BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pola Hubungan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pola Hubungan Seksual
Menurut Wijaya (2008) pola hubungan seksual merupakan suatu kajian
seksologi tentang jejaring seksual. Pola hubungan seksual dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu, single sex partner dan multiple sex partner. Single sex partner adalah
hubungan seksual yang dilakukan hanya dengan satu orang pasangan seks selama
hidupnya, sedangkan Multiple sex partner adalah hubungan seksual yang dilakukan
dengan pasangan seksual yang lebih dari satu, misalnya dalam praktek poligami dan
prostitusi.
Suatu jaringan akan terdiri dari individu-individu atau kelompok yang
memiliki suatu hubungan seperti kekerabatan, persahabatan atau adanya suatu
interaksi seperti hubungan seksual yang membentuk suatu pola. Pola hubungan
seksual dapat digambarkan untuk mengatahui konteks penyebaran infeksi menular
seksual, sehingga dapat diterapkan untuk meneliti cara-cara pencegahan infeksi
menular seksual (Jolly, A. M., et all, 2001).
Multiple sex partner dibedakan menjadi dua pola yaitu:
a. Concurrent Partnership
Istilah
concurrent
partnership
pertama
disebutkan
dalam
literature
epidemiologi lebih dari 15 tahun yang lalu (Hudson, 1996 dalam Mah TL,
2010). Concurency adalah memiliki banyak mitra seks dalam kurun waktu
yang bersamaan. Ada beberapa alasan seorang pria memiliki hubungan
concurrency menurut Carey, M.P et all, (2010), beberapa orang pria
5
6
beranggapan memiliki hubungan seksual
concurrency adalah suatu
kewajaran, selain itu memerlukan variasi dalam hubungan seksual juga
menjadi alasan seorang pria memiliki hubungan seksual concurrency. Ada
juga yang berpendapat hubungan seksual concurrency adalah proses untuk
menemukan pasangan yang tepat.
b. Serial Monogamus
Istilah ini digunakan sebagai istilah untuk seseorang yang memiliki banyak
partner tetapi tidak dalam kurun waktu yang bersamaan atau memiliki satu
pasangan dalam jangka pendek. Temuan penelitian menunjukan bahwa serial
monogamus jangka pendek dapat mencegah infeksi menular seksual (Critelli
and Suire, 1998)
Jadi pola hubungan seksual adalah aktivitas seksual individu yang
dihubungkan dengan jumlah rekan seks dalam aktivitas seksual individu tersebut
yang membentuk suatu pola berupa single sex partner dan multi sex partner baik
dengan membentuk suatu jejaring concurrency maupun serial monogamus.
2.2
Pengertian Gay
Menurut Putri (2010) gay merupakan sebutan untuk seorang lelaki yang
menyukai lelaki sebagai mitra seksualnya baik dengan ada atau tidaknya hubungan
fisik dan memiliki rasa tertarik secara perasaan maupun erotik. Rasa tertarik dan
mencintai jenis seks yang sama, hingga memiliki relasi seks dengan jenis kelamin
yang sama disebut homoseksualitas (Kartono, 1989).
Homoseksualitas termasuk salah satu gangguan arah tujuan seksual atau
deviasi seksual primer berdasarkan klasifikasi Pedoman Penggolongan Diagnosa
Gangguan Jiwa ke-1 (PPDGJ-1), yang penyebabnya belum diketahui. Secara
7
sederhana, homoseksualitas dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang kuat
akan daya tarik erotis seseeorang justru terhadap jenis kelamin yang sama (Franciska
Tjhay, 2009). Homoseksualitas bukan hanya kontak seksual antara seseorang dengan
orang lain dari jenis kelamin yang sama tetapi juga menyangkut individu yang
memiliki kecenderungan psikologis, emosional, dan sosial terhadap seseorang
dengan jenis kelamin yang sama (Kendall dalam Nugroho, 2010).
