Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas 48 PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI DENGAN MODEL TUGAS Aplikasi Model Pembelajaran Berwawasan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Adam Abdul Rahim Guru Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Abstrak: Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas; Aplikasi Model Pembelajaran Berwawasan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tugas menjadi strategi pembelajaran disaat menekankan perubahan perilaku kepada siswa, pengalaman pembelajaran tugas memberikan arah dan makna dalam melaksanakan keterampilan. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model tugas adalah pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil dimana siswa bekerjasama dengan mengoptimalkan keterlibatan dirinya dan anggota kelompok dalam belajar. Dari pengertian pendidikan jasmani diatas dapat diambil simpulan bahwa gagasan pendidikan jasmani itu adalah: (a) bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan secara keseluruahan. (b) program yang memperhatikan terhadap perkembangan anak didik. (c) berpusat kepada anak didik, bukan kepala bahan pelajaran. Sasaran pembelajarannya diarahkan kepada perkembangan anak didik secara keseluruhan, baik perkembangan organik , neuromuskuler, intelektual, maupun emosional. Kata kunci: pendidikan jasmani, model tugas. Tujuan pendidikan nasional Indonesia di dalam ketetapan MPR No. IV hasil sidang umum tahun 1999-2004 pada poin satu adalah untuk mengembangkan sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai denagn hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya. Pada poin dua, arah kebijakan pendidikan nasional adalah meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kependidikan mampu berfungsi secara optimal terutama dalam meningkatkan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat menumbuhkan wibawa lembaga tenaga kependidikan. Pendidikan jasmani sebagai salah satu komponen pendidikan yang wajib diajarkan di sekolah memiliki peran yang sangat strategis untuk mewujudkan tujuan pendidikan di atas. Pendidikan jasmani tidak hanya berdampak positif pada pertumbuhan fisik anak, melainkan juga perkembangan mental, intelektual, emosional, dan sosialnya. Pengajaran yang baik di lakukan dalam pendidikan jasmani lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan berolahraga, pengajaran yang baik tersebut melibatkan aspek-aspek yang berhubungan dengan apa yang sebenarnya dipelajari oleh siswa melalui partisipasinya, apakah neuromuskuler, intelektual, emosional. Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan dimana terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya (Mutohir, 2007: 7). Pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks, peran guru tidak hanya sebagai penyampai informasi kepada siswa tetapi bagaimana guru memberi rangsangan, bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Tujuan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah mempunyai tingkatan, mulai dari tujuan ideal sampai tujuan khusus yamg kongkret dan dapat diukur, tujuan yang terukur ini harus dapat dicapai pada tinghkat kelas. Bloom yang terkenal dengan tujuan pembelajarannya membagi tujuan pembelajaran ke dalam tiga domain yakni, kognitif, afektif, dan psikomotorik (Winkel, 1989: 1490). Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, sudah banyak metode dan model yang diciptakan okeh paran ahli pendidikan dalam melakukan pendekatan agar ketiga ranah tersebut diatas tercapai secara utuh dan tidak terpotong-potong, karena dalam 48 Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas suatu aktivitas pembelajaran siswa terlibat secara menyeluruh tidak terpisah-pisah, secara nyata dapat diamati hanya aspek afektif dan psikomotoriknya saj namun perlu disadari bahwa motor dari kedua aspek itu adalah kognitif. Pembelajaran bertujuan membuat siswa aktif melakukan tugas-tugas belajar, siswa bukanlah objek yang bersifat pasif ketika merespon rangsang yang disampaikan guru, respon yang diberikan siswa kepada guru merupakan umpan balik bagi guru yang bersangkutan. Perubahan perilaku yang terjadi pada siswa dipengaruhi oleh interaksi guru dengan dan interaksi siswa dengan siswa. Oleh karena itu, suasana ini harus diciptakan atau dikondisikan karena faktor ini turut memperlancar proses pembelajaran siswa. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang melibatkan keseluruahan aspek psiko-fisik bukan saja aspek kejiwaan, tetapi juga aspek neurofisiologis. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani, dimana aktivitas fisik sangat meninjol namun bukan berarti mengabaikan aspek kognitif dan afektif yang dikemukakan oleh Benjamin Bloom (dalam Winkel, 1989: 149-150). Pada pendidikan jasmani pencapaian ketiga ranah itu harus seimbang agar fungsi pendidikan jasmani yang merupakan komponen pendidikan, secara umum bertujuan untuk membentuk manusia yang seutuhnya seperti yang dicita-citakan dalam UUD 1945 tercapai. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan proses pembelajaran pendidikan jasmani, antara lain melalui pelatihan dan penataran, peningkatan level pendidik, serta perbaikan kurikulum namun hasilnya belum memuaskan. Dari beberapa pengamat dan hasil penelitian empiris ditemukan bahwa, pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah-sekolah di Indonesia masih kurang menggembirakan, indikatornya antara lain adanya kecendrungan semakin menurunnya tingkat kesegaran jasmani siswa dan rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan pendidikan jasmani maupun ekstrakurikuler olahraga (Mutohir, 2000: 8). Rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan jasmani mulai dari sekolah dasar sampai pada 49 sekolah lanjutan atas olahraga (Mutohir, 2000: 8). Rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan jasmani mulai dari sekolah dasar sampai pada sekolah lanjutan atas, secara umum disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah terbatasnya kemampuan guru pendidikan jasmani dan sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran. Sehingga model pembelajaran pendidikan jasmani yang digunakan oleh guru cenderung tradisional dan berpusat kepada guru. Di samping itu, menurut penulis, model pembelajaran pendidikan jasmani terbatas jumlahnya jika kita bandingkan dengan model pembelajaran bidang studi lain. Berdasarkan penjelasan tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah, bagaimana pembelajaran pendidikan jasmani dengan model tugas yang berwawasan kurikulum tingkat satuan pendidikan dilaksanakan di sekolah?. Untuk lebih jelasnya di uraikan dalam bagian pembahasan berikut. PEMBAHASAN a. Model pembelajaran Istilah model banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tukang jahit membuat model atau pola pakaian sebelum memotong kain untuk dijadikan pakaian. Dari contoh ini dapat dipahami bahwa sebuah model berguna sebagai keraka acuan dalam melakukan sesuatu, suatu model yang baik memuat data-data atau langkah-langkah untuk melakukan sesuatu. Dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar dikelas atau dilapangan, dikenal istilah model pembelajaran. Berdasarkan pengertian diatas, maka secara sederhana model pembelajaran adalah suatu kerangka acuan yang memuat langkah- langkah konkrit dalam pelaksanaan pembelajaran (Joyce, 1992:2). Menurut Saputra (2000:35) model pembelajaran merupakan sebuah rencana yang dimanfaatkan untuk merancang pembelajaran, isi yang terkandung didalam model pembekajaran adalah berupa strategi pengajaran untuk mencapai tujuan intruksional. Ada tiga hal yang mendasari lahirnya model pembelajaranm, yaitu 50 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim, Desember 2010, hlm. 48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas Pembelajaran Pendidikan pengalaman praktek, kajian teori belajar tertentu, dan hasil penelitian. Menurut Joyce dan Weill (dalam soekanto, 1995:8384) setiap model pembelajaran memiliki unsur sebagai berikut : 1) sintakmatik, 2) sistem sosial, 3) prinsip reaksi, 4) sistem pendukung, dan 5) dampak instruksional dan pengiring. Lebih lanjut Joyce dan Weill menjelaskan yang dimaksud dengan sintakmatik adalah tahap-tahap kegiatan dari model itu, sedangkan sistem sosialnya adalah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersbut. Yang dimaksud dengan prinsip reaksi adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaiman seharusnya guru melihat dan memperlakukan siswa. Sedangkan yang dimaksud dengan system pendukung adalah segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. Yang dimaksud dengan dampak instuktusional adalah hasil yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar, sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh siswa. b. Teori Belajar Konstruktivis Belajar merupakan gejala yang wajar bagi semua insane manusia, kondisi belajar dapat diatur dan diubah guna mengembangkan bentuk tingkah laku tertentu atau menentukan kemampuan seseorang, terjadi perubahan tingkah laku pada seseorang diakibatkan oleh