ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, SBI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT PENDAPATAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SKRIPSI Disusun Oleh : Rizki Ansori 104081002550 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1413H / 2010M 1 ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, SBI, JUMLAH UANG BEREDAR, DAN TINGKAT PENDAPATAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat dalam Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : Rizki Ansori 104081002550 Pembimbing I Pembimbing II Prof Dr. Ahmad Rodoni NIP : 19690203 200112 1 003 Arief Mufraini,Lc.Msi NIP : 19770122 200312 1 001 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431H / 2010M 2 Hari ini Kamis tanggal 22 Juli Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rizki Ansori NIM : 104081002550 dengan judul : “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan Tingkat Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika.” Memperhatikan penampilan tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 22 Juli 2010 Tim Penguji Ujian Komprehensif Indoyama Nasarudin,SE,M.AB Ketua Arief Mufraini,Lc.Msi Sekretaris Prof. Dr. Ahmad Rodoni MM Penguji Ahli 3 Hari Selasa Tanggal 8 Bulan September Tahun 2010 telah dilaksanakan Ujian Skripsi atas nama Rizki Ansori NIM : 104081002550 dengan judul skripsi “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan Tingkat Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika.” Memperhatikan dan menguji kemampuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 8 September 2010 Tim Penguji Ujian Skripsi Prof. Dr. Ahmad Rodoni MM Ketua Prof. Dr. Abdul Hamid,MS Penguji Ahli I Arief Mufraini,Lc.Msi Sekretaris Indoyama Nasarudin SE, M.AB Penguji Ahli II Ela Patriana, MM Penguji Proposal Skripsi 4 LEMBAR PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 dari Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta seluruhnya merupakan hasil karya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Skripsi yang saya kutip dari hasil orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian Skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jakarta, 19 September 2010 Rizki Ansori 5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Rizki Ansori Tempat/Tanggal Lahir : Pontianak, 9 September 1986 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat : Jl. Cipinang Kebembem Rt.002 Rw.010 No.38B Jakarta Timur Telepon : 021-91152402 Pendidikan : 2004 – 2010 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2001 – 2004 SMU Negeri 36 Jakarta 1998 – 2001 SLTP Negeri 44 Jakarta 1996 – 1998 SD Negeri 13 Pagi Jakarta 1992 – 1996 SD Negeri 37 Pontianak 6 ABSTRACT This research has a purpose to provide empirical evidences about the inflation, SBI, money supply, and income value, to rupiah exchange rate to US dollar in Indonesia. The sample is Bank of Indonesia at periode 2006 – 2009. The statistic methode uses to test on the research hypothesis is multiple regression methode. The multiple regression test indicated that variable of inflation, SBI, money supply, and income value are simultaneously influence to exchange rate, and the most influential variable is money supply. This result also showed that the exchange rate is 74,7% explained by inflation, SBI, money supply, and income value, and 25,3% explained by another variables. Keyword : inflation, SBI, money supply, income value, exchange rate. 7 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh inflasi, SBI, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika di Indonesia. Sampel penelitian ini adalah Bank Indonesia pada periode 2006 – 2009. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah metode regresi berganda. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel inflasi, SBI, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan secara simultan berpengaruh terhadap nilai tukar, dan variabel yang paling mempengaruhi adalah jumlah uang beredar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa variabel nilai tukar dapat dijelaskan oleh variabel inflasi, SBI, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan sebesar 74,7% sedangkan sisanya sebesar 25,3% dijelaskan oleh variabel lain. Kata kunci : inflasi, SBI, jumlah uang beredar, tingkat pendapatan, nilai tukar. 8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT. Semoga kita selalu mendapat rahmat dan hidayah-Nya, semoga kita berada pada jalan yang benar menurut kehendak-Nya. Shalawat dan salam kita ucapkan untuk Nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillahi Robbil Alamin, atas selesainya skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika”. Dengan berbagai keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Pembuatan dan hasil skripsi yang telah jadi ini merupakan suatu anugerah yang indah dari Sang Pencipta yang selalu menunjukkan jalan dengan cara-Nya dan atas doa-doa yang dikabulkan-Nya. Pembuatan skripsi ini juga tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu ucapan terima kasih yang dalam penulis sampaikan kepada pihak-pihak dan orang-orang yang telah membantu dan semoga semuanya mendapat perlindungan-Nya. Mama dan Bapak ku tercinta, yang selalu memberi limpahan perhatian, kasih sayang, dukungan moral dan spiritual serta material kepada penulis. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan menjadikan semangat dan motivasi untuk meneruskan perjuangan hidup. Untuk keluarga besar ku di Jakarta dan di Pontianak yang telah memberikan motivasinya supaya skripsi ini cepat terselesaikan. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memberikan saran-saran, pengetahuan, petunjuk, dan meluangkan waktunya hingga skripsi ini selesai. Bapak Arief Mufraini Lc, Msi, selaku dosen tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekaligus sebagai pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan-masukan, petunjuk, dan telah meluangkan waktunya hingga skripsi ini terselesaikan. 9 Bapak Indoyama Nasarudin SE, M.AB, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan ilmunya selama penulis masih duduk di bangku perkuliahan, dan terima kasih juga telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Kepada seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan. Kemudian untuk seluruh staf akademik, staf keuangan, dan staf perpustakaan, terima kasih atas berbagai bantuannya. Terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan yang bersama-sama saling membantu, tukar-menukar informasi, dan berjuang bersama dalam suka dan duka yaitu, Dzikri, Purwo, Gelar, Bambang, Zuhdi, Doni, Sandhy, Rama, Kosasih, Alfian, Wira, Dhana, Bayu, Angga, Dira, Ika, dan semua teman-teman manajemen D angkatan 2004. Terima kasih kawan atas bantuan dan pertolongan kalian. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisannya, untuk itu masukan atau saran-saran yang membangun diharapkan dapat membuat lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua. Jakarta , 24 Agustus 2010 Rizki Ansori (Penulis) 10 DAFTAR ISI Daftar Riwayat Hidup ……………………………………………………. i Abstract………………………………………………………………….... ii Abstrak……………………………………………………………………. iii Kata Pengantar……………………………………………………………. iv Daftar Isi…………………………………………………………………... vii Daftar Tabel.................................................................................................. ix Daftar Gambar.............................................................................................. x Daftar Lampiran............................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………………... 1 B. Identifikasi Masalah……………………………………………………. 11 C. Batasan Masalah………………………………………………………... 11 D. Perumusan Masalah…………………………………………………….. 11 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………….. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori…………………………………………………………. 14 1. Sejarah Uang………………………………………………………... 14 2. Pengertian Bank…………………………………………………….. 16 B. Nilai Tukar (Kurs)……………………………………………………… 18 1. Penentuan Nilai Tukar……………………………………………..... 19 2. Sistem Kurs Mata Uang…………………………………………….. 19 3. Sejarah Perkembangan Nialai Tukar di Indonesia………………….. 22 C. Tingkat Inflasi………………………………………………………….. 23 1. Pengertian Inflasi……………………………………………………. 23 2. Metode Penghitungan Inflasi……………………………………….. 24 3. Jenis Inflasi…………………………………………………………. 26 4. Teori Yang Berkaitan dengan Inflasi……………………………….. 28 5. Hubungan antara Inflasi dengan Nilai Tukar Rupiah………..……… 29 D. Tingkat Suku Bunga……………………………………………………. 32 1. Pengertian Suku Bunga…………………………………………….... 32 2. Unsur-unsur di dalam Tingkat Suku Bunga……………………...….. 34 3. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia……………………………….. 35 4. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia……………………….. 36 5. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia…………………………..... 36 11 6. Karakteristik sertifikat Bank Indonesia…………………………….... 36 7. Fungsi Suku Bunga………………………………………………….. 38 8. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar Rupiah……..… 39 E. Jumlah Uang Beredar………………....………………………………… 39 1. Pengertian Jumlah Uang Beredar………………………………….... 39 2. Konsep dan Definisi Jumlah Uang Beredar………………………..... 42 3. Hubungan Jumlah Uang Beredar dengan Nilai Tukar Rupiah………. 44 F. Tingkat Pendapatan…………………………………………………...... 45 1. Pengertian Tingkat Pendapatan………………………………..……. 45 2. Konsep Pendapatan Nasional……………………………...………… 45 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan…...……….. 49 4. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Nilai Tukar Rupiah…...……. 51 G. Kerangka Pemikiran…………………………………………………….. 51 H. Hipotesis………………………………………………………………… 55 I. Penelitian Terdahulu……………………………………...…………….. 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkung Penelitian…………………………………...………... 58 B. Metode Penentuan Sampel……………...…….………………………… 58 C. Metode Pengumpulan Data………………………..………………….... 59 D. Metode Analisis………………………...………………………………. 59 E. Operasional Variabel Penelitian………………………………………… 65 BAB IV PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian……………………………..69 1. Sejarah Singkat Lembaga Keuangan di Indonesia..………………… 69 2. Sejarah Singkat Bank Indonesia………………………..…………… 71 B. Pengolahan dan Analisis Deskriptif…………………………………….. 72 1. Analisis Deskriptif Variabel………..……………………………….. 73 a. Deskriptif variabel Tingkat Inflasi………………………………. 73 b. Deskriptif variabel SBI………………………………………….. 74 c. Deskriptif variabel Jumlah Uang Beredar……………………….. 75 d. Deskriptif variabel Tingkat Pendapatan…………………………. 77 e. Deskriptif variabel Nikai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 78 C. Hasil Uji Asumsi Klasik…………………………………………………79 a. Hasil Uji Normalitas Data….……………………………………….. 79 b. Hasil Uji Multikolinearitas…………………...……………………… 81 c. Hasil Uji Autokorelasi……………………..………………………... 82 d. Hasil Uji Heterokedastisitas…………………..…………………….. 83 D. Pengujian Hipotesis…………………………………………………….. 84 a. Uji Koefisien Determinasi (R2)……….………………………….…. 84 b. Uji Pengaruh Simultan (Uji F)……………..……………………….. 85 c. Uji Signifikan Parameter Individual/Parsial (Uji t)…...…………….. 85 E. Hasil Analisis Regresi Berganda…...…………………………………... 87 12 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan………...…………………………………………………… 90 B. Implikasi……………………………...………………………………… 91 C. Saran…………………...……………………………………………….. 91 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 13 DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 4.1 Tabel Tingkat Inflasi 73 4.2 Tabel Suku Bunga SBI 74 4.3 Tabel Jumlah Uang Beredar 75 4.4 Tabel Tingkat Pendapatan relatif impor 77 4.5 Tabel Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika 78 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas 81 4.7 Hasil Uji Autokorelasi 82 4.8 Hasil Koefisien Determinasi 84 4.9 Hasil Uji Statistik F (Anova) 85 4.10 Hasil Uji Regresi Berganda (Uji Coefficient) 86 14 DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 2.1 Skema Kerangka Pemikiran 54 4.1 Grafik Normal Probability Plot (Uji Normalitas) 80 4.2 Grafik Scatterplot (Uji Heterokedastisitas) 83 15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Hasil Output SPSS 16 Data Variabel-Variabel Penelitian (Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, Tingkat Pendapatan, Nilai Tukar Rupiah) 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya proses globalisasi, dimana seperti tidak adanya batas antar negara di dunia serta nampaknya setiap negara menjadi terintegrasi, maka kegiatan atau aktivitas ekonomi pun sekarang juga telah menjadi satu kesatuan yang global (globally unified). Perubahan yang terjadi pada ekonomi suatu negara, secara cepat mempengaruhi ekonomi negara lain terutama negara-negara yang menjadi partner ekonomi atau mempunyai hubungan ekonomi yang sangat erat. Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini. Hal tersebut terjadi akibat semakin besarnya volume dan keanekaragaman barang dan jasa yang akan diperdagangkan di negara lain. Oleh karena itu upaya untuk meraih manfaat dari globalisasi ekonomi harus didahului upaya untuk menentukan kurs valuta asing pada tingkat yang menguntungkan. Penentuan kurs valuta asing menjadi pertimbangan penting bagi negara yang terlibat dalam perdagangan internasional karena kurs valuta asing berpengaruh besar terhadap biaya dan manfaat dalam perdagangan internasional (Hadori Yunus 2006). Posisi penting kurs valuta asing dalam perdagangan internasional mengakibatkan berbagai konsep yang berkaitan dengan kurs valuta asing mengalami perkembangan dalam upaya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing. Konsep-konsep yang berkaitan dengan 17 penentuan kurs valuta asing mulai mendapat perhatian besar dari ahli ekonomi terutama sejak kelahiran kurs mengambang pada tahun 1973. Sejak saat itu kurs valuta asing dibiarkan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi variabel-variabel yang mempengaruhinya (Tri Wibowo dan Amir Hidayat 2005). Perubahan-perubahan dalam aktivitas ekonomi ini biasanya tercermin dalam perubahan atau fluktuasi nilai mata uang. Dan tentu saja, konsekuensinya bagi perusahaan-perusahaan multinasional atau perusahaan-perusahaan eksportir atau importir akan menghadapi kecemasan-kecemasan dalam hal devaluasi atau revaluasi. Belum lagi mengantisipasi aktivitas para spekulan mata uang yang kadang cukup signifikan mempengaruhi nilai mata uang (Tri Wibowo dan Amir Hidayat 2005). Tentu saja perubahan-perubahan kurs yang fluktuatif di dalam negeri dan luar negeri tidak dapat terlepas dari pengawasan Bank Indonesia dan Bank Dunia. Inilah fungsi dari Bank Indonesia untuk mengatur kebijakan moneter di dalam negeri yang membuat nilai tukar (kurs) Rupiah tetap stabil (Tri Wibowo dan Amir Hidayat 2005). Perbankan merupakan salah satu faktor ekonomi yang sangat penting perannya dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam menghadapi era pasar bebas dan globalisasi, baik sebagai perantara antara sektor defisit dan sektor surplus maupun sebagai agent of development yang dalam hal ini masih dibebankan pada bank-bank pemerintah (Dedy,2003:3). Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit 18 atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). Bank memiliki fungsi yaitu untuk menarik uang dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat, oleh karena itu bank harus memiliki kinerja yang baik yang di capai dari semua aktivitas usahanya (Martono 2004). Bank Indonesia (BI) adalah lembaga negara yang independen. Pemerintah atau pihak lainnya dilarang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan. Pelanggaran terhadap larangan campur tangan maupun terhadap kewajiban untuk menolak campur tangan, di ancam penjara minimal 2 tahun dan maksimal denda minimal Rp 2 Milyar dan maksimal Rp 5 Milyar (Undang-Undang No. 23 Tahun 199 Tentang Bank Indonesia Pasal 67,68). (Bank Indonesia) Masih sangat melekat dalam ingatan kita bersama atas pengaruh krisis keuangan yang terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu, dimana hampir seluruh lapisan masyarakat harus ikut menanggung akibatnya. Jumlah pengangguran yang meningkat tajam, kurs nilai tukar yang tidak stabil, serta tipisnya kadar kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan merupakan faktor-faktor yang masih terus diupayakan perbaikannya. (Bank Indonesia) Krisis dimaksud tidak terlepas dari kurangnya kesiapan infrastruktur dalam sistim keuangan Indonesia dalam mengantisipasi tekanan-tekanan yang berasal dari external atau pasar internasional, serta belum adanya prosedur resolusi dari krisis yang bersifat baku dan diterima oleh semua pihak. (Bank Indonesia) 19 Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan handal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar. (Bank Indonesia) BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). (Bank Indonesia) Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. (Bank Indonesia) Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak- 20 pihak yang dapat menerbitkan atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN. (Bank Indonesia) Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang. (Bank Indonesia) Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang 21 yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan. (Bank Indonesia) Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegiatan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring. (Bank Indonesia) Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loketloket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil. (Bank Indonesia) Kebijakan pengendalian inflasi hingga saat ini masih menjadi perhatian utama kebijakan perekonomian nasional terutama yang selama ini dijalankan oleh otoritas moneter di dalam negeri (Iswardono, 2001). Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, pihak Bank Indonesia menerapkan model inflation targetting ke dalam rumusan kebijakan pengendalian perekonomian nasional. Kebijakan ini 22 lebih banyak mengkonsentrasikan pencapaian sasarannya dengan menggunakan instrumen kebijakan moneter, yaitu instrumen tingkat suku bunga (Suhaedi, et al, 2000). Instrumen lainnya juga dilakukan untuk dapat mengendalikan jumlah peredaran uang atau jumlah uang beredar. Pada aspek yang lebih luas, pihak otoritas moneter juga tidak mengabaikan instrumen kebijakan yang dapat mempengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang asing (USDollar). Berdasarkan sasaran kebijakan moneter yang saat ini sedang dijalankan oleh pihak otoritas moneter (Bank Indonesia), akan dilakukan analisis terhadap pengaruh jumlah uang beredar, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, dan tingkat suku bunga terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Teori yang digunakan untuk membentuk model penelitian didasarkan pada teori permintaan uang dari Keynes, teori inflasi, dan teori paritas daya beli yang dikemukakan oleh Cassel pada tahun 1922. Model yang dituliskan adalah model yang sebelumnya digunakan oleh Sasana (2004) yang selanjutnya dimodifkasi dengan memfokuskan pada tiga variabel yang mempengaruhi inflasi, yaitu jumlah uang beredar, nilai tukar Rupiah, dan tingkat suku bunga. Kita ketahui di Indonesia terdapat dua jenis bank ditinjau dari prinsipnya. Yang pertama adalah bank konvensional. Bank konvensional adalah bank yang menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkannya kepada pihak-pihak kekurangan dana dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Yang kedua adalah bank syariah. Bank syariah adalah bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak-pihak kekurangan dana dalam rangka mensejahterakan rakyat dan berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam. 23 Jika dicermati dari pengertian kedua macam bank di atas, sekilas tidak ada perbedaan dalam tujuannya, namun walaupun keduanya diregulasi oleh Bank Indonesia, prinsip yang membedakan kedua bank tersebut. Bank konvensional dalam menjalankan aktivitasnya memakai bunga sebagai pendapatan dalam memperoleh keuntungan. Bunga dalam bank konvensional didapat dari pendapatan bank yang disebut interest margin. Pada pemberian kredit yang dilakukan bank konvensional, unsur bunga sangat berperan penting. Dengan demikian bahwa bunga dalam bank konvensional diakui sebagai pendapatan bank konvensional. Tetapi, tingkat suku bunga yang fluktuatif kadang-kadang menjadi masalah di bank konvensional dalam memberikan atau mengajukan persentase bunga dari pemberian kredit yang dilakukan. (Dahlan Siamat 2004) Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada sistem perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. (Dahlan Siamat 2004) Perbankan Syariah mempunyai prinsip bagi hasil yang berbeda dengan perbankan konvensional, yang ternyata lebih tangguh dan terbukti mampu bertahan pada saat krisis moneter. Bahkan, sistem perbankan syariah saat ini lebih berkembang dan menjadi alternatif menarik bagi kalangan pengusaha sebagai pelaku bisnis, akademisi sebagai penyedia sumber daya manusia dan masyarakat sebagai pengguna jasa perbankan. (Martono 2004) 24 Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam, seperti halnya konvensional, juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (Intermediary institution), yaitu menyerap dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan (Profit lost sharing principle). (Martono 2004) Berdasarkan sudut pandang teori makroekonomi, ada empat faktor yang bisa mempengaruhi nilai tukar, yaitu tingkat suku bunga, tingkat inflasi, peredaran uang dan neraca pembayaran. Ketiga faktor yang pertama merupakan faktorfaktor yang sangat penting dalam mempengaruhi atau menentukan nilai tukar. Sedangkan neraca pembayaran merupakan faktor yang cukup kompleks, karena dalam pendekatannya mempertimbangkan lebih banyak faktor ekonomi dibanding ketiga lainnya yang diatas. (Hadori Yunus 2006) Beban bunga utang pemerintah merupakan salah satu dampak dari tingkat inflasi, suku bunga, jumlah uang yang beredar dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Tahun lalu pemerintah Indonesia menikmati penurunan beban bunga utang yang didukung oleh penguatan nilai tukar Rupiah sejak September 2009. Meski nilai tukar Rupiah tahun ini diprediksi bisa menembus level di bawah Rp 9.000 per Dollar AS, pemerintah belum bisa memastikan beban bunga utang pada tahun 2010 bisa lebih rendah (bi.go.id). Pemerintah menilai penghematan 2009 dapat terjadi karena stabilitas ekonomi sangat terjaga yang mengakibatkan meningkatnya kepercayaan pasar 25 terhadap pengelolaan fiskal yang kredibel dan pengelolaan utang yang hati-hati (prudent). Ini menyebabkan penurunan biaya pinjaman. Sementara terjadi penguatan nilai mata uang Rupiah. Untuk tahun 2010 ini belum ada kemungkinan perhitungan penghematan biaya pembayaran utang. “Asumsi nilai tukar baru akan di muthakirkan, jadi kami belum mau berspekulasi berapa penurunannya,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan, Anggito Abimayu. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, perubahan asumsi nilai tukar Rupiah akan mengubah postur anggaran negara. Salah satunya adalah biaya pembayaran utang. “Kita lihat nanti, tetapi yang jelas seluruh postur pasti akan berubah,” ujar Sri Mulyani. Dalam APBN 2010, asumsi nilai tukar Rupiah di tetapkan Rp10.000 per Dollar AS. Menurut Ekonom Bank Danamon, Helmi Arman, perubahan asumsi nilai tukar Rupiah menjadi Rp9.500 per Dollar AS cukup realistis. Dampak perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS ini cukup mempengaruhi dunia perbankan apabila nasabahnya menabung dengan valas atau transaksi valas, banyak bank-bank yang tutup atau terkena likuidasi akibat melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS karena harus menanggung beban bunga nasabahnya. Atas dasar inilah penulis mengambil judul skripsi “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan Tingkat Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika”. 26 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Adanya sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau beritaberita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. 2. Adanya faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. 3. Adanya faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. C. Batasan Masalah Agar dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini terfokus pada ruang lingkup penelitian, maka penulis membatasi permasalahan pada “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan Tingkat Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika”. D. Perumusan Masalah 1. Apakah kenaikan Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan dapat mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar secara parsial? 27 2. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar atas kenaikan Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan secara simultan? E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika secara simultan. 2. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika secara parsial. 3. Untuk menentukan variabel yang paling dominan. Adapun kegunaan penelitian : 1. Bagi penulis Mendapatkan pengetahuan mengenai dunia perbankan dan mendapatkan pengetahuan mengenai Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan terutama yang mencakup teori ekonomi makro. Dan juga untuk mengetahui pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar dan Tingkat Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar. 28 2. Bagi Bank Yaitu sebagai acuan dalam melihat perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar melalui pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan. 3. Bagi akademis atau peneliti Sebagai penambah pemahaman mengenai manajemen perbankan dalam mengatur stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar dengan melihat dari pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan. 