Anak yang terinfeksi dan terpajan HIV lebih mungkin untuk mengalami gangguan pendengaran Oleh: aidsmeds.com, 22 Juni 2012 Anak yang terpajan HIV dalam rahim lebih mungkin untuk mengalami gangguan pendengaran pada usia 16 tahun dibandingkan dengan rekan sebaya mereka yang tidak terpajan. Hasil penelitian ini diterbitkan oleh The Pediatric Infectious Disease Journal dan dirangkum dalam siaran pers National Institutes of Health (NIH). Studi ini menemukan, dibandingkan dengan anak HIV negatif dengan usia serupa, mereka yang terpajan dengan virus tersebut dan akhirnya terinfeksi dengan HIV adalah dua kali lebih mungkin untuk mengalami gangguan pendengaran. “Anak-anak yang terpajan HIV sebelum kelahiran berada pada risiko yang tinggi untuk mengalami gangguan pendengaran, dan penting bagi pemberi layanan kesehatan untuk menyadari hari ini,” George K. Siberry, MD, dari Cabang AIDS Anak, Remaja dan Ibu di National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) mengatakan. Gangguan pendengaran tidak jarang terjadi di antara orang dewasa yang hidup dengan HIV – terutama hilangnya pendengaran sensorineural yang biasanya terkait dengan penuaan. Apakah hal ini lebih umum terjadi di antara orang yang hidup dengan HIV belum didokumentasikan. Sebagai contoh, sebuah studi yang baru-baru ini dilaporkan oleh Peter Torre, PhD, dari University of California di San Diego, menemukan bahwa umur, jenis kelamin dan ras, tetapi bukan HIV, adalah satu-satunya faktor signifikan yang terkait dengan gangguan pendengaran pada orang dewasa yang hidup dengan HIV. Tapi bagaimana dengan anak-anak, yang mungkin lebih rentan terhadap infeksi telinga yang terkait dengan kekurangan kekebalan tubuh atau kerusakan saraf terkait HIV yang berpotensi memengaruhi pendengaran? Untuk meneliti kemungkinan tersebut, Torre dan rekannya di studi Pediatric HIV/AIDS Cohort yang didanai oleh NIH menilai prevalensi gangguan pendengaran pada anak HIV positif dan anak yang terpajan namun tidak terinfeksi HIV. Para peneliti membandingkan hasil ini dengan persentase gangguan pendengaran di populasi umum dan juga mengevaluasi faktor risiko kehilangan pendengaran. Para peserta termasuk 231 anak-anak yang terpajan HIV selama kehamilan; 145 anak hidup dengan HIV, dan 86 anak terpajan namun tidak terinfeksi. Kelompok Torre melakukan tes pendengaran pada anak-anak jika orang tua atau pengasuh melaporkan masalah pendengaran, memiliki skor rendah pada tes standar bahasa atau penyedia layanan kesehatan mereka mendeteksi masalah pendengaran selama skrining pendengaran standar. Para peneliti mendefinisikan gangguan pendengaran sebagai tingkat di mana suara dapat dideteksi, rata-rata selama empat frekuensi penting untuk memahami pembicaraan (500, 1.000, 2.000 dan 4.000 Hertz), yang adalah 20 desibel atau lebih tinggi dari tingkat pendengaran normal untuk remaja atau orang dewasa muda di kedua telinga. Usia peserta penelitian berkisar antara 7 sampai 16 tahun. Gangguan pendengaran didokumentasikan pada 9-15%dari anak yang hidup dengan HIV dan 5-8% anak-anak yang terkena virus tetapi tetap tidak terinfeksi. Gangguan ini adalah paling umum di antara anak yang hidup dengan HIV dengan riwayat diagnosis AIDS, bahkan jika mereka saat ini memiliki jumlah sel CD4 yang relatif normal dan viral load yang tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan rata-rata nasional untuk anak-anak lain usia mereka, anak-anak dengan HIV sekitar 200-300% lebih mungkin untuk memiliki gangguan pendengaran. Anak yang terpajan HIV tetapi tidak terinfeksi adalah 20% lebih mungkin untuk memiliki gangguan pendengaran. Namun, penting untuk dicatat, bahwa studi ini tidak benar-benar melakukan tes pendengaran di kelompok HIV negatif, namun menggunakan perbandingan dengan menggunakan data yang dikumpulkan sebagai bagian dari survei National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES). Oleh karena itu, perbandingan yang tepat antara anak-anak yang terpajan HIV dan anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak terinfeksi tidak mungkin dilakukan. Dokumen ini diunduh dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Anak yang terinfeksi dan terpajan HIV lebih mungkin untuk mengalami gangguan pendengaran Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa anak dengan HIV rentan terhadap infeksi telinga tengah. Pengulangan infeksi telinga tengah dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Namun, dalam 60% kasus dalam penelitian ini, gangguan pendengaran adalah hasil dari masalah dengan transmisi suara dari saraf telinga ke sensorineural pendengaran otak – gangguan pendengaran bukan akibat dari kerusakan di telinga tengah yang dihasilkan dari infeksi telinga. “Meskipun infeksi telinga lebih sering terjadi pada anak dengan HIV, hal ini tampaknya tidak menjadi alasan bahwa gangguan pendengaran dapat lebih sering terjadi,” kata Torre dalam siaran pers NIH. Bahkan gangguan pendengaran ringan pada anak-anak dapat menunda perolehan keterampilan bahasa. Gangguan pendengaran lebih parah mungkin memerlukan penggunaan alat bantu, seperti alat bantu dengar. “Jika orang tua dan guru tahu anak mengalami masalah pendengaran, mereka mungkin dapat mengambil langkah-langkah untuk mengimbangi pengaturan komunikasi yang berbeda, seperti penempatan di depan kelas atau menghindari pengaturan yang bising,” Howard Hoffman, MA, Direktur Program Epidemiologi dan Statistik dari National Institute on Deafness and Other Communication Disorders mengatakan. Artikel asli: HIV-Positive and -Exposed Children More Likely to Have Hearing Loss –2–