berlangsungnya proses belajar. Proses belajar itu berlangsung didasari oleh berbagai macam teori belajar. Menurut Suparno (1997 : 18 ), konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita, adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan membentuk skema, kategori, konsep, dan struktur yang diperlukan untuk pengetahuan itu. Teori belajar konstruktivis memandang belajar itu terjadi apabila diperoleh pemahaman, belajar melalui pemahaman inilah yang menjadi dasar dari 50 teori kontruktivis, teori konstruktivis lebih banyak menekankan pada aspek kognitif. Kemampuan kognitif inilah yang dikembangkan pada siswa dalam proses belajar mengajar. Kognitif merupakan suatu bentuk bentuk teori yang sering disebut model kognitif atau perceptual. Dalam teorinya, piaget membahas pandangannya tentang bagaiman ank belajar. Dasar dari belajar adalah aktifitas anak sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya (Ratuamanan, 2000 : 32-33). Konstruktivisme sebenarnya bukan teori baru, aspek-aspek dari konstruktivis dapat ditemukan dalam karya Socrates, Plato, dan Aristoteles. Dalam beberapa tahun terakhir konstruktivis menjadi populer dengan munculnya teori Piaget dan teori Vygotsky. Teori konstruktivis dari gagasan Piaget dan teori Vygotsky, keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses disequilibrium dalam memahami informasi-informasi baru ( Ratumanan, 2000 : 80). Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi kognitif melalui aktifitas seseorang. Konstruktivisme menekankan pentingnya seornag siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar sebelumnya dengan belajar baru, hubungan tersebut dikonstruksikan oleh siswa untuk kepentingan mereka sendiri. Elemen kunci dari konstruktivis adalah bahwa orang belajar secara aktif, mengkonstruksikan pengetahiuan mereka sendiri, membandingkan informasi dengan pemahaman sebelumnya untuk menghasilkan pemahaman baru. Mathews (dfalam Suparno, 1997 : 32-33). Menggolongkan konstruktivis berdasarkan beberapa aliaran, daiantaranya adalah : Konstruktivis psikologis: Konstruktivis psikologis bertitik tolak dari perkembangan psikologis anak dalam membangun pengetahuan, konstruktivis psikologis terbagi atas: (a) konstruktivis personal, individual dan subyektif ( tokohnya Piaget). Piaget menekankan aktifitas individual dalam pembentukan pengetahuan. Pengetahuan dikonstruksi Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas sebagai hasil interaksi anak dengan pengalaman dan obyek yang dihadapinya. Piaget sebenarnya juga berbicara tentang pengaruh lingkungan sosial terhadap perkembangan pemikiran anak, tetapi ia tidak secara jelas memberikan model bagaiman hal tersebut terjadi. Dalam taraf perkembangan kognitif yang lebih rendah (sebsori motor dan pre-operasional), anak belum dapat menangkap ide-ide dari masyarakat. Baru pada taraf yang lebih tinggi (operasi kongkret dan operasi formal), pengaruh lingkungan menjadi lebih jelas. (b) Konstruktivis sosial ( tokohnya Vygotsky) berbeda dengan Piaget yang memberikan panekanan pada pembentukan pengetahuan anak, Vygotsky lebih memberi tekanan pada hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam membentuk pengetahuan tersebut. Vygotsky memperhatikan akibat interaksi sosial, terutama bahasa dan budaya pada proses belajar anak. Ia menekankan pentingnya interaksi sosial, dialog dan komunikasi verbal dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu dalam perkembangan pengertian anak. Konstruktivis sosiologis berpandangan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus merupakan factor dalam perubahan sosial. Pengetahaun ilmiah merupakan konstruk sosial, dibangun oleh masyarakat, bukan konstruk individual. Dalam membangun suatu pengetahuan, aliran ini lebih menekankan pada peran lingkungan, masyarakat, dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan. Menurut aliran ini, aspek lingkungan, masyarakat, dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan merupakan aspek yang sangat penting. Konstruktivis social berada diantara transmisi dan realitas dari konstruktivis kognitif dan konstruktivis personal, aliran ini percaya bahwa pengetahuan merupakan hasil dari penggunaan interaksi sosial dan bahasa. Interaksi sosial selalu terjadi diantara konteks sosial budaya, menghasilkan pengetahuan yang terbatas pada waktu dan tempat khusus. Pengetahuan dipandang sebagai hasil konstruksi sosial. Ada perbedaan penekanan antara Piaget dan 51 Vygotsky dalam pandangan konstruktivis terhadap belajar. Piaget lebih