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Sejarah Uang Kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem barter adalah salah satu pemicu manusia untuk menggunakan cara lain yang lebih efisien, dimana untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam, manusia tidak perlu lagi menunggu orang lain yang mau di ajak saling bertukar barang kebutuhan. Mereka mulai menggunakan alat pertukaran dan pembayaran yang disebut dengan uang. Manusia dapat menukarkan uang dengan barang atau jasa yang diinginkannya. Namun, apakah secara otomatis mekanisme pertukaran tersebut dapat berjalan? Belum. Mekanisme tersebut hanya dapat berjalan jika dicapai suatu kesepakatan di antara pelaku ekonomi mengenai standar moneter apa yang akan digunakan dalam suatu komunitas atau bangsa. Misalnya suatu bangsa sepakat dan menyatakan bahwa emas adalah standar yang diakui sebagai alat pertukaran, maka negara tersebut menjamin kesatuan moneternya dengan emas dengan harga yang paling pasti. Dimaksudkan alat pertukaran disini adalah daya beli uang atau nilai satuan uang dijamin dengan seberat tertentu dari standar moneternya, yaitu emas. Misalnya di Amerika pernah dinyatakan bahwa U$ 1 adalah sama dengan 23,22 grain emas murni, maka artinya satuan uang senlai U$ 1 dijamin oleh emas seberat 23,22 grain emas murni. Lain halnya dengan yang terjadi di Eropa, 30 dimana mereka menyatakan perak murni sebagai standar moneternya, seperti “mark banco” dari bank Hamburg sama dengan 8 1/3 grain perak murni dan di Inggris satu poundsterling sama dengan 113 grain emas. (Sugiarto Herlambang dan Baskara Said Kelana. 2001) Negara-negara yang menganut standar moneter dengan memakai satu jenis logam, disebut menganut monometallism standard. Sedangkan negara yang menganut standar moneter dengan menggunakan dua jenis logam perak dan emas dikatakan menganut bimetallism standard. Satuan-satuan uang bank yang di kembangkan dengan sistem moneter seperti diuraikan di atas dikenal dengan sebutan “scrutus marcorum”, yang artinya satuan uang dijamin dengan jumlah berat tertentu logam-logam mulia. (Sugiarto Herlambang dan Baskara Said Kelana. 2001) Standar moneter yang diuraikan diatas adalah standar yang berbasiskan kepada barang logam emas dan perak yang merupakan full bodied money. Standar ini dikenal dengan sebutan Standar Barang (Commodity Standard), yang biasanya nilai intrinsik dari alat pembayaran yang digunakan sama dengan nilai nominalnya. Standar moneter lainnya yang berlaku adalah Standar Kepercayaan (Fiat Standard), yaitu standar moneter yang berbasiskan kepercayaan masyarakat (pelaku ekonomi) terhadap sesuatu yang dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah. Alat pembayaran yang berdasarkan standar kepercayaan ini biasanya nilai intrinsiknya lebih kecil daripada nilai nominalnya, misalnya uang kertas. (Sugiarto Herlambang dan Baskara Said Kelana. 2001) Otoritas moneter Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia bertanggung jawab menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal 31 (uang kertas dan uang logam) bagi masyarakat umum dan bank reserves (R) bagi perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan perbankan dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan uang primer yang dimiliki (R) menciptakan uang sekunder dalam bentuk giral seperti giro (demand deposit), deposito berjangka (time deposits), tabungan (saving deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang terlibat dalam penciptaan dan penawaran uang beredar merupakan satu kesatuan dalam suatu sistem moneter. (Sugiarto Herlambang dan Baskara Said Kelana. 2001) 2. Pengertian Bank Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah sebagai berikut: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. (Dahlan Siamat 2004) Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai Intermediary, artinya bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana (kreditur) dengan pihak yang membutuhkan dana (debitur). (Dahlan Siamat 2004) Kita ketahui di Indonesia terdapat dua jenis bank ditinjau dari prinsipnya. Yang pertama adalah bank konvensional. Bank konvensional adalah bank yang menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkannya kepada pihak-pihak kekurangan dana dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Yang 32 kedua adalah bank syariah. Bank syariah adalah bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak-pihak kekurangan dana dalam rangka mensejahterakan rakyat dan berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam. (Dahlan Siamat 2004) Bank Indonesia (BI) adalah lembaga independen dimana pemerintah atau pihak lainnya dilarang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 Pasal 7 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan handal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar. (Bank Indonesia) Fokus kebijakan Bank Indonesia adalah pengendalian inflasi terhadap memperhatikan pemantapan nilai tukar rupiah. Untuk melaksanakan fokus kebijakan BI langkah yang harus dilakukan oleh BI adalah: - Kebijakan yang ditempuh oleh BI dalam masa mendatang akan difokuskan pada pengendalian laju inflasi. - Pengendalian laju inflasi dilakukan untuk mempengaruhi sisi permintaan. Sedangkan dari sisi penawaran, kewenangan pengaturannya lebih banyak berada pada instansi lain. - BI juga akan memperhatikan perkembangan nilai tukar Rupiah. 33 Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort (UU No.23 Tahun 1999, Pasal 11). BI tetap mempunyai fungsi lender of the last resort yang memungkinkan BI membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Pemberian bantuan dana kepada bank dalam rangka tugas sebagai lender of the last resort tersebut di batasi, antara lain: - Jangka waktu palinglama 90 hari - Penggunaannya hanya untuk mismatch dan - Harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah di cairkan B. Nilai Tukar (Kurs) Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) an exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency. Nilai Tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya menurut Paul R Krugman dan Maurice (1994 : 73). Kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut menurut Nopirin (1996 : 163). Kurs atau nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya menurut Salvator (1997 : 10). Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah 34 merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). 1. Penentuan Nilai Tukar Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993): 1. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. 2. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. 3. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau beritaberita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas 35 naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal. 2. Sistem Kurs Mata Uang Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu: 1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu : a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs. b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs. 2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang 36 menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. 3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. 4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda. 5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs 37 ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. 3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar yaitu: 1. Sistem kurs tetap (1970- 1978) Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. (Dahlan Siamat 2004) 2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997) Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah dari spread. (Dahlan Siamat 2004) 3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang) Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka 38 mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. (Dahlan Siamat 2004) C. Tingkat Inflasi 1. Pengertian Inflasi Tingkat inflasi yaitu persentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam satu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai suatu ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. (Sadono Sukirno, 2000:302) Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus. Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun. Jadi, misalnya inflasi yang terjadi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 5%, sedangkan pendapatan cenderung tetap, itu berarti bahwa secara riil pendapatan mengalami penurunan sebesar 5% yang relatif akan menurunkan daya beli 5% juga. (Iskandar Putong,2000:181) Menurut Edward dan Khan (1985) ada dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, dan inflasi. Sedangkan faktor 39 eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diduga. (Neny Erawati,2002:99) Menurut Miskhin (1995:32) terdapat beberapa metode untuk meramalkan tingkat suku bunga pada lembaga keuangan yaitu, sumber dana pinjaman, kekuatan ekonomi, peluang investasi, tingkat inflasi yang diharapkan, dan pinjaman serta defisit pemerintah. Peramalan dan perubahan suku bunga mengakibatkan peningkatan harga barang secara riil dan berdampak pada perubahan inflasi. (Ni Nyoman Aryaningsih,2008:58) Inflasi dan suku bunga mempunyai hubungan timbal balik. Suku bunga tinggi akan mengakibatkan kenaikan bunga pinjaman kredit bank yang dibutuhkan oleh peminjam dana meningkat sehingga ongkos produksi akan meningkat dan berujung pada harga jual produk yang meningkat pula. Inflasi yang meningkat mengakibatkan suku bunga juga meningkat, sebab jika terjadi inflasi maka setiap investor akan meminta hasil minimum yang telah mampu mengganti besarnya inflasi. 2. Metode Penghitungan Inflasi Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari beberapa macam barang yang diperjualbelikan di pasar dengan masing-masing tingkat harga. Yang dimaksud dengan barang-barang disini adalah barang yang paling banyak dan merupakan kebutuhan pokok/utama bagi masyarakat. Berdasarkan data harga barang tersebut, disusunlah suatu angka indeks. Angka indeks yang memperhitungkan semua barang yang dibeli oleh konsumen pada masing-masing harganya disebut indeks harga konsumen (IHK atau consumer 40 price index=PCI). Berdasarkan indeks harga konsumen dapat dihitung besarnya laju kenaikan harga-harga secara umum dalam periode tertentu, biasanya setiap 3 bulan dan 1 tahun. Selain menggunakan IHK, tingkat inflasi juga dapat dihitung dengan dengan menggunakan GNP atau PDB deflator, yaitu membandingkan GNP dan PDB yang diukur berdasarkan harga berlaku (GNP atau PDB harga konstan / GNP atau PBD riil). Adapun rumus untuk menghitung tingkat inflasi adalah : I I I n = HKn IH HKn - 1 x 100% Kn – 1 D I n = D fn Df fn - 1 x 100% n–1 Keterangan : In = inflasi IHKn = indeks harga konsumen tahun dasar IHKn -1 = indeks harga konsumen tahun berikutnya 41 Dfn = GNP dan PDB deflator tahun awal Dfn – 1 = GNP dan PDB deflator tahun berikutnya 3. Jenis Inflasi a. Jenis inflasi menurut sifatnya Berdasarkan sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama, yaitu sebagai berikut : 1). Inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% pertahun. 2). Inflasi menengah (galloping inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 10% - 30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relative besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut inflasi dua digit, misalnya 15%, 20%, 30%, dan sebagainya. 3). Inflasi tinggi (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya 30% - 100% per tahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik dan menurut istilah ibu-ibu rumah tangga harga berubah. 4). Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%). Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang karena nilainya merosot tajam sehingga lebih baik di tukar dengan barang. 42 b. Jenis inflasi berdasarkan sebabnya, yaitu 1). Demand pull inflation Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi disatu pihak dan kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment) di pihak lain. Sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak dan penawaran kerja tetap, harga akan naik. Bila hal ini berlangsung secara terus menerus akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru. 2). Cost push inflation Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh atau menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat, dan sebagainya). Ada dua hal yang dapat dilakukan oleh produsen sehubungan dengan naiknya biaya produksi, yaitu langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama atau harga produknya naik (karena tarik menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah produksi. 43 c. Jenis inflasi berdasarkan asalnya Berdasarkan asalnya, inflasi dibagi menjadi dua, yaitu inflasi yang timbul dari dalam negeri dan inflasi yang timbul dari luar negeri. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena terjadi defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk mengatasinya, pemerintah biasanya mencetak uang baru. Selain itu, kenaikan harga juga disebabkan musim paceklik (gagal panen), bencana alam yang berkepanjangan, dan sebagainya. Inflasi yang berasal dari luar negeri disebabkan negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi. Jika harga-harga barang dan juga ongkos produksi relatif mahal. Dengan demikian, jika negara lain harus mengimpor barang tersebut, harga jualnya di dalam negeri tentunya bertambah mahal. 4. Teori yang Berkaitan dengan Inflasi Terdapat tiga teori yang menerangkan mengenai inflasi, yaitu sebagai berikut : a. Teori Kuantitas Teori kuantitas mengatakan bahwa penyebab utama dai inflasi adalah pertambahan jumlah uang yang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dimasa yang akan datang. 