BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negera berkembang.Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalahpenyebab kematian dan pembunuh nomor satu di dunia, diikuti oleh kanker dan stroke (WHO, 2013). Hasil survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakanprevalensi PJK di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat (Davidson, 2003). Kemajuan perekonomian yang terus berkembang menyebabkan perubahan pada pola hidup masyarakat serta perubahan pada pola kesehatannya. Pengaruh negatif gaya hidup modern yang identik dengan kurangnya aktivitas fisik seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin mempermudah pekerjaan manusia, kurang konsumsi serat dalam makanan setiap harinya, pola makan sarat lemak, merokok, dan stres adalah beberapa faktor yang memicu terjadinya penyakit ini(Iis, 2003 dalam Sumiati, dkk., 2010). Angina Pektoris (nyeri dada) sampai Infark Miokard (serangan jantung) adalah gejalanya. Serangan jantung menyebabkan kerusakan berat bahkan kematian sel otot jantungyang dapat mengancam jiwa yaitu kematian mendadak (Davidson, 2003). World Health Organizationmencatat pada tahun 2012 PJK telah menyebabkan kematian sebanyak 17,5 juta orang di seluruh dunia. Diperkirakan pada tahun 2030 sebanyak 23,3 juta penduduk dunia akan meninggal akibat berbagai penyakit kardiovaskular (WHO, 2013). Kematian dini terjadi berkisar 1 Universitas Sumatera Utara 2 sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi dan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah (Infodatin Jantung, 2014). Menurut data Riskesdas (2013) prevalensi PJK tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 menyerang usia produktif yaitu kelompok usia ≥45 tahun. Estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang, sedangkan estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner di Sumatera Utara adalah 98.338 orang. Jumlah tersebut memberikan gambaran bahwa angka penderita PJK sangat tinggi. Pilihan terapi PJK terus berkembang dengan ditemukannya seperti obatobatan baru untuk mengatasi pembekuan darah setelah terjadinya serangan jantung, obat angina baru, dan obat penurun kolesterol. Kemajuan yang paling mencolok adalah di bidang pembedahan (bypass) atau dengan melebarkan pembuluh darah (angioplasty) (Davidson, 2003). Angioplasti koroner merupakan tindakan revaskularisasi koroner non-bedah, sering disebut dengan Percutanious Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA). PTCA merupakan tindakan melebarkan penyempitan arteri koroner dengan menggunakan balon yang diarahkan melalui kateter. Pada perkembangan teknik angioplasti koroner, PTCA lazim disebut dengan Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Istilah PCI di Indonesia dikenal dengan Intervensi Koroner Perkutan (Santoso, 2009). Intervensi Koroner Perkutan (IKP) merupakan pengembangan teknik Angiplasti Balon dengan pemasangan stent yang berfungsi membuka arteri koroner yang menyempit. IKP dengan pemasangan ring/stent (gorong-gorong) dapat mencegah restenosis (penyempitan kembali). Alat ini sudah digunakan pada Universitas Sumatera Utara 3 60 sampai 80% dari pasien yang menjalani IKP di seluruh dunia. Riset telah menunjukkan bahwa angka restenosis setelah angioplasti koroner sederhana tanpa stent adalah 30% sampai 40%, tetapi angka restenosis berkurang sampai 20% bila stent digunakan. Adanya penemuan ini maka IKP menjadi lebih aman dan komplikasi yang timbul menjadi lebih sedikit (Chung, 2010). Pemasangan stent bukan jaminan pembuluh darah tidak tersumbat lagi.Restenosis masih menjadi kekhawatiranjangka panjang pasca IKP.Prosedur IKP pemasangan stent akan tetap memacu pembentukan trombus/fibrin akibat inflamasi dan trombosis pasca IKP (Chung, 2010). Restenosis pasca IKP dikenal dengan In-Stent Restenosis (ISR) danStent Thrombosis (ST). Restenosis setelah tindakan IKP juga sering