Obligasi (Suukok) Syariah: Alternatif Pendanaan Korporasi Oleh Aziz Budi Setiawan (Peneliti di The Indonesia Economic Intelligence) Obligasi (Suukok) Syariah merupakan instrumen investasi baru yang mewarnai pasar modal Indonesia sejak tahun 2002. Pioner-nya adalah PT Indosat, telah meluncurkan Obligasi Mudharabah senilai Rp 175 miliar. Langkah ini kemudian diikuti banyak perusahaan seperti Matahari Putra Prima, Sona Topas Tourism Industry, Berlian Laju Tanker, Bank Bukopin, PTPN VII, Ciliandra Perkasa, Bank Syariah Mandiri, Bank Muammalat Indonesia, Citra Sari Makmur, Indorent dll. Plus juga penerbitan surat berharga jangka menengah (MTN) Mudharabah PT Pembangunan Perumahan. Sampai akhir 2004 dana Obligasi Syariah telah mencapai Rp 1,374 triliun, ditambah surat berharga jangka menengah (MTN) Syariah Rp 100 milar. Bila dibandingkan dengan negara lain, Obligasi Syariah di Indonesia memang masih kecil, baru 160 juta dolar AS. Di Malaysia misalnya Obligasi Syariah mencapai 23 miliar dolar, Bahrain 1 miliar dolar, Qatar 700 juta dolar, dan Sudan 148 juta dolar serta Singapura 35 juta dolar. Memahami Obligasi Syariah Obligasi (Suukok) Syariah tentunya berbeda dengan obligasi konvensional. Sejak terdapat konvergensi pendapat bahwa bunga (interest rate) adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) tidak bisa masuk dalam daftar investasi halal. Karenanya, dimunculkan alternatif yang bisa ‘melampaui’ peran dan fungsi obligasi konvensional untuk pendanaan bisnis yang halal. Pada tahap awal Obligasi Syariah dikenal juga sebagai Muqarada Bond, diajukan sebagai alternatif pengganti obligasi dengan komponen bunga (interest-bearing bonds). Muqarada adalah sinonim dengan Qirad yang juga sama dengan Mudharabah sebagai investasi dengan bagi hasil (profit-loss sharing). Instrumen keuangan ini secara internasional mendapatkan pengesahan halal dari IOC Academy (Lembaga Kajian Fiqh). Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan perusahaan (emiten) kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibakan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Melalui fatwa tadi, DSN sebenarnya mengkategorikan tiga jenis pemberian keuntungan kepada investor pemegang Obligasi Syariah. Yaitu, pertama adalah berupa bagi hasil kepada pemegang Obligasi Mudharabah atau Musyarakah. Kedua, keuntungan berupa margin bagi pemegang Obligasi Murabahah, Salam atau Istishna. Dan ketiga, berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan untuk pemegang Obligasi dengan akad Ijarah. Pada prinsipnya, semua Obligasi Syariah adalah surat berharga bukti investasi jangka panjang yang berdasarakan prinsip syariah Islam. Namun yang membedakan adalah akad dan transaksinya. Saat ini setidaknya ada dua jenis Obligasi Syariah yang sedang berkembang di Indonesia: Obligasi Mudharabah dan Ijarah, keduanya sesuai kaidah syariah namun berbeda dalam penghitungan, penilaian dan pemberian hasil (return). Dari 14 korporasi yang menerbitkan Obligasi syariah dan MTN syariah sebagian besar menggunakan skema mudharabah senilai Rp 865 miliar sedang ijarah Rp 609 miliar. Secara praktek Obligasi Mudharabah dikeluarkan oleh perusahaan (mudharib/emiten) kepada investor (sahibul maal) dengan tujuan pendanaan proyek tertentu yang dijalankan perusahaan. Proyek ini sifatnya terpisah dengan aktivitas umum perusahaan. Keuntungannya didistribusikan secara periodik berdasarkan nisbah tertentu yang telah disepakati. Tapi tidak ditentukan persentasenya dari depan (fixed pre-determined). Nisbahnya merupakan rasio pembagian keuntungan riil dengan basis profit-loss sharing. Sebagai contoh Berlian Laju Tanker telah menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES dan KSEI ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan. Penerapan akad Ijarah secara praktis dapat kita lihat pada Matahari Departemen Store. Perusahaan ritel ini mengeluarkan Obligasi Ijarah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk menyewa ruangan