44 b. Teori Keynes Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rezeki antara golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaaan agregat yang lebih besar dari pada jumlah barang yang tersedia. Selama kesenjangan (gap) inflasi masih tetap ada, selama itulah inflasi terus berlanjut. c. Teori Strukturalis atau teori inflasi jangka panjang Teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekauan struktur ekonomi, khususnya kestabilan suplai bahan makanan dan ekspor. Karena sebab-sebab struktural, penambahan barang-barang produksi ini terlalu lambat dibandingkan dengan pertumbuhan kebutuhannya sehingga kenaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain sehingga terjadi inflasi yang relatif berkepanjangan bila pembangunan sektor penghasilan bahan pangan dan industri barang ekspor dibenahi atau ditambah. 5. Hubungan antara Inflasi dengan Nilai Tukar Rupiah. Peneliti ekonomi Bank Indonesia, Akhis R. Hutabarat (2006), menyatakan tatkala inflasi bertahan tinggi, upaya menurunkannya pun menjadi mahal, karena Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunga untuk memperketat likuiditas uang di dalam perekonomian. Hal itu dilakukan melalui kebijakan moneter Bank Indonesia dalam menentukan tercapainya kestabilan moneter. 45 Apabila kebijakan tersebut tidak mampu menekan laju inflasi maka akan berdampak naiknya suku bunga pinjaman yang dibebankan atas kredit kepada nasabahnya. Upaya ini dilakukan agar jumlah uang yang beredar akibat inflasi dapat dikendalikan. Pendapat ekonom Bank Indonesia tersebut sesuai dengan salah satu teori mengenai akibat buruk inflasi yang menyatakan bahwa akibat buruk inflasi akan mengakibatkan kenaikan tingkat bunga dan akan mengurangi investasi. Akibat dari inflasi maka nilai dari uang atau modal bank akan menurun, untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan, institusi keuangan (dalam hal ini yaitu Bank Indonesia) akan menaikkan tingkat bunga ke atas pinjaman-pinjaman mereka. Makin tinggi inflasi maka makin tinggi pula tingkat bunga yang akan ditentukan. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kegairahan penanam modal untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif. (Sadono Sukirno,2000:307-308) Dari keterangan diatas kita ketahui bahwa inflasi akan menyebabkan terjadinya perubahan tingkat harga yang berbanding lurus dengan jumlah uang yang beredar, dan jumlah uang yang beredar diatur oleh bank sentral melalui kebijakan moneter, kemudian kebijakan moneter itu akan berimbas kepada suku bunga pinjaman (suku bunga kredit). Hubungan-hubungan tersebut akan diuraikan lebih lanjut yaitu dengan teori-teori sebagai berikut: a. Teori Kuantitas Uang (Persamaan pertukaran dari Irving Fisher) Teori ini dikembangkan oleh Irving Fisher. Ia berpendapat bahwa perubahan jumlah uang yang beredar (M) berbanding lurus dengan 46 perubahan harga-harga (P). Teori ini didasarkan pada persamaan sebagai berikut : MV = PT Dengan asumsi V dan T tetap Keterangan : M = Jumlah uang yang beredar V = Velocity of circulation atau laju peredaran uang P = Tingkat harga umum T =Jumlah yang diproduksi baik produk jadi maupun produk setengah jadi Jika M meningkat sebesar x%, maka P juga akan meningkat sebesar x%. Begitu pula sebaliknya, jadi dengan kata lain untuk menurunkan tingkat harga umum yang berlaku sebesar x peredaran uang (ditarik) x% pula. Kemudian untuk mengatasi jumlah uang yang beredar tersebut dapat dilakukan dengan kebijakan moneter. 47 b. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui bank sentral guna mengatur jumlah uang yang beredar dan tingkat bunga dalam jumlah yang wajar dan aman. Salah satu kebijakan moneter yang digunakan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar yaitu dengan operasi pasar terbuka. Dalam hal ini bank sentral mempengaruhi jumlah uang yang beredar dengan cara memperjualbelikan surat-surat berharga. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak, bank sentral akan menjual surat berharga atau menaikkan suku bunga simpanan pada bank sentral (di Indonesia namanya SBI/Sertifikat Bank Indonesia). Sebaliknya bila jumlah uang yang beredar relatif sedikit dan investor sulit mendapatkan pinjaman dari bank umum, bank sentral membeli surat berharga tersebut dari bank umum dan menurunkan suku bunga simpanan pada bank sentral. Sertifikat Bank Indonesia adalah instrumen keuangan jangka pendek yang dijadikan tolak ukur oleh bankbank pemerintah, swasta nasional dan swasta asing dalam menentukan tingkat suku bunga tabungan, deposito dan pinjaman kepada masingmasing nasabahnya. D. Tingkat Suku Bunga 1. Pengertian Suku Bunga Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah 48 jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap Dolar yang dipinjam. Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain. Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan. 49 2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya. 2. Unsur-unsur di dalam tingkat suku bunga. Unsur-unsur di dalam tingkat suku bunga, meliputi : 1. Syarat jatuh tempo Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Suratsurat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek. 2. Risiko Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihan-tagihan pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur-unsur ini dapat dipercaya karena bunga pinjaman pemerintah akan benar-benar dibayar. Risiko menengah terdapat pada pinjaman atas kredit-kredit perusahaan yang kondisinya baik. Sedangkan investasi yang berisiko mempunyai peluang gagal atau 50 tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut. 3. Likuiditas Aktiva akan disebut “likuid“ apabila dapat ditukarkan dengan kas secara cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarangnya. Aktiva-aktiva tidak likuid termasuk aktiva-aktiva unik yang tidak memiliki pasar yang berkembang baik. 4. Biaya-biaya administrasi Waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per tahun lebih besar dari tingkat bunga lainnya. 3. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). (Bank Indonesia) 51 Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. (Bank Indonesia) 4. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut. (Bank Indonesia) 5. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System. 6. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id): 1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan. 2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp 100 miliar. 52 3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta. 4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini: 5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka. Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%. 7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. (wikipedia bahasa Indonesia) 53 7. Fungsi Suku Bunga Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah : a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. b. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain. c. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian. Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran tabungan dan permintaan investasi modal (terutama dari sektor bisnis). Tabungan adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi. Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung. Jumlah tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung, dan sebaliknya. Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga tabungan masyarakat. 54 Bank Indonesia berperan dalam menjaga kestabilan nilai kurs mata uang Rupiah terhadap dollar Amerika agar tetap stabil dengan menjaga kestabilan tingkat suku bunga di Indonesia. 8. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar Rupiah. Kebijakan yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran stabilitas harga atau pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan-kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter). Salah satu jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar, berpendapat bahwa pengetatan moneter yang mendorong peningkatan suku bunga akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena adanya pemasukan modal dan luar negeri (Arifin, 1998: 4). E. Jumlah Uang Beredar 1. Pengertian Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar (JUB) yaitu M1 (uang dalam arti sempit) yang terdiri dari uang kartal dan uang giral, dan M2 (uang dalam arti luas) yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi (Nilawati, 2000:162). Uang kartal (currencies) adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah dan atau bank sentral dalam bentuk uang kertas atau uang logam. Uang giral (deposit money) adalah uang yang dikeluarkan oleh suatu bank umum. Contoh uang giral adalah cek, bilyet giro. Uang kuasi meliputi tabungan, deposito berjangka, dan rekening valuta asing (Subagyo, 1997:10). Pada umumnya ada dua kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah suatu negara, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Kebijakan fiskal membahas tentang kebijakan pemerintah untuk mengubah pengeluarannya dan penerimaan 55 dari pajak sedangkan kebijakan moneter mengarah kepada perubahan jumlah uang beredar yang berpengaruh terhadap suku bunga dan selanjutnya mempengaruhi tingkat investasi dan tingkat output. Dasar teori pengeluaran pemerintah adalah sebagai berikut: Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I +G + X – M merupakan “sumber legitimasi” pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikkan atau menurunkan pendapatan nasional. Pemerintah pun perlu menghindari perekonomian justru tidak agar melemahkan peningkatan kegiatan perannya dalam pihak swasta (Dumairy,1996:161-164). Cadangan devisa merupakan stok mata uang asing yang dimiliki yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk transaksi atau pembayaran internasional (Nilawati, 2000:162). Posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Jika cadangan devisa yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan untuk tiga bulan impor, maka hal itu dianggap rawan. Tipisnya persediaan valuta asing suatu negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi juga memerosotkan kredibilitas mata uangnya. Kurs mata uangnya di pasar valuta asing akan mengalami depresiasi. Apabila posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin menipis, maka dapat terjadi “serbuan” (rush) terhadap valuta asing di dalam negeri. 56 Apabila telah demikian keadaannya, sering terjadi pemerintah negara yang bersangkutan akhirnya terpaksa melakukan devaluasi (Dumairy, 1996:107). Menurut Nosihin (1983), dikatakan bahwa penerimaan yang diterima pemerintah dalam bentuk valuta asing yang kemudian ditukarkan dengan rupiah, maka dalam proses pertukaran ini, akan meningkatkan cadangan aktiva Bank Indonesia dan jumlah uang beredar bertambah dengan jumlah uang yang sama. Jadi antara cadangan devisa dan jumlah uang beredar hubungannya cukup erat, dimana jumlah cadangan devisa yang ditukarkan menambah jumlah uang beredar dalam jumlah yang sama (Nilawati, 2000:161). Angka pengganda uang (money multiplier) adalah bagian dari proses penciptaan uang oleh bank umum. Ada beberapa pengertian dari angka pengganda uang yaitu, angka pengganda uang merupakan bagian dari proses pasar yaitu penyesuaian antara permintaan dan penawaran uang (Nilawati, 2000:162). Menurut Parkin (1993:768), angka pengganda uang itu merupakan rasio antara perubahan jumlah uang beredar dan perubahan uang primer, yang juga disebut monetary base. Uang primer adalah jumlah uang kartal ditambah cadangan bank. Jika monetary base naik, maka uang kartal dan cadangan bank juga naik. Sedangkan jika cadangan bank naik maka dapat menciptakan pinjaman dan tambahan uang yang beredar. Menurut Dornbush, yang diuraikan di Nilawati (2000) ada beberapa cara untuk mempengaruhi uang beredar, salah satunya yaitu melalui koefisien angka pengganda uang. Nilai koefisien angka pengganda uang tergantung pada nilai dari uang kartal dan cadangan bank. Semakin kecil nilai dari rasio tersebut, semakin besar nilai koefisien angka pengganda uang. Nilai uang kartal yang rendah berarti 57 masyarakat lebih suka menyimpan uang tunainya di bank daripada di rumah. Selanjutnya nilai cadangan bank yang rendah berarti lebih banyak uang giral yang bisa diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang bank. Bila pengeluaran pemerintah naik maka jumlah uang beredar juga seharusnya naik, karena pengeluaran pemerintah dibiayai dengan nilai rupiah. Bila cadangan devisa naik maka jumlah uang beredar juga seharusnya naik, karena cadangan devisa yang ada biasanya dibelanjakan untuk pengeluaran tahun itu juga dan ditukarkan dengan uang rupiah. Sedangkan hubungannya dengan angka pengganda uang yaitu naiknya angka pengganda uang berpengaruh terhadap kenaikan jumlah uang beredar (Nilawati, 2000:159). 