 4‐6 lembar daun mengkudu muda dimakan langsung mentah atau dijadikan urap/sayuran sebelum dimakan. Mengkudu dalam kulineri lokal Daun muda/pucuk dikonsumsi sebagai sayuran dan lalab serta obat, buah tua sering dijadikan untuk bahan pembuat rujak (di Jawa Barat dikenal dengan nama “rujak bebek” karena pembuatannya harus ditumbuk hancur). 75 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ Kandungan kimia pucuk mengkudu Tabel 5.9. Kandungan zat non‐gizi pucuk mengudu Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 72,72mg‡
Quersetin 24,93 mg
Kaemferol 9,55 mg
Antosianin 1,11 mg†
Asam klorogenat
2,03 mg‡
Asam ferulat
0,76 mg‡
©SEAFAST Center 2012
Sumber : Rahmat (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). Terdapat sekitar 160 zat fitokimia yang telah diidentifikasi di tanaman mengkudu. Senyawa fenolik, asam organik, dan alkaloid merupakan zat fitokimia mayor (Chan‐Blancoa et al. 2006). Beberapa senyawa fenolik pada daun mengkudu disajikan di Tabel 5.9. Komponen‐komponen mikro yang terdapat di mengkudu itu lah yang memberikan efek farmakologis ketika dikonsumsi. Sebagai contoh, ekstrak alkohol daun mengkudu memiliki aktivitas antihelmintik terhadap cacing Pheretima posithuma. Selain memiliki aktivitas antihelmintik, ekstrak daun tersebut juga menunjukkan aktivitas antibakteri (E. Coli, Bacillus Subtilis, dan Staphylococcus aureus) dan antifungal (Asperigillus niger dan Candida albicans) (Kumar et al. 2010). 76 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
F. Lembayung / Daun Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp.) Deskripsi tanaman Batang : memanjat dengan cara melilit pada penyokong dan ketinggian lilitan dapat mencapai 4 m. Daun : majemuk berbentuk segitiga. Bunga : berbentuk seperti kupu‐kupu, berukuran 2‐2,5 cm, terdapat dalam kelompok 3‐6 kuntum setiap tangkai bunga, dan berwarna putih kuning, hijau muda, atau ungu. Buah : polong dengan panjang sekitar 20‐70 cm dan putaran garis pusat 1,2 cm. Warna buah beragam dari hijau muda hingga merah hati tergantung dari varietasnya. Biji : 10‐30 biji setiap buah. Warna tergantung varietas, yaitu putih cerah, perang hitam, dan berbintik hitam. Kacang panjang (Vigna spp.) (Gambar 5.6) merupakan tanaman sayuran yang penting dikalangan penduduk Indonesia dari golongan kacang‐kacangan (Leguminosae) karena mengandung nutrisi yang relatif lengkap dan cukup tinggi, terutama protein nabati. Tanaman ini diduga berasal dari India. Sekarang kacang panjang ditanam secara merata di kawasan yang beriklim tropika yaitu Asia, Afrika Timur, dan Amerika Tengah. Perawatannya yang mudah, menjadikan tumbuhan kacang panjang mudah ditanam. Tanaman ini mudah ditemukan di ladang, di kebun, pekarangan rumah, di sawah, atau sebagai selingan tanaman palawija lainnya. 77 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
G
Gambar 5.6. Kaca
ng panjang. u
dibudidayaakan antara Spesies kacangg panjang yang umum lain: 1) Kacang panjang ttipe merambat (V
V. sinensis var. sessquipedalis) yang biasa dikenal sebagai kacaang panjang biassa. Varietas yang ditanam adalah varietas unggul KP1 dan KP2, K
varitas lokal Purwokerto
o, no 1494 Cikole, Subang, Super Su
ubang, Usus Hijau Subang, dan lain‐lain. tipe panjang 2) Kacang tegak yaitu kacang tunggak/tolo/dad
dap/sapu (V. un
nguiculata L.) dan d
kacang uci/ondel (V. umbellata). Varietas unggul adalah KTT1, KT2, dan KT3. 3) Kacang panjang hibrida (V. sineensis ssp. Hybrid
dus) seperti kacang bushitao
o. Varitas yang dirilis adalah No. 10/a, 12/a, 13/a, 14/a, 17/a,, 18/a, dan EG BS//2 . 78 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
Kearifan lokal pemanfaatan tanaman kacang panjang Daun dan buah kacang panjang dipercaya oleh masyarakat dapat mengobati berbagai macam penyakit. Daun banyak dimanfaatkan untuk mengendalikan gangguan jerawat, membantu pemulihan luka bakar, mengatasi diare, eksim, gangguan ginjal, gatal‐gatal, kadar gula darah, mengatasi hipertensi, memperkecil resiko stroke dan serangan jantung, meningkatkan fungsi organ pencernaan, menurunkan risiko kanker, reumatik, arthritis, dan membantu mengatasi sembelit, serta memiliki sifat diuretik (peluruh kencing) tingkat sedang. Buah kacang panjang diyakini sangat baik untuk menghancurkan batu ginjal, meningkatkan fungsi limpa, meningkatkan fungsi sel darah merah, beri‐beri, demam berdarah, kurang darah, sakit pinggang, rematik, pembengkakan, meningkatkan nafsu makan, dan sukar buang air besar. Metode penyiapan daun maupun buah kacang panjang sebagai obat beragam tergantung dari penyakit yang akan disembuhkan atau dicegah. Berikut ini dijelaskan beberapa contoh cara pengolahan kacang panjang sebagai obat: 1) Untuk meluruhkan air seni: sebanyak 50 g daun kacang panjang segar dicuci bersih lalu direbus dengan dua gelas air sekitar 30 menit. Setelah air rebusan dingin, air disaring dan diminum dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. 2) Untuk pengidap sakit pinggang: sebanyak 200 g biji kacang panjang, 200 g jahe, dan 25 g kencur direbus dengan 500 cc air hingga tersisa sekitar 200 cc. Air rebusan kemudian disaring dan diminum. 3) Untuk meningkatkan stamina dan mengatasi penyakit cepat lelah: sebanyak 100 g kacang panjang ditambah dengan lima buah angco yang dibuang bijinya dan 25 g kencur. Semua 79 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
bahan kemudian direbus dengan 600 cc air. Perebusan dibiarkan hingga air tersisa 200 cc. Setelah itu, air disaring, ditambah madu secukupnya, dan airnya bisa langsung diminum. 4) Untuk mengembalikan rambut dari kerontokkan: segenggam daun kacang panjang yang masih muda dicuci hingga bersih dan ditumbuk. Hasil tumbukan kemudian ditambah dua sendok makan minyak kastroli dan diremas‐remas. Hasil campuran ini lalu dioleskan pada kulit kepala sambil dipijat. Kacang panjang dalam kulineri lokal Kacang panjang sering kali muncul dalam menu masakan sehari‐hari. Selain karena mudah didapat, kacang panjang juga dapat diolah menjadi beraneka macam masakan mulai dari lalapan, tumisan, hingga gulai kacang panjang. Bagian tanaman kacang panjang yang biasa digunakan sebagai sayuran adalah polong muda, biji, dan daun muda. Biasanya daun kacang panjang yang muda digunakan untuk berbagai jenis masakan dan juga dimakan mentah sebagai lalap. Selain di Indonesia, sayur dari daun kacang panjang juga populer di beberapa negara di Benua Afrika. Terdapat empat negara di Afrika yang menjadikan daun kacang panjang menjadi salah satu jenis sayuran terpenting, yaitu Malawi, Rwanda, dan Tanzania (Hallensleben et al. 2009). Kandungan kimia daun kacang panjang Daun dan buah kacang panjang mengandung zat‐zat protein, karbohidrat, sodium, kalsium, potassium folat, fosfor, besi, belerang, magnesium, mangan, klorofil, betakaroten, niasin, riboflavin, vitamin B1, B2, C, dan serat, serta pektin. Nilai 80 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous kandungan gizi (kuantitatif) secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.10 (Nainggolan 1989; Rahmat 2009). Selain zat gizi, daun kacang panjang juga mengadung zat fitokimia seperti senyawa fenolik. Tabel 5.11 menyajikan data kandungan senyawa fenolik pada daun kacang panjang. Tabel 5.10. Kandungan zat gizi daun kacang panjang Komponen zat gizi
Kandungan per 100 g
©SEAFAST Center 2012
Kalori 34 cal
Protein 4,1 g
Lemak 0,4 g
Karbohidrat
5,8 g
Kalsium 134 mg
Fosfor 145 mg
Besi 6,2 mg
Aktivitas Vitamin A
5240 I.U
Tiamin (Vit. B1)
0,28 mg
Asam askorbat (Vitamin C)
29 mg
Air 88,7 % *
Sumber : Nainggolan (1989). * Rahmat (2009). Tabel 5.11. Kandungan zat non‐gizi daun kacang panjang Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 112,55 mg‡
Quersetin 28,99 mg
Apigenin 13,00 mg
Kaemferol 3,45 mg
Antosianin 1,23 mg†
Asam klorogenat
Asam kafeat
4,26 mg‡
2,03 mg‡
Asam ferulat
1,38 mg‡
Sumber : Rahmat (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 81 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ G. Terubuk (Saccha
T
arum edule Hassk) Deskkripsi tanaman ©SEAFAST Center 2012
Batang : seperti teb
bu yang kerdil, berrdiameter sekitar 15‐20 mm. Bungga : terbentuk d
di dalam batang d
di antara pelepah daun. Gambar 5.7. Teerubuk. Tebu terubuk (Saccharum ed
dule Hassk) (Gaambar 5.7) upakan tanaman
n yang termasukk dalam famili Gramineae. meru
Tanaaman ini sudah diikenal di daerah JJawa dan Maduraa. Di daerah Jawaa Barat tanaman ini dikenal dengan nama “tiwu endog” e
atau “teru
ubus”, di daerah Jawa Tengah dan
n Jawa Timur dikeenal dengan nama “tebu endog” atau “tebu terub
buk”, dan di Mad
dura dikenal denggan nama “tebu telur”. Sebutan “telur” atau “endog” yang diserrtakan pada nam
ma tanaman ini diduga karena tekkstur bagian tanaman yang dimakaan menyerupai teelur ikan. Menurut Ochse (1931) tebu teerubuk mungkin merupakan suatu bentuk tanamaan tebu dengan pertumbuhan tidak normal atau mungkin meru
upakan suatu hibrida dari tanaaman tebu. Tanaaman ini dikembaangbiakkan dengaan cara menanam
m potongan batang (stek) karena tanaman ini tidak memproduksi benih. 82 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