terjadi di tempat lain dalam pembuluh darah koroner. Angina Pektoris menjadi gejala umum dari restenosis(Moulias &Alexopoulos, 2011). Gejala infark Miokard jarang terjadi dan 30% pasien tidak memiliki gejala (asymptomatic) dari restenosis(Sharma, Kashyap, & Sharma, 2003). Pencegahan sekunderpada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stentadalah tindakan yang penting dilakukan. Sekalipun telah berhasil ditangani dengan metode IKP, mereka harus tetap melakukan tindakan pencegahan penyempitan berikutnya dengan menjalani gaya hidup sehat (Chung, 2010). Pencegahan sekunder sebagai penatalaksanaan jangka panjang untuk mencegah terjadinya serangan ulangan dan memperpanjang harapan hidup pasien.Tindakan yang dilakukan adalah mengurangi faktor resiko bagi mereka yang nyata-nyata mengidap penyakit PJK(Soeharto, 2004).Menurut WHO (2007) upaya pencegahan sekunder PJK terdiri dari perubahan gaya hidup dan Universitas Sumatera Utara 4 medikamentosa dengan kepatuhan terhadap pengobatan jangka panjang. Perubahan gaya hidup diantaranya penghentian merokok (aktif dan pasif), perubahan pola makan, pengontrolan berat badan, aktivitas fisik, dan kurangi konsumsi minuman beralkohol. Pencegahan sekunder tidak akan berhasil tanpa dukungan dari keluarga. Ketidakmampuan pasien PJK dalam melakukan pencegahan sekunder akan faktor resiko, menjadi salah satu faktor prediktor berulangnya kembali pasien terkena angina sampai serangan jantungakibat restenosis setelah terpasang stent. Gunal, et al., (2008 dalam Hutagalung dkk, 2014) mengatakan bahwa IKP masih meninggalkan beberapa masalah yang terkait dalam kualitas hidup pasien, diantaranya depresi dan cemas, mudah letih, irritable, ekshausi, disfungsi seksual, bahkan peningkatan mortalitas oleh karena adanya restenosis. Peranan dukungan keluarga sangatdibutuhkan dalam memotivasi anggota keluarga melakukan perubahan gaya hidup, menurunkan rasa cemas dan depresi, serta mendukung untuk memiliki persepsi positif dalam meningkatkan kualitas hidup setelah terpasang stent. Dukungan keluarga yang bisa diberikan dapat berupa dukungan informasional, penilaian, instrumental, dan emosional. Vaglio, et al (2004) mengatakan dukungan sosial memiliki peran penting pada pasien yang menjalani pengobatan untuk penyakit arteri koroner setelah tindakan PCI. Dukungan sosial yang paling utama bersumber dari keluarga. Kurangnya dukungan keluargaberpengaruh pada kondisi psikososial yaitu depresi atau isolasi sosial pasien sehingga serangan jantung dapat terulang kembali, dan Universitas Sumatera Utara 5 kurangnya dukungan sosial juga dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penelitian Indrawati (2014) mengatakan adanya hubungan signifikan antara dukungan keluarga dengan tindakan pencegahan sekunder faktor resiko pada pasien PJK di RSUAP Gatot Soebroto Jakarta. Penelitian Handayani, Huriani, dan Susmiati (2013) tentang gambaran tindakan pencegahan sekunder pada pasien penyakit jantung koronerdi Poli klinik Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 55 orang, 58,2% melakukan pemberhentian merokok dengan baik, 50,9% melakukan pengaturan diet yang baik, 56,4% memiliki aktivitas fisik, 60% melakukan pengontrolan berat badan yang baik, dan 92,7% pasien mengkonsumsi obat dengan baik. Tindakan pencegahan sekunder tentunya didukung oleh lingkungan terdekat. Dukungan keluarga menjadi salah satu bagian dari dukungan lingkungan terdekat. Keluarga menunjang keberhasilan kemampuan pasien dalam melakukan pencegahan sekunder terhadap faktor resiko terutama dalam usaha penghentian merokok pasien PJK. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hutagalung, dkk (2014) yang meneliti kualitas hidup pada 50 responden pasca IKP, ternyata berada dalam rentang kualitas hidup biasa-biasa saja. Sehingga keluarga berperan penting dalam mengembalikan kualitas hidup secara utuh dan meningkatkan peran dalam membantu mencapai kualitas hidup yang optimal dalam mendukung anggota keluarga pasca IKP. Perkembangan Intervensi Koroner Perkutan (IKP) di Medan sudah intensif dikerjakan sejak tahun 2002sampai sekarang, salah satunya dikerjakan di Rumah Universitas Sumatera Utara 6 Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan(Majid, 2007).Berdasarkan data dari rekam medis RSUP H. Adam Malik, tindakan IKP dari bulan Januari 2016 sampai dengan Oktober 2016 ada sebanyak 189 tindakan.Tindakan IKP dari 48 total pasien di bulan September 2016 sampai dengan 29 November 2016, terdapat 2 pasien kasus ISR, 10 pasien restenosis di tempat lain sedangkan stent lama paten, dan 8 pasien dengan kasus ISR serta restenosis koroner di tempat lain. Sehingga ada 20 pasien dilakukan tindakan IKP ulang. Hasil wawancara dalam survei awal yang dilakukan tanggal 29 November 2016 pada 4 orang yang sedang melakukan kontrol jantung di Poli Jantung RSUP H. Adam Malik Medan, mengatakan berkat terpasang stent tubuh mereka terasa kembali sehat meskipun di saat tertentu dapat merasakan batas kekuatan dan besarnya tenaga yang tidak sama seperti sebelum terpasang stent. Perasaan lega karena gejala nyeri dada dan serangan jantung tidak dirasakan. Namun meminum obat rutin setiap hari, di pagi, siang, dan malam hari terkadang membuat jenuh. Mereka mengatakan dukungan keluarga sangat dibutuhkan terutama dalam memberi semangat menjalani hidup setelah terpasang stent, memberi semangat agar tidak kembali pada pola hidup yang tidak baik di masa lalu, dan dukungan keluarga dalam menyiapkan makanan khusus yang sesuai untuk mereka. Dari permasalahan di atas penelititertarik melakukan penelitian tentang Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasangan Stent di RSUP Haji Adam Malik Medan pada pasien yang sedangmelakukan kunjungan rawat jalan di Poli Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara 7 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasangstent di RSUP Haji Adam Malik Medan. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengidentifikasi dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasang stent di RSUP Haji Adam Malik Medan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi dukungan informasional keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasangstent di RSUP Haji Adam Malik Medan. 2. Mengidentifikasi dukungan penilaian keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasangstent di RSUP Haji Adam Malik Medan. 3. Mengidentifikasi dukungan instrumental keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasangstent di RSUP Haji Adam Malik Medan. 4. Mengidentifikasi dukungan emosional keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasangstent di RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara 8 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini berguna sebagai masukan dan bahan literaturuntuk pendidikan keperawatanuntuk mengetahui dukungan keluarga dalampencegahan sekunder pada anggota keluarga dengan penyakit jantung koroner terpasangstent. 1.4.2BagiTenaga Kesehatan (Perawat) Penelitian ini dapatmenjadi bahan masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga untuk mendukung keluarga dalam membantu melakukan pencegahan sekunder pada anggota keluarga dengan penyakit jantung koroner terpasangstent. 1.4.3Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sumber informasi bagi RSUP Haji Adam Malik Medan tentang bagaimana gambaran dukungan keluarga dalam pencegahan sekunder pada pasien dengan penyakit jantung koroner terpasangstent. 1.4.4 Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan penambahan wawasan mengenaidukungan keluarga dalampencegahan sekunder pada anggota keluarga dengan penyakit jantung koroner terpasangstent,juga sebagai sumber penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan. Universitas Sumatera Utara