PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DENGAN MODEL

advertisement
Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas
48
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DENGAN MODEL TUGAS
Aplikasi Model Pembelajaran Berwawasan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
Adam Abdul Rahim
Guru Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi
Abstrak: Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas; Aplikasi Model
Pembelajaran Berwawasan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tugas menjadi
strategi pembelajaran disaat menekankan perubahan perilaku kepada siswa, pengalaman
pembelajaran tugas memberikan arah dan makna dalam melaksanakan keterampilan. Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran model tugas adalah pembelajaran yang dibentuk dalam
suatu kelompok kecil dimana siswa bekerjasama dengan mengoptimalkan keterlibatan
dirinya dan anggota kelompok dalam belajar. Dari pengertian pendidikan jasmani diatas
dapat diambil simpulan bahwa gagasan pendidikan jasmani itu adalah: (a) bagian yang
tidak terpisahkan dari pendidikan secara keseluruahan. (b) program yang memperhatikan
terhadap perkembangan anak didik. (c) berpusat kepada anak didik, bukan kepala bahan
pelajaran. Sasaran pembelajarannya diarahkan kepada perkembangan anak didik secara
keseluruhan, baik perkembangan organik , neuromuskuler, intelektual, maupun emosional.
Kata kunci: pendidikan jasmani, model tugas.
Tujuan pendidikan nasional Indonesia di
dalam ketetapan MPR No. IV hasil sidang
umum tahun 1999-2004 pada poin satu
adalah untuk mengembangkan sumber daya
manusia sedini mungkin secara terarah,
terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai
upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh
komponen bangsa agar generasi muda
dapat berkembang secara optimal disertai
denagn hak dukungan dan lindungan sesuai
dengan potensinya. Pada poin dua, arah
kebijakan pendidikan nasional adalah
meningkatkan kemampuan akademik dan
profesional serta dapat meningkatkan
kesejahteraan tenaga kependidikan mampu
berfungsi secara optimal terutama dalam
meningkatkan pendidikan watak dan budi
pekerti agar dapat menumbuhkan wibawa
lembaga tenaga kependidikan. Pendidikan
jasmani sebagai salah satu komponen
pendidikan yang wajib diajarkan di sekolah
memiliki peran yang sangat strategis untuk
mewujudkan tujuan pendidikan di atas.
Pendidikan jasmani tidak hanya berdampak
positif pada pertumbuhan fisik anak,
melainkan juga perkembangan mental,
intelektual, emosional, dan sosialnya.
Pengajaran yang baik di lakukan dalam
pendidikan jasmani lebih dari sekedar
mengembangkan keterampilan berolahraga,
pengajaran yang baik tersebut melibatkan
aspek-aspek yang berhubungan dengan apa
yang sebenarnya dipelajari oleh siswa
melalui
partisipasinya,
apakah
neuromuskuler, intelektual, emosional.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah
proses pendidikan dimana terjadi interaksi
antara peserta didik dengan lingkungannya
yang dikelola melalui aktivitas jasmani
secara sistematik menuju pembentukan
manusia seutuhnya (Mutohir, 2007: 7).
Pembelajaran merupakan suatu proses yang
sangat kompleks, peran guru tidak hanya
sebagai penyampai informasi kepada siswa
tetapi
bagaimana
guru
memberi
rangsangan, bimbingan, pengarahan, dan
dorongan kepada siswa agar terjadi proses
belajar.
Tujuan
pembelajaran
yang
dilaksanakan di sekolah mempunyai
tingkatan, mulai dari tujuan ideal sampai
tujuan khusus yamg kongkret dan dapat
diukur, tujuan yang terukur ini harus dapat
dicapai pada tinghkat kelas. Bloom yang
terkenal dengan tujuan pembelajarannya
membagi tujuan pembelajaran ke dalam
tiga domain yakni, kognitif, afektif, dan
psikomotorik (Winkel, 1989: 1490). Untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut,
sudah banyak metode dan model yang
diciptakan okeh paran ahli pendidikan
dalam melakukan pendekatan agar ketiga
ranah tersebut diatas tercapai secara utuh
dan tidak terpotong-potong, karena dalam
48
Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas
suatu aktivitas pembelajaran siswa terlibat
secara menyeluruh tidak terpisah-pisah,
secara nyata dapat diamati hanya aspek
afektif dan psikomotoriknya saj namun
perlu disadari bahwa motor dari kedua
aspek itu adalah kognitif. Pembelajaran
bertujuan membuat siswa aktif melakukan
tugas-tugas belajar, siswa bukanlah objek
yang bersifat pasif ketika merespon
rangsang yang disampaikan guru, respon
yang diberikan siswa kepada guru
merupakan umpan balik bagi guru yang
bersangkutan. Perubahan perilaku yang
terjadi pada siswa dipengaruhi oleh
interaksi guru dengan dan interaksi siswa
dengan siswa. Oleh karena itu, suasana ini
harus diciptakan atau dikondisikan karena
faktor ini turut memperlancar proses
pembelajaran siswa.