Batang stek akan berakar dan membentuk suatu rumpun tanaman. Tebu terubuk umumnya dapat dipanen lima bulan setelah waktu penanaman. Setelah dua atau tiga tahun, tanaman perlu diganti dengan tanaman baru (Ochse 1931). Terubuk dalam kulineri lokal Bagian yang biasa dikonsumsi dari terubuk adalah bagian bunga yang terbungkus dalam pelepah daun. Bunga tanaman ini biasa dimakan dalam bentuk mentah (lalap), dikukus atau digoreng sebagai bahan sayur, bahkan seringkali masyarakat Sunda menjadikanya campuran dalam rebusan mi instan. Sayur yang dikenal dengan bahan dasar bunga terubuk antara lain sayur lodeh, tumis, kare, dan sayur asam. Selain bunga, tebu dari terubuk juga dikonsumsi. Kalau belum dikupas, bentuk tebu terubuk mirip sereh tapi berbonggol. Bonggolnyalah yang biasanya dimakan. Setelah terubuk dikupas, bentuknya mirip putren atau baby corn (jagung), kulitnya juga mirip kulit jagung, rasanya gurih, dan gembes. Di Eropa tebu terubuk sering digunakan sebagai bahan pengganti dari cauliflower (Ochse 1931 dan Terra 1966). Kandungan kimia terubuk Menurut Terra (1966) bunga tebu terubuk mengandung protein sekitar 4,6‐6%. Selain itu, tebu terubuk banyak mengandung mineral terutama kalsium dan fosfor serta vitamin seperti vitamin C (asam askorbat). Komposisi tebu terubuk dapat dilihat pada Tabel 5.12. 83 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Tabel 5.12. Kandungan zat gizi tebu terubuk Komponen zat gizi
Kandungan per 100 g
Kalori Protein Lemak Karbohidrat
Kalsium Fosfor Besi Aktivitas Vitamin A
Tiamin (Vit. B1)
Asam askorbat (Vitamin C)
Air Sumber : LIPI (1979), * Rahmat (2009). 25 cal
4,6 g
0,4 g
3,0 g
40 mg
80 mg
2,0 mg
0 I.U
0,08 mg
50 mg
88,4 % *
Selain zat gizi, identifikasi senyawa flavonoid dalam sayuran ini juga telah dilakukan. Dari hasil penelitian yang dilakukan Rahmat (2009) diketahui bahwa terubuk mengandung senyawa flavonoid dari golongan flavonol yang berupa quersetin. Senyawa quersetin ini bersifat antioksidan dan termasuk dalam senyawa non‐gizi. Adapun nilai kandungan non‐gizi terubuk ini dapat dilihat pada Tabel 5.13. Tabel 5.13. Kandungan zat non‐gizi terubuk Komponen zat non‐gizi
Total fenol Kandungan per 100 g
87,65 mg‡
Quersetin 0,55 mg
Antosianin 2,38 mg†
Asam klorogenat
4,17 mg‡
Asam kafeat 1,05 mg‡
Asam ferulat 0,16 mg‡
Sumber : Rahmat (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 84 _______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous H. Mangkokan Pu
utih (Nothopana
ax scutellarium ((Burm.f.) Fosb.) ©SEAFAST Center 2012
Desskripsi tanaman
Battang : tegak, tin
nggi 1‐3 m, putih berkayu, berw
warna coklat keputihan
n, bercabang, beentuknya bulat, panjang, p
dan lurus. Dau
un : tunggal, bertangkai, agak tebal, bentu
uknya bulat berlekuk seperti mangkokk, pangkal berben
ntuk jantung, tepi berggerigi, permukaan agak kasar tid
dak berbulu, diameterr 6‐12 cm, pertulaangan menyirip, dan warnanya hijau tua.. Bun
nga : majemuk, berbentuk payung, dan berwarnaa hijau. Buaah : berbentu
uk pipih dan berw
warna hijau denggan biji kecil dan kerass. Akaar : tunggangg berwarna coklatt dengan jumlah akar cabang yang banyak dan kecil‐kecil. gkokan putih. G
Gambar 5.8. Man
85 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Mangkokan putih (Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.) (Gambar 5.8) adalah tanaman dari suku Araliaceae yang sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman pagar walau dapat juga ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai. Kata ‘mangkok’ diberikan pada tanaman mangkokan putih ini karena pada zaman dahulu, dalam keadaan darurat daun mangkokan digunakan sebagai piring atau mangkok untuk makan bubur sagu. Mangkokan di Indonesia jarang atau tidak pernah berbunga, menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung, dapat tumbuh di daerah yang berhawa panas atau dingin, dapat tumbuh pada ketinggian 1‐200 m dpl, dan tumbuh sepanjang tahun. Di tempat‐tempat yang keadaannya agak lembab, tanaman ini dapat tumbuh dengan subur. Pengembangan tanaman pada umumnya dilakukan dengan stek. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman mangkokan putih Secara tradisional mangkokan telah digunakan untuk menghilangkan bau badan, pelumas kepala untuk mencegah kerontokan rambut, menyembuhkan buah dada yang bernanah, diuretika, dan peluruh keringat. Mangkokan putih dalam kulineri lokal Daun muda mangkokan putih biasa dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau direbus dan dibuat sayur. Kandungan kimia daun mangkokan putih Kandungan zat kimia yang ada di daun mangkokan belum begitu banyak diketahui. Hanya kandungan gizi dalam daun mangkokan secara umum dan kandungan beberapa senyawa 86 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous fenolik yang telah diketahui. Tabel 5.14 dan Tabel 5.15 menyajikan data zat gizi dan kandungan flavonoid tersebut. Tabel 5.14. Kandungan zat gizi daun mangkokan putih ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat gizi
Kandungan per 100 g
Kalori Protein Lemak Karbohidrat
Kalsium Fosfor Besi Aktivitas Vitamin A
Tiamin (Vit. B1)
Asam askorbat (Vitamin C)
Air Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). 54 cal
3,7 g
0,3 g
11,8 g
474 mg
49 mg
4,0 mg
5450 I.U
0,06 mg
83 mg
84,9 % *
Tabel 5.15. Kandungan zat non‐gizi daun mangkokan putih Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol
179,88 mg‡
Quersetin
13,20 mg
Apigenin 6,49 mg
Kaemferol
12,90 mg
Antosianin
1,63 mg†
Asam klorogenat
14,13 mg‡
Asam kafeat
1,69 mg‡
Asam ferulat
0,80 mg‡
† ‡
Sumber : Rahmat (2009), Kurniasih (2010), Apriady (2010). 87 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ I. Daun Labu Siam
D
m (Sechium edulee (Jacq.) Swartz.) Deskkripsi tanaman Daun
n Bungga ©SEAFAST Center 2012
Buah
h Akarr : lebar denggan pinggir daun ttidak merata men
nurut tulang daunnya. Bunga jantan berbentuk kecil‐kecil, sedangkan
n bunga betina leb
bih besar dan lebiih bulat. : berkelamin
n satu, ada yang betina dan ada yang y
jantan dalam satu
u pohon. : menyerupai buah avokad, tetapi tidak merata m
dan pis dengan dagingg buah yang tebaal, bergetah, berkulit tip
mengandu
ung banyak air, dan d berbiji satu. Warna W
kulit buah hijau
u keputih‐putihan
n dan daging buaahnya putih bersih. : berbentuk umbi. Gambar 5.9. Laabu siam. 88 ©SEAFAST Center 2012
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz) (Gambar 5.9) merupakan tanaman sayuran dari famili Cucurbitaceae yang banyak tumbuh di dataran tinggi dan telah lama dikenal oleh petani‐petani di Indonesia (Lingga 2001). Tanaman labu siam termasuk tanaman yang merambat pada tanaman lain atau para‐
para dan dapat mencapai panjang beberapa meter. Menurut Rukmana (1999) tanaman labu siam dalam pertumbuhan dan perkembangannya adalah tanaman hijau sepanjang tahun. Tanaman ini direkomendasikan untuk diperbaiki paling sedikit tiga tahun sekali, terutama apabila terserang penyakit dan untuk menghindari serangan penyakit. Berdasarkan ciri fisiknya, diduga benih labu siam tergolong sebagai benih rekalsitran. Umumnya benih rekalsitran tidak mempunyai masa dormansi, atau dengan kata lain proses metabolisme perkecambahan berjalan terus (Copeland dan McDonald 2001), bahkan benih labu siam dapat berkecambah ketika masih di pohon (perkecambahan dini) atau bersifat vivipary. Labu siam tidak tahan disimpan sebagai benih lebih dari satu bulan sejak berkecambah di pohon karena tidak memiliki masa dormansi sehingga diduga labu Siam termasuk dalam rekalsitran tinggi (highly rekalsitran). Sifat tanaman yang mirip dengan labu siam diantaranya adalah tanaman spesies mangrove (Tomlinson 1998). Buah, pucuk, akar, dan umbi labu siam bisa dikonsumsi. Menurut Engels (1983) di Papua Nugini pucuk umbi dan buah digunakan sebagai makanan semua jenis ternak. Selain itu, dalam produksi dan perdagangan internasional, labu siam termasuk lima jenis sayuran komersial yang terpenting di Brazil. Informasi ini penting bagi Indonesia karena labu siam sangat cocok tumbuh dan berproduksi terus sepanjang tahun di Indonesia. 89 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ Kearifan lokal pemanfaatan tanaman labu siam ©SEAFAST Center 2012
Daun dan buah labu siam diketahui bermanfaat dalam menjaga kesehatan tubuh. Daun dan buah tersebut sangat cocok untuk merawat penderita hipertensi, arteriosklerosis, karang/batu dalam buah pinggang, dan melawaskan sistem pembuangan air kecil dan pernafasan. Kukusan daging buah labu siam baik untuk penderita diabetes. Daun labu siam bisa juga dijadikan teh yang dapat menjaga kebugaran tubuh. Labu siam dalam kulineri lokal Awalnya labu siam dikenal sebagai sayuran buah, namun sekarang labu siam dikenal juga sebagai sayuran pucuk (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Di Indonesia, buah labu siam yang belum dikupas dikonsumsi sebagai salad. Selain itu, buah labu siam juga sering diolah dengan cara direbus, dihancurkan, dibakar, atau digoreng sebagai campuran sayuran. Daun labu siam, terutama daun yang masih muda, dimanfaatkan untuk urap atau sayur. Kandungan kimia daun labu siam Labu siam, khususnya bagian pucuk, kaya akan vitamin A, B, dan C. Komposisi gizi daun labu siam dapat dilihat pada Tabel 5.16. Daun Sechium edule selain mengandung zat gizi juga mengandung zat non gizi yaitu saponin, flavonaida, dan polifenol. Kandungan zat non gizi ini dapat dilihat pada Tabel 5.17. Khasiat daun labu siam secara tradisional telah diketahui sejak lama dan diperkenalkan secara turun temurun. Namun demikian, khasiat terhadap kesehatan tersebut belum banyak yang telah dipelajari dan dibuktikan secara ilmiah. Beberapa khasiat daun labu siam yang telah dibuktikan kebenarannya di laboratorium di antaranya sebagai peluruh air seni, mengurangi 90 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous rasa terbakar saat buang air kecil, melarutkan batu ginjal, dan sebagai pengobatan komplementer untuk penyakit arteriosklerosis dan hipertensi (Saade 1996). Tabel 5.16. Kandungan zat gizi daun labu siam ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat gizi