2. Konsep dan Definisi Jumlah Uang Beredar Konsep uang beredar dapat ditinjau dari dua sisi, penawaran dan permintaan. Interaksi antara keduanya menentukan jumlah uang beredar di masyarakat. Uang beredar ini tidak hanya dikendalikan oleh bank sentral semata, namun dalam kenyataannya juga ditentukan oleh pelaku ekonomi yaitu bank-bank umum (sektor perbankan) dan masyarakat umum. Perilaku dan reaksi kedua pelaku ini ikut menentukan berapa jumlah uang beredar pada suatu saat, walaupun secara umum memang benar otoritas moneter yang merupakan penentu utamanya. Definisi uang beredar terdiri dari dua bagian. Pertama, uang beredar dalam arti sempit (narrow money) yang disimbolkan dengan M1. yaitu penjumlahan uang kartal dan uang giral (currency plus demand deposits). Uang kartal adalah uang tunai yang terdiri dari uang kertas dan logam (yang dikeluarkan oleh pemerintah atau bank sentral) yang langsung dapat digunakan oleh 58 masyarakat umum. Uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening koran (giro) yang dimiliki masyarakat pada bank-bank umum. Saldo ini merupakan bagian dari uang yang beredar karena sewaktu-waktu bisa digunakan oleh pemiliknya untuk memenuhi kebutuhannya, seperti halnya uang kartal. Jadi, stok uang beredar (M1) adalah jumlah dari uang kartal (currency) dan uang giral (demand deposit). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: M1 = C + D ........(1.1) Keterangan: C = Currency (uang kartal) D = Demand Deposits (uang giral) Kedua, uang beredar dalam arti luas (broad money) yang disimbolkan dengan M2, yaitu penjumlahan antara uang beredar dalam arti sempit (M1) dengan deposito berjangka (time deposits) dan tabungan (savings) – baik dalam bentuk Rupiah maupun valuta asing – yang disimpan di bank-bank. Kedua bentuk simpanan ini dapat diubah fungsinya menjadi uang tunai untuk melakukan transaksi. M2 = M1 + TD + SD ........(1.2) Keterangan: TD = Time Deposits (deposito berjangka) 59 SD = Saving Deposits (saldo tabungan) 3. Hubungan Jumlah Uang Beredar terhadap Nilai Tukar Rupiah Bahwa peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun (Nopirin,1997: 222). Jika pemerintah menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan merangsang investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar pada giliran kurs valuta asing naik (apresiasi). Dengan menaiknya penawaran uang atau atau jumlah uang beredar akan menaikkan harga barang yang diukur dengan (term of money) sekaligus akan menaikkan harga valuta asing yang diukur dengan mata uang domestik. (Herlambang, dkk, 2001) Pada penelitian ini definisi mengenai jumlah uang beredar menggunakan pengertian uang beredar dalam arti luas (M2). Di negara-negara berkembang, peningkatan jumlah uang beredar diantaranya diakibatkan oleh defisit anggaran pemerintah. Defisit ini jika dibiayai dengan mencetak uang dapat mengakibatkan ekspansi jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar sangat mempengaruhi nilai tukar Rupiah terhadap dollar. 60 F. Tingkat Pendapatan 1. Pengertian Tingkat Pendapatan Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktorfaktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun. Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oeh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara. 2. Konsep Pendapatan Nasional Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara. Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional: 61 A. Produk Domestik Bruto (GDP) Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. B. Produk Nasional Bruto (GNP) Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut. C. Produk Nasional Bruto (NNP) Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produksi yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil. 62 D. Pendapatan Nasional Netto (NNP) Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dan lain-lain. E. Pendapatan Perseorangan (PI) Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja). 63 F. Pendapatan Yang Siap Dibelanjakan (DI) Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan. Jasa perbankan turut mempengaruhi besarnya pendapatan nasional. Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan. 2. Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi). 3. Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption), 64 pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X − M). Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya. Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan. 1. Permintaan dan penawaran agregat Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang 65 akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu. Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran. 2. Konsumsi dan Tabungan Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan Psychological Comsumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan. 3. Investasi Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat. (www.wikipedia.com) 66 4. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Nilai Tukar Rupiah. Di dalam pasar bebas perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Bahwa valuta asing diperlukan guna melakukan transaksi pembayaran keluar negeri (impor). Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar kemampuan untuk impor makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung meningkat dan harga mata uang sendiri turun. Demikian juga inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun kemudian akan menyebabkan valuta asing naik. (Nopirin, 1997: 148) G. Kerangka Pemikiran Bank Indonesia (BI) adalah lembaga independen dimana pemerintah atau pihak lainnya dilarang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dimana tugas BI adalah menjaga kestabilan nilai Rupiah, yang tentunya tidak terlepas dari kegiatan menjaga stabilitas moneter dan mendorong stabilitas keuangan di Indonesia. Nilai Tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai tukar, salah satunya adalah faktor fundamental yang berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara. Kemudian berdasarkan penelitian terdahulu, nilai tukar juga dipengaruhi jumlah uang yang beredar dan pendapatan. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus. Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara 67 riil tingkat pendapatannya juga menurun. Dalam hubungannya dengan nilai tukar yaitu jika suatu negara luar negeri lebih tinggi inflasinya dibandingkan domestik (Indonesia) maka Rupiah akan ditukarkan dengan lebih banyak valas. Jika inflasi meningkat untuk membeli valuta asing yang sama jumlahnya harus ditukar dengan Rupiah yang makin banyak atau depresiasi Rupiah. Salah satu kebijakan Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran stabilitas harga atau pertumbuhan ekonomi adalah kebijakankebijakan moneter dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter). Salah satu jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar. Dalam hubungan antara suku bunga dan nilai tukar yaitu jika terjadi pengetatan moneter yang mendorong peningkatan suku bunga maka akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena adanya pemasukan modal dan luar negeri (Arifin, 1998: 4). Mengenai hubungan antara uang beredar dan nilai tukar yaitu jika pemerintah menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan merangsang investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar pada giliran kurs valuta asing naik (apresiasi). Dengan menaiknya penawaran uang atau atau jumlah uang beredar akan menaikkan harga barang yang diukur dengan (term of money) sekaligus akan menaikkan harga valuta asing yang diukur dengan mata uang domestik.(Herlambang, dkk, 2001) Tingkat pendapatan relatif. Pendapatan mempengaruhi permintaan produk impor. Perubahan tingkat pendapatan juga dapat memnegaruhi kurs tukar secara tidak langsung melalui pengaruh suku bunga. (Madura, Jeff 2003) Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar kemampuan untuk impor makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs 68 valuta asing cenderung meningkat dan harga mata uang sendiri turun. Demikian juga inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun kemudian akan menyebabkan valuta asing naik. (Nopirin, 1997: 148) Berdasarkan bahasan variabel-variabel di atas maka penelitian ini ingin membuktikan pengaruh tingkat inflasi, suku bunga (dalam hal ini suku bunga Bank Indonesia), Jumlah uang yang beredar, dan pendapatan terhadap nilai tukar. Kemudian dilakukan pengujian asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji heterokedasitas, uji autokorelasi, dan uji multikolineritas. Jika asumsi-asumsi pada semua uji tersebut terpenuhi maka dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pengaruh secara simultan, secara parsial, dan untuk mengukur kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Dengan diketahuinya uji statistic tersebut di atas maka diharapkan dapat diketahui hubungan antar variabel. Langkah selanjutnya yaitu interprestasi hasil yang didapat. 69 BANK INDONESIA INDEPENDEN: DEPENDEN: -TINGKAT INFLASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA -SBI -JUMLAH UANG BEREDAR -TINGKAT PENDAPATAN MODEL REGRESI UJI ASUMSI KLASIK REGRESI BERGANDA NORMALITAS MULTIKOLINEARITAS AUTOKORELASI HETEROKEDASTISITAS UJI REGRESI BERGANDA UJI F SIMULTAN UJI T PARSIAL KOEFISIEN DETERMINAN INTERPRESTASI 2.1 Skema Kerangka Pemikiran 70 H. Hipotesis Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang ada, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari tingkat SBI, tingkat inflasi, money supply, dan tingkat pendapatan di Indonesia terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 2. Terdapat pengaruh secara parsial dari tingkat SBI, tingkat inflasi, money supply, dan tingkat pendapatan di Indonesia terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 3. Adanya hubungan kausalitas antara nilai tukar dengan tingkat SBI, tingkat inflasi, money supply, dan tingkat pendapatan di Indonesia terhadap nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Walaupun dalam kenyataannya nilai tukar lebih tergantung pada pasar dan ketiga faktor ekonomi lainnya lebih tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan yang berwenang. I. Penelitian Terdahulu 1. Hadori Yunus (2006), yang meneliti tentang dampak tingkat inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar dollar Amerika pada emiten di bursa efek di bursa efek Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut yaitu adanya pengaruh secara simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Namun secara parsial tidak terdapat pengaruh antara tingkat inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar dollar Amerika. 71 2. Triyono (2008), yang meneliti tentang analisis tentang perubahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Variabel yang digunakan adalah inflasi, JUB, SBI, dan impor (M) terhadap kurs. Hasil analisis dengan uji t diketahui bahwa regresi jangka pendek variabel inflasi, SBI dan impor tidak signifikan terhadap kurs pada sementara variabel JUB berpengaruh secara signifikan terhadap kurs. Dalam regresi jangka panjang variabel inflasi, JUB, SBI, dan impor berpengaruh secara signifikan terhadap kurs. Koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa variabel inflasi, JUB, SBI dan impor memberikan kontribusinya sebesar 49,0864 persen terhadap kurs, sedangkan sisanya 50,9136 persen dipengaruhi oleh variabel bebas lain di luar model yang digunakan. 3. Ana Octavia (2007), yang meneliti tentang analisis pengaruh nilai tukar rupiah / US$ dan tingkat suku bunga SBI terhadap index harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta. Secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai TukarRupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ dan suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. 4. Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2005), yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Variabelnya adalah tingkat inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar. Variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan 72 Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, serta nilai tukar rupiah terhadap US$ satu bulan sebelumnya (lag -1). Selisih jumlah uang beredar (M1) Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. 5. Sri Isnowati (2002) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika: Pendekatan Moneter 1987.2 - 1999.1 Hasil analisis jangka panjang yang diperoleh dari estimasi dengan menggunakan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap nilai tukar (kurs rupiah terhadap dollar selama periode penelitian ( 1987.2 sampai dengan 1999.1 ) adalah perbedaan jumlah uang beredar domestik dan Amerika serta perbedaan harga domestik dan Amerika. Hasil estimasi OLS dengan model koreksi kesalahan menunjukkan bahwa variabel perbedaan jumlah uang beredar (LMX) adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek sedangkan dalam jangka panjang variabel ini tidak mampu menerangkan perilaku nilai tukar. Tidak signifikannya perbedaan jumlah uang beredar dalam jangka panjang menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar dalam jangka panjang kurang efektif dalam mengatasi masalah nilai tukar. 