Kegiatan
belajar
merupakan
kegiatan yang melibatkan keseluruahan
aspek psiko-fisik bukan saja aspek
kejiwaan, tetapi juga aspek neurofisiologis. Dalam pembelajaran pendidikan
jasmani, dimana aktivitas fisik sangat
meninjol
namun
bukan
berarti
mengabaikan aspek kognitif dan afektif
yang dikemukakan oleh Benjamin Bloom
(dalam Winkel, 1989: 149-150). Pada
pendidikan jasmani pencapaian ketiga
ranah itu harus seimbang agar fungsi
pendidikan jasmani yang merupakan
komponen pendidikan, secara umum
bertujuan untuk membentuk manusia yang
seutuhnya seperti yang dicita-citakan dalam
UUD 1945 tercapai. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan proses
pembelajaran pendidikan jasmani, antara
lain melalui pelatihan dan penataran,
peningkatan level pendidik, serta perbaikan
kurikulum
namun
hasilnya
belum
memuaskan. Dari beberapa pengamat dan
hasil penelitian empiris ditemukan bahwa,
pelaksanaan pembelajaran pendidikan
jasmani di sekolah-sekolah di Indonesia
masih
kurang
menggembirakan,
indikatornya
antara
lain
adanya
kecendrungan semakin menurunnya tingkat
kesegaran jasmani siswa dan rendahnya
partisipasi
siswa
dalam
kegiatan
pendidikan jasmani maupun ekstrakurikuler
olahraga (Mutohir, 2000: 8). Rendahnya
kualitas pembelajaran pendidikan jasmani
mulai dari sekolah dasar sampai pada
49
sekolah lanjutan atas olahraga (Mutohir,
2000: 8). Rendahnya kualitas pembelajaran
pendidikan jasmani mulai dari sekolah
dasar sampai pada sekolah lanjutan atas,
secara umum disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah terbatasnya
kemampuan guru pendidikan jasmani dan
sumber-sumber yang digunakan untuk
mendukung proses pembelajaran. Sehingga
model pembelajaran pendidikan jasmani
yang digunakan oleh guru cenderung
tradisional dan berpusat kepada guru. Di
samping itu, menurut penulis, model
pembelajaran pendidikan jasmani terbatas
jumlahnya jika kita bandingkan dengan
model pembelajaran bidang studi lain.
Berdasarkan penjelasan tersebut, yang
menjadi rumusan masalah dalam makalah
ini adalah, bagaimana pembelajaran
pendidikan jasmani dengan model tugas
yang berwawasan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dilaksanakan di sekolah?.
Untuk lebih jelasnya di uraikan dalam
bagian pembahasan berikut.
PEMBAHASAN
a. Model pembelajaran
Istilah model banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, tukang jahit
membuat model atau pola pakaian sebelum
memotong kain untuk dijadikan pakaian.
Dari contoh ini dapat dipahami bahwa
sebuah model berguna sebagai keraka
acuan dalam melakukan sesuatu, suatu
model yang baik memuat data-data atau
langkah-langkah untuk melakukan sesuatu.
Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam
kegiatan belajar mengajar dikelas atau
dilapangan,
dikenal
istilah
model
pembelajaran. Berdasarkan pengertian
diatas, maka secara sederhana model
pembelajaran adalah suatu kerangka acuan
yang memuat langkah- langkah konkrit
dalam pelaksanaan pembelajaran (Joyce,
1992:2). Menurut Saputra (2000:35) model
pembelajaran merupakan sebuah rencana
yang dimanfaatkan untuk merancang
pembelajaran, isi yang terkandung didalam
model pembekajaran adalah berupa strategi
pengajaran
untuk
mencapai
tujuan
intruksional. Ada tiga hal yang mendasari
lahirnya model pembelajaranm, yaitu
50 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim,
Desember
2010, hlm.
48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas
Pembelajaran
Pendidikan
pengalaman praktek, kajian teori belajar
tertentu, dan hasil penelitian. Menurut
Joyce dan Weill (dalam soekanto, 1995:8384) setiap model pembelajaran memiliki
unsur sebagai berikut : 1) sintakmatik, 2)
sistem sosial, 3) prinsip reaksi, 4) sistem
pendukung, dan 5) dampak instruksional
dan pengiring. Lebih lanjut Joyce dan Weill
menjelaskan yang dimaksud dengan
sintakmatik adalah tahap-tahap kegiatan
dari model itu, sedangkan sistem sosialnya
adalah situasi atau suasana dan norma yang
berlaku dalam model tersbut. Yang
dimaksud dengan prinsip reaksi adalah pola
kegiatan yang menggambarkan bagaiman
seharusnya
guru
melihat
dan
memperlakukan siswa. Sedangkan yang
dimaksud dengan system pendukung
adalah segala sarana, bahan, dan alat yang
diperlukan untuk melaksanakan model
tersebut. Yang dimaksud dengan dampak
instuktusional adalah hasil yang dicapai
langsung dengan cara mengarahkan siswa
pada tujuan yang diharapkan. Dampak
pengiring adalah hasil belajar lainnya yang
dihasilkan oleh suatu proses belajar
mengajar, sebagai akibat dari terciptanya
suasana belajar yang dialami langsung oleh
siswa.
b. Teori Belajar Konstruktivis
Belajar merupakan gejala yang wajar bagi
semua insane manusia, kondisi belajar
dapat
diatur
dan
diubah
guna
mengembangkan bentuk tingkah laku
tertentu atau menentukan kemampuan
seseorang, terjadi perubahan tingkah laku
pada
seseorang
diakibatkan
oleh
berlangsungnya proses belajar. Proses
belajar itu berlangsung didasari oleh
berbagai macam teori belajar. Menurut
Suparno (1997 : 18 ), konstruktivis adalah
salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan kita,
adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri.