Kandungan per 100 g
Kalori Protein Lemak Karbohidrat
Kalsium Fosfor Besi Aktivitas Vitamin A
Tiamin (Vit. B1)
Asam askorbat (Vitamin C)
Air Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). 60 cal
4,0 g
0,4 g
4,7 g
58 mg
70 mg
2,5 mg
2025 I.U
0,08 mg
16 mg
82,0 % *
Tabel 5.17. Kandungan zat non‐gizi daun labu siam Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol
66,46 mg‡
Mirisetin 12,16 mg
Quersetin
Kaemferol
14,36 mg
10,13 mg
Antosianin
0,78 mg
Asam klorogenat
Asam kafeat
5,08 mg‡
0,55 mg‡
†
Asam ferulat
0,12 mg‡
Sumber : Rahmat (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 91 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ J. Bunga Pepaya (
B
Carica Papaya LL.) Deskkripsi tanaman ©SEAFAST Center 2012
Bungga Buah
h : Pepaya jantan: tangkai bulir (tandan) bunganya panjang, bunga pada uju
ung tangkai berrupa bunga sempurna,, berisi putik (seel kelamin) betinaa di bagian bawah, daan kepala sari (seel kelamin) jantan di bagian atas. Pepaaya betina: bungaa majemuk artinya pada satu tangkai bunga b
terdapat beberapa bungga, tangkai bunganya sangat pendek dan terdapat bu
unga betina kecil dan b
besar (bunga yang besar akan men
njadi buah), memiliki bakal b
buah yang sempurna, s
tidak mempunyai benang saari, dan biasanyaa terus berbungaa sepanjang tahun. : Pepaya jantan: buahnya bertangkai b
panjan
ng sehingga berayun‐ayyun karena menggantung. Pepaaya betina: berbentukk bulat telur atau b
bulat bola. Gamb
bar 5.10. Bunga p
pepaya jantan. 92 ©SEAFAST Center 2012
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Pepaya (Gambar 5.10) merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Hindia Barat dan Amerika Tengah yaitu kawasan sekitar Meksiko dan Kosta Rika (Anonim 2011). Tanaman pepaya dapat tumbuh baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah basah atau kering, dan di dataran atau pegunungan (sampai 1000 m dpl). Di Indonesia tanaman pepaya tersebar di mana‐mana, bahkan telah menjadi tanaman perkarangan. Sentra penanaman buah pepaya di Indonesia adalah daerah Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi), Jawa Timur (Kabupaten Malang), Yogyakarta (Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), dan Sulawesi Utara (Manado). Kearifan lokal pemanfaatan tanaman pepaya Daun pepaya dipercaya dapat melancarkan ASI bagi ibu‐ibu yang sedang menyusui bayinya. Meskipun buah dan daun pepaya bergizi dan baik untuk kesehatan, namun tidak setiap orang boleh memakannya. Para penderita eksim dan wanita yang terganggu keputihan harus pantang makan pepaya karena pecahnya protein yang beredar ke seluruh tubuh (bersama peredaran darah) membuat gangguan itu tidak kunjung sembuh. Pantangan ini juga berlaku untuk penderita sakit ginjal. Mereka yang sakit ginjal jika memakan pepaya bisa menimbulkan alergi berupa gatal‐gatal. Penjelasan ilmiah untuk alergi tersebut belum diketahui, tetapi faktanya sudah sejak dulu ada. Pepaya dalam kulineri lokal Baik buah maupun daun pepaya sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Buah pepaya betina sering dimakan langsung, dijus, atau dicampur bersama buah lain sebagai es buah. 93 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Di dunia, buah pepaya dikenal sebagai buah meja yang bermutu dan bergizi tinggi. Buah pepaya jantan tidak pernah dimakan sebagai buah meja pencuci mulut, tetapi disayur ketika masih muda seperti pepaya. Daun pepaya muda sering direbus untuk dimakan sebagai urap, dimasukkan dalam buntil, atau dihidangkan sebagai lalapan sambal terasi. Selain daun dan buah pepaya, masyarakat Indonesia terutama di daerah Jawa juga telah memanfaatkan bunga pepaya sebagai salah satu sayuran yang mereka konsumsi. Tidak semua jenis bunga pepaya dapat dijadikan sayur. Carica papaya ada yang menghasilkan satu macam bunga saja, yaitu bunga betina. Selain pepaya betina, Carica papaya ada juga yang hanya menghasilkan bunga jantan saja atau disebut pepaya jantan. Bunga pepaya jantan (Gambar 5.10) inilah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Rasa bunga pepaya sebenarnya pahit. Namun banyak orang yang mengakui bahwa rasa pahit itulah yang menjadi daya tarik bunga pepaya karena dapat meningkatkan nafsu makan. Bagi beberapa orang yang tidak menyukai rasa pahit, mereka menghilangkan rasa pahit bunga pepaya dengan cara mencucinya di air garam sambil diremas‐remas (Sutomo 2006a). Bunga pepaya sering dihidangkan sebagai tumisan, oseng‐oseng, atau sayur berkuah santan. Selain di Jawa, bunga pepaya juga merupakan salah satu masakan khas Flores. Di Flores, bunga pepaya ditumis bersama dengan ikan teri medan. Kandungan kimia bunga pepaya Sejauh pengetahuan penulis, belum terdapat data kandungan zat gizi bunga pepaya. Akan tetapi, kandungan senyawa fenolik pada bunga pepaya jantan segar (Carica papaya 94 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous L., Caricaceae) telah diteliti dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.18. Secara umum bunga pepaya mengandung total fenol sebesar 66,75 mg/100 g berat basah. Senyawa fenolik dominan yang terdapat pada bunga ini adalah quersetin dan apigenin. Tabel 5.18. Kandungan zat non‐gizi bunga pepaya Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
66,75 mg‡
©SEAFAST Center 2012
Total fenol Quersetin 20,40 mg
Apigenin 12,17 mg
Kaemferol 5,40 mg
Antosianin 1,33 mg†
Asam klorogenat
0,77 mg‡
Asam kafeat 1,03 mg‡
0,75 mg‡
Asam ferulat † ‡
Sumber : Rahmat (2009), Kurniasih (2010), Apriady (2010). K. Pucuk Mete (Anacardium occidentale L) Deskripsi tanaman Batang : berkayu bulat, bergetah, dan berwarna putih kotor. Daun : tunggal, tumbuh pada cabang dan ranting secara selang seling, bentuk bulat panjang hingga oval dan membulat atau meruncing pada ujung, panjang mencapai 10‐20 cm, lebar 5‐10 cm, panjang tangkai daun 0,5‐1 cm, tulang‐tulang daun menyirip, daun muda berwarna coklat kemerahan hingga pucat, dan daun tua berwarna hijau gelap. 95 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Gambar 5.11. Tanam
man mete. Tanaman jamb
bu mete (Gambar 5.11) atau dikenal d
juga u mete/jambu mede/jambu m
monyet/jambu denggan nama jambu
terong adalah sebuah pohon jenis taanaman berbungga di dalam keluaarga Anacardiaceeae. Tanaman inii terkenal di selu
uruh daerah tropis. Di Indonesia sendiri, tanaman
n jambu mete maasih mudah mpai di sejumlah daerah di Jawa Teengah. dijum
Tanaman jamb
bu mete merupaakan komoditi ekspor e
yang banyyak manfaatnya, mulai dari biji, akkar, batang, daun
n, dan buah. Batang pohon mete m
menghasilkan gum
m atau blendok u
untuk bahan pere
ekat buku. Selain
n daya rekatnyaa baik, gum jugaa berfungsi sebaagai anti ngengat yang sering menggerogoti m
bukku (Anonim 2008
8a). Kulit kayu jambu j
mete meengandung cairan
n berwarna coklaat. Bila terkena udara cairan terseebut berubah men
njadi hitam. 96 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
Cairan ini dapat digunakan sebagai bahan tinta, bahan pencelup, dan bahan pewarna. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman mete Akar jambu mete berkhasiat sebagai obat pencuci perut. Kulit kayu mete dapat dimanfaatkan untuk mengatasi buang air besar, diare, dan sariawan, sedangkan getahnya untuk mengobati borok dan kutil. Daun mete yang telah tua dipercaya dapat menyembuhkan luka bakar dan mengatasi pegal linu. Buah dari keluarga anacardiaceae ini dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kanker, kencing manis, sakit kulit, dan luka bakar. Khasiat lain dari buah mete berdasarkan referensi Tanaman Obat Indonesia (TOI) yaitu sebagai antirematik (Anonim 2008b). Mete dalam kulineri lokal Biji mete (kacang mete) dapat digoreng menjadi makanan bergizi tinggi. Daging buah jambu mete dapat diolah menjadi sari buah, anggur mete, manisan basah dan kering, selai mete, buah kaleng, jem jambu mete, dan sebagainya. Daun muda mete sering dimanfaatkan sebagai lalapan oleh masyarakat Jawa Barat. Kandungan kimia pucuk mete Daun dan kulit mete memiliki khasiat dalam menyembuhkan berbagai penyakit antara lain karena mengandung asam anakardat, kardol, zat samak, asam galat, gingkol, minyak lemak, protein, katekin, dan sitosterin (Anonim 2008b). Zat non gizi tanin, asam anakardat, dan kardol berperan sebagai antibakteri dan antiseptik. Dari hasil penelitian Rahmat (2009) diketahui pula bahwa pucuk mete mengandung senyawa flavonoid berupa mirisetin, quersetin, dan kaemferol yang dapat bertindak sebagai 97 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ antioksidan. Adapaun nilai‐nilai kandungan zat gizi dan zat non‐gizi pucuk mete dapat dilihat pada Tabel 5.19 dan Tabel 5.20. Tabel 5.19. Kandungan zat gizi pucuk mete ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat gizi
Kandungan per 100 g
Kalori Protein Lemak Karbohidrat
Kalsium Fosfor Besi Aktivitas Vitamin A
Tiamin (Vit. B1)
Asam askorbat (Vitamin C)
Air Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). 73 cal
4,6 g
0,5 g
16,2 g
33 mg
64 mg
8,9 mg
2689 I.U
0 mg
65 mg
78,1 % *