menekankan pada aktifitas individual dalam konstruksi pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain, terutama yang memiliki pengetahuan lebih baik. Piaget sebenarnya juga menekankan bahwa ada pengaruh lingkungan sosial terhadap pemikiran anak. Tetapi pengaruh ini baru mulai terlihat ketika anak berada pada tahap operasi kongkrit atau pada operasi formal. Sedangkan pada tahap-tahap lebih rendah 9sensori motor dan pre-operasional), anak belum dapat menangkap ide-ide dari masyarakat. c. Makna Pembelajaran dan Belajar Menurut Siedentop (1983 : 5-6), pembelajaran adalah cara untuk membantu siswa dalam belajar dan tumbuh melalui rancangan pengalaman pendidikan dimana siswa akan menumbuh-kembangkaqn keterampilan, pengertian, dan sikap. Menurut Ratumanan (2002 : 3), pembelajaran dapat diartikansebagai suatu upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Secara eksplisit terlihat bahwa dalam pembeljaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau model untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jadi pembelajaran adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep, prinsip-prinsip pengetahuan dengan kemampuannya sendiri, melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun, tranformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atau prinsip baru. Pembelajaran lebih menekankan bagaimana upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa belajar. Istilah pembelajaran lebih menggambarkan bahwa siswa lebih banyak berperan dalam mengkonstruksikan pengetahuan bagi dirinya, dan pengetahuan itu bukan dari hassil transformasi dari guru. Menurut Suparno (1997 : 65), guru yang berwawasan konstruktivis dalam kegiatan pembelajaran tidak memindahkan pengetahuan kepada siswa, melainkan membimbing siswa dalam membangun 52 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim, Desember 2010, hlm. 48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas Pembelajaran Pendidikan sendiri pengetahuannya. Dalam teori belajar konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar berjalan dengan baik, tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada guru yang mengajar. Menurut Hudgins (dalam Zakrajsek, 1986: 3) ada beberapa variabel yang mempengaruhi kondisi pembelajaran, diantaranya: (a) Faktor fisik, factor fisik adalah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa yang berbeda-beda. (b) Faktor sekolah, lokasi, dan seperangkat sumber, kurikuler dan intruksional merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran, (c) Faktor Individu, variabel individu menyangkut gaya belajar, motivasi belajar, dan sifat dari individu dalam pembelajaran. Dan ketiga factor tersebut, pada umumnya telah diabaikan dalam penerapan pembelajaran. Banyak guru pendididikan jasmani mengembangkan dan menggunakan metode pembelajaran yang menggunakan konsep pembelajaran tunggal kepada semua siswa dengan menyamaratakan tingkat motivasi, gaya belajar dan seperangkat alat pembelajaran yang sama kepada semua siswa. Berikut ada beberapa catatan tentang prinsipprinsip pembelajaran yang secara umum diterima dan dihubungkan dengan perencanaan pembelajaran pendidikan jasmani: (1) pembelajaran sifatnya adalah individual: setiap siswa mempunyai siklus belajar sendiri-sendiri. (2) pembelajaran harus setaraf dengan tingkat perkembangan siswa. (3) pembelajaran dapat diselesaikan dengan baik disaat siswa ingin belajar. (4) pembalajaran akan sangat bermakna bila dapat disangkutpauitkan dengan aplikasinya. (5) Pembelajaran terjadi lebih cepat pada saaat situasi pembelajaran memuaskan siswa. (6) Pembelajaran dapat difasilitasikan pada saat siswa mempunyai pemikiran yang jelas tentang tujuan. (7) Pembelajaran akan lebih cepat jika tujuan mempunyai makna dan keuntungan yang jelas bagi siswa. (8) Pembelajaran akan lebih efektif pada saat umpan balik atau pengetauhan dari hasilk pemebalajaran telah ada. Bagi Moston (1986: 9-15) tujuan utama dari pendidikan ialah untuk menghasilkan pemikir yang mempunyai 52 kebebasan dan mampu membuat keputusan, menyelidiki, memecahkan masalah dan kreatif. Ia memberikan penjelasan tentang tujuh gaya mengajar dengan penjelasan sebagai berikut: Gaya komando, Gaya komando secara mudah dikenal karena semua siswa melakukan hal yang sama pada saat yang bersamaan hanya ada sedikit fleksibilitas, sdikit input dari siswa, dan sedikit memperhatikan perbedaan individu. Setelah guru menjelaskan apa yang harus dilakukan dan menunjukkan tingkat penampilan yang dituju, kelas menyebar untuk melakukan