Pengetahuan merupakan akibat dari suatu
konstruksi kognitif melalui kegiatan
membentuk skema, kategori, konsep, dan
struktur
yang
diperlukan
untuk
pengetahuan itu. Teori belajar konstruktivis
memandang belajar itu terjadi apabila
diperoleh pemahaman, belajar melalui
pemahaman inilah yang menjadi dasar dari
50
teori kontruktivis, teori konstruktivis lebih
banyak menekankan pada aspek kognitif.
Kemampuan
kognitif
inilah
yang
dikembangkan pada siswa dalam proses
belajar mengajar. Kognitif merupakan
suatu bentuk bentuk teori yang sering
disebut model kognitif atau perceptual.
Dalam
teorinya,
piaget
membahas
pandangannya tentang bagaiman ank
belajar. Dasar dari belajar adalah aktifitas
anak sewaktu ia berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya
(Ratuamanan,
2000
:
32-33).
Konstruktivisme sebenarnya bukan teori
baru, aspek-aspek dari konstruktivis dapat
ditemukan dalam karya Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Dalam beberapa tahun terakhir
konstruktivis menjadi populer dengan
munculnya teori Piaget dan teori Vygotsky.
Teori konstruktivis dari gagasan Piaget dan
teori Vygotsky, keduanya menekankan
bahwa perubahan kognitif terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
sebelumnya
diolah
melalui
proses
disequilibrium
dalam
memahami
informasi-informasi baru ( Ratumanan,
2000 : 80). Konstruktivisme memandang
bahwa pengetahuan merupakan hasil
konstruksi kognitif melalui aktifitas
seseorang. Konstruktivisme menekankan
pentingnya
seornag
siswa
aktif
mengkonstruksikan pengetahuan melalui
hubungan saling mempengaruhi dari
belajar sebelumnya dengan belajar baru,
hubungan tersebut dikonstruksikan oleh
siswa untuk kepentingan mereka sendiri.
Elemen kunci dari konstruktivis adalah
bahwa orang belajar secara aktif,
mengkonstruksikan pengetahiuan mereka
sendiri, membandingkan informasi dengan
pemahaman
sebelumnya
untuk
menghasilkan pemahaman baru. Mathews
(dfalam Suparno, 1997 : 32-33).
Menggolongkan konstruktivis berdasarkan
beberapa aliaran, daiantaranya adalah :
Konstruktivis
psikologis:
Konstruktivis psikologis bertitik tolak dari
perkembangan psikologis anak dalam
membangun pengetahuan, konstruktivis
psikologis terbagi atas: (a) konstruktivis
personal, individual dan subyektif (
tokohnya Piaget). Piaget menekankan
aktifitas individual dalam pembentukan
pengetahuan. Pengetahuan dikonstruksi
Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas
sebagai hasil interaksi anak dengan
pengalaman dan obyek yang dihadapinya.
Piaget sebenarnya juga berbicara tentang
pengaruh lingkungan sosial terhadap
perkembangan pemikiran anak, tetapi ia
tidak secara jelas memberikan model
bagaiman hal tersebut terjadi. Dalam taraf
perkembangan kognitif yang lebih rendah
(sebsori motor dan pre-operasional), anak
belum dapat menangkap ide-ide dari
masyarakat. Baru pada taraf yang lebih
tinggi (operasi kongkret dan operasi
formal), pengaruh lingkungan menjadi
lebih jelas. (b) Konstruktivis sosial (
tokohnya Vygotsky) berbeda dengan Piaget
yang memberikan panekanan pada
pembentukan pengetahuan anak, Vygotsky
lebih memberi tekanan pada hubungan
dialektik antara individu dan masyarakat
dalam membentuk pengetahuan tersebut.
Vygotsky memperhatikan akibat interaksi
sosial, terutama bahasa dan budaya pada
proses belajar anak. Ia menekankan
pentingnya interaksi sosial, dialog dan
komunikasi verbal dengan orang dewasa
dan teman sebaya yang lebih mampu dalam
perkembangan pengertian anak.
Konstruktivis
sosiologis
berpandangan bahwa pengetahuan itu
merupakan hasil penemuan sosial dan
sekaligus
merupakan
factor
dalam
perubahan sosial. Pengetahaun ilmiah
merupakan konstruk sosial, dibangun oleh
masyarakat, bukan konstruk individual.
Dalam membangun suatu pengetahuan,
aliran ini lebih menekankan pada peran
lingkungan, masyarakat, dan dinamika
pembentukan ilmu pengetahuan. Menurut
aliran ini, aspek lingkungan, masyarakat,
dan
dinamika
pembentukan
ilmu
pengetahuan merupakan aspek yang sangat
penting.
Konstruktivis
social
berada
diantara transmisi dan realitas dari
konstruktivis kognitif dan konstruktivis
personal, aliran ini percaya bahwa
pengetahuan
merupakan
hasil
dari
penggunaan interaksi sosial dan bahasa.
Interaksi sosial selalu terjadi diantara
konteks sosial budaya, menghasilkan
pengetahuan yang terbatas pada waktu dan
tempat khusus. Pengetahuan dipandang
sebagai hasil konstruksi sosial. Ada
perbedaan penekanan antara Piaget dan
51
Vygotsky dalam pandangan konstruktivis
terhadap belajar. Piaget lebih menekankan
pada aktifitas individual dalam konstruksi
pengetahuan,
sedangkan
Vygotsky
menekankan pentingnya interaksi sosial
dengan orang lain, terutama yang memiliki
pengetahuan lebih baik. Piaget sebenarnya
juga menekankan bahwa ada pengaruh
lingkungan sosial terhadap pemikiran anak.
