analisis pengaruh tingkat inflasi, sbi, jumlah uang beredar, dan

advertisement
ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, SBI, JUMLAH
UANG BEREDAR, DAN TINGKAT PENDAPATAN
TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR
AMERIKA
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Rizki Ansori
104081002550
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1413H / 2010M
1
ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, SBI, JUMLAH
UANG BEREDAR, DAN TINGKAT PENDAPATAN
TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR
AMERIKA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat
dalam Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Rizki Ansori
104081002550
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof Dr. Ahmad Rodoni
NIP : 19690203 200112 1 003
Arief Mufraini,Lc.Msi
NIP : 19770122 200312 1 001
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431H / 2010M
2
Hari ini Kamis tanggal 22 Juli Tahun 2010 telah dilakukan Ujian
Komprehensif atas nama Rizki Ansori NIM : 104081002550 dengan judul :
“Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan
Tingkat Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Amerika.”
Memperhatikan penampilan tersebut selama ujian berlangsung, maka
skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Juli 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Indoyama Nasarudin,SE,M.AB
Ketua
Arief Mufraini,Lc.Msi
Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni MM
Penguji Ahli
3
Hari Selasa Tanggal 8 Bulan September Tahun 2010 telah dilaksanakan
Ujian Skripsi atas nama Rizki Ansori NIM : 104081002550 dengan judul skripsi
“Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan
Tingkat Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Amerika.”
Memperhatikan dan menguji kemampuan mahasiswa tersebut selama
ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 September 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni MM
Ketua
Prof. Dr. Abdul Hamid,MS
Penguji Ahli I
Arief Mufraini,Lc.Msi
Sekretaris
Indoyama Nasarudin SE, M.AB
Penguji Ahli II
Ela Patriana, MM
Penguji Proposal Skripsi
4
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun
sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 dari Universitas Negeri Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta seluruhnya merupakan hasil karya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan Skripsi yang saya kutip
dari hasil orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,
kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian Skripsi ini
bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar
akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Jakarta, 19 September 2010
Rizki Ansori
5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Rizki Ansori
Tempat/Tanggal Lahir
: Pontianak, 9 September 1986
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Cipinang Kebembem Rt.002 Rw.010 No.38B
Jakarta Timur
Telepon
: 021-91152402
Pendidikan :
2004 – 2010 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
2001 – 2004 SMU Negeri 36 Jakarta
1998 – 2001 SLTP Negeri 44 Jakarta
1996 – 1998 SD Negeri 13 Pagi Jakarta
1992 – 1996 SD Negeri 37 Pontianak
6
ABSTRACT
This research has a purpose to provide empirical evidences about the inflation,
SBI, money supply, and income value, to rupiah exchange rate to US dollar in
Indonesia. The sample is Bank of Indonesia at periode 2006 – 2009. The statistic
methode uses to test on the research hypothesis is multiple regression methode.
The multiple regression test indicated that variable of inflation, SBI, money
supply, and income value are simultaneously influence to exchange rate, and the
most influential variable is money supply. This result also showed that the
exchange rate is 74,7% explained by inflation, SBI, money supply, and income
value, and 25,3% explained by another variables.
Keyword : inflation, SBI, money supply, income value, exchange rate.
7
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh inflasi,
SBI, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan terhadap nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika di Indonesia. Sampel penelitian ini adalah Bank
Indonesia pada periode 2006 – 2009. Metode statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian adalah metode regresi berganda.
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel inflasi, SBI, jumlah uang beredar,
dan tingkat pendapatan secara simultan berpengaruh terhadap nilai tukar, dan
variabel yang paling mempengaruhi adalah jumlah uang beredar. Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa variabel nilai tukar dapat dijelaskan oleh variabel
inflasi, SBI, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan sebesar 74,7%
sedangkan sisanya sebesar 25,3% dijelaskan oleh variabel lain.
Kata kunci : inflasi, SBI, jumlah uang beredar, tingkat pendapatan, nilai tukar.
8
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT.
Semoga kita selalu mendapat rahmat dan hidayah-Nya, semoga kita berada pada
jalan yang benar menurut kehendak-Nya. Shalawat dan salam kita ucapkan untuk
Nabi besar kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillahi Robbil Alamin, atas selesainya skripsi ini yang berjudul
“Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat
Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika”. Dengan
berbagai keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki,
penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan skripsi
ini dan masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Pembuatan dan hasil skripsi yang telah jadi ini merupakan suatu anugerah
yang indah dari Sang Pencipta yang selalu menunjukkan jalan dengan cara-Nya
dan atas doa-doa yang dikabulkan-Nya. Pembuatan skripsi ini juga tak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu ucapan terima kasih yang dalam penulis
sampaikan kepada pihak-pihak dan orang-orang yang telah membantu dan
semoga semuanya mendapat perlindungan-Nya.