Senyawa‐senyawa fitokimia yang terkandung di pucuk mete menjadikan daun ini dapat memberikan efek kesehatan tertentu terhadap tubuh manusia. Daun mete yang diekstrak dengan etanol diketahui memiliki kemampuan menyembuhkan kulit borok pada tikus (Ayyanar et al. 2009). Selain itu, efek hipoglikemik ditemukan juga pada daun mete. Ekstrak daun mete dengan menggunakan pelarut metanol, heksana, dan etil asetat memperlihatkan kemampuan menurunkan glukosa darah tikus yang diinduksi streptozotocin. Penurunan kadar glukosa pada tikus diabetes lebih signifikan pada ekstrak heksana dan etil asetat jika dibandingkan dengan ekstrak metanol (Sokeng et al. 2007). 98 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Tabel 5.20. Kandungan zat non‐gizi pucuk mete Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 847,41 mg‡
Quersetin 20,40 mg
Apigenin 12,17 mg
Kaemferol 5,40 mg
Antosianin 0,37 mg†
Asam klorogenat
13,53 mg‡
Asam ferulat
2,88 mg
† ‡
‡
©SEAFAST Center 2012
Sumber : Rahmat (2009), Kurniasih (2010), Apriady (2010). L. Daun Pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching) Deskripsi tanaman Pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching) (Gambar 5.12) termasuk jenis tanaman paku‐pakuan dari famili dryopteridaceae, berkembang biak dengan spora. Tanaman ini merupakan suatu tanaman yang selalu berganti daun setiap tahun. Daun‐daun yang subur akan kelihatan lebih awal. Warna daun pakis awalnya hijau, kemudian pelan‐pelan menjadi berwarna coklat akibat perubahan musim dan spora yang jatuh ke daun. Diduga pakis berasal dari kawasan Amerika dan Asia Timur. Tanaman pakis dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan hutan yang lembab. Jenis tanaman pakis ada bermacam‐macam, misalnya pakis haji, pakis laut, dan pakis resam. 99 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Gambar 5.12. Pakis. Pakis sengaja ditanam d
di daeraah yang agak din
ngin, seperti kota Bogor dan Sukkabumi. Pakis daari Sukabumi, leebih disukai masyyarakat dibandinggkan dengan pakkis Bogor karena lebih manis dan lebih lembut. Pakis yang tergolong baik untu
uk dimakan mem
mpunyai tangkai b
bulat, tebal, dan m
mudah dipatahkan
n, berwarna hijau
u segar, sedikiit berbulu, daunnya masih menguncup mem
mbentuk lingkaran
ng seperti gagangg biola. Pakis den
ngan ciri‐ciri terseebut dijual dengaan harga yang leebih mahal. Pakiss yang tidak layakk dikonsumsi mem
mpunyai tangkai yang kaku, berwaarna kuning kehijjauan, bersirip kasar, dan biasanyaa mudah gugur daunnya. 100 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Tabel 5.21. Kandungan Zat Gizi Pakis ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat gizi
Kandungan per 100 g
Kalori Protein Lemak Karbohidrat
Kalsium Fosfor Besi Aktivitas Vitamin A
Tiamin (Vit. B1)
Asam askorbat (Vitamin C)
Air Sumber : Nainggolan (1989), * Rahmat (2009). 35 cal
4,0 g
0,3 g
6,4 g
42 mg
172 mg
1,3 mg
2881 I.U
0 mg
30 mg
88,7 % *
Tabel 5.22. Kandungan Zat Non‐Gizi Pakis Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol
61,56 mg‡
Quersetin
7,67 mg
Kaemferol
2,19 mg
Antosianin
0,07 mg†
Asam klorogenat
2,58 mg‡
Asam kafeat
0,47 mg‡
Sumber : Rahmat (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). Kearifan lokal pemanfaatan tanaman pakis Buah, batang, dan daun dipercaya masyarakat dapat memberikan efek kesehatan kepada manusia. Buah pakis dapat mengobati penyakit diabetes dan perdarahan menstruasi. Batang pakis dapat mengobati hepatitis. Daun pakis dapat mengobati 101 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
bisul, radang kulit bernanah, luka bakar, penyakit rematik, amandel, dan darah tinggi. Pakis dalam kulineri lokal Di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah tanaman pakis biasanya digunakan hanya untuk tanaman hias dan tidak dikonsumsi, tetapi di Sumatra pakis banyak diolah menjadi sayur, dimasak rendang, gulai, atau hidangan bersantan lainnya. Selain orang Sumatra, mereka yang berdiam di Sulawesi dan Jawa Barat juga suka mengonsumsi pakis sebagai sayur. Negara tetangga seperti Malaysia dan Brunai Darussalam pun menyukai pakis. Seperti di Sumatra Barat, di Malaysia pakis juga dibuat menjadi semacam gulai. Di Brunai Darussalam pakis sudah menjadi bahan masakan yang umum dan dijual di pasar‐pasar. Kandungan kimia pakis Komposisi zat gizi dan non‐gizi dari daun pakis ini dapat dilihat pada Tabel 5.21 dan Tabel 5.22. M. Antanan Beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lam.) Deskripsi tanaman Batang : lunak dan berongga dengan panjang 45 cm atau lebih. Daun : tunggal berseling, bertangkai panjang, berbentuk bulat atau reniform dengan pinggir terbagi menjadi 5‐7 lekukan dangkal, dan berwarna hijau. Bunga : majemuk berbentuk bongkol, keluar dari ketiak daun, dan berwarna kuning. 102 ©SEAFAST Center 2012
_______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous Antanan beurrit (Hydrocotyle sibthorpioides s
Lam.) (Gambar 5.13) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di perrkebunan, ladangg, tepi jalan, peematang sawah, ataupun di ladang yang agak basah. b
Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indo
onesia, India, Tiongkok, Jepang, dan Australia yaang kemudian menyebar m
ke berrbagai negara‐neegara lain. Namaa yang biasa diikenal untuk tan
naman ini berbeda‐beda tiap daerah. Masyarrakat Sunda menyebutnya pegaagan embun, an
ntanan beurit, dan d
antanan lem
mbut. Orang Jawa menyebutnya an
ndem, katepa’n, rrendeng, dan sem
manggi. Di Madu
ura dikenal denggan nama salatun, atau take cen
na. Orang China m
menyebutnya tikim
m, patikim, atau tiian hu sui. Gambar 5.13. Antaanan beurit. Antanan beurrit tumbuh meraayap, ramping, dan d
subur di tem
mpat lembab dengan ketinggian kira‐kira 2.500 m d
dpl. Tanaman ini merupakan tanam
man herba tahunaan yang tumbuh menjalar dan ondisi alam yang mendukung, berrbunga sepanjangg tahun. Pada ko
103 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
antanan beurit akan tumbuh subur sehingga dapat dijadikan sebagai penutup tanah. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman antanan beurit Antanan beurit ada yang dikeringkan untuk dijadikan teh, diambil ekstraknya untuk dibuat kapsul, atau diolah menjadi krem, salep, obat jerawat, maupun body lotion. Tanaman ini bersifat mendinginkan, memiliki fungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf memori, anti bakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida, antialergi, dan stimulan (Anonim 2005a). Manfaat antanan beurit lainnya yaitu meningkatkan sirkulasi darah pada lengan dan kaki, mencegah varises dan salah urat, dan menurunkan gejala stres dan depresi. Antanan beurit dalam kulineri lokal Antanan beurit kebanyakan dikonsumsi segar untuk lalapan karena rasanya yang manis. Kandungan kimia pucuk antanan beurit Telah diketahui bahwa semua pegagan mempunyai zat makanan seperti protein, zat besi, dan vitamin A dan C. Akan tetapi untuk informasi detil mengenai nutritive value dari Hydrocotyle sibthorpioides Lam. ini belum tersedia. Data kompoenen zat gizi yang tersedia saat ini hanya berupa data kualitatif. Meskipun zat gizi tanaman ini belum diketahui kadarnya secara pasti, namun penelitian untuk mengetahui kandungan komponen bioaktif antanan beurit telah mulai dilakukan. Dalam penggunaannya sebagai obat, seperti kebanyakan dari famili Umbelliferae, 104 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Hydrocotyle sibthorpioides Lam. mengandung minyak esensial, komponen utama dari terpenoid menjadi trans‐beta‐farnesene. A lignan, L‐sesamin, dan caffeoylgalactoside juga telah diisolasi dari tanaman ini. Selain itu, efek kesehatan dari tanaman ini juga merupakan akibat adanya senyawa dari golongan flavonoid, yaitu mirisetin, quersetin, dan kaemferol (Tabel 5.23). Tabel 5.23. Kandungan zat non‐gizi antanan beurit ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol
144,81 mg‡
Mirisetin 1,40 mg
Quersetin
39,77 mg
Kaemferol
10,79 mg
Saponin (kualitatif)
Antosianin
0,77 mg†
Asam klorogenat
24,27 mg‡
Asam kafeat
1,35 mg‡
Sumber : Rahmat (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). N. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) Deskripsi tanaman Batang : Perdu dengan tinggi 75‐100 cm, tegak, segi empat, beralur membujur, bercabang banyak, beruas berwarna hijau keunguan. Daun : majemuk, bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung runcing, tepi rata, panjang 15‐25 cm, dan berwarna hijau. Bunga : berwarna merah, jingga, atau kuning. 105 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Gambar 5.14. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.) Kenikir merupakan tumbuhan tropika asal Amerika Latin, namun telah tumbuh menyebar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat, Malaysia, serta negara‐negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Anonim 2007e). Kenikir termasuk tanaman perdu dari keluarga Asteraceae dengan tinggi sekitar 75‐100 cm. Tanaman kenikir dapat dilihat seperti pada Gambar 5.14. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman kenikir Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daun mudanya. Daun sayuran kenikir memiliki kandungan saponin, flavonoid, dan polifenol. Khasiat daunnya adalah sebagai penambah nafsu makan, obat lemah lambung, dan untuk mengusir serangga (Anonim 2006e). Kenikir telah digunakan secara tradisional untuk meningkatkan sirkulasi darah (Shui et al. 2005).