Menurut WHO (2011) homoseksual (lelaki seks dengan lelaki) adalah
definisi seksual yang dibangun secara inklusif dibidang kesehatan masyarakat.
Perilaku seksual laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain, tidak terlepas
dari motivasi seks pribadi, maupun pengaruh dalam komunitas.
Jadi gay adalah sebutan homoseksual dengan jenis kelamin laki-laki yang
memiliki ketertarikan seksual maupun emosional dengan sesama laki-laki. Gay
dalam bidang kesehatan masyarakat sering juga dikenal dengan sebutan LSL (Lelaki
Seks dengan Lelaki) atau MSM (Man who have Sex with Man).
2.3
Faktor Risiko IMS dan HIV/AIDS
Ada beberapa faktor risiko terinfeksi IMS dan HIV AIDS menurut Ditjen
PPPL Kemenkes Republik Indonesia (2011) yaitu kelompok heteroseksual,
homoseksual, biseksual, pengguna napza, transfusi darah, transmisi perinatal.
Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu Biologis Perilaku (STBP) pada
kelompok gay di Indonesia pada tahun 2007, dalam satu tahun terakhir sebelum
survei dilakukan banyak responden mengaku berhubungan seks dengan banyak
pasangan baik laki-laki maupun perempuan. Sebanyak hampir 87% gay melakukan
seks kausal yaitu seks yang dilakukan tanpa memberi atau menerima bayaran dengan
pasangan pria dan 40% dengan pasangan wanita. Ini sejalan dengan tulisan seorang
8
seksolog Naek L. Tobing yang berjudul Perilaku Seksual dan AIDS yang
menyatakan bahwa, sebagian besar dari gay saat terikat dengan pasangannya, juga
melakukan kontak seksual dengan orang lain (Silaen, 2008).
Kontak seksual pada gay dapat terjadi di klub-klub gay, restoran, dan panti
pijat dengan banyak mitra, hal inilah yang akan meningkatkan risiko terinfeksi IMS
pada gay. Selain itu pemakaian kondom yang konsisten dengan pasangan pria baik
yang komersial maupun kausal juga sangat rendah yaitu hanya sebesar 30% (STBP,
2007).
2.4
Pengertian Infeksi Menular Seksual (IMS)
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual (Ekaputra, 2010). Sedangkan menurut Zohra dan Raharjo dalam
Dini Handayani (2011), Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah suatu gangguan atau
penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan
seksual. IMS yang sering terjadi adalah Gonorhoe,Sifilis, Herpes, namun yang paling
banyak adalah AIDS, karena tidak dapat diobati dengan antibiotik dan dapat
menyebabkan kematian.
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang penularan utamanya
melalui hubungan seksual. Cara hubungan seksual tidak hanya terbatas secara
genito-genital (kelamin ke kelamin) saja, tetapi dapat juga secara oro-genital (mulut
ke kelamin), atau secara ano-genital (kelamin ke dubur). IMS memang dikenal
sebagai penyakit kelamin, namun tanda-tanda IMS juga dapat terlihat pada mata,
tenggorokan, mulut, saluran pencernaan, hati, dan organ tubuh lainnya. Pada
umumnya IMS ditularkan melalui hubungan seksual khususnya hubungan seksual
yang tidak aman, namun IMS juga dapat ditularkan melalui transfusi darah yang
9
telah terinfeksi, kontak langsung dengan alat-alat milik orang yang terinfeksi
misalnya handuk, thermometer, dan dapat juga ditularkan dari ibu kepada bayi yang
ada dalam kandungannya (Daili dalam Baskaran 2010).
Menurut Gail Bolan, Direktur Divisi Pencegahan Penyakit Menular Seksual
(CDC) Centers for Disease Control and Prevention (2012), seseorang yang telah
terinfeksi IMS seperti gonore dan klamidia yang menginfeksi uretra, rektum, atau
faring dapat meningkatkan risiko infeksi HIV jika belum terinfeksi HIV, dan pada
orang yang telah terinfeksi HIV akan memudahkan penularan HIV kepada orang
lain.
