BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu melalui pengurangan angka kematian ibu melahirkan merupakan salah satu dari tujuan Millenium Development Goals (MDGs) 2015, namun hingga saat ini prevalensi kematian ibu dan anak di Indonesia masih sangat tinggi. Data Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup mencapai 228. Angka tersebut masih jauh dari target MDGs 2015 yaitu 102 sehingga hal ini memerlukan perhatian khusus. Meskipun angka kematian ibu di Indonesia sudah mengalami penurunan sejak tahun 1994, angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan yang tertinggi di kawasan Asia. Kemajuan tentang pencegahan kematian ibu hamil di dunia berjalan lambat. Sejak tahun 1990 angka kematian ibu menurun hanya 2,6% per tahun sementara target MDGs adalah 5,5% per tahun. Hal ini masih jauh dari target yang sudah ditetapkan. Menurut World Health Organization (2014), setiap hari sekitar 800 ibu hamil meninggal akibat komplikasi kehamilan. Pendarahan saat melahirkan dan setelah melahirkan merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang. Sementara itu penyebab kematian ibu yang kedua adalah eklamsia sebanyak 24%, kejang dapat terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol saat persalinan. 1 2 Kematian maternal juga merupakan salah satu masalah terbesar di negara-negara berkembang. Menurut World Health Organization (2014), rasio kematian ibu hamil di negara berkembang adalah 230 per 100.000 kelahiran sedangkan di negaran maju, rasio kematian ibu hamil adalah 16 per 100.000 kelahiran. Dari 800 kematian ibu hamil setiap hari, 500 berada di sub Sahara Afrika, 190 di Asia Selatan dan 6 di negara-negara berpenghasilan tinggi. Menurut World Health Organization (2014), kematian ibu hamil masih merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sangat penting. Lebih dari 135 juta wanita melahirkan setiap tahun, namun sebagian besar ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan. Meskipun demikian, sebagian besar ibu hamil memeriksakan diri setidaknya satu kali selama proses kehamilan, namun hanya setengah dari ibu hamil yang memeriksakan diri minimal empat kali selama proses kehamilan. Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu. Pemantuan dan perawatan kesehatan yang memadai selama kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam upaya tersebut diperlukan suatu standar untuk memberikan pelayanan yang optimal yang disepakati oleh semua pihak. Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010), perawatan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang 3 ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan/SPK. Terdapat dua indikator MDGs yang diperoleh dari bagian ini yaitu cakupan ANC minimal 1 kali dan ANC minimal 4 kali serta proporsi penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 95,4% dari kelahiran mendapat perawatan antenatal (K1). Cakupan K1 bervariasi dengan rentang antara 71,7% di Papua dan 99,6% di Bali. Namun untuk cakupan perawatan antenatal minimal 4 kali, DI Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Bali. Setiap ibu hamil yang menerima perawatan antenatal pada trimester 1 seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trimester 1 hingga trimester 3. Cakupan K1 secara nasional adalah 81,6% sedangkan cakupan K4 secara nasional adalah 70,4%. Selisih cakupan K1 dan K4 memperlihatkan bahwa 12% dari ibu yang menerima K1 tidak melanjutkan perawatan antenatal sesuai standar minimal. Target yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah 95% ibu hamil memeriksakan kehamilannya minimal empat kali selama kehamilan, sementara itu pencapaian pada tahun 2012 adalah 92,99%. Sembiring (2013), melakukan penelitian terhadap 54 orang ibu hamil dan mendapatkan hasil bahwa 62,96% ibu hamil tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Antenatal Care. Hal tersebut berpengaruh terhadap kepatuhan ibu dalam melakukan kunjungan Antenatal Care. Sebanyak 68,52% responden ibu hamil tidak patuh dalam melakukan Antenatal Care. 4 Di Indonesia, banyak orang beranggapan kehamilan merupakan suatu hal biasa, alamiah, dan kodrati yang tidak memerlukan perhatian ekstra sehingga masih banyak ibu ibu yang merasa tidak perlu memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor risiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Maka