106 ©SEAFAST Center 2012
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Kenikir dalam kulineri lokal Biasanya daun kenikir dikenal sebagai pelengkap pada sajian pecel atau urap. Daun kenikir ini memiliki aroma yang cukup khas, sedikit wangi dan rasa yang agak getir. Kandungan kimia kenikir Hasil penelitian Ragasa et al. (1997) menunjukkan bahwa daun kenikir yang diekstrak dengan kloroform memiliki aktivitas antimikroba yang baik terhadap penghambatan Staphylococcus aureus, Saccharomyces cereviseae, dan Candida albicans. Pada penelitian yang dilakukan oleh Shui et al. (2005), dengan menggunakan uji “free radical spiking” (dengan menggunakan instrumen HPLC/MS), diketahui bahwa kenikir memiliki aktivitas antioksidan yang sangat tinggi, yaitu setara dengan sekitar 2400 mg asam askorbat per 100 g sampel segar. Komponen antioksidan utama yang diidentifikasikan merupakan senyawa polar, yaitu golongan dari proantosianidin yang berbentuk sebagai dimer hingga heksamer, quersetin glikosida, klorogenik, neo‐klorogenik, dan asam kripto‐klorogenik. Tabel 5.24. Kandungan zat non‐gizi kenikir Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol
342,06 mg‡
Quersetin
51,28 mg*
Kaemferol
0,90 mg*
Antosianin
0,78 mg†
Asam klorogenat
4,53 mg‡
Asam kafeat
3,64 mg‡
Asam ferulat
3,14 mg‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 107 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Penelitian mengenai kandungan komponen‐komponen quersetin dan quersetin glikosida pada ekstrak kenikir dengan metanol juga dilakukan di Malaysia pada bulan Juli 2000. Hasil uji komponen‐komponen tersebut menunjukkan adanya aktivitas antioksidan setelah dilakukan pengujian dengan uji feri tiosianat, uji asam tiobarbiturat, dan uji DPPH (Israf et al. 2003). Tabel 5.24 menyajikan data kandungan zat non gizi dari kenikir. Dari data tersebut memang terbukti bahwa kenikir mengandung sejumlah senyawa fenolik, terutama quersetin. O. Beluntas (Pluchea indica Less.) Deskripsi tanaman Batang : tegak, sering bercabang banyak, dan memiliki tinggi sekitar 1‐2 m. Daun : berbentuk bulat telur, tepi runcing, pangkal tumpul, berbulu halus, panjang 3,8‐6,4 cm, lebar 2‐4 cm, pertulangan menyirip, dan memiliki warna hijau muda atau hijau. Gambar 5.15. Beluntas (Pluchea indica Less.). 108 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
Beluntas merupakan tanaman perdu dari keluarga Asteraceae yang banyak tumbuh di daerah Jawa bagian pantai utara hingga ketinggian kurang lebih 800 m dpl. Tumbuhan ini dapat digunakan sebagai pagar hidup (Heyne 1987). Tanaman beluntas dapat dilihat seperti pada Gambar 5.15. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman beluntas Bagian tanaman beluntas yang biasa dikonsumsi adalah daun mudanya. Daun dari tanaman ini memiliki khasiat sebagai obat penurun panas, obat batuk, dan penghilang bau keringat (Anonim 2006f). Daun beluntas juga berguna untuk menambah nafsu makan (stomakik) dan membantu pencernaan (Anonim 2005b). Sumber lain menambahkan bahwa daun beluntas juga memiliki kemampuan menghilangkan bau mulut, sebagai obat radang (inflamasi), sebagai obat oles yang baik untuk mengobati rasa lemas akibat diare, dan sebagai bahan ramuan yang berbentuk oles dan bubur. Cairan dari daun yang ditumbuk dan dicampur dengan ramuan lain‐lain (adas‐pulasari, bawang merah, kunyit, temulawak, dan kemenyan) merupakan obat yang baik untuk penderita diare berdarah (Heyne 1987). Beluntas dalam kulineri lokal Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir dan menyegarkan sehingga dapat meningkatkan selera makan. Biasanya daun beluntas dikonsumsi sebagai lalapan atau dikukus. Kandungan kimia beluntas Sayuran beluntas mengandung saponin, flavonoid, polifenol, tanin, asam klorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium, dan fosfor (Anonim 2005b). Beberapa senyawa fenolik 109 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ yang terkandung di beluntas dan telah diketahui kadarnya disajikan pada Tabel 5.25. Anonim (2003a) menambahkan bahwa daun dan bunga beluntas juga mengandung alkali yang bertindak sebagai antiseptik. Asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, dan treonin), lemak, besi, vitamin A, dan vitamin C juga terdapat dalam tanaman ini. Tabel 5.25. Kandungan zat non‐gizi beluntas ©SEAFAST Center 2012
Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 742,54 mg‡
Quersetin 5,21 mg*
Kaemferol 0,28 mg*
Mirisetin 0,90 mg*
Antosianin 0,27 mg†
Asam klorogenat
19,99 mg‡
Asam kafeat 8,65 mg‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). Ardiansyah (2005) melakukan penelitian terhadap pengujian ekstrak etanol daun beluntas sebagai zat antibakteri dan antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa daun beluntas mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ekstrak yang berfungsi sebagai pengawet makanan karena memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri‐
bakteri penyebab keracunan makanan dan bakteri penyebab kerusakan makanan. Disamping itu, diketahui juga bahwa daun beluntas berpotensi sebagai sumber antioksidan karena memiliki kemampuan radical scavenging. Susetyarini dan Wahyuni (2003) menyebutkan fungsi lain dari beluntas. Tanaman ini diketahui memiliki kemampuan sebagai 110 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
obat kontrasepsi. Komponen flavonoid yang terdapat di dalam beluntas akan menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron. Tingginya konsentrasi testosteron akan berefek umpan balik negatif ke hipofisis, yaitu tidak melepaskan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone), sehingga akan menghambat spermatogenesis. Selain itu, senyawa tanin yang terkandung di dalamnya akan bekerja dalam menggumpalkan sperma. P. Mangkokan (Nothopanax scutellarium) Deskripsi tanaman Batang : berkayu, bercabang, bentuknya bulat, panjang, dan lurus. Daun : tunggal, bertangkai, agak tebal, bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk jantung, tepi bergerigi, diameter 6‐12 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua. Mangkokan merupakan tanaman dari keluarga Araliaceae yang sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman pagar, walaupun dapat ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai. Mangkokan menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung dan dapat tumbuh pada ketinggian 1‐200 m dpl. Tanaman ini merupakan perdu tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi 1‐3 m. Gambar 5.16 menunjukkan daun mangkokan. 111 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Kearrifan lokal peman
nfaatan tanaman mangkokan Di daerah Jawa, bubur daun mangkokan m
digunakan untuk melu
umas kulit kepala sebagai herbal peencegah kerontokkan rambut. Di daerah Ternate, daun mudanya dim
makan dengan caara direbus. Sedaangkan daun tuan
nya oleh para wan
nita Ternate digun
nakan untuk menyembuhkan payu
udara yang bernaanah (daun direm
mas dengan minyyak kelapa dan sedikit s
curcuma, dipanaskan di attas api, lalu dioleeskan pada payudara yang bernanah untuk menyusutkan m
pembengkakan dan m
mengalirkan air su
usu yang membussuk) (Heyne 1987
7). othopanax scutella
arium). Gambar 5.16. Mangkokan (No
Man
ngkokan dalam ku
ulineri lokal Pada zaman dahulu, d
daun mangkokan digunakkan sebagai temp
pat darurat penggganti mangkok ataau piring untuk m
makan bubur sagu
u, sehingga dinam
makan daun mangkok (Heyne 1987). 1
Daun 112 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
muda dari tanaman ini dapat dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau direbus dan dibuat sayur (Anonim 2005c). Kandungan kimia mangkokan Batang dan daun mangkokan mengandung kalsium‐oksalat, peroksidase, amigdalin, fosfor, besi, lemak, protein, serta vitamin A, B1, dan C (Anonim 2005c). Anonim (2005d) menambahkan bahwa daun mangkokan mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol. Beberapa flavonoid dan asam fenolat yang terkandung di daun mangkokan disajikan pada Tabel 5.26. Tabel 5.26. Kandungan zat non‐gizi mangkokan Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 40,36 mg‡
Quersetin 3,69 mg*
Kaemferol 1,74 mg*
Antosianin 1,42 mg†
Asam klorogenat
0,86 mg‡
Asam kafeat 1,15 mg‡
0,24 mg‡
Asam ferulat † ‡