Tetapi pengaruh ini baru mulai terlihat
ketika anak berada pada tahap operasi
kongkrit atau pada operasi formal.
Sedangkan pada tahap-tahap lebih rendah
9sensori motor dan pre-operasional), anak
belum dapat menangkap ide-ide dari
masyarakat.
c. Makna Pembelajaran dan Belajar
Menurut Siedentop (1983 : 5-6),
pembelajaran adalah cara untuk membantu
siswa dalam belajar dan tumbuh melalui
rancangan pengalaman pendidikan dimana
siswa
akan
menumbuh-kembangkaqn
keterampilan, pengertian, dan sikap.
Menurut Ratumanan (2002 : 3),
pembelajaran dapat diartikansebagai suatu
upaya
menciptakan
kondisi
yang
memungkinkan siswa dapat belajar. Secara
eksplisit terlihat bahwa dalam pembeljaran
ada kegiatan memilih, menetapkan, dan
mengembangkan metode atau model untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Jadi
pembelajaran
adalah
suatu
upaya
membantu siswa untuk mengkonstruksi
konsep-konsep,
prinsip-prinsip
pengetahuan
dengan
kemampuannya
sendiri, melalui proses internalisasi
sehingga konsep atau prinsip itu terbangun,
tranformasi informasi yang diperoleh
menjadi konsep atau prinsip baru.
Pembelajaran lebih menekankan bagaimana
upaya guru untuk mendorong atau
memfasilitasi siswa
belajar. Istilah
pembelajaran lebih menggambarkan bahwa
siswa lebih banyak berperan dalam
mengkonstruksikan pengetahuan bagi
dirinya, dan pengetahuan itu bukan dari
hassil transformasi dari guru. Menurut
Suparno (1997 : 65), guru yang
berwawasan konstruktivis dalam kegiatan
pembelajaran
tidak
memindahkan
pengetahuan kepada siswa, melainkan
membimbing siswa dalam membangun
52 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim,
Desember
2010, hlm.
48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas
Pembelajaran
Pendidikan
sendiri pengetahuannya. Dalam teori
belajar konstruktivis, seorang pengajar atau
guru berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses
belajar berjalan dengan baik, tekanan ada
pada siswa yang belajar dan bukan pada
guru yang mengajar. Menurut Hudgins
(dalam Zakrajsek, 1986: 3) ada beberapa
variabel yang mempengaruhi kondisi
pembelajaran, diantaranya: (a) Faktor fisik,
factor fisik adalah yang berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan
siswa yang berbeda-beda. (b) Faktor
sekolah, lokasi, dan seperangkat sumber,
kurikuler dan intruksional merupakan hal
yang mendasar dalam pembelajaran, (c)
Faktor
Individu,
variabel
individu
menyangkut gaya belajar, motivasi belajar,
dan sifat dari individu dalam pembelajaran.
Dan ketiga factor tersebut, pada umumnya
telah
diabaikan
dalam
penerapan
pembelajaran. Banyak guru pendididikan
jasmani
mengembangkan
dan
menggunakan metode pembelajaran yang
menggunakan konsep pembelajaran tunggal
kepada
semua
siswa
dengan
menyamaratakan tingkat motivasi, gaya
belajar dan seperangkat alat pembelajaran
yang sama kepada semua siswa. Berikut
ada beberapa catatan tentang prinsipprinsip pembelajaran yang secara umum
diterima
dan
dihubungkan
dengan
perencanaan pembelajaran pendidikan
jasmani: (1) pembelajaran sifatnya adalah
individual: setiap siswa mempunyai siklus
belajar sendiri-sendiri. (2) pembelajaran
harus setaraf dengan tingkat perkembangan
siswa. (3) pembelajaran dapat diselesaikan
dengan baik disaat siswa ingin belajar. (4)
pembalajaran akan sangat bermakna bila
dapat
disangkutpauitkan
dengan
aplikasinya. (5) Pembelajaran terjadi lebih
cepat pada saaat situasi pembelajaran
memuaskan siswa. (6) Pembelajaran dapat
difasilitasikan pada saat siswa mempunyai
pemikiran yang jelas tentang tujuan. (7)
Pembelajaran akan lebih cepat jika tujuan
mempunyai makna dan keuntungan yang
jelas bagi siswa. (8) Pembelajaran akan
lebih efektif pada saat umpan balik atau
pengetauhan dari hasilk pemebalajaran
telah ada. Bagi Moston (1986: 9-15) tujuan
utama dari pendidikan ialah untuk
menghasilkan pemikir yang mempunyai
52
kebebasan
dan
mampu
membuat
keputusan, menyelidiki, memecahkan
masalah dan kreatif. Ia memberikan
penjelasan tentang tujuh gaya mengajar
dengan penjelasan sebagai berikut: Gaya
komando, Gaya komando secara mudah
dikenal karena semua siswa melakukan hal
yang sama pada saat yang bersamaan
hanya ada sedikit fleksibilitas, sdikit input
dari siswa, dan sedikit memperhatikan
perbedaan
individu.
Setelah
guru
menjelaskan apa yang harus dilakukan dan
menunjukkan tingkat penampilan yang
dituju, kelas menyebar untuk melakukan
pelatihan di bawah bimbingan guru,
menentukan lamanya aktivitas, dan
memberikan evaluasi, koreksi, dan
penghargaan, kepada seluruh siswa atau
individu..
