Rekomendasi Symposium Value Chains of Furniture, other Forest Products and Ecosystem services Simposium value chains yang dilakukan para ahli dan peminat rantai nilai produk dan jasa hutan menghasilkan rekomendasi yang akan ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan, praktisi, penggiat masyarakat madani, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan akademia. Rekomendasi bertujuan meningkatkan kelestarian hutan dan industrinya, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Butir-butir rekomendasi itu adalah: 1. Perlunya tata kelola rantai nilai (value chain governance) yang menyeimbangkan kekuatan dan keuntungan para pihak yang berpartisipasi dalam penciptaan nilai tambah produk dan jasa hutan dan memacu tumbuh kembangnya industri secara merakyat. Semuanya ini harus menciptakan kenaikan nilai ekspor Indonesia, yang dalam hal mebel cenderung stagnan. 2. Perbedaan keuntungan dan manfaat yang didapat antar berbagai aktor harus dijembatani. Kalangan UKM dan usaha besar harus siap menghadapi SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu) dan bersinergi. UKM harus mandiri dan menjadi tulang punggung bagi pengembangan mebel. Perlu meningkatkan jaringan antar bisnis yang bisa difasilitasi oleh pemerintah daerah. Dalam kasus SVLK by group maka perlu perbaikan sistem informasi untuk memastikan tanggung jawab kelompok dan individu seimbang. 3. Industri baik di hulu maupun di hilir produk dan jasa hutan perlu memperkuat kreativitas dan inovasi, termasuk disain, dalam persaingan global, tidak lagi mendasarkan pada murahnya harga kayu. 4. Pengembangan hutan rakyat, hutan desa, hutan kemasyarakatan dan hutan tanaman rakyat perlu dibarengi dengan pengembangan industri yang menyerap produk yang dihasilkan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan petani hutan dan kelestarian pasokan kayu. 5. Organisasi dan kelembagaan produsen produk dan jasa hutan baik di hulu maupun di hilir perlu diperkuat dan difasilitasi dalam hal modal (spt. kredit bank dan koperasi), sumberdaya manusia (pelatihan) dan pemasaran (Internet dan pameran) untuk memastikan mereka mempunyai posisi tawar dan akses yang memadai. 6. Nilai tambah atau harga dari produk dan jasa hutan yang dihasilkan harus maksimal dengan memahami dinamika dan segmen pasar, efisiensi bahan baku dan penerapan teknologi yang tepat dan ramah lingkungan terutama dalam hal pengeringan dan pengawetan kayu. Informasi mengenai pasar dan jasa keuangan harus tersedia dan dapat dapat diakses dengan mudah oleh petani hutan dan industri kecil. 7. SVLK merupakan suatu kenyataan dan keharusan sehingga harus dimanfaatkan untuk keberlangsungan dan pertumbuhan mebel. SVLK harus dipandang sebagai keistimewaan Indonesia yang harus dipakai untuk mengakses pasar-pasar yang mensyaratkan legalitas kayu. Sertifikasi hutan, hasil hutan, rotan dan jasa lingkungan baik mandatory (seperti SVLK) maupun voluntary harus dilakukan dengan fasilitasi maksimum atau gratis bagi pengrajin dan UMKM termasuk dalam hal surveillance dan pemasaran. 8. Pasar domestik harus terus dipacu. Kebijakan pengadaan mebel yang legal dan bersertifikat harus dikembangkan. Pemerintah pusat, provinsi dan daerah harus menjadi pelopor bagi pembelian produk hutan berserfikat legal dan lestari. 9. Perlu peningkatan kuantitas dan kualitas hutan rakyat untuk memasok kebutuhan kayu dan jasa lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan petani hutan. Silvikultur yang tepat harus dikembangkan. Pengembangan industri kecil juga harus ramah dan mendorong partisipasi perempuan dalam rantai nilainya. 10. Roadmap atau peta jalan industri produk dan jasa hutan seperti mebel harus dimiliki oleh klasterklaster industri di Indonesia untuk memastikan keberlanjutan dan peran yang bisa diambil oleh pemerintah pusat, daerah, LSM, pusat-pusat penelitian dan akademia. Bogor, 14 Februari 2013 Langkah berikutnya: • Scale up dan scale out…. • Memahami ongkos dan manfaat SVLK • Melanjutkan roadmap industri Jepara •