Jadi Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang penularan
utamanya melalui hubungan seksual baik secara genito-genital (kelamin ke kelamin),
oro-genital (mulut ke kelamin), maupun ano-genital (kelamin ke dubur), dan jika
seseorang telah terinfeksi IMS akan meningkatkan risiko tertular HIV dan
memudahkan seseorang yang telah terinfeksi HIV untuk menularkannya kepada
orang lain.
2.5
Jenis-Jenis Infeksi Menular Seksual (IMS)
Penyakit akibat Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling banyak
menginfeksi kalangan gay menurut Gail Bolan (2012), adalah gonore dan klamidia.
Sedangkan menurut Fahmi dalam Handayani (2011) ada beberapa penyakit akibat
infeksi menular seksual yang sering terjadi, sebagai berikut:
1. Gonore (kencing nanah)
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Neisseria Gonorrhoeae. Penyakit ini
menyerang organ reproduksi, selaput lendir, mucus, mata, anus dan beberapa
organ tubuh lainnya. Gejala penyakit ini berbeda-beda antara laki-laki dan
10
perempuan. Gejala pada laki-laki yaitu, rasa nyeri saat kencing, ujung penis
agak merah dan bengkak dan mengeluarkan nanah kental kuning-kehijauan.
Sedangkan gejala pada perempuan yaitu keputihan kental berwarna
kekuningan, rasa nyeri di rongga panggul, dan dapat juga tanpa gejala.
2. Sifilis (raja singa)
Penyebab timbulnya penyakit ini adalah kuman Treponema Pallidium,
kuman ini menyerang selaput lendir, anus, bibir, lidah, dan mulut. Selain
menular melalui hubungan seksual dan penggunaan barang bersama oleh
orang yang terinfeksi, sifilis juga dapat menular dari ibu ke anak melalui
uterus saat dalam kandungan. Gejala klinis sifilis biasanya timbul luka atau
koreng, biasanya berjumlah satu berbentuk bulat dan lonjong, dasarnya bersih
dengan perabaan kenyal sampai keras dan tidak ada rasa nyeri pada
penekanan.
3. Klamidia (Chlamydia Trachomatis)
Bakteri ini merupakan pertama yang ditemukan dalam tubuh manusia.
Bakteri ini pertama kali diidentifikasikan tahun 1907. Infeksi oleh bakteri ini
sering tidak menimbulkan gejala dan sangat berisiko bila terjadi pada ibu-ibu
karena dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertilitas dan abortus.
4. Herpes Genitali
Herpes dikenal dengan dua tipe yaitu herpes zoster dan herpes simpleks.
Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan
oleh virus Varicella zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh
Herpes Simplex Virus (HSV). Gejala herpes simpleks diawali timbulnya
bintil lentingan dan luka/erosi berkelompok, di atas dasar kemerahan, sangat
nyeri, pembesaran kelenjar lipat paha dan disertai gejala sistemik. Namun
11
jika daya tahan tubuh menurun, stress pikiran, kelelahan dan senggama
berlebihan, herpes simplek dapat kambuh lagi.
5. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus), merupakan virus yang menyerang
sel darah putih dalam tubuh sehingga jumlahnya semakin berkurang dan
menyebabkan defisiensi sistem kekebalan tubuh. Terjadinya defisiensi sistem
kekebalan tubuh akibat infeksi HIV, akan memudahkan tubuh terinfeksi
penyakit. Keadaan inilah yang disebut dengan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome).
2.6
Epidemiologi Infeksi Menular Seksual
Center for Disease Control (CDC) mengestimasi sebanyak 19 juta orang di
Amerika Serikat telah terinfeksi IMS setiap tahunnya. Menurut Center for Disease
Control (CDC) penyakit akibat infeksi menular seksual yang mendapat perhatian
khusus dalam pelaporan masalah kesehatan masyarakat adalah gonore, klamidia dan
sifilis.