73 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dengan mengambil data keuangan atau laporan keuangan bank Indonesia mengenai nilai tukar Rupiah, tingkat inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan serta data-data lain yang berkaitan dengan bank Indonesia. Data yang diambil yaitu mulai dari tahun 2006 sampai dengan 2009. Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu membahas Variabel Bebas (Variable Independent) yang terdiri dari Tingkat Inflasi (X1), Suku Bunga (X2), Uang Beredar (X3), dan Tingkat Pendapatan (X4), sedangkan Variabel Tidak Bebas (Variable Dependent) yaitu Nilai Tukar Rupiah (Y). B. Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel dengan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel non probability dimana metode ini menetapkan bahwa setiap elemen tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian dan harus memenuhi syarat atau kriteria tertentu yang dapat digunakan sebagai sampel untuk penelitian. Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini : 1. Laporan keuangan Indonesia yang terdaftar dalam BI dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. 2. Bank Indonesia mengeluarkan laporan keuangan Indonesia perbulan, karena untuk mengetahui informasi variabel independen yang diteliti. 74 3. Bank Indonesia yang mengeluarkan laporan Kurs rupiah terhadap dollar Amerika. 4. Bank Indonesia yang menentukan dan mengeluarkan suku bunga SBI. 5. Bank Indonesia juga yang mengumpulkan data Inflasi, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan Indonesia. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan pengumpulan data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). (Nur Indrianto,1999:147) Data sekunder yang dikumpulkan yaitu berupa literatur ilmiah, bukubuku, internet, dan diktat kuliah yang berhubungan dengan topik penulisan ini. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang berkaitan dengan Inflasi, Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, Tingkat Pendapatan, dan Nilai Tukar Rupiah. Kemudian sumber data berasal dari perpustakaan Bank Indonesia dan situs internet Bank Indonesia. Data yang diambil yaitu mengenai Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan. D. Metode Analisis 1. Metode Analisis Linier Berganda Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi linier berganda. Uji regresi linier berganda ini digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara tingkat inflasi, suku bunga, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan terhadap penentuan nilai 75 tukar Rupiah baik secara simultan maupun parsial. Adapun rumus regresi linier berganda adalah: Y= a + b1X1 +b2X2+b 3X3+b4X4+e Dimana: Y : Variabel nilai tukar Rupiah a : Konstanta X1 : Variabel Inflasi X2 : Variabel SBI X3 : Variabel Uang Beredar X4 : Variabel Tingkat Pendapatan b 1-b4 : Koefisien regresi masing-masing variabel independen e : error term 2. Uji Asumsi Klasik (Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik): a. Uji Normalitas Uji normalitas ini bertujuan untuk apakah dalam model regresi variabel independen, variabel dependen, maupun kedua-duanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Menurut Imam Ghozali (2006:112), pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu 76 diagonal grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan: 1). Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normal. 2). Jika data mnyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. (Imam Ghozali,2006:91) Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai toleransi (tolerance) dan Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance). (Imam Ghozali,2006:92-93) Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas didalam regresi adalah: 1). Dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), model regresi yang bebas multikolinearitas mempunyai nilai VIF 77 berkisar pada angka 1 sampai dengan 10 dan mempunyai nilai tolerance mendekati 1. 2). Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas, jika antara variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 90%) maka hal ini diindikasikan adanya multikolinearitas. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika ada korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. (Imam Ghozali,2006:95) Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi yaitu uji Durbin-Watson (DW test). Hipotesis yang akan di uji adalah: H0 : tidak ada autokorelasi HA : ada autokorelasi Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut: 1). Bila nilai DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. 2). Bila nilai DW di antara -2 sampai +2 tidak ada autokorelasi. 3). Bila nilai DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. d. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari satu pengamatan ke 78 pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas. (Imam Ghozali,2006:105) Dalam Bhuono Agung Nugroho (2005:62), heterokedastisitas menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke pengamatan lainnya. Cara memprediksi ada tidaknya heterokedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heterokedastisitas apabila: 1. Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0. 2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas dan dibawah saja. 3. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. 3. Pengujian Hipotesis a. Uji Signifikan Parameter Individual / Parsial (Uji t) Uji hipotesis yang digunakan adalah uji t, yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial dalam menerangkan variabel dependen. Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. (Imam Ghozali,2006:128) 79 Rumus Uji t: Rata-Rata Sampel Pertama Rata-Rata Sampel Kedua Standar Error Perbedaan RataRata Kedua Sampel t= Jika Thitung lebih besar dari Ttabel atau nilai signifikan Thitung < a :5% = 0,05. Maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian: Thitung > Ttabel : H0 ditolak H1 diterima Thitung < Ttabel : H0 diterima H1 ditolak b. Uji Pengaruh Simultan Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. (Imam Ghozali,2006:127) Rumus Uji F: F= Between Groups Estimated Variance atau Mean-square Within Groups Estimated Variance atau Mean-square Atau F= Rata-Rata Kuadrat atau S12 Rata-Rata Kuadrat atau S22 Sumber : Stanisluaus S Uyanto,2009:242 80 Uji F ini dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi. Bila Fhitung lebih besar dari Ftabel, tingkat signifikasinya lebih kecil dari 5% (a : 5% = 0,05), maka hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, berarti bahwa variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Kriteria pengujian: Fhitung > Ftabel : H0 ditolak H1 diterima Fhitung < Ftabel : H0 diterima H1 ditolak c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model menerangkan variasi variabel dependen, maka perlu diketahui melalui adjusted R square. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. (Imam Ghozali,2006:83) E. Operasional Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel. Variabel dependen dan variabel independen. 81 Adapun yang menjadi variabel dependennya : Nilai Tukar Dollar Amerika (Y) Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah. Transaksi Valuta Asing yang mana kedua belah pihak sepakat untuk saling menukarkan simpanan bank mereka serta melaksanakan secepatnya. Kurs yang melandasi perdagangan seketika (On The Spot) ini disebut Kurs Spot (Spot Exchange Rate), sedangkan kesepakatannya disebut Transaksi Spot. Istilah “seketika” atau “spot” ini sebenarnya kurang tepat mengingat pertukaran spot lazimnya baru dilaksanakan dua hari setelah tercapainya kesepakatan. Keterlambatan ini terjadi karena dalam kebanyakan transaksi bank perlu dua hari guna melaksanakan intruksi pembayaran (misalnya berupa cek). Dalam kepustakaan Pasar Valuta Asing, tanggal dimana kedua belah pihak benarbenar menerima dana yang mereka beli, yakni dua hari setelah kesepakatannya, disebut Tanggal Nilai (Value Date). Sedangkan variabel independennya : Tingkat Inflasi (X1) Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin turun nilai uang. Inflasi adalah masalah seluruh dunia. Namun berdasarkan data negara yang sedang berkembang, yang lebih banyak pengalamannya dalam hal ini inflasi 82 dibanding dengan negara industri. Penyebaran inflasi keseluruh dunia terjadi oleh karena adanya mekanisme perdagangan keuangan yang saling berkaitan antara negara dunia. Tingkat Suku Bunga (X2) Adalah harga dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds), besarnya ditentukan oleh preferensi dan sumber pinjaman berbagai pelaku ekonomi di pasar (Daryono:2003). Sesuai dengan teori Keynes, Hicks mengatakan bahwa tabungan tidak hanya di pengaruhi oleh tingkat suku bunga, tetapi juga tingkat pendapatan (marginal propensity to save), tabungan akan naik bila pendapatan nasional naik, investasi naik, dan investasi naik bila tingkat suku bunga turun. Tingkat suku bunga yang tinggi juga akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan investasi yang ada tidak menarik lagi. Jumlah Uang Beredar (X3) Perubahan jumlah uang beredar ditentukan oleh hasil ereksi antara masyarakat, lembaga keuangan dan bank sentral. Jumlah uang beredar adalah hasil kali uang primer (monetary base) dengan pengganda uang (money multiplier). Tingkat Pendapatan (X4) Termasuk sebagai kebijakan fiskal pemerintah dalam bidang anggaran dan belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Untuk komposisi besar kecilnya pendapatan / penerimaan dan pengeluaran negara setiap tahunnya dapat dilihat pada APBN . Mengenai APBN, terdapat tiga prinsip yang mendasari penyusunan, yaitu prinsip anggaran berimbang, dinamis, dan fungsional. 83 Prinsip berimbang menghendaki besarnya sisi pengeluaran sama dengan besarnya sisi penerimaan. Prinsip anggaran dinamis adalah pengutamaaan pembangunan yang dibiayai oleh kemampuan finansial dalam negeri (oleh negara itu sendiri). Sedangkan prinsip anggaran fungsional adalah semua bantuan luar negeri hanya diperuntukkan / dipergunakan untuk membiayai pembangunan dan bukan untuk membiayai pengeluaran rutin (membayar gaji pegawai negeri, subsidi, dan sebagainya). 84 BAB IV PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Lembaga Keuangan di Indonesia Sejarah singkat lembaga keuangan di Indonesia ada dua jenis sistem yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang masuk dalam sistem perbankan adalah lembaga keuangan yang berdasarkan peraturan perundangan dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sistem perbankan mengalami perubahan yang cukup prinsipil terutama setelah diundangkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 dan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang menggantikan Undang-Undang No.14 Tahun 1967 yang sudah sangat tidak memadai lagi menampung permasalahan dan kompleksitas yang timbul dari industri perbankan sejalan dengan pesatnya perkembangan sektor perbankan mengikuti kebutuhan masyarakat terhadap jasa-jasa perbankan disamping kuatnya pengaruh arus globalisasi. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 telah menyederhanakan sistem perbankan dengan menghilangkan perbedaaan fungsi-fungsi operasional perbankan secara struktural sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1967 yang membedakan antara bank umum, bank pembangunan, bank tabungan, bank koperasi, dan bank perkreditan rakyat. Kegiatan usaha bank yang 85 dipisahkan berdasarkan fungsinya tersebut sebenarnya sudah tidak tepat karena pada dasarnya semua jenis bank dapat beroperasi sebagai bank umum kecuali Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Oleh karena itu, sistem perbankan pasca Undang-Undang No.7 Tahun 1992 hanya dikenal dua jenis bank yaitu bank umum dan BPR. Penyempurnaan peraturan perundangan di sektor keuangan moneter yang dilakukan pemerintah terutama sejak memasuki dekade 1990-an tersebut pada dasarnya sangat tepat dalam rangka mengantisipasi persaingan di sektor ini memasuki lingkungan globalisasi perdagangan dunia yang diawali dengan pembentukan blok-blok perdagangan bebas regionla yang dikenal selama ini seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pasific Economic Coorporation (APEC), termasuk penyatuan pasar masyarakat Eropa yang sejak awal tahun1999 telah memberlakukan mata uang tunggal yang disebut Euro. Kemudian pada tahun 2020 ekonomi dunia memasuki era perdagangan bebas sebagaimana yang telah ditandatangani oleh-oleh anggota dalam rangka General Agreement on Trade on Tariff (GATT) atau World Trade Organization (WTO) di Marrakesh 15 April 1994. Guna mengantisipasi hal itu pemerintah Indonesia menggabungkan beberapa bank pemerintah yaitu BDN, BBD, Bank Exim, dan Bapindo ke dalam Bank Mandiri. Dengan kebijakan ini menyebabkan struktur bank pemerintah menjadi bank yang tangguh dan diharapkan lebih kompetitif. Di samping itu untuk memperkuat daya saing perbankan, ketentuan permodalan minimum bagi pendirian bank baru menurut UU No.10 Tahun 1998 dinaikkan menjadi minimal Rp 3 triliun. 