Gaya tugas merupakan gaya
pengajaran langsung yang memperhatikan
perbedaan dan kebutuhan individu. Diiikuti
penjelasan dan demonstrasi, kelas diberi
serangkaian tugas, selama fase pelaksanaan
dan perkembangan, siswa dikontrol sesuai
dengan kecepatan, lama, kuantitas, dan
kualitas
penampilannya.
Keuntungan
pertama bagi guru adalah kebebasan
bergerak di sekeliling siswa atau kelompok
sambil mengobservasi, menganalisa dan
mengoreksi. Disana ada juga iklim
kebebasan dan kesempatan interaksi yang
abik baik antara guru dan murid. Kelompok
kecil,
berpasangan,
dan
individual
merupakan teknik pengelompokkan yang
lazim digunakan, meskipun keseluruhan
kelas juga bisa digunakan.
Gaya resiprokal Metode resiprokal
menekankan hubungan antara siswa dengan
siswa, susunan pengaturannya ialah dengan
berpasangan. Satu orang melakukan
keterampilan sementara yang lain bertindak
sebagai pengobservasi, korektor dan
pemberi
semangat,
dan
kemudian
bergantian. Guru tidak pernah mengoreksi
penampilan
siswa
tetapi
sekedar
menghidupkan kriteria penampilan dengan
observasi. Hal yang penting bagi
keberhasilan pengajaran resiprokal ini
berada pada pengertian siswa akan kriteria
penampilan. Selama fase penjelasan dan
demonstrasi, guru harus menginformasikan
poin
utama
untuk
penguasaan
keterampilan. Dalam menerima tanggung
Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas
jawab sebagai pengobservasi, siswa
menginternalisasikan
informasi
keterampilan yang akan membantu proses
belajarnya disaat dihubungkan dengan
keterampilan tersebut, perlu dicatat bahwa
pengobservasi tidak dapat menjadi bagian
dari aktivitas siswa
yang melakukan
penampilan.
Kelompok kecil, Gaya dengan
kelompok kecil didasari juga oleh metode
resiprokal, dengan bekerja hanya berdua
saja, akan tetapi kelompok bisa diperbesar
menjadi tiga atau empat orang dengan
penentuan
peran
sebagai
pelaku,
pengobservasi, dan pencatat. Program
individual, Guru menyajikan kenasan
pembelajaran yang menjelaskan tujuan
penampilan, tugas-tugas pembelajaran,
kriteria evaluasi, dan sumber pengajaran.
Siswa penerima tanggungjawab dalam
menentukan
pembelajaannya
sendiri,
biasanya siswa akan membuat kontrak
untuk melengkapi sejumlah perilaku pada
standar penampilan tertentu. Setiap siswa
mempunyai programnya sendiri yang
mungkin sama atau melebihi yang lain.
Gaya penemuan terbimbing, Merupakan
gaya pengajaran tidak langsung dari hal
yang umum ke yang khusus. Guru
menyusun serangkaian masalah, siswa
diminta untuk merespon dengan mengenali
meskipun secara motorik. Dalam proses
ini
tindakan
untuk
menemukan,
menggambarkan , sangat menguntungkan
bagi
siswa..
Pemecahan
masalah,
Pemecahan masalah merupakan gaya
pengajaran tak langsung yang membiarkan
respon atau pemecahan secara individual.
Guru menentukan sejumlah masalah,
masalah itu harus ada kaitannya dengan
kehidupan siswa ada hasrat dan kesediaan
untuk memecahklannya. Perbedaan respon
diharapkan karena masalah dirancang
untuk mendatangkan berbagai macam
respon. Menurut kaum konstruktivis (dalam
Suparno, 1997: 61) bahwa belajar
merupakan
proses
aktif
siswa
mengonstruksi
arti
teks,
dialog,
pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasikan
dan menghubungkan pengalaman atau
bahan yang dipelajari dengan pengertian
yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya
dikembangkan.
Proses
53
tersebut antara lain bercirikan sebagai
berikut: (a) Belajar berarti membentuk
makna, diciptakan oleh ssiswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan
alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh
pengertian yang telah ia punyai. (b)
Konstruksi itu adalah proses yang terus
menerus, setiap kali berhadapan dengan
fenomena atau persoalan yang baru,
diadakan rekonstruksi baik secara kuat
maupun lemah. (c) Belajar bukanlah
merupakan kegiatan mengumpulkan fakta,
melainkan suatu pengembangan pemikiran
dengan membuat pengertian baru yang
menuntut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran seseorang. (d) Proses
belajar sebenarnya terjadi pada waktu
skema seseorang dalam keraguan yang
merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi
ketidakseimbangan adalah situasi yang baik
untuk memacu belajar. (e) Hasil belajar
dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan
dunia fisik dan lingkungan. (f) Hasil belajar
seseorang tergantung kepada yang sudah
diketauhi, konsep-konsep, tujuan, dan
motivasi mempengaruhi interaksi dengan
bahan yang dipelajari. Dari pengertian
belajar yang di kemukakan di atas,
mamberikan implikasi bahwa tujuan belajar
adalah untuk memperoleh perubahan
tingkah laku siswa, dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak memahami menjadi
memahami, dari tidak dapat melakukan
sesuatu keterampilan menjadi terampil, dan
sebagainya. Dalam hal sikap, belajar,
berftujuan untuk membangun siakp yang
positif terhadap sesuatu.
d. Konsep Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah pendidikan
yang mengaktualisasikan potensi-potensi
aktivitas manusia berupa sikap, tindak yang
diberi isi, bentuk dan arah, menuju
kenulatan kepribadian sesuai dengan citacita kemanusiaan. Ada beberapa batasan
mengenai pendidikan jasmani yang perlu
kita ketauhi, sebagai bahan perbandingan
dalam memahami pentingnya pendidikan
jasmani, antara lain adalah: Berdasarkan
SK Mandikbud Nomor: 0413/ U/ 1987
membatasi pengertian pendidikan jasmani
sebagai berikut: “Pendidikan jasmani
merupakan bagian integral dari pendidikan
54 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim,
Desember
2010, hlm.