pelatihan di bawah bimbingan guru, menentukan lamanya aktivitas, dan memberikan evaluasi, koreksi, dan penghargaan, kepada seluruh siswa atau individu.. Gaya tugas merupakan gaya pengajaran langsung yang memperhatikan perbedaan dan kebutuhan individu. Diiikuti penjelasan dan demonstrasi, kelas diberi serangkaian tugas, selama fase pelaksanaan dan perkembangan, siswa dikontrol sesuai dengan kecepatan, lama, kuantitas, dan kualitas penampilannya. Keuntungan pertama bagi guru adalah kebebasan bergerak di sekeliling siswa atau kelompok sambil mengobservasi, menganalisa dan mengoreksi. Disana ada juga iklim kebebasan dan kesempatan interaksi yang abik baik antara guru dan murid. Kelompok kecil, berpasangan, dan individual merupakan teknik pengelompokkan yang lazim digunakan, meskipun keseluruhan kelas juga bisa digunakan. Gaya resiprokal Metode resiprokal menekankan hubungan antara siswa dengan siswa, susunan pengaturannya ialah dengan berpasangan. Satu orang melakukan keterampilan sementara yang lain bertindak sebagai pengobservasi, korektor dan pemberi semangat, dan kemudian bergantian. Guru tidak pernah mengoreksi penampilan siswa tetapi sekedar menghidupkan kriteria penampilan dengan observasi. Hal yang penting bagi keberhasilan pengajaran resiprokal ini berada pada pengertian siswa akan kriteria penampilan. Selama fase penjelasan dan demonstrasi, guru harus menginformasikan poin utama untuk penguasaan keterampilan. Dalam menerima tanggung Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas jawab sebagai pengobservasi, siswa menginternalisasikan informasi keterampilan yang akan membantu proses belajarnya disaat dihubungkan dengan keterampilan tersebut, perlu dicatat bahwa pengobservasi tidak dapat menjadi bagian dari aktivitas siswa yang melakukan penampilan. Kelompok kecil, Gaya dengan kelompok kecil didasari juga oleh metode resiprokal, dengan bekerja hanya berdua saja, akan tetapi kelompok bisa diperbesar menjadi tiga atau empat orang dengan penentuan peran sebagai pelaku, pengobservasi, dan pencatat. Program individual, Guru menyajikan kenasan pembelajaran yang menjelaskan tujuan penampilan, tugas-tugas pembelajaran, kriteria evaluasi, dan sumber pengajaran. Siswa penerima tanggungjawab dalam menentukan pembelajaannya sendiri, biasanya siswa akan membuat kontrak untuk melengkapi sejumlah perilaku pada standar penampilan tertentu. Setiap siswa mempunyai programnya sendiri yang mungkin sama atau melebihi yang lain. Gaya penemuan terbimbing, Merupakan gaya pengajaran tidak langsung dari hal yang umum ke yang khusus. Guru menyusun serangkaian masalah, siswa diminta untuk merespon dengan mengenali meskipun secara motorik. Dalam proses ini tindakan untuk menemukan, menggambarkan , sangat menguntungkan bagi siswa.. Pemecahan masalah, Pemecahan masalah merupakan gaya pengajaran tak langsung yang membiarkan respon atau pemecahan secara individual. Guru menentukan sejumlah masalah, masalah itu harus ada kaitannya dengan kehidupan siswa ada hasrat dan kesediaan untuk memecahklannya. Perbedaan respon diharapkan karena masalah dirancang untuk mendatangkan berbagai macam respon. Menurut kaum konstruktivis (dalam Suparno, 1997: 61) bahwa belajar merupakan proses aktif siswa mengonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses 53 tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut: (a) Belajar berarti membentuk makna, diciptakan oleh ssiswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai. (b) Konstruksi itu adalah proses yang terus menerus, setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi baik secara kuat maupun lemah. (c) Belajar bukanlah merupakan kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang. (d) Proses belajar sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. (e) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan lingkungan. (f) Hasil belajar seseorang tergantung kepada yang sudah diketauhi, konsep-konsep, tujuan, dan motivasi mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. Dari pengertian belajar yang di kemukakan di atas, mamberikan implikasi bahwa tujuan belajar adalah untuk memperoleh perubahan tingkah laku siswa, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memahami menjadi memahami, dari tidak dapat melakukan sesuatu keterampilan menjadi terampil, dan sebagainya. Dalam hal sikap, belajar, berftujuan untuk membangun siakp yang positif terhadap sesuatu. d. Konsep Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani adalah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi-potensi