Sumber: * Batari (2009), Kurniasih (2010), Apriady (2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triguspita et al. (2000), daun mangkokan mengandung tanin, polifenol, dan saponin. Penelitian ini juga menguji efek analgetika ekstrak metanol dari daun mangkokan. Hasil analisis yang diperoleh yaitu pemberian ekstrak dengan dosis 400 dan 800 mg/kg BB mencit, menunjukkan efek yang bermakna terhadap kontrol. Diduga bahwa senyawa tanin, polifenol, dan flavonoid merupakan senyawa aktif analgetika. 113 Seny
yawa Fenolik pada S
Sayuran Indigenou
us _____________________________________ Q. Kecombrang (Ni
K
icolaia speciosa
a Horan) ©SEAFAST Center 2012
Deskkripsi tanaman Batang : semu, teggak, berpelepah, membentuk rim
mpang, dan berwarna hijau. Daun
n : tunggal, laanset, memiliki ujung dan pangkkal runcing, bertepi ratta, pertulangan menyirip, m
panjangg 20‐30 cm, lebar 5‐15 cm, dan berwarn
na hijau. Bungga : berbentuk bongkol, majemu
uk, mahkota bertaaju, berbulu jarang, beerwarna merah jambu, dan panjaang tangkai bunganya 80‐220 cm. G
Gambar 5.17. Tan
naman kecombran
ng (Nicolaia specio
osa Horan). 114 _______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous ©SEAFAST Center 2012
Kecombrang merupakan tanaaman tahunan dari d
keluarga Zing
giberaceae yang berbentuk semakk dengan tinggi 1‐3 m. Gambar 5.17 menunjukkan ttanaman kecombrang, sedangkan Gambar 5.18 mbrang. adaalah bunga kecom
Gambar 5.18. Bu
unga kecombrangg Keaarifan lokal pemaanfaatan tanaman
n kecombrang Khasiat dari bunga kecomb
brang adalah seebagai obat pen
nghilang bau bad
dan (sebanyak 10
00 g bunga segar, dicuci dan dikukus sampai maatang, lalu dimakan sebagai sayuran), untuk n sebagai pemb
bersih darah memperbanyak airr susu ibu, dan
(An
nonim 2006g). 115 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Kecombrang dalam kulineri lokal Bunga kecombrang sering dipakai sebagai penganti buah asam (tamarin) dan kadang‐kadang dibuat sebagai manisan (Anonim 2006g). Selain itu, hidangan bunga dan daun kecombrang biasanya dimakan sebagai teman makan nasi. Di daerah tertentu, kecombrang biasa dimasak sebagai sayur lodeh (Anonim 2003a). Di Jawa, bunga kecombrang digunakan sebagai campuran untuk makan urap dan pecal. Bunga kecombrang juga sering dimanfaatkan sebagai lalapan dan teman sambal (Djuki 2005). Orang‐orang Sunda di daerah Bogor, memanfaatkan rimpangnya untuk mendapatkan warna kuning (Heyne 1987). Kandungan kimia kecombrang Bunga kecombrang memiliki kadar air sebesar 90.23% dan nilai pH bunga kecombrang adalah 3.89 (Anggraeni 2007). Zat aktif yang terkandung di kecombrang yang dapat menghilangkan bau badan adalah saponin, flavonoid, dan polifenol (Anonim 2003a). Kecombrang juga kaya akan vitamin dan mineral (Djuki 2005). Tabel 5.27 menyajikan data kandungan senyawa fenolik bunga kecombrang. Kecombrang telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri dan antikapang. Aktivitas antibakteri pada kecombrang lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas antikapangnya. Senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dan antikapang ini diduga merupakan senyawa polar. Hal ini karena ekstrak bunga kecombrang dengan etil asetat dan etanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan terutama bakteri patogen penyebab penyakit, sebaliknya ekstrak bunga kecombrang dari pelarut heksana tidak mampu menghambat mikroba makanan. Bunga kecombang hasil ektraksi etil asetat dan etanol mampu menekan 116 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ©SEAFAST Center 2012
pertumbuhan Stapyllococcus aures, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Aeromonas hydrophila, dan Pseudomonas aeruginosa. Di antara semua bakteri itu, yang paling sensitif terhadap ekstrak etil asetat dan etanol ialah Pseudomonas aeruginosa. Stapyllococcus aureus merupakan bakteri yang paling resisten terhadap kedua ekstrak tersebut. Bila dibandingkan, aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih tinggi dari pada ektrak etanol (Naufalin 2005). Tabel 5.27. Kandungan zat non‐gizi bunga kecombrang Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 256,99 mg‡
Quersetin 1,18 mg*
Antosianin 4,42 mg†
Asam klorogenat
14,06 mg‡
Asam kafeat 0,96 mg‡
Asam ferulat 0,13 mg‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). Aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang dipengaruhi oleh faktor‐faktor seperti pH, NaCl (garam), dan pemanasan. Pada pH asam aktivitas anti bakteri ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang lebih tinggi dibandingkan pada pH basa (8‐9). Penambahan NaCl hingga 4% pada ekstrak etil asetat menyebabkan peningkatan aktivitas antibakteri. Namun pada konsentrasi NaCl 5% aktivitas antibakteri cenderung menurun. Aktivitas antibakteri ini pun masih bertahan pada pemanasan suhu 80°C; 100°C selama 10, 20, dan 30 menit; dan 121°C selama 10 menit (Naufalin 2005). 117 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang dapat menghambat pertumbuhan miselia kapang Penicillium funiculosum, Aspergillus flavus, dan Rhizopus oligosporus. Kapang Aspergillus flavus dan Penicillium funiculosum lebih sensitif terhadap ekstrak etil asetat. Sedangkan kapang Rhizopus oligosporus lebih resisten terhadap ekstrak etil asetat (Naufalin 2005). Ekstrak bunga kecombrang dapat berpotensi sebagai pengawet pada mi basah. Penambahan ekstrak kecombrang rebus pada mi mentah mampu meningkatkan umur simpan secara nyata sampai 46 jam dan pada mi matang sampai 41 jam lebih lama dari pada kontrol. Penambahan ekstrak kecombrang pada mi matang juga terbukti mampu mengurangi pertumbuhan mikroba. Mi matang kontrol dapat memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sampai jam ke‐40, sedangkan mi matang ekstrak segar sampai jam ke‐48, dan mi matang ekstrak rebus sampai jam ke‐52 (Anggraeni 2007). R. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.) Deskripsi tanaman Batang : bercabang banyak dan memiliki tinggi 0,3‐1,5 m. Daun : tunggal, berbentuk bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, panjang 14‐16 mm, lebar 3‐6 mm, memiliki tangkai daun yang panjang (sekitar 1 cm), memiliki bau yang sangat khas, dan berwarna hijau. 118 ©SEAFAST Center 2012
_______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous Gambar 5.19. Kemangi (Ocim
mum sanctum Lin
nn.). mbar 5.19) meru
upakan tumbuhan
n perdu dari Kemangi (Gam
keluarga Lamiaceaee. Tanaman ini termasuk tumbuhan tropis. Selaain di Indonesia, kemangi juga ban
nyak terdapat di Malaysia dan Asiaa lainnya. Kemaangi merupakan sejenis tanaman
n herba dan sering ditanam di kawasan sekittar rumah (Ano
onim 2007f). Tan
naman ini tersebaar di seluruh Jaw
wa dari dataran reendah hingga kurrang lebih 600 m dpl, terutama di d
daerah‐daerah deengan musim kem
marau yang kuat ((Heyne 1987). Keaarifan lokal pemaanfaatan tanaman
n kemangi Daun kemanggi memiliki khasiatt sebagai obat pe
enurun panas dan
n memperbaiki peencernaan (Anoniim 2005e). Daun kkemangi juga berrmanfaat untuk melancarkan m
kelu
uarnya air susu pada wanita menyusui. Jika daun kemangi direm
mas dengan cukaa dapat pula 119 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
berkhasiat sebagai obat gosok untuk mengobati encok (Heyne 1987). Selain itu, daun kemangi juga dapat berkhasiat untuk menghilangkan bau badan dan dapat meningkatkan selera makan (Anonim 2003a). Kemangi dalam kulineri lokal Bagian yang dikonsumsi dari tanaman kemangi adalah daunnya. Daun kemangi biasa digunakan untuk lalapan atau sayuran urap dan merupakan salah satu bahan dan bumbu untuk membuat pepes (Anonim 2007g). Kandungan kimia kemangi Menurut Novary (1999) yang dikutip oleh Kharisma (2002), daun kemangi banyak mengandung vitamin A dan C, serta mineral P, Ca, dan Fe. Daun Ocimum sanctum juga mengandung saponin, flavonoid, dan tanin. Sedangkan bijinya mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (Anonim 2005e). Zat aktif yang terkandung dalam daun kemangi juga berfungsi sebagai antiseptik. Komposisi kimia daun kemangi baik zat gizi maupun non‐gizi masing‐masing dapat dilihat pada Tabel 5.28 dan Tabel 5.29. 120 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Tabel 5.28. Kandungan zat gizi kemangi Nilai gizi
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (g)
Fosfor (g) Besi (mg) Jumlah
43
3,3
1,2
7,0
320
38
4,8
4500
©SEAFAST Center 2012
β‐karoten (μg) Thiamin (mg)
0,08
Riboflavin (mg)
0,35
Niasin (mg)
0,08
Asam askorbat (mg)
27
Air (%) 86,5
Sumber : Leung et al. (1972) yang dikutip Kharisma (2002). Tabel 5.29. Kandungan zat non‐gizi kemangi Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol
86,89 mg‡
Quersetin
1,89 mg*
Apigenin 0,74 mg*
Kaemferol
2,47 mg*
Luteolin 2,12 mg*
Antosianin
0,10 mg†
Asam klorogenat
0,32 mg‡
Asam kafeat
2,03 mg‡
Asam ferulat
0,16 mg‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 121 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ S. Katuk (Sauropus androgynus) ©SEAFAST Center 2012
Deskripsi tanaman Batang : perdu, tinggi 2‐5 meter, berkayu, bulat, bekas daun tampak jelas, dan tegak. Daun : majemuk, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, panjang 5‐6 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua. Bunga : majemuk bentuk payung di ketiak daun, mahkota bulat telur, dan berwarna ungu. Buah : buni, bulat, beruang tiga, diameter Iebih kurang 1,5 mm, dan berwarna hijau keputih‐putihan. Katuk merupakan sayuran berdaun dari keluarga Phyllanthaceae yang paling populer di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara (Anonim 2007h). Penyebaran tanaman ini berasal dari pulau Jawa (Anonim 2005f). Tanaman katuk merupakan tanaman perdu yang tingginya dapat mencapai 3,5 m dengan cabang‐
cabang yang agak lemah. Tanaman ini tumbuh liar di hutan‐hutan dan ladang‐ladang. Kondisi tumbuh terbaik untuk tanaman katuk adalah di daerah dengan ketinggian 1.300 m dpl (Anonim 2006h). Di daerah Jawa, tanaman katuk sering ditanam di pagar‐pagar di sepanjang jalan (Heyne 1987). Gambar 5.20 menunjukkan gambar tanaman katuk. 122 ©SEAFAST Center 2012
_______________________________________Senyawa F
Fenolik pada Sayura
an Indigenous Gambar 5.20. Katuk (Saurropus androgynuss) n katuk Keaarifan lokal pemaanfaatan tanaman
Daun dan akaar katuk diketahu
ui memiliki khasiaat kesehatan terttentu. Daun biassa digunakan un
ntuk mengobati demam dan suaara parau serta memperlancar ASI. Akar dapatt mengobati dem
mam, lepra, dan ssulit buang air keccil (Anonim 2005gg). Kattuk dalam kulinerri lokal Bagian tanam
man katuk yangg biasa dikonsu
umsi adalah dau
unnya. Daun katu
uk biasa dimasakk sebagai sayur bening. Selain diko
onsumsi, daun katuk k
juga biasa digunakan sebaggai pewarna. Bilaa daunnya direm
mas‐remas dengan tangan dapat memberikan warna hijau pada beeberapa makanan (Heyne 1987). 123 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Kandungan kimia katuk Daun katuk memiliki kandungan kimia yaitu protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B1, dan C (Anonim 2006h). Komposisi nilai gizi daun katuk dapat dilihat pada Tabel 5.30. Soedibyo (1998) menyebutkan, daun katuk juga mengandung senyawa steroid dan polifenol. Beberapa data kandungan senyawa fenolik yang terkandung di daun katuk disajikan di Tabel 5.31. Sumber lainnya menyebutkan bahwa hasil analisis GC‐MS pada ekstrak heksana daun katuk menunjukkan adanya beberapa senyawa alifatik. Pada ekstrak eter terdapat komponen mayor yang meliputi monometil suksinat, asam benzoat, dan asam 2‐
fenilmalonat; dan komponen minor yang meliputi terbutol, 2‐
propagiloksan, 4H‐piran‐4‐on, 2‐metoksi‐6‐metil, 3‐peten‐2‐on, 3‐
(2‐furanil), dan asam palmitat. Pada ekstrak etil asetat terdapat komponen mayor, yaitu sis‐2‐metil‐siklopentanol asetat, pirolidinon, dan metil piroglutamat, serta p‐dodesilfenol sebagai komponen minor. Selain itu, penelitian lainnya telah menyebutkan bahwa daun katuk juga mengandung efedrin (Anonim 2004). Penelitian‐penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa khasiat dari daun katuk salah satunya adalah dapat meningkatkan produksi ASI. Peningkatan produksi ASI ini diduga karena adanya efek hormonal dari kandungan kimia sterol pada daun katuk yang bersifat estrogenik (Anonim 2004). Anonim (2006h) dan Soedibyo (1998) menyebutkan bahwa selain untuk meningkatkan produksi ASI, daun katuk juga berkhasiat sebagai antipiretik atau obat penurun demam. 124 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Tabel 5.30. Kandungan zat gizi daun katuk (100 g) Nilai gizi
Jumlah
59
5,8
1,0
11,0
204
83
2,7
10370
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (g)
Fosfor (g) Besi (mg) ©SEAFAST Center 2012
β‐karoten (μg) Thiamin (mg)
0,10
Asam askorbat (mg)
239
Air (%) 81,0
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1981) yang dikutip Muchtadi (2000). Tabel 5.31. Kandungan zat non‐gizi katuk Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 138,01 mg‡
Quersetin 4,5 mg*
Kaemferol 138,14 mg*
Antosianin 1,52 mg†
Asam klorogenat
3,38 mg
Asam kafeat
1,13 mg‡
‡
1,10 mg‡
Asam ferulat
† ‡
Sumber: * Batari (2009), Kurniasih (2010), Apriady (2010). 125 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ T. Kedondong Cina (Polyscias pinnata) Deskripsi tanaman Daun Bunga : ujung runcing, pangkal tumpul, tepinya bergerigi, dan berwarna hijau muda. : berwarna putih dan berbunga secara periodik sepanjang tahun. ©SEAFAST Center 2012
Gambar 5.21. Kedondong Cina (Polyscias pinnata). Genus tanaman Polyscias adalah tanaman semak dan pohon yang merupakan tanaman asli dari kawasan tropis Asia, Selandia Baru, dan Kepulauan Pasifik. Tumbuhan dari keluarga Araliaceae ini banyak digunakan sebagai tanaman hias di rumah pada daerah yang beriklim dingin dan sebagai tanaman pagar di daerah yang beriklim tropis, seperti Indonesia (Anonim 2007i). Tanaman kedondong Cina (Gambar 5.21) merupakan tanaman 126 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous yang tumbuh secara berkelompok. Tinggi tanamannya sekitar 90 cm. Penyebaran tanaman kedondong Cina di Indonesia berasal dari pulau Jawa (Anonim 2005f). Kearifan lokal pemanfaatan tanaman kedondong cina ©SEAFAST Center 2012
Kedondong Cina dipercaya dapat mengurangi bau badan, pembersih mata, mengurangi nafsu makan, dan mengurangi rasa mual (Poedjayanto 2008). Kedondong cina dalam kulineri lokal Daun kedondong cina kebanyakan dikonsumsi sebagai lalap. Namun demikian, daun ini juga dapat dijadikan penyedap dalam pembuatan pepes ikan. Kandungan kimia kedondong cina Tanaman kedondong cina memiliki sejumlah flavonoid seperti quersetin dan kaemferol. Total flavonoid pada tanaman ini dapat mencapai 358,17 mg/100 g (Andarwulan et al. 2010) (Tabel 5.32). Tabel 5.32. Kandungan zat non‐gizi kedondong Cina Komponen zat non‐gizi
Total fenol Kandungan per 100 g
189,08 mg‡
Quersetin 28,48 mg*
Kaemferol 23,71 mg*
Antosianin 0,41 mg†
Asam klorogenat
47,02 mg‡
Asam ferulat 5,02 mg‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 127 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ U. Antanan (Centella asiatica) Deskripsi tanaman ©SEAFAST Center 2012
Batang : kecil, tipis, berupa stolon, berwarna hijau sampai hijau kemerah‐merahan, dan saling terkait antar tanaman Daun : tunggal, tersusun dalam roset akar, dua sampai sepuluh, berbentuk ginjal, tepi bergerigi, dan berwarna hijau. Gambar 5.22. Antanan (Centella asiatica). Antanan adalah tanaman herba tahunan yang kecil dari famili Apiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Australia, Kepulauan Pasifik, New Guinea, Malanesia, Malesia, dan Asia. Jenis‐jenis antanan yang terdapat di Malaysia adalah antanan Cina atau antanan nyonya yang berdaun kecil, antanan daun lebar, antanan kelantan, antanan renek, antanan salad, antanan gajah, 128 ©SEAFAST Center 2012
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous dan antanan Brunei. Di Indonesia, jenis‐jenis antanan yang ada adalah antanan, antanan daun kaki kuda, antanan tikusan, dan antanan pani gowang (Anonim 2007j). Antanan adalah tanaman kosmopolit di negara tropis. Di Jawa, terutama di bagian barat dari pulau ini, antanan dapat tumbuh dari dataran rendah hingga kurang lebih 2.500 m dpl. Tanaman ini seringkali tumbuh secara berkelompok dalam jumlah yang besar dan pada tempat‐tempat yang agak rindang dan lembab (Heyne 1987). Tanaman antanan dapat dilihat seperti pada Gambar 5.22. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman anatan Antanan digunakan sebagai tanaman obat‐obatan dalam pengobatan tradisional Cina. Antanan jika dikonsumsi sebagai salad, dapat membantu menjaga supaya terlihat lebih awet muda. Jika antanan dibuat jus, dapat mengurangi tekanan darah tinggi dan dapat juga digunakan sebagai minuman tonikum untuk menjaga kesehatan agar tetap prima. Antanan juga memiliki khasiat untuk menyembuhkan luka yang terbuka (Anonim 2007k). Selain itu antanan bersifat manis, mendinginkan, membersihkan darah, dan melancarkan peredaran darah (Anonim 2005h). Menurut Heyne (1987), seduhan antanan memiliki khasiat sebagai obat pembersih darah, hermoroida, penyakit hati, batuk kering, radang cabang tenggorok, asma, radang usus, batu ginjal, dan sebagai obat kumur pada penyakit seperti sariawan. Antanan yang diremas‐remas jika dioleskan pada radang kulit yang basah akan memberikan pengobatan yang cukup baik. 129 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ Antanan dalam kulineri lokal ©SEAFAST Center 2012