48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas
Pembelajaran
Pendidikan
secara keseluruhan yang bertujuan untuk
mengembangkan individu secara organic,
neuromuskuler, intelektual, emosional,
melalui aktivitas jasmani” (Syarifuddin,
1994: 6). Menurut Ateng (2000: 104),
pendidikan jasmani adalah suatu proses
pendidikan seseorang sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat yang
dilakukan secara sadar dan sistematik
melalui berbagai kegiatan jasmani dalam
rangka
memperoleh
peningkatan
kemampuan dan keterampilan jasmani,
pertumbuhan, kecerdasan dan pembentukan
watak. Muthohir (1997: 14), pendidikan
jasmani adalah suatu proses yang secara
sadar dan sistematis melalui kegiatan
jasmani untuk memperoleh pertumbuhan
jasmani, ksehatan dan kesegaran jasmani,
kemampuan dan keterampilan, kecerdasan
dan perkembangan watak serta kepribadian
yang harmonis dalam rangka membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang
berkualitas berdasarkan Pancasila. Dari
pengertian pendidikan jasmani diatas dapat
diambil
simpulan
bahwa
gagasan
pendidiakn jasmani itu adalah: (a) bagian
yang tidak terpisahkan dari pendidikan
secara kesuluruhan. (b) program yang
memperhatikan terhadap perkembangan
anak didik. (c) berpusat kepada anak didik,
bukan kepada bahan pelajaran. Sasaran
pembelajarannya
diarahkan
kepada
perkembangan
anak
didik
secara
keseluruhan, baik perkembangan organic,
neuromuskuler,
intelektual,
maupun
emosional.
e. Pembelajaran Model Tugas
System tugas merupakan strategi yang baik
dalam pembelajaran berlandaskan pada
implementasi dan pengarahan dari guru
sehingga menimbulkan hubungan antara
siswa
dengan
siswa
dan
bahan
pembalajaran (Zakrajsek, 1986: 19). Tugas
menjadi strategi pengajaran di saat guru
merancang serangkaian tugas dan mengatur
kelas
untuk
menampung
perilaku
pengajaran.
Penggunaan
tugas
membebaskan guru dari seluruh hambatan
pengajaarn di kelas sehingga guru dapat
melaksanakan observasi, analisis, bantuan,
koreksi, dan penguatan pada kelompok
kecil atau individual, sehingga mendukung
54
suasana komunikasi yang sehat dan saling
peduli antara guru dan siswa. Tugas
menjadi strategi pembelajaran disaat
menekankan perubahan perilaku kepada
siswa, pengalaman pembelajaran tugas
memberikan arah dan makna dalam
melaksanakan
keterampilan
dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran model
tugas adalah pembelajaran yang di bentuk
dalam suatu kelompok kecil dimana siswa
bekerjasama dengan mengoptimalkan
keterlibatan dirinya dan anggota kelompok
dalam belajar.
Persiapan tugas, persiapan tugas
membutuhkan
waktu
cukup
lama,
prosesnya merupakan hal yang sederhana
dengan memperhatikan komponen berikut:
(1) Penentuan tujuan tugas, menurunkan
keseluruhan tujuan pembelajaran hingga
dalam bentuk yang paling sederhana. (2)
Seleksi (selection), pemilihan tugas dapat
ditentukan berdasarkan kerjasama antara
guru dan siswa demi pencapaian
ketrampilan yang progresif. Pilihan guru
mungkin berfokus pada aspek kuantitatif
(durasi atau repetisi) atau kualitatif
(pengukuran keterampilan), sementara
pilihan siswa mungkin termotivasi oleh
minay dan tantangan. (3) Penyusunan
tugas, menggunakan factor-faktor gerakan
dan kriteria gerakan untuk menentukan
harapan dari tugas yang dilaksanakan,
antara lain: (a) Faaktor gerakan tubuh:
lokomotor,
non
lokomotor,
dan
keterampilan manipulative; (b) bagian
tubuh: kepala, dada, lengan, pergelangan
tangan, kaki, dan sebagainya; (c) kualitas
tubuh: kekuatan, kelincahan, kecepatan,
ritme, daya tahan, keseimbangan, akurasi,
fleksibilitas, aliran, dan sebagainya; (d)
kriteria gerakan yang terdiri dari; perilaku
yang dituntut; (e) Kondisi: bagaimana
perilaku ditampilkan; dan (f) Standar:
tingkat penampilan. (3) Menyatakan tugas
sebagai tujuan perilaku, (4) Menyatakan
kembali tugas sesuai dengan perilaku yang
diharapkan, (5) Menyusun serangkaian
tugas, (6) Metode; berbagai metode dan
pendekatan dapat digunakan dalam
perencanaan. Gaya pengajaran langsung
dan tidak langsung dapat diterapkan, (7)
Indivdualisasi; tugas dapat bertindak
sebagai pengembangan program individu
atau pengajaran individu sesuai tujuan, (8)
Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas
Pusat pembelajaran; pusat pembelajaran
dapat dikembangkan sebagai bantuan
pengajaran tambahan untuk mendukung
penggunaan tugas seperti: film, slide, dan
sebagainya. (9) Evaluasi; tugas dapat
bertindak sebagai alat diagnostic untuk
mengukur tingkat keterampilan awal dan
tingkat keterampilan akhir. Strategi
Pengaturan, dalam pelaksanaan model
tugas, guru dapat menempuh prosedur
sebagai berikut: (1) Pengelompokkan
(grouping), tugas dapat digunakan dengan
berbagai pola pengelompokkan: individual,
berpasangan, kelompok kecil, dan seluruh
kelas, pengelompokkan homogen atau
heterogen.