aktivitas manusia berupa sikap, tindak yang diberi isi, bentuk dan arah, menuju kenulatan kepribadian sesuai dengan citacita kemanusiaan. Ada beberapa batasan mengenai pendidikan jasmani yang perlu kita ketauhi, sebagai bahan perbandingan dalam memahami pentingnya pendidikan jasmani, antara lain adalah: Berdasarkan SK Mandikbud Nomor: 0413/ U/ 1987 membatasi pengertian pendidikan jasmani sebagai berikut: “Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan 54 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim, Desember 2010, hlm. 48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas Pembelajaran Pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan individu secara organic, neuromuskuler, intelektual, emosional, melalui aktivitas jasmani” (Syarifuddin, 1994: 6). Menurut Ateng (2000: 104), pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh peningkatan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan, kecerdasan dan pembentukan watak. Muthohir (1997: 14), pendidikan jasmani adalah suatu proses yang secara sadar dan sistematis melalui kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, ksehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Dari pengertian pendidikan jasmani diatas dapat diambil simpulan bahwa gagasan pendidiakn jasmani itu adalah: (a) bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan secara kesuluruhan. (b) program yang memperhatikan terhadap perkembangan anak didik. (c) berpusat kepada anak didik, bukan kepada bahan pelajaran. Sasaran pembelajarannya diarahkan kepada perkembangan anak didik secara keseluruhan, baik perkembangan organic, neuromuskuler, intelektual, maupun emosional. e. Pembelajaran Model Tugas System tugas merupakan strategi yang baik dalam pembelajaran berlandaskan pada implementasi dan pengarahan dari guru sehingga menimbulkan hubungan antara siswa dengan siswa dan bahan pembalajaran (Zakrajsek, 1986: 19). Tugas menjadi strategi pengajaran di saat guru merancang serangkaian tugas dan mengatur kelas untuk menampung perilaku pengajaran. Penggunaan tugas membebaskan guru dari seluruh hambatan pengajaarn di kelas sehingga guru dapat melaksanakan observasi, analisis, bantuan, koreksi, dan penguatan pada kelompok kecil atau individual, sehingga mendukung 54 suasana komunikasi yang sehat dan saling peduli antara guru dan siswa. Tugas menjadi strategi pembelajaran disaat menekankan perubahan perilaku kepada siswa, pengalaman pembelajaran tugas memberikan arah dan makna dalam melaksanakan keterampilan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model tugas adalah pembelajaran yang di bentuk dalam suatu kelompok kecil dimana siswa bekerjasama dengan mengoptimalkan keterlibatan dirinya dan anggota kelompok dalam belajar. Persiapan tugas, persiapan tugas membutuhkan waktu cukup lama, prosesnya merupakan hal yang sederhana dengan memperhatikan komponen berikut: (1) Penentuan tujuan tugas, menurunkan keseluruhan tujuan pembelajaran hingga dalam bentuk yang paling sederhana. (2) Seleksi (selection), pemilihan tugas dapat ditentukan berdasarkan kerjasama antara guru dan siswa demi pencapaian ketrampilan yang progresif. Pilihan guru mungkin berfokus pada aspek kuantitatif (durasi atau repetisi) atau kualitatif (pengukuran keterampilan), sementara pilihan siswa mungkin termotivasi oleh minay dan tantangan. (3) Penyusunan tugas, menggunakan factor-faktor gerakan dan kriteria gerakan untuk menentukan harapan dari tugas yang dilaksanakan, antara lain: (a) Faaktor gerakan tubuh: lokomotor, non lokomotor, dan keterampilan manipulative; (b) bagian tubuh: kepala, dada, lengan, pergelangan tangan, kaki, dan sebagainya; (c) kualitas tubuh: kekuatan, kelincahan, kecepatan, ritme, daya tahan, keseimbangan, akurasi, fleksibilitas, aliran, dan sebagainya; (d) kriteria gerakan yang terdiri dari; perilaku yang dituntut; (e) Kondisi: bagaimana perilaku ditampilkan; dan (f) Standar: tingkat penampilan. (3) Menyatakan tugas sebagai tujuan perilaku, (4) Menyatakan kembali tugas sesuai dengan perilaku yang diharapkan, (5) Menyusun serangkaian tugas, (6) Metode; berbagai metode dan pendekatan dapat digunakan dalam perencanaan. Gaya pengajaran langsung dan tidak langsung dapat diterapkan, (7) Indivdualisasi; tugas dapat bertindak sebagai pengembangan program individu atau pengajaran individu sesuai tujuan, (8) Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas Pusat pembelajaran; pusat pembelajaran dapat dikembangkan sebagai bantuan pengajaran tambahan untuk mendukung