dari itu, antenatal care sangatlah penting untuk mendeteksi dini risiko-risiko yang terjadi pada ibu dan anak sehingga angka morbiditas dan mortalitas dapat ditekan. Untuk keberhasilan program pelayanan ini diperlukan dukungan dan peran aktif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, petugas kesehatan, sarana kesehatan, dan juga dari masyarakat sendiri. Jika antenatal care ini dapat berjalan dukungan dan peran aktif dari semua pihak, diharapkan angka kematian ibu dan anak, termasuk angka kematian perinatal, dapat menurun dan mutu generasi yang akan datang pun akan semakin baik. Tenaga kesehatan adalah orang yang berkompeten untuk memberikan pelayanan kesehatan. Dokter, Perawat, Bidan, dan Kader Kesehatan adalah tenaga kesehatan yang berpengaruh langsung terhadap kepatuhan ibu hamil untuk melakukan perawatan antenatal sesuai dengan standar yaitu 4 kali. Menurut data Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (2014), jumlah tenaga kesehatan di Indonesia adalah sebanyak 891.897. Jumlah tenaga kesehatan terbesar adalah Perawat sebanyak 295.508. Bidan sebanyak 136.606, Tenaga Non 5 Nakes sebanyak 193.875, Bidan 136.606, Tenaga Kesehatan lainnya 125.349, Kefarmasian 46.336, Dokter umum 42.265, Dokter Spesialis 38.866, dan Dokter gigi sebanyak 13.092. Persebaran tenaga kesehatan di Indonesia tidak merata. Terbukti dari data yang diterima oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan tahun 2014, jumlah tenaga kesehatan di Jawa dan Bali sebanyak 435.877, sedangkan untuk wilayah sumatera jumlahnya 234.593. Sulawesi sebanyak 84.555, Tenggara sebanyak 35.729, Kalimantan 66.864, Kepulauan Nusa Papua sebanyak 18.332, dan Kepulauan Maluku sebanyak 15.947. Pelayanan antenatal yang diberikan oleh tenaga kesehatan mempengaruhi angka kunjungan ibu untuk melakukan antenatal. Penelitian oleh Skirton (2010), mendapatkan hasil bahwa 52,3% ibu hamil mengatakan bahwa informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan sangat membantu mereka dalam meningkatkan pengetahuan tentang antenatal. Sebanyak 45,9% mengatakan bahwa nasihat dari tenaga kesehatan sangat membantu dalam pengambilan keputusan mereka mengenai antenatal. Penelitian tentang gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang Antenatal Care di Manado dilakukan oleh Henry (2013), mendapatkan hasil bahwa tenaga kesehatan di Puskesmas Ranomut telah memiliki pengetahuan yang memadai tentang Antental Care, pelaksanaan Antenatal Care telah berjalan sebagaimana mestinya, dan tenaga kesehatan berperan aktif untuk mengingatkan ibu hamil agar berkunjung tepat waktu 6 sesuai jadwal kunjungan Antenatal Care sehingga hal tersebut memberi dampak positif terhadap kepatuhan ibu dalam melaksanakan Antenatal Care. Yuni (2005), mengatakan bahwa kunjungan antenatal ke puskesmas masih kurang hal ini disebabkan oleh faktor kinerja petugas kesehatan. Sebanyak 56,4% responden menganggap bahwa kinerja petugas kesehatan kurang memuaskan. Yulianti (2009), melakukan penelitian tentang persepsi ibu hamil tentang sikap petugas kesehatan dan mengatakan bahwa terdapat hubungan antara persepsi pasien tentang sikap tenaga kesehatan dengan kepatuhan ibu untuk memeriksakan kehamilan. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, dengan ketinggian antara 75-1500 meter diatas permukaan laut. Administratif terdiri dari 19 kecamatan dan 263 desa dan empat kelurahan. Data di Puskesmas Ampel I, tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilan cukup tinggi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan menurut persepsi ibu dengan kepatuhan ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan minimal empat kali selama kehamilan di Puskesmas Ampel I. 7 B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara peran bidan menurut persepsi ibu terhadap kepatuhan ibu dalam melakukan Antenatal Care? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara peran bidan menurut persepsi ibu terhadap kepatuhan ibu dalam melakukan Antenatal Care . 