(2)
Membuat
pos-pos,
pembuatan pos-pos pelatihan harus
mempertimbangkan
sejumlah
factor
seperti: repetisi, variabel, waktu rotasi.
f.
Peran guru pada model pembelajaran
tugas
Dalam
proses
pembelajaran,
guru
mempunyai banyak peran. Ia tidak hanya
berfungsi sebagai guru tetapi juga manager,
administrator, sumber ilmu pengetauhan
dan sebagainya. Namun dalam kaitannya
dengan model pemebrian tugas, guru
mempunyai tiga peran yaitu, sebagai
perencana, fasilitator, dan evaluator.
Sebagai perencana, guru adalah penentu
jenis tugas yang harus dikerjakan siswa.
Untuk dapat menentukan tugas apa yang
tepat, guru memrlukan suatu pedoman.
Salah satu pedoman terpenting adalah
tujuan instruksional yang dirumuskan dari
GBPP. Sebab tujuan inilah yang dapat
mengarahkan guru dalam memilih jenis
aktivitas atau tugas bagi siswa. Sebagai
fasilitaor, guru adalah penentu dan
penyedia sarana yang dapat menunjang
aktivitas siswa dalam belajar, sehingga
memungkingkan siswa mengaplikasikan
penegtauhan
yang
diperoleh
dan
mengembangkan dilapangan, dengan cara
ini guru telah membantu siswa untuk
belajar aktif dan kreatif. Sebagai evaluator
dalam menilai kegiatan yang telah
dilakukan
siswa,
guru
hendaknya
mengidentifkasikan dulu mana kegiatan
dan tugas yang telah dikerjakan dengan
benar dan bagian mana yang salah, setelah
itu baru memberikan bantuan yang
55
diperlukan oleh siswa. Dalam memebrikan
bantuan kepada siswa adalah dengan
menyederhanakan tugas gerak yang
komplek ke tugas gerak yang lebih
sederhan
sehingga
lebih
gampang
dimengerti dan dilakukan oleh siswa.
Bantuan seperti ini sangat membantu siswa
dalam memperbaiki penampilan. Guru
pendidikan jasmani adalah seorang yang
mempunyai wewenang untuk mengajar
pendidikan jasmani di sekolah sesuai
denagn tingkat pendidiakn yang di
milikinya. Di dalam mengajar, guru
pendidikan jasmani hendaklah berpedoman
kepada program pengajaran pendidikan
jasmani yang telah ditetapkan di dalam
garis-garis besar program pengajaran.
Karena tujuan pembelajaran yang akan di
capai telah tergambar di dalam garis-garis
besar program pengajaran tersebut. Di
dalam proses belajar mengajar pendidikan
jasmani, bahan pelajaran yang akan
disajikan harus di sesuaikan dengan tingkat
kemampuan daya pikir dan daya gerak
anak didik, karena di dalam proses belajar
mengajar diharapkan kegiatan berpusat
kepada anak didik. Di dalam melaksanakan
program pembelajaran pendidiakn jasmani
benyak sekali persoalan dan kendala yang
dihadapi oleh guru pendidikan jasmani di
lapangan di antaranya adalah: 1)
terbatasnya
sarana dan prasarana, 2)
alokasi waktu, 3) jumlah siswa yang
melebihi batas ideal yan dikehendaki.
Ketidakseimbangan antara rasio jumlah
alat, sarana dan prasarana dengan jumlah
siswa menyebabkan guru pendidikan
jasmani hamper tidak mempunyai pilihan
lain dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajarnya
dengan
menggunakan
pendekatan. Untuk mengatasi persoalanpersoalan seperti di atas, guru harus berani
mencoba
memvariasikan
system
pembelajaran yang mempunyai taraf
keefektifan tinggin dan mempunyai daya
jangkau yang lebih luas. Pemecahan
masalah pembelajaran dapat dilakuikan
dengan cara sistematik, dengan melibatkan
semua sumber daya manusia (guru),
prosedur, ide, alat dan pengorganisasian.
Sehingga setiap peserta didik yang sedang
belajar dapat mengembangkan kemampuan
secara optimal. Untuk itu guru pendidikan
jasmani harus memiliki pengetauhan dan
56 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim,
Desember
2010, hlm.