penggunaan tugas seperti: film, slide, dan sebagainya. (9) Evaluasi; tugas dapat bertindak sebagai alat diagnostic untuk mengukur tingkat keterampilan awal dan tingkat keterampilan akhir. Strategi Pengaturan, dalam pelaksanaan model tugas, guru dapat menempuh prosedur sebagai berikut: (1) Pengelompokkan (grouping), tugas dapat digunakan dengan berbagai pola pengelompokkan: individual, berpasangan, kelompok kecil, dan seluruh kelas, pengelompokkan homogen atau heterogen. (2) Membuat pos-pos, pembuatan pos-pos pelatihan harus mempertimbangkan sejumlah factor seperti: repetisi, variabel, waktu rotasi. f. Peran guru pada model pembelajaran tugas Dalam proses pembelajaran, guru mempunyai banyak peran. Ia tidak hanya berfungsi sebagai guru tetapi juga manager, administrator, sumber ilmu pengetauhan dan sebagainya. Namun dalam kaitannya dengan model pemebrian tugas, guru mempunyai tiga peran yaitu, sebagai perencana, fasilitator, dan evaluator. Sebagai perencana, guru adalah penentu jenis tugas yang harus dikerjakan siswa. Untuk dapat menentukan tugas apa yang tepat, guru memrlukan suatu pedoman. Salah satu pedoman terpenting adalah tujuan instruksional yang dirumuskan dari GBPP. Sebab tujuan inilah yang dapat mengarahkan guru dalam memilih jenis aktivitas atau tugas bagi siswa. Sebagai fasilitaor, guru adalah penentu dan penyedia sarana yang dapat menunjang aktivitas siswa dalam belajar, sehingga memungkingkan siswa mengaplikasikan penegtauhan yang diperoleh dan mengembangkan dilapangan, dengan cara ini guru telah membantu siswa untuk belajar aktif dan kreatif. Sebagai evaluator dalam menilai kegiatan yang telah dilakukan siswa, guru hendaknya mengidentifkasikan dulu mana kegiatan dan tugas yang telah dikerjakan dengan benar dan bagian mana yang salah, setelah itu baru memberikan bantuan yang 55 diperlukan oleh siswa. Dalam memebrikan bantuan kepada siswa adalah dengan menyederhanakan tugas gerak yang komplek ke tugas gerak yang lebih sederhan sehingga lebih gampang dimengerti dan dilakukan oleh siswa. Bantuan seperti ini sangat membantu siswa dalam memperbaiki penampilan. Guru pendidikan jasmani adalah seorang yang mempunyai wewenang untuk mengajar pendidikan jasmani di sekolah sesuai denagn tingkat pendidiakn yang di milikinya. Di dalam mengajar, guru pendidikan jasmani hendaklah berpedoman kepada program pengajaran pendidikan jasmani yang telah ditetapkan di dalam garis-garis besar program pengajaran. Karena tujuan pembelajaran yang akan di capai telah tergambar di dalam garis-garis besar program pengajaran tersebut. Di dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani, bahan pelajaran yang akan disajikan harus di sesuaikan dengan tingkat kemampuan daya pikir dan daya gerak anak didik, karena di dalam proses belajar mengajar diharapkan kegiatan berpusat kepada anak didik. Di dalam melaksanakan program pembelajaran pendidiakn jasmani benyak sekali persoalan dan kendala yang dihadapi oleh guru pendidikan jasmani di lapangan di antaranya adalah: 1) terbatasnya sarana dan prasarana, 2) alokasi waktu, 3) jumlah siswa yang melebihi batas ideal yan dikehendaki. Ketidakseimbangan antara rasio jumlah alat, sarana dan prasarana dengan jumlah siswa menyebabkan guru pendidikan jasmani hamper tidak mempunyai pilihan lain dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajarnya dengan menggunakan pendekatan. Untuk mengatasi persoalanpersoalan seperti di atas, guru harus berani mencoba memvariasikan system pembelajaran yang mempunyai taraf keefektifan tinggin dan mempunyai daya jangkau yang lebih luas. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakuikan dengan cara sistematik, dengan melibatkan semua sumber daya manusia (guru), prosedur, ide, alat dan pengorganisasian. Sehingga setiap peserta didik yang sedang belajar dapat mengembangkan kemampuan secara optimal. Untuk itu guru pendidikan jasmani harus memiliki pengetauhan dan 56 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2,Rahim, Desember 2010, hlm. 48 - 57 Jasmani Dengan Model Tugas Pembelajaran Pendidikan kemampuan untuk menciptakan, mengembangkan dan meningkatkan serta mengelola proses belajar mengajar yang memungkinkan anak didik terlibat secara aktif. Anak didik harus diaktifkan dan tidak hanya sebagai penerima yang pasif, karena ada prinsipnya anak didik mempunyai motivasi dari dalam untuk belajar dengan cara lebih baik jika prakarsanya dapat di tampung dalam kegiatan belajar sehingga memberi peluang kepada anak didik untuk mengolah informasi yang di