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran kepatuhan ibu hamil trimester III untuk melakukan perawatan antenatal di wilayah kerja Puskesmas Ampel I Boyolali. b. Mengetahui gambaran peran tenaga kesehatan yang meliputi customer, komunikator, fasilitator, motivator, konselor dalam melakukan perawatan antenatal di wilayah kerja Puskesmas Ampel I Boyolali D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ibu Diharapkan meningkatkan kepatuhan ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan. 8 2. Bagi Puskesmas Diharapkan dapat menjadi sumber masukan dalam penentuan kebijakan bagi ibu hamil di masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan perawatan antenatal pada ibu hamil. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan tentang perawatan antenatal bagi ibu hamil. 4. Bagi Peneliti Menambah wacana baru dalam penelitian tentang keperawatan maternitas, serta menambah informasi ilmiah tentang perawatan antenatal pada ibu hamil. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah 1. Yuni (2005) dengan judul “Persepsi ibu hamil tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan angka kunjungan antenatal (K1 dan K4) di puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta” jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasilnya adalah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kunjungan ibu hamil. Faktor yang berasal dari dalam diri ibu hamil adalah usia, latar belakang pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan multigravida. Faktor yang berasal dari pelayanan kesehatan adalah cara kerja petugas kesehatan, waktu 9 pelayanan, fasilitas umum yang dimiliki puskesmas. Faktor penunjang adalah jarak, alat transportasi, dan tarif yang diberlakukan oleh puskesmas. Persamaan penelitian ini adalah pemeriksaan antenatal pada ibu hamil dan penelitian sama-sama dilakukan di Puskesmas. Perbedaannya adalah penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kunjungan ibu dalam melakukan perawatan antenatal, sedangkan penelitian yang dilakukan meneliti tentang peran tenaga kesehatan terhadap kepatuhan ibu dalam melakukan perawatan antenatal. 2. Sarminah (2012) dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan antenatal care di Provinsi Papua tahun 2010”. Penelitian ini menggunakan cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya faktor predisposisi dan faktor pemungkin yang memiliki distribusi bermakna secara statistik dengan pemanfaatan pelayanan antenatal care pada ibu hamil. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada jenis penelitian yaitu cross sectional dan variabel yang di teliti yaitu antenatal care. Perbedaannya adalah penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan perawatan antenatal sedangkan penelitian yang dilakukan meneliti tentang peran tenaga kesehatan terhadap kepatuhan ibu hamil dalam melakukan perawatan antenatal. 10 3. Hagey, Rulisa, and Perez-Escamilla (2012) dengan judul “Barriers and solutions for timely initiation of antenatal care in Kigali Rwanda : Helath facility professionals perspective”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Peneliti melakukan wawancara terhadap responden dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Hasil yang didapat adalah menurut tenaga kesehatan professional terdapat lima faktor yang mempengaruhi tingkat kunjungan ibu dalam melakukan perawatan antenatal yaitu rendahnya tingkat pengetahuan, pengalaman dengan kehamilan sebelumnya, masalah dengan pasangan hidup, biaya dan masalah asuransi kesehatan, budaya antenatal. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel perawatan antenatal dan dilakukan di Puskesmas. Perbedaannya adalah penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kuantitatif. Subyek yang diteliti pada penelitian ini adalah tenaga kesehatan, sedangkan subyek pada penelitian yang dilakukan adalah ibu hamil. 4. Asundep, P.Carson, Acher , Tameru, T.Agidi, Zhang dan E.Jolly (2013) dengan judul “Determinants of access to antenatal care and birth outcomes in Kumasi, Ghana”. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan cross sectional. Dilakukan pada 643 wanita dengan usia 19-48 tahun. Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan antenatal ibu hamil di 11 negara berkembang. Persamaan dengan penelitian ini adalah cross sectional, dan variabel yang diteliti adalah perawatan antenatal. Perbedaannya adalah penelitian ini meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan antenatal ibu hamil, sedangkan penelitian yang dilakukan meneliti salah satu faktor yaitu peran tenaga kesehatan terhadap kunjungan antenatal ibu hamil.