48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas
Pembelajaran
Pendidikan
kemampuan
untuk
menciptakan,
mengembangkan dan meningkatkan serta
mengelola proses belajar mengajar yang
memungkinkan anak didik terlibat secara
aktif. Anak didik harus diaktifkan dan tidak
hanya sebagai penerima yang pasif, karena
ada prinsipnya anak didik mempunyai
motivasi dari dalam untuk belajar dengan
cara lebih baik jika prakarsanya dapat di
tampung dalam kegiatan belajar sehingga
memberi peluang kepada anak didik untuk
mengolah informasi yang di terima secara
wajar. Oleh karena itu, di dalam proses
belajar mengajar pendidikan jasmani, guru
harus dapat menciptakan kondisi belajar
mengajar yang menggairahkan siswa agar
tejadi proses belajar mengajar. Salah satu
cara
untuk menggairahkan
kondisi
penyampaian atau model pembelajaran
pendidikan jasmani di sekolah adalah
dengan modelm tugas.
g. Aplikasi Model Pembelajaran Tugas
Pada pembelajaran model tugas, guru dapat
mengembangkan pengalaman pembelajaran
(materi pembelajaran) ke unit-unit yang
terkecil sesuai dengan sarana dan prasarana
yang tersedia, hal ini erat kaitannya dengan
startegi pengaturan. Tugas pembelajaran
dapat di pecahan ke unit-unit dijabarkan
dalam sebuah kartu (task card), dalam
pertemuan kelas di sebut dengan lembar
kerja siswa. Informasi seluruh kegiatan
pembelajaran di dalam kartu tugas yang
berukuran 50 x 40 cm, kartu tugas tersebut
dapat digantungkan atau ditempelkan
sehingga dapat dibaca bersama-sama pada
waktu diskusi kelompok. Untuk membantu
siswan atau mahasiswa agar informasi
dapat di kuasai denagn cepat dapat
dilengkapi dengan gambar-gambar.
PENUTUP
Pengajaran yang baik dilakukan dalam
pendidikan jasmani lebih dari sekedar
mengembangkan keterampilan berolahraga,
pengajaran yang baik tersebut melibatkan
aspek-aspek yang berhubungan dengan apa
yang sebenarnya dipelajari oleh siswa
melalui partisipasi, apakah neuromuskuler,
intelektual, emosional. Pendidikan jasmani
pada hakikatnya adalah proses pendidikan
56
dimana terjadi interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya yang dikelola
melalui aktivitas jasmani secara sistematik
menuju pembentukan manusia seutuhnya.
Dari pengertian pendidikan jasmani di atas
dapat di ambil simpulan bahwa gagasan
pendidikan jasmani itu adalah: (a) bagian
yang tidak terpisahkan dari pendidikan
secara keseluruhan. (b) program yang
memperhatikan terhadap perkembangan
anak didik. (c) berpusat kepada anak didik,
bukan kepada bahan pelajaran. Sasaran
pembelajarannya
diarahkan
kepada
perkembangan
anak
didik
secara
keseluruhan, baik perkembangan organic,
neuromuskuler,
intelektual,
maupun
emosional. Pada pembelajaran model tugas,
guru dapat mengembangkan pengalaman
pembalajaran (materi pembelajaran) ke
unit-unit yang terkecil sesuai dengan sarana
dan prasarana yang tersedia, hal ini erat
kaitannya denga strategi pengaturan. Tugas
pembelajaran dapat dipecahkan ke unit-unit
kecil dijabarkan dalam sebuah kartu (task
card), dalam pertemuan kelas disebut
dengan lembar kerja siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Ateng, A. K, 2000. Keterkaitan Pendidikan
Jasmani
dengan
Prestasi
Olahraga.Surabaya: Panitia Seminar
PON XV tahun 2000.
Joyce, B., dan Weil, W., 1992. Model of
Teaching. New Jersey: Prentice-Hall.
Gagne, Robert M, Briggs,
Leslie, J., 1979. Principles of Instructional
Design.
New
York:
Hall
Rinerhertand Winston.
Lutan, Rusli, 1988. Belajar Keterampilan
Motorik Pengantar Teori dan
Metode.
Jakarta:
Proyek
Pengembangan
Lembaga
Pendididkan Tenaga Kependidikan
Direktorat
Jendral
Pendidikan
Tinggi.
MPR, 1999. Ketetepan-ketetapan MPR-RI
dan GBHN 1999-2002. Surabaya:
Amelia.
Mutohir, T. C., 2000. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Jasmani dan
seimbang dan Efektif. Batu Malang:
Panitia Seminar Ilmiah Keolahragaan
PON XV/2000.
Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas
Mutohir, T. C., 2000. Pendidikan Jasmani
dan Kesehatan. Jakarta: Direktrorat
Jendral Pendidikan Tinggi dan
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan.
Ratumanan, T. G., 2002. Belajar dan
Pembelajaran. Surabaya: Unesa
University Press.
Konferensi Nasional Pendidikan Jasmani,
1997. Kesimpulan dan Rekomendasi
Konferensi Nasional Pendidikan
Jasmani dan Olahraga. Bandung:
Sekretariat
Panitia.
Konferensi
Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
Syarifuddin, A. K., 1994. Suatu Pemikiran
dalam Upaya Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Jasmani di
Sekolah
untuk Memantapkan Pelaksanaan
Kurikulum 1994. Makalah.
57
Saputra, Y., M., Husdarta, 2000. Belajar
dan
Pembelajaran.
Jakarata:
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Siedentop, D 1983. Developing Teaching
Skills in Phisical Education. Ohio:
Mayfield Publishing Company.
Suparno,P.,1997. Filsafat Konstruktiuvisme
dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Sukamto, T., Wiranata, U. S., 1995. Teori
belajar
dan
Model-model
Pembelajaran. Bandung: Dikti dan
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan.
Winkel, W. S. 1989. Psikologi Pengajaran.
Jakarta: PT. gramedia.
Zakrajsek, D. Carnes, L. A. 1986.
Individualizing Physical Educations.
Illiois: Human Kinetics Pubhher, Inc.
Download