terima secara wajar. Oleh karena itu, di dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani, guru harus dapat menciptakan kondisi belajar mengajar yang menggairahkan siswa agar tejadi proses belajar mengajar. Salah satu cara untuk menggairahkan kondisi penyampaian atau model pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah adalah dengan modelm tugas. g. Aplikasi Model Pembelajaran Tugas Pada pembelajaran model tugas, guru dapat mengembangkan pengalaman pembelajaran (materi pembelajaran) ke unit-unit yang terkecil sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia, hal ini erat kaitannya dengan startegi pengaturan. Tugas pembelajaran dapat di pecahan ke unit-unit dijabarkan dalam sebuah kartu (task card), dalam pertemuan kelas di sebut dengan lembar kerja siswa. Informasi seluruh kegiatan pembelajaran di dalam kartu tugas yang berukuran 50 x 40 cm, kartu tugas tersebut dapat digantungkan atau ditempelkan sehingga dapat dibaca bersama-sama pada waktu diskusi kelompok. Untuk membantu siswan atau mahasiswa agar informasi dapat di kuasai denagn cepat dapat dilengkapi dengan gambar-gambar. PENUTUP Pengajaran yang baik dilakukan dalam pendidikan jasmani lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan berolahraga, pengajaran yang baik tersebut melibatkan aspek-aspek yang berhubungan dengan apa yang sebenarnya dipelajari oleh siswa melalui partisipasi, apakah neuromuskuler, intelektual, emosional. Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan 56 dimana terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya. Dari pengertian pendidikan jasmani di atas dapat di ambil simpulan bahwa gagasan pendidikan jasmani itu adalah: (a) bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan secara keseluruhan. (b) program yang memperhatikan terhadap perkembangan anak didik. (c) berpusat kepada anak didik, bukan kepada bahan pelajaran. Sasaran pembelajarannya diarahkan kepada perkembangan anak didik secara keseluruhan, baik perkembangan organic, neuromuskuler, intelektual, maupun emosional. Pada pembelajaran model tugas, guru dapat mengembangkan pengalaman pembalajaran (materi pembelajaran) ke unit-unit yang terkecil sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia, hal ini erat kaitannya denga strategi pengaturan. Tugas pembelajaran dapat dipecahkan ke unit-unit kecil dijabarkan dalam sebuah kartu (task card), dalam pertemuan kelas disebut dengan lembar kerja siswa. DAFTAR RUJUKAN Ateng, A. K, 2000. Keterkaitan Pendidikan Jasmani dengan Prestasi Olahraga.Surabaya: Panitia Seminar PON XV tahun 2000. Joyce, B., dan Weil, W., 1992. Model of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall. Gagne, Robert M, Briggs, Leslie, J., 1979. Principles of Instructional Design. New York: Hall Rinerhertand Winston. Lutan, Rusli, 1988. Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendididkan Tenaga Kependidikan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. MPR, 1999. Ketetepan-ketetapan MPR-RI dan GBHN 1999-2002. Surabaya: Amelia. Mutohir, T. C., 2000. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan seimbang dan Efektif. Batu Malang: Panitia Seminar Ilmiah Keolahragaan PON XV/2000. Rahim, Pembelajaran Pendidikan Jasmani Dengan Model Tugas Mutohir, T. C., 2000. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Direktrorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ratumanan, T. G., 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press. Konferensi Nasional Pendidikan Jasmani, 1997. Kesimpulan dan Rekomendasi Konferensi Nasional Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Bandung: Sekretariat Panitia. Konferensi Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Syarifuddin, A. K., 1994. Suatu Pemikiran dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Jasmani di Sekolah untuk Memantapkan Pelaksanaan Kurikulum 1994. Makalah. 57 Saputra, Y., M., Husdarta, 2000. Belajar dan Pembelajaran. Jakarata: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Siedentop, D 1983. Developing Teaching Skills in Phisical Education. Ohio: Mayfield Publishing Company. Suparno,P.,1997. Filsafat Konstruktiuvisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Sukamto, T., Wiranata, U. S., 1995. Teori belajar dan Model-model Pembelajaran. Bandung: Dikti dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Winkel, W. S. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. gramedia. Zakrajsek, D. Carnes, L. A. 1986. Individualizing Physical Educations. Illiois: Human Kinetics Pubhher, Inc.