usaha dengan akad wakalah, dimana Matahari bertindak sebagai wakil untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi/investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town Square di Jakarta. Ruang usaha tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad wakalah, dimana atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee ijarah) dan dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi. Jangka waktu obligasi tersebut selama lima tahun. Selain tiga akad ini masih potensial dikembangkan: (a) Obligasi Murabahah dengan akad jual beli barang untuk jangka panjang dimana pembeli dapat membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu tertentu dan penjual dapat menambah marjin pada harga pokok barang yang dijual tersebut; (b) Obligasi Salam yang merupakan kontrak jual beli barang yang dibutuhkan perusahaan dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu oleh investor dengan syarat-syarat tertentu; (c) dan Obligasi Istishna yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dengan pembuat (penjual). Lebih Untung ? Saat ini market share Obligasi Islami baru sekitar tiga persen dari total pasar obligasi korporasi senilai Rp 60 triliun-an namun prospeknya sangat baik, seiring berkembangnya lembaga-lembaga keuangan investasi syariah. Hal ini didukung oleh kondisi bahwa banyak lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi, dan reksadana yang kelebihan dana dan kesulitan menginvestasikan dananya. Obligasi Syariah menjadi alternatif investasi jangka panjang untuk menyalurkan kelebihan likuiditas yang aman dan return-nya cukup baik. Indosat misalnya memberi return setara 16 persen, bahkan pada periode awal return-nya mencapai 17,82 persen. Obligasi Mudharabah memang menarik untuk investor, dan lebih adil untuk perusahaan, karena besarnya return tersebut tergantung pada besar kecilnya pendapatan perusahaan. Sedangkan bagi investor yang menginginkan pendapatan yang lebih tetap mereka bisa memilih Obligasi Ijarah yang memberi imbal hasil berupa sewa (fee ijarah) dengan tingkat return yang tetap dan telah ditentukan sebelumnya. Jadi bukan lagi tergantung pada penghasilan atau tingkat bagi hasil yang tidak tentu sebagaimana Obligasi Mudharabah. Meski ditahap awal kelahirannya telah mengundang kontroversi; baik karena pilihan penamaan ‘obligasi/bond’ yang tidak sesuai dengan substansi dan esensi sesungguhnya yaitu investasi dan bukan hutang maupun kesalahfahaman, Obligasi (Suukok) Syariah telah menjadi alternatif solutif bagi dunia usaha untuk pendanaan halal jangka panjang. Dan disambut luar biasa oleh investor dengan bukti selalu kelebihan permintaan (over-subscribed) setiap penerbitannya. PR besar kita adalah menyempurnakan kembali konsep dan praktiknya karena ia adalah ‘produk baru’ dimana saat ini penerbitannya masih berdasarkan ketentuan umum obligasi (non syariah). Wallahu ‘alam bi-shawab. PENERBITAN OBLIGASI SYARIAH Sampai dengan Akhir Tahun 2004 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penerbit Obligasi Syariah Indosat – tahun 2002 Matahari Putra Prima – tahun 2002 Sona TopasTourismIndustry–tahun 2004 Berlian Laju Tanker – tahun 2003 Bank Bukopin – tahun 2003 PT Pembangunan Perumahan (MTN Syariah ) – tahun 2003 7. PTPN VII – tahun 2004 8. Ciliandra Perkasa – tahun 2004 9. Bank Syariah Mandiri - tahun 2003 10. Citra Sari Makmur – tahun 2004 11. Bank Muammalat Indonesia–tahun 2003 12. Humpus Intermoda Transportasi-2004 13. CSM Corporatama-Indorent-tahun 2004 14. Berlina Tbk-tahun 2004 Data Diolah dari Berbagai Sumber Akad Mudharabah Ijarah Ijarah Mudharabah Mudharabah Mudharabah Mudharabah Mudharabah Mudharabah Ijarah Mudharabah Ijarah Ijarah Ijarah Nilai Rating (Rp miliar) Rp 175 IdAA+ Rp 150 IdA+ Rp 52 A+ Rp 60 ARp 45 idBBB+ Rp 50 BBB+ Return (%) 16.38 13.80 13.50 14.75 15.00 13.25 Rp 75 idBBB+ 13.50 Rp 60 idBBB+ 14.00 Rp 200 idBBB 13.00 Rp 100 idBBB 13.50 Rp 200 idBBB+ 17.00 Rp 122 NA NA Rp.100 idA 13-14 Rp 85 idA 13,25-14