Daun antanan dikonsumsi sebagai campuran dalam rujak‐
cuka bersama keratan sayur dan umbi‐umbian lain. Selain itu, orang‐orang Sunda menyukai daun antanan sebagai lalapan. Kandungan kimia anatan Seluruh bagian tanaman antanan dapat dimakan. Tanaman antanan kaya akan berbagai zat makanan, seperti protein, zat besi, vitanim A, dan vitamin C. Daun Centella asiatica mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol (Anonim 2005i). Tabel 5.33 menyajikan data kadar senyawa fenolik yang terkandung di daun antanan. Tanaman ini juga mengandung tanin yang kemungkinan dapat membantu mengatasi radang usus dan sakit perut. Tabel 5.33. Kandungan zat non‐gizi antanan Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 200,52 mg‡ Quersetin 12,31 mg*
Kaemferol 8,57 mg*
Mirisetin 0,13 mg*
Antosianin 1,08 mg†
Asam klorogenat
9,22 mg‡
Asam kafeat 1,19 mg‡
Asam ferulat 1,81 mg ‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 130 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous V. Pohpohan (Pilea trinervia) Deskripsi tanaman ©SEAFAST Center 2012
Batang : berwarna hijau dengan tinggi dapat mencapai 5 m. Daun : tekstur lunak, berbau harum, dan berwarna hijau. Gambar 5.23. Pohpohan (Pilea trinervia). Pohpohan merupakan salah satu tumbuhan dari keluarga Urticaceae yang penyebarannya berasal dari Jawa (Anonim 2005f). Tanaman ini tumbuh secara umum di pegunungan dengan tinggi pohonnya sekitar dua meter. Gambar 5.23 menunjukkan tanaman pohpohan. Pohpohan dalam kulineri lokal Bagian yang dikonsumsi dari pohpohan adalah daunnya. Daun tanaman pohpohan yang berbau harum biasa dimakan sebagai lalap (Heyne 1987). 131 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Kandungan kimia pohpohan Hasil penelitian Desminarti (2001) menunjukkan bahwa daun pohpohan mengandung senyawa asam askorbat, fenol, α‐
tokoferol, dan β‐karoten yang dapat berperan sebagai antioksidan. Lebih lanjut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwiyani (2008) menunjukkan bahwa fraksi polar dari daun pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar jika dibandingkan dengan fraksi non polar. Di fraksi polar tersebut terkandung flavonoid, alkaloid, dan steroid/triterpenoid. Secara kuantitatif, Tabel 5.34 menyajikan data beberapa senyawa fenolik yang terkandung di tanaman ini. Tabel 5.34. Kandungan zat non‐gizi pohpohan Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 121,52 mg‡
Quersetin 1,76 mg*
Kaemferol 0,25 mg*
Luteolin 0,33 mg*
Antosianin 0,75 mg†
Asam klorogenat
17,47 mg‡
Asam kafeat
1,11 mg‡
Asam ferulat
0,17 mg‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). W. Daun ginseng (Talinum paniculatum) Deskripsi tanaman Batang : bercabang di bagian bawah dengan pangkal yang mengeras. 132 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Daun ©SEAFAST Center 2012
Bunga : tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, ujung dan pangkalnya runcing, panjang 3‐10 cm, lebar 1,5‐5 cm, dan berwarna hijau mengkilat. : majemuk dengan kelopak berwarna pink. Gambar 5.24. Daun ginseng (Talinum paniculatum). Daun ginseng (Talinum paniculatum) (Gambar 5.24) dikenal juga dengan nama kolesom Jawa merupakan tanaman dari keluarga Portulacaceae. Tanaman ini termasuk tanaman herba menahun yang tumbuhnya semi menjalar dengan tinggi sekitar 30‐
60 cm. Tumbuhan ini berasal dari Amerika Tropis. Di Jawa, daun 133 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
ginseng tumbuh pada ketinggian 5‐1.250 m dpl (Anonim 2003b) dan banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias (Heyne 1987). Kolesom Jawa sangat mudah dikembangbiakan, baik dengan biji maupun setek batang. Tumbuhan ini ditanam sebagai tanaman hias, tanaman obat, atau kadang ditemukan tumbuh liar. Kearifan lokal pemanfaatan tanaman daun ginseng Belum ada penelitian tentang manfaat kolesom, namun secara turun temurun akar dan daunnya dipercaya dapat meningkatkan stamina tubuh. Akarnya yang menggembung menyerupai akar ginseng biasanya dikeringkan sebagai ramuan obat. Daun ginseng dalam kulineri lokal Semua bagian tanaman kolesom Jawa, mulai dari akar hingga daunnya, bisa dimakan. Daunnya biasa dijual sebagai sayuran. Daun kolesom/ginseng sangat cocok ditumis, dibuat cah (dimasak dengan sedikit air), atau sebagai campuran sayur bening atau sup. Rasa daun kolesom Jawa lezat dan teksturnya lembut serta sedikit berlendir. Mengolah sayuran ini harus menggunakan api besar dan cepat karena warnanya akan berubah menjadi kehitaman jika terlalu lama dimasak (Sutomo 2006b). Kandungan kimia daun ginseng Sejauh ini baru diketahui bahwa di dalam akar kolesom mengandung zat aktif seperti saponin, flavonoid, dan tanin. Bagian daunnya mengandung vitamin A yang cukup tinggi, serat, dan beragam mineral penting lainnya (Sutomo 2006b). Bagian daun ini juga mengandung sejumlah senyawa fenolik seperti yang tertera pada Tabel 5.35. 134 _____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous Tabel 5.35. Kandungan zat non‐gizi daun ginseng Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol
64,64 mg‡
Quersetin
0,41 mg*
Kaemferol
3,52 mg*
Antosianin
0,22 mg†
Asam klorogenat
0,38 mg‡
Asam kafeat
0,41 mg‡
Asam ferulat
0,09 mg‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). ©SEAFAST Center 2012
X. Krokot (Portulaca oleracea) Deskripsi tanaman Batang : berbentuk bulat, beruas, dan berwarna merah kecoklatan. Daun : tunggal, berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal tumpul, tepi rata, berdaging, panjang 1‐3 cm, lebar 1‐2 cm, dan berwarna hijau. Krokot merupakan tanaman tahunan dari famili Portulacaceae yang tingginya antara 5‐50 cm. Batangnya tumbuh tegak atau sebagian/seluruhnya terletak di atas tanah tanpa membentuk akar. Di Jawa, tanaman ini tumbuh mulai dari dataran rendah sampai 1.800 m dpl (Heyne 1987). Tanaman krokot dapat dilihat seperti pada Gambar 5.25. 135 Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________ ©SEAFAST Center 2012
Gambar 5.25. Krokot (Portulaca oleracea). Kearifan lokal pemanfaatan tanaman daun ginseng Herba Portulaca oleracea berkhasiat sebagai obat mencret, obat penurun panas, dan obat radang lambung (Anonim 2005h). Krokot dalam kulineri lokal Bagian yang dikonsumsi dari tanaman krokot adalah daun dan batangnya. Daun tanaman krokot memiliki rasa yang agak asam dan asin. Konsumsi daun krokot dapat sebagai salad atau dimasak seperti bayam. Selain itu, karena sifatnya yang seperti pengental, maka cocok pula untuk campuran dalam sup atau masakan rebusan (Anonim 2007l). Di daerah Jawa, krokot merupakan lalap yang sangat digemari (Heyne 1987). Kandungan kimia krokot Tanaman krokot mengandung asam lemak omega‐3 yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman berdaun lainnya. Hal 136 ©SEAFAST Center 2012
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ini merupakan salah satu kelebihan dari tanaman krokot, karena hanya sangat sedikit tanaman yang mengandung asam lemak omega‐3. Krokot juga mengandung vitamin (terutama vitamin C dan beberapa vitamin B, serta karotenoid) dan mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti magnesium, kalsium, kalium, dan besi. Selain itu, di dalam tanaman ini juga terdapat dua tipe pigmen betalain alkaloid, yaitu pigmen betasianin yang kemerah‐merahan (dapat terlihat pada warna batangnya) dan pigmen kuning betasantin (terlihat jelas pada bunganya dan tersamar pada daunnya). Kedua pigmen ini memiliki potensi sebagai antioksidan dan antimutagenik (Anonim 2007l). Tanaman krokot juga mengandung saponin dan flavonoid (Anonim 2005j). Secara kuantitatif, beberapa senyawa fenolik di krokot ditampilkan pada Tabel 5.36. Tabel 5.36. Kandungan zat non‐gizi krokot Komponen zat non‐gizi
Kandungan per 100 g
Total fenol 82,66 mg‡
Quersetin 0,30 mg*
Antosianin 0,24 mg†
Asam klorogenat
5,79 mg
Asam kafeat 0,54 mg‡
Asam ferulat 0,22 mg‡
‡
Sumber: * Batari (2009), † Kurniasih (2010), ‡ Apriady (2010). 137 
Download