Di Amerika Serikat pada tahun 2010 kasus gonore yang dilaporkan sebanyak
309.341 kasus dengan angka insiden 100.8 per 100.000 penduduk. Kasus klamidia
yang dilaporkan sebanyak 1.307.893 kasus dengan angka insiden 426.0 per 100.000
penduduk dan infeksi sifilis yang dilaporkan sebanyak 13.774 kasus dengan angka
insiden 4.5 per 100.000 penduduk (CDC, 2010).
Data mengenai kejadian IMS di Indonesia sangat sulit diperoleh, tapi
berdasarkan data yang diperoleh melalui Surveilans Terpadu Biologis Perilaku
(STBP) pada kelompok gay di Indonesia pada tahun 2007, jumlah rata-rata gay di
enam kota (Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Malang) adalah
12
sebanyak 766.800. Sebanyak 29% - 34% gay di tiga kota (Jakarta, Bandung, dan
Surabaya) telah terinfeksi satu atau lebih IMS rektal. Prevalensi IMS rektal yang
tinggi merupakan indikasi frekuensi seks anal tanpa kondom yang tinggi. Sedangkan
angka prevalensi HIV pada gay berkisar dari 8,1% di Jakarta hingga 2% di Bandung.
2.7
Pencegahan Infeksi Menular Seksual
Dunia kesehatan terus berupaya menemukan metode-metode pencegahan
penyakit-penyakit akibat Infeksi Menular Seksual (IMS). Sebenarnya IMS dapat
dicegah dengan cara-cara yang sederhana, tapi karena faktor perilaku yang sangat
sulit dirubah, pencegahan dengan cara yang sangat sederhana pun sangat sulit
dilakukan. Beberapa cara yang sering dipromosikan untuk mencegah IMS adalah:
1. Menunda melakukan hubungan seks pra-nikah.
2. Tidak melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan (multiple
partnership).
3. Menjaga kebersihan diri termasuk organ-organ reproduksi untuk mencegah
IMS yang disebabkan oleh jamur, bakteri dan kutu karena IMS dapat
meningkatkan risiko terinfeksi HIV apalagi jika ada perlukaan.
4. Untuk kelompok risiko tinggi sebaiknya melakukan tes sukarela berbasis
VCT (Voluntary Counseling Test) agar dapat menentukan tindakan
pencegahan lebih lanjut.
5. Tidak mengkonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang, jika sulit berhenti,
sebaiknya jangan menggunakan jarum suntik yang tidak steril dan secara
bergantian.
6. Lakukan seks aman dengan menggunakan pengaman seperti kondom.
13
Dari beberapa cara-cara pencegahan diatas, kondom merupakan salah satu
cara pencegahan yang dianggap melegalkan seks bebas, selain itu efektifitas kondom
dalam mencegah penularan IMS juga masih diragukan. Padahal menurut studi
epidemiologi yang dilakukan CDC, kondom berbahan lateks sangat efektif dalam
mencegah penularan IMS.
Menurut CDC, uji laboratorium mengenai efektifitas kondom menunjukan
bahwa kondom lateks kedap akan partikel ukuran HIV. Kondom lateks yang
menutupi penis mampu menghalangi paparan sekresi uretra dan vagina secara efektif
dan mampu memblokir jalur penularan infeksi HIV. Penggunaan kondon lateks
secara konsisten mampu memberikan tingkat perlindungan yang tinggi.
Perilaku-perilaku berisiko pada gay, dapat dicegah dengan menggunakan
kondom secara konsisten. Tapi penggunaan kondom pada gay sangat sedikit.
Berdasarkan hasil penelitian Maurice Kwong-Lai, et all (2011) menujukan sebanyak
43% pria yang sering melakukan seks anal sama sekali tidak pernah menggunakan
kondom, ini karena mereka mengira pasangan seks mereka sehat dan bebas dari
penyakit.
Download