86 Sejalan dengan kebijakan diatas, untuk menyehatkan sektor keuangan dan perbankan, Bank Indonesia sampai saat ini melakukan restrukturisasi disektor perbankan melalui program rekapitulasi, pembekuan operasi bank, atau mengambil alih bank yang memang masih dapat diselamatkan serta melikuidasi sebagian bank yang secara struktural kondisi keuangannya sulit untuk diperbaiki akibat portofolio assetnya, khususnya karena banyaknya jumlah kredit bermasalah (non performing loan) di samping itu bank tidak mampu memenuhi peraturan terutama ketentuan permodalan minimum atau CAR sebesar 4% kemudian pada akhir tahun 2001 harus telah mencapai 8%. 2. Sejarah singkat Bank Indonesia Pada tahun 1828 Bank Indonesia atau pada waktu didirikan kali pertama bernama De Javasche Bank didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Kemudian pada tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dan sistem pembayaran. Disamping itu, Bank Indonesia diberi tugas lain dalam hubungannya dengan pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan De Javasche Bank sebelumnya. Pada tahun 1968, Undang-Undang Bank Sentral mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. 87 Tahun 1999 merupakan babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuia dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kemudian pada tahun 2004 Undang-Undang Bank Indonesia di amandemenkan dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Tahun 2008 pemerintah mengeluarkan peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bnal Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia. B. Pengolahan dan Analisis Deskriptif Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar dan Nilai Tukar yang terdaftar di BI dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Kemudian data tersebut diinput dengan menggunakan Microsoft EXCEL edisi 2007 dan didapat variabel-variabel, yaitu Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar dan Nilai Tukar. Setelah itu data diinput menggunakan SPSS versi 16 dengan menggunakan uji asumsi klasik terlebih dahulu untuk melihat apakah data yang diolah memenuhi syarat untuk digunakan dalam regresi berganda. Variabel yang didapat ditransformasikan ke bentuk natural logarithma (LN). Ini digunakan untuk menstandardisasikan data mentah, sehingga distribusi masing-masing variabel menjadi normal. 88 Kemudian variabel-variabel tersebut diinput guna memperoleh output dari model persamaan regresi berganda. Sekaligus untuk menganalisis pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen dengan dasar keputusan dari uji F, uji T dan koofisien determinasi (R2) 1. Analisis Deskriptif Variabel a. Deskripsi Variabel Tingkat Inflasi Untuk mengetahui besarnya Tingkat Inflasi dari Bank Indonesia pada periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.1 Tingkat Inflasi (%) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 1.4192 1.4933 1.3117 1.2833 1.3000 1.2942 1.2625 1.2417 1.2125 0.5242 0.4392 0.5500 0.5217 0.5250 0.5433 0.5242 0.5008 0.4808 0.5050 0.5425 0.5792 0.5733 0.5592 0.5492 0.6133 0.6167 0.6808 0.7467 0.8650 0.9192 0.9917 0.9875 1.0117 0.9808 0.9733 0.9217 0.7642 0.7167 0.6600 0.6092 0.5033 0.3042 0.2258 0.2292 0.2358 0.2142 0.2008 0.2317 Ratarata 0.8296 0.8379 0.7990 0.7908 0.7923 0.7496 0.7463 0.7502 0.7598 0.5731 0.5431 0.5631 1.110972 0.533681 0.859028 0.407917 Sumber : Bank Indonesia Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat Inflasi bervariasi dan berfluktuasi mulai dari yang terendah yaitu 0.2008% dan terbesar yaitu 1.4933%. Inflasi terendah yaitu terjadi pada bulan November 2009, sedangkan inflasi terbesar terjadi pada Februari 2006. Kemudian mengenai rata-rata pertumbuhan pertahun nilai inflasi yang terbesar yaitu berada pada 89 tahun 2006 sebesar 1.110972% dan yang terkecil yaitu pada tahun 2009 sebesar 0.407917%. Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai inflasi yang terbesar yaitu pada bulan Februari sebesar 0.8379% dan nilai yang terendah yaitu pada bulan November sebesar 0.5431%. b. Deskripsi Variabel Suku Bunga SBI Suku bunga yang di tetapkan oleh Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Sertifikat Bank Indonesia menjadi tolak ukur suku bunga bagi bank-bank swasta di Indonesia untuk menarik nasabahnya. Ukuran yang digunakan yaitu dalam bentuk persentase. Data tabel di bawah ini merupakan data suku bunga jangka waktu 1 bulan periode 2006 - 2009. Tabel 4.2 Suku Bunga SBI (Persen) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 1.0625 1.0617 1.0608 1.0617 1.0417 1.0417 1.0208 0.9792 0.9375 0.8958 0.8542 0.8125 0.7917 0.7708 0.7500 0.7500 0.7292 0.7083 0.6875 0.6875 0.6875 0.6875 0.6875 0.6667 0.6667 0.6608 0.6633 0.6658 0.6925 0.7275 0.7692 0.7733 0.8092 0.9150 0.9367 0.9025 0.7292 0.6875 0.6458 0.6250 0.6042 0.5833 0.5625 0.5417 0.5417 0.5417 0.5417 0.5417 0.9858 0.7170 0.7652 0.5955 Ratarata 0.8125 0.7952 0.7800 0.7756 0.7669 0.7652 0.7600 0.7454 0.7440 0.7600 0.7550 0.7308 Sumber : Bank Indonesia 90 Dari tabel diatas dapat di ketahui bahwa nilai suku bunga SBI terendah yaitu 0.5417% pada bulan Agustus sampai Desember 2009 dan nilai suku bunga SBI yang tertinggi yaitu 1.0625% pada bulan Januari 2006. Untuk rata-rata tahunan, yang terendah yaitu pada tahun 2009 sebesar 0.5955% dan untuk yang tertinggi yaitu pada tahun 2006 sebesar 0.9858%. Sedangkan untuk rata-rata bulanan dari tahun 2006 sampai tahun 2009 nilai suku bunga SBI yang terendah yaitu pada bulan Desember sebesar 0.7308% dan untuk nilai suku bunga SBI yang tertinggi yaitu pada bulan Januari sebesar 0.8125%. c. Deskripsi Variabel Jumlah Uang Beredar Untuk mengetahui besarnya Tingkat Jumlah Uang Beredar dari Bank Indonesia pada periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.3 Jumlah Uang Beredar (Miliar Rp) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata pertumbuha n 2006 2007 2008 2009 1.194.939 1.367.957 1.596.565 1.874.145 1.197.771 1.369.244 1.603.750 1.900.208 1.198.748 1.379.237 1.594.930 1.916.752 1.197.122 1.385.715 1.611.691 1.912.623 1.241.866 1.396.069 1.641.733 1.927.070 1.257.785 1.454.578 1.703.381 1.977.533 1.252.815 1.474.769 1.686.050 1.963.180 1.274.084 1.493.051 1.682.811 1.995.294 1.294.745 1.516.884 1.778.139 2.018.031 1.329.426 1.533.845 1.812.490 2.021.517 1.341.940 1.559.569 1.851.023 2.062.206 1.382.493 1.649.663 1.895.839 2.141.384 1263645 1465048 1704867 1975829 Rata-rata 1508402 1517743 1522417 1526788 1551685 1598319 1594204 1611310 1651950 1674320 1703685 1767345 Sumber : Bank Indonesia 91 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Jumlah Uang Beredar bervariasi dan berfluktuasi mulai dari yang terendah yaitu 1.194.939 miliar rupiah dan tertinggi yaitu 2.141.384 miliar rupiah. Jumlah Uang Beredar terendah yaitu terjadi pada bulan Januari 2006, sedangkan Jumlah Uang Beredar tertinggi terjadi pada Desember 2009. Kemudian mengenai rata-rata pertumbuhan pertahun Jumlah Uang Beredar yang terbesar yaitu berada pada tahun 2009 sebesar 1.975.829 miliar rupiah dan yang terkecil yaitu pada tahun 2006 sebesar 1.263.645 miliar rupiah. Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai Jumlah Uang Beredar yang tertinggi yaitu pada bulan Desember sebesar 1.767.345 miliar rupiah dan nilai yang terendah yaitu pada bulan Januari sebesar 1.508.402 miliar rupiah. d. Deskripsi Variabel Tingkat Pendapatan Untuk mengetahui besarnya Tingkat Pendapatan dari Bank Indonesia pada periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut: 92 Tabel 4.4 Tingkat Pendapatan relatif impor (Ribu USD) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 4.642.411 5.361.879 7.864.943 5.734.537 4.688.062 5.386.933 7.445.730 5.032.731 5.485.801 5.785.514 8.020.166 5.848.384 5.007.700 5.632.137 9.028.451 5.515.138 4.915.933 6.183.692 8.403.536 6.397.622 5.175.799 6.185.667 8.515.898 7.021.982 5.310.875 6.395.302 9.351.662 7.758.638 5.211.195 6.654.005 9.220.430 7.349.280 5.163.298 5.882.669 8.812.989 5.616.355 3.983.528 6.045.009 9.416.303 7.922.535 6.286.387 6.832.882 7.439.344 7.144.654 5.329.022 5.919.626 7.124.158 8.084.130 5100001 6022110 8386968 6618832 Rata-rata 5900943 5638364 6284966 6295857 6475196 6724837 7204119 7108728 6368828 6841844 6925817 6614234 Sumber : Bank Indonesia Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Tingkat Pendapatan terendah yaitu terjadi pada bulan Oktober 2006 sebesar 3.983.528 ribu USD, sedangkan Tingkat Pendapatan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2008 sebesar 9.416.303 ribu USD. Kemudian mengenai rata-rata pertumbuhan pertahun Tingkat Pendapatan yang tertinggi yaitu berada pada tahun 2008 sebesar 8.386.968 ribu USD dan yang terkecil yaitu pada tahun 2006 sebesar 5.100.001 ribu USD. Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai Tingkat Pendapatan yang tertinggi yaitu pada bulan Juli sebesar 7.204.119 ribu USD dan nilai yang terendah yaitu pada bulan Februari sebesar 5.638.364 ribu USD. 93 e. Deskripsi Variabel Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Untuk mengetahui besarnya Nilai Tukar Rupiah dari Bank Indonesia pada periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.5 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika (Rp) No . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rata-rata pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 9895 9590 9791 11855 9730 9660 9551 12480 9575 9618 9717 12075 9275 9583 9734 11213 9720 9328 9818 10840 9800 9554 9725 10725 9570 9686 9618 10420 9600 9910 9653 10560 9735 9637 9878 10181 9610 9603 11495 10045 9665 9876 12651 9980 9520 9919 11450 9900 9641,25 9663,66667 10256,75 10856,1667 Rata-rata 10282,75 10355,25 10246,25 9951,25 9926,5 9951 9823,5 9930,75 9857,75 10188,25 10543 10197,25 Sumber : Bank Indonesia Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Nilai Tukar Rupiah bervariasi dan berfluktuasi mulai dari yang terendah yaitu Rp 9275 dan tertinggi yaitu Rp 12480. Nilai Tukar Rupiah terendah yaitu terjadi pada bulan April 2006, sedangkan Nilai Tukar Rupiah tertinggi terjadi pada bulan Februari 2009. Kemudian mengenai rata-rata pertumbuhan pertahun Nilai Tukar Rupiah yang tertinggi yaitu berada pada tahun 2009 sebesar 10856,1667 rupiah dan yang terendah yaitu pada tahun 2006 sebesar 9641,25 rupiah. Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai Nilai Tukar Rupiah yang terendah yaitu pada bulan Juli sebesar 9823,5 94 rupiah dan nilai yang tertinggi yaitu pada bulan November sebesar 10543 rupiah C. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk mengetahui kevalidan hubungan antara variabel-variaabel yang digunakan dan di uji dalam penelitian ini, maka untuk langkah pertama yaitu mengujinya dengan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Hasil Uji Normalitas Data Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier berganda ini, variabel dependen dan variabel independent maupun kedua-duanya mempunyai distribusi normal maupun tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Salah satu metode yang lebih handal untuk melihat normalitas data adalah dengan melihat normal probability yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Untuk mengetahui apakah data dari variabel dependen dan variabel independent dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak maka dapat dilihat dari gambar normal probability plot di bawah ini: 95 Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot Dari gambar grafik normal probability plot tersebut diatas, dapat diketahui bahwa data yang ditunjukkan berupa titik-titik menyebar dsekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti dan mendekati garis diagonal. Maka berdasarkan gambar grafik 4.1 diatas dapat disimpulkan bahwa data dari variabel-variabel penelitian ini terdistribusi dengan normal dan memenuhi asumsi normalitas. 96 b. Hasil Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. (Imam Ghazali,2006:91) Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diihat dari nilai toleransi (tolerance) yang mendekati 1 dan Variance Inflation Factor (VIF) yang nilainya tidak lebih dari 10. Untuk mengetahui apakah terdapat multikolinearitas atau korelasi antar variabel independen yang dalam penelitian ini yaitu Inflasi, SBI, JUB, dan Tingkat Pendapatan maka dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas a Coefficients Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF Inflasi .228 4.382 SBI .147 6.784 JUB .316 3.161 Pendapatan .579 1.727 a. Dependent Variable: Kurs Dari tabel hasil uji multikolinearitas diatas dapat diketahui nilai tolerance dari variabel independen tersebut yaitu berkisar 0,147 - 0,579 yang memiliki nilai tidak lebih dari 1. Sedangkan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari variabel independen tersebut nilainya berkisar antara 97 1,727 – 6,784 dan nilai VIF tersebut tidak melewati 10. Dapat disimpulkan bahwa baik nilai tolerance maupun nilai VIF berada dalam kisaran nilai yang memenuhi asumsi bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel independen. c. Hasil Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear berganda terdapat korelasi kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika ada korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada penelitian ini, maka dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 4.7 Durbin Watson (DW) b Model Summary Model 1 R .877 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate R Square a .768 .747 .03873 Durbin-Watson 1.400 a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI b. Dependent Variable: Kurs . Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai Durbin-Watson (DW) yaitu 1,400. Nilai tersebut berada diatas -2 dan berada dibawah +2 atau nilai tersebut berada diantara -2 dan +2. Dari hasil DW tersebut yang berada pada posisi -2 sampai +2 maka dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada 98 autokorelasi tidak dapat ditolak atau dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. d. Hasil Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas. Salah satu cara untuk memprediksi heterokedastisitas dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot. Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas pada penelitian ini maka dapat dilihat dari grafik di bawah ini: Dari gambar grafik scatterplot diatas dapat diketahui bahwa titik-titik data menyebar diatas dan dibawah angka 0, titik-titik data tidak mengumpul 99 hanya diatas dan dibawah saja, dan penyebarannya tidak membentuk pola, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian regresi linear berganda ini tidak terdapat heterokedastisitas. D. Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan uji asumsi klasik, maka langkah berikutnya yaitu melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial (uji t) maupun secara simultan (uji F), dan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen (uji R2). a. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen, maka perlu diketahui melalui adjusted R square. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen dalam penelitian ini maka dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 4.8 Hasil Koefisien Determinasi b Model Summary Model 1 R .877 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate R Square a .768 .747 .03873 Durbin-Watson 1.400 a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI b. Dependent Variable: Kurs 100 Dari tabel diatas didapat nilai Adjusted R Square sebesar 0,747 yang berarti bahwa 74,7% dari variabel kurs dapat dijelaskan oleh variabel inflasi, SBI, JUB, dan pendapatan. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 25,3% dari variabel kurs dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain. b. Uji Pengaruh Simultan (Uji F) Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen. Untuk mengetahui uji pengaruh simultan pada penelitian ini maka dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 4.9 Hasil Uji Statistik F ANOVA Model b Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression .214 4 .053 35.654 .000a Residual .065 43 .002 Total .278 47 a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI b. Dependent Variable: Kurs Berdasarkan tabel ANOVA atau uji F diatas maka dapat diketahui bahwa nilai F sebesar 35,654 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara bersama-sama atau simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. c. Uji Signifikan Parameter Individual / Parsial (Uji t) Uji Parsial (Uji t) ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial atau secara individu dalam 101 menerangkan variabel independen. Jika nilai signifikansi atau probabilitas lebih besar atau sama dengan 0,05 maka tidak terjadi pengaruh secara signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk mengetahui uji pengaruh parsial pada penelitian ini maka dapat dilihat dari tabel t test di bawah ini: Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi Berganda Coefficients a Model 1 (Constant) INFLASI SBI JUB PENDAPATAN Unstandardized Coefficients B Std. Error 2.812 .767 .043 .022 .188 .071 .650 .057 -.178 .035 Standardized Coefficients Beta .308 .506 1.490 -.495 t 3.668 2.006 2.650 11.419 -5.129 Sig. .001 .051 .011 .000 .000 a. Dependent Variable: KURS Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 4 variabel independen atau variabel bebas terdapat 3 variabel bebas yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. - Variabel Pendapatan Variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan dengan variabel dependen yaitu pendapatan dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan bahwa pendapatan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs. - Variabel Jumlah Uang Beredar Variabel kedua yang berpengaruh yaitu jumlah uang beredar dengan nilai 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan 102 bahwa jumlah uang beredar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs. - Variabel SBI Kemudian variabel ketiga yang berpengaruh yaitu SBI dengan nilai 0,011 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan bahwa SBI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs. - Variabel Inflasi Variabel inflasi yang memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan bahwa inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs. E. Hasil Analisis Regresi Berganda Pembahasan ini kemudian dilanjutkan untuk membuktikan kebenaran yang diajukan pada penelitian ini. Hipotesis yang di uji yaitu variabel inflasi, SBI, JUB, dan pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap kurs. Berdasarkan hasil output SPSS 16 pada tabel 4.10 (table coefficients), maka persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut : Y = 2,812 + 0,043 X1 + 0,188X2 + 0,650X3 – 0,178X4 Y = Nilai tukar rupiah terhadap dolar X2 = SBI X3 = Jumlah Uang Beredar X4 = Pendapatan Nilai konstanta sebesar 2,812 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka rata-rata kurs sebesar 2,812%. 103 Koefisien regresi inflasi (X1) sebesar 0,043 menyatakan bahwa setiap penambahan atau kenaikan inflasi sebesar 1% akan meningkatkan kurs sebesar 0,043%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan konstan. Koefisien regresi SBI (X2) sebesar 0,188 menyatakan bahwa setiap penambahan atau kenaikan SBI sebesar 1% akan meningkatkan kurs sebesar 0,188%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan konstan. Koefisien regresi jumlah uang beredar (X3) sebesar 0,650 menyatakan bahwa setiap penambahan atau kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1% akan meningkatkan kurs sebesar 0,650%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan konstan. Koefisien regresi pendapatan (X4) sebesar 0,178 menyatakan bahwa setiap penambahan atau kenaikan pendapatan sebesar 1% akan menurunkan kurs sebesar 0,178%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan konstan. Hasil dari keempat variabel independen yaitu inflasi , SBI, jumlah uang beredar, dan pendapatan hanya tiga variabel yang berpengaruh terhadap kurs yaitu SBI, jumlah uang beredar, dan pendapatan. SBI mempunyai tingkat signifikansi 0,011 < 0,05 yang berarti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Kemudian jika dilihat tabel 4.10 dimana Unstandardized Coefficients (0,188) bernilai positif maka SBI mempunyai hubungan searah dengan kurs. Sehingga kenaikan atau penurunan SBI akan mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan kurs. Jumlah uang beredar mempunyai tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Kemudian jika dilihat tabel 4.10 dimana Unstandardized Coefficients (0,650) bernilai positif maka 104 jumlah uang beredar mempunyai hubungan searah dengan kurs. Sehingga kenaikan atau penurunan jumlah uang yang beredar akan mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan kurs. Pendapatan mempunyai tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Kemudian jika dilihat tabel 4.10 dimana Unstandardized Coefficients (0,178) bernilai negatif maka pendapatan mempunyai hubungan tidak searah dengan kurs. Sehingga kenaikan atau penurunan pendapatan akan mempunyai hubungan tidak berbanding lurus dengan kurs. 105 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya ada beberapa hal yang dapat disimpulkan: 1. Pengujian secara Uji F (simultan), dari hasil penelitian ini menghasilkan bahwa dari keempat variabel independen yaitu tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu Kurs. 2. Pengujian secara Uji t (parsial), dari hasil penelitian ini menghasilkan bahwa dari keempat variabel independen yaitu tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan secara parsial keempat variabel yaitu Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu Kurs. 3. Dari keempat variabel yang paling dominan terhadap kurs ialah variabel Jumlah Uang Beredar 4. Berdasarkan analisis terhadap persamaan regresi yang diperoleh dari hubungan variabel independen yaitu Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan terhadap Kurs dapat disimpulkan model regresi hanya dapat menerangkan sebesar 74,7%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 25,3% 106 dari variabel kurs dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang diluar dari penelitian ini. B. Implikasi 1. Bagi Bank Indonesia Dari penelitian ini dapat berguna untuk sebagai bahan pertimbangan untuk acuan dari nilai tukar yang terjadi akibat dari inflasi, jumlah uang yang beredar, SBI, dan pendapatan. 2. Bagi Pelaku Ekonomi Dari penelitian ini dapat berguna sebagai indikator bagi pelaku ekonomi dalam menjalankan usahanya. 3. Bagi Akademik Sebagai referensi untuk penelitian-penelitian yang akan datang. C. Saran 1. Penelitian ini hanya menggunakan empat variabel independen dan satu variabel dependen, peneliti berharap untuk peneliti selanjutnya dapat menambah dan mengembangkan jumlah variabel yang akan diteliti. Kemudian sampel yang digunakan adalah Bank Indonesia secara keseluruhan, peneliti berharap peneliti selanjutnya dapat mengambil sampel yang lebih terperinci lagi atau sampel kategori lain. 107 2. Penelitian ini menggunakan model penelitian model regresi berganda, peneliti berharap untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan dan mengembangkan model lain dalam penelitian selanjutnya. 108 DAFTAR PUSTAKA Agung Nugroho, Bhuono. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelititan dengan SPSS. Jakarta: Gramedia Kasmir,SE,MM. 2003. Manajemen Perbankan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Lembaga Penerbit FE UI. Bank Indonesia. Beberapa tahun edisi, Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia. Jakarta: BI Bank Indonesia. Beberapa tahun edisi, Laporan Tahunan. Jakarta: BI Purnomo, Didit dan Wahyudi. 2003. Hubungan Kausalitas Defisit Neraca Transaksi Berjalan dengan Kurs di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 4. No. 1, Juni. hal 18-29 Surakarta: BPPE FE UMS 109 Madura, Jeff. Internatinal Financial Management, Sixth Edition. USA: SouthWestern College Publishing, 2000. Triyono. 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 9, No 2, Desember. Hal 156-167 Surakarta: FE UMS Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Simorangkir, O.P,Drs. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia Indonesia. Bogor. Martono. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Ekonesia. Yogyakarta. Adias, Levi lqbal. 2003. Analisis Fluktuasi Kurs Rupiah terhadap Dollar AS. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Boediono. 2000. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE UGM. 110 Arifin, Samsjul. 1998. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol.1 No.3, Desember hal 1-16 Gujarati, Damodar. 2002. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga Herlambang, Sugiarto dan Baskara Said Kelana. 2001. Ekonorni Makro: Teori Analisis dan Kebijakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 111 uji auto / durbin dan koefisien determinasi b Model Summary Model R R Square a 1 .877 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .768 .747 Durbin-Watson .03873 1.400 a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI b. Dependent Variable: Kurs Uji F b ANOVA Model 1 Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression .214 4 .053 35.654 .000a Residual .065 43 .002 Total .278 47 a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI b. Dependent Variable: Kurs normalitas 112 Uji hetero 113 Uji multikol a Coefficients Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF Inflasi .228 4.382 SBI .147 6.784 JUB .316 3.161 Pendapatan .579 1.727 a. Dependent Variable: Kurs Correlations Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Kurs Inflasi SBI JUB Pendapatan Kurs 1.000 -.045 -.166 .614 .099 Inflasi -.045 1.000 .858 -.602 -.221 SBI -.166 .858 1.000 -.779 -.453 JUB .614 -.602 -.779 1.000 .598 Pendapatan .099 -.221 -.453 .598 1.000 Kurs . .382 .130 .000 .252 Inflasi .382 . .000 .000 .065 SBI .130 .000 . .000 .001 JUB .000 .000 .000 . .000 Pendapatan .252 .065 .001 .000 . Kurs 48 48 48 48 48 Inflasi 48 48 48 48 48 SBI 48 48 48 48 48 JUB 48 48 48 48 48 Pendapatan 48 48 48 48 48 114 Uji t a Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) 2.235 .873 Inflasi .043 .022 SBI .188 JUB .650 Pendapatan -.178 Beta t Sig. 2.561 .014 .308 2.005 .051 .071 .507 2.650 .011 .057 1.490 11.420 .000 .035 -.495 -5.129 .000 a. Dependent Variable: Kurs a Coefficients Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) 2.235 .873 Inflasi .043 .022 SBI .188 JUB Pendapatan Beta Collinearity Statistics t Sig. Tolerance VIF 2.561 .014 .308 2.005 .051 .228 4.382 .071 .507 2.650 .011 .147 6.784 .650 .057 1.490 11.420 .000 .316 3.161 -.178 .035 -.495 -5.129 .000 .579 1.727 a. Dependent Variable: Kurs 115