Mama dan Bapak ku tercinta, yang selalu memberi limpahan perhatian,
kasih sayang, dukungan moral dan spiritual serta material kepada penulis.
Perhatian dan kasih sayang yang diberikan menjadikan semangat dan motivasi
untuk meneruskan perjuangan hidup. Untuk keluarga besar ku di Jakarta dan di
Pontianak yang telah memberikan motivasinya supaya skripsi ini cepat
terselesaikan.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, selaku Pembantu Dekan Bidang
Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memberikan
saran-saran, pengetahuan, petunjuk, dan meluangkan waktunya hingga skripsi ini
selesai.
Bapak Arief Mufraini Lc, Msi, selaku dosen tetap di Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekaligus
sebagai pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan-masukan,
petunjuk, dan telah meluangkan waktunya hingga skripsi ini terselesaikan.
9
Bapak Indoyama Nasarudin SE, M.AB, selaku Ketua Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Yang telah memberikan ilmunya selama penulis masih duduk di bangku
perkuliahan, dan terima kasih juga telah memberikan dorongan dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Kepada seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.
Kemudian untuk seluruh staf akademik, staf keuangan, dan staf perpustakaan,
terima kasih atas berbagai bantuannya.
Terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan yang bersama-sama
saling membantu, tukar-menukar informasi, dan berjuang bersama dalam suka
dan duka yaitu, Dzikri, Purwo, Gelar, Bambang, Zuhdi, Doni, Sandhy, Rama,
Kosasih, Alfian, Wira, Dhana, Bayu, Angga, Dira, Ika, dan semua teman-teman
manajemen D angkatan 2004. Terima kasih kawan atas bantuan dan pertolongan
kalian.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penulisannya, untuk itu masukan atau saran-saran yang
membangun diharapkan dapat membuat lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat
berguna bagi kita semua.
Jakarta , 24 Agustus 2010
Rizki Ansori
(Penulis)
10
DAFTAR ISI
Daftar Riwayat Hidup ……………………………………………………. i
Abstract………………………………………………………………….... ii
Abstrak……………………………………………………………………. iii
Kata Pengantar……………………………………………………………. iv
Daftar Isi…………………………………………………………………... vii
Daftar Tabel.................................................................................................. ix
Daftar Gambar.............................................................................................. x
Daftar Lampiran............................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………... 1
B. Identifikasi Masalah……………………………………………………. 11
C. Batasan Masalah………………………………………………………... 11
D. Perumusan Masalah…………………………………………………….. 11
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………….. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori…………………………………………………………. 14
1. Sejarah Uang………………………………………………………... 14
2. Pengertian Bank…………………………………………………….. 16
B. Nilai Tukar (Kurs)……………………………………………………… 18
1. Penentuan Nilai Tukar……………………………………………..... 19
2. Sistem Kurs Mata Uang…………………………………………….. 19
3. Sejarah Perkembangan Nialai Tukar di Indonesia………………….. 22
C. Tingkat Inflasi………………………………………………………….. 23
1. Pengertian Inflasi……………………………………………………. 23
2. Metode Penghitungan Inflasi……………………………………….. 24
3. Jenis Inflasi…………………………………………………………. 26
4. Teori Yang Berkaitan dengan Inflasi……………………………….. 28
5. Hubungan antara Inflasi dengan Nilai Tukar Rupiah………..……… 29
D. Tingkat Suku Bunga……………………………………………………. 32
1. Pengertian Suku Bunga…………………………………………….... 32
2. Unsur-unsur di dalam Tingkat Suku Bunga……………………...….. 34
3. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia……………………………….. 35
4. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia……………………….. 36
5. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia…………………………..... 36
11
6. Karakteristik sertifikat Bank Indonesia…………………………….... 36
7. Fungsi Suku Bunga………………………………………………….. 38
8. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar Rupiah……..… 39
E. Jumlah Uang Beredar………………....………………………………… 39
1. Pengertian Jumlah Uang Beredar………………………………….... 39
2. Konsep dan Definisi Jumlah Uang Beredar………………………..... 42
3. Hubungan Jumlah Uang Beredar dengan Nilai Tukar Rupiah………. 44
F. Tingkat Pendapatan…………………………………………………...... 45
1. Pengertian Tingkat Pendapatan………………………………..……. 45
2. Konsep Pendapatan Nasional……………………………...………… 45
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan…...……….. 49
4. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Nilai Tukar Rupiah…...……. 51
G. Kerangka Pemikiran…………………………………………………….. 51
H. Hipotesis………………………………………………………………… 55
I. Penelitian Terdahulu……………………………………...…………….. 55
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkung Penelitian…………………………………...………... 58
B. Metode Penentuan Sampel……………...…….………………………… 58
C. Metode Pengumpulan Data………………………..………………….... 59
D. Metode Analisis………………………...………………………………. 59
E. Operasional Variabel Penelitian………………………………………… 65
BAB IV PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian……………………………..69
1. Sejarah Singkat Lembaga Keuangan di Indonesia..………………… 69
2. Sejarah Singkat Bank Indonesia………………………..…………… 71
B. Pengolahan dan Analisis Deskriptif…………………………………….. 72
1. Analisis Deskriptif Variabel………..……………………………….. 73
a. Deskriptif variabel Tingkat Inflasi………………………………. 73
b. Deskriptif variabel SBI………………………………………….. 74
c. Deskriptif variabel Jumlah Uang Beredar……………………….. 75
d. Deskriptif variabel Tingkat Pendapatan…………………………. 77
e. Deskriptif variabel Nikai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 78
C. Hasil Uji Asumsi Klasik…………………………………………………79
a. Hasil Uji Normalitas Data….……………………………………….. 79
b. Hasil Uji Multikolinearitas…………………...……………………… 81
c. Hasil Uji Autokorelasi……………………..………………………... 82
d. Hasil Uji Heterokedastisitas…………………..…………………….. 83
D. Pengujian Hipotesis…………………………………………………….. 84
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)……….………………………….…. 84
b. Uji Pengaruh Simultan (Uji F)……………..……………………….. 85
c. Uji Signifikan Parameter Individual/Parsial (Uji t)…...…………….. 85
E. Hasil Analisis Regresi Berganda…...…………………………………... 87
12
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan………...…………………………………………………… 90
B. Implikasi……………………………...………………………………… 91
C. Saran…………………...……………………………………………….. 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
13
DAFTAR TABEL
Nomor
Keterangan
Halaman
4.1
Tabel Tingkat Inflasi
73
4.2
Tabel Suku Bunga SBI
74
4.3
Tabel Jumlah Uang Beredar
75
4.4
Tabel Tingkat Pendapatan relatif impor
77
4.5
Tabel Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
78
4.6
Hasil Uji Multikolinearitas
81
4.7
Hasil Uji Autokorelasi
82
4.8
Hasil Koefisien Determinasi
84
4.9
Hasil Uji Statistik F (Anova)
85
4.10
Hasil Uji Regresi Berganda (Uji Coefficient)
86
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Skema Kerangka Pemikiran
54
4.1
Grafik Normal Probability Plot (Uji Normalitas)
80
4.2
Grafik Scatterplot (Uji Heterokedastisitas)
83
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Hasil Output SPSS 16
Data Variabel-Variabel Penelitian (Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, Tingkat
Pendapatan, Nilai Tukar Rupiah)
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berkembangnya proses globalisasi, dimana seperti tidak adanya batas
antar negara di dunia serta nampaknya setiap negara menjadi terintegrasi, maka
kegiatan atau aktivitas ekonomi pun sekarang juga telah menjadi satu kesatuan
yang global (globally unified). Perubahan yang terjadi pada ekonomi suatu negara,
secara cepat mempengaruhi ekonomi negara lain terutama negara-negara yang
menjadi partner ekonomi atau mempunyai hubungan ekonomi yang sangat erat.
Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional
semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang
berkembang akhir-akhir ini. Hal tersebut terjadi akibat semakin besarnya volume
dan keanekaragaman barang dan jasa yang akan diperdagangkan di negara lain.
Oleh karena itu upaya untuk meraih manfaat dari globalisasi ekonomi harus
didahului upaya untuk menentukan kurs valuta asing pada tingkat yang
menguntungkan. Penentuan kurs valuta asing menjadi pertimbangan penting bagi
negara yang terlibat dalam perdagangan internasional karena kurs valuta asing
berpengaruh besar terhadap biaya dan manfaat dalam perdagangan internasional
(Hadori Yunus 2006).
Posisi penting kurs valuta asing dalam perdagangan internasional
mengakibatkan berbagai konsep yang berkaitan dengan kurs valuta asing
mengalami
perkembangan
dalam
upaya
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kurs valuta asing. Konsep-konsep yang berkaitan dengan
17
penentuan kurs valuta asing mulai mendapat perhatian besar dari ahli ekonomi
terutama sejak kelahiran kurs mengambang pada tahun 1973. Sejak saat itu kurs
valuta asing dibiarkan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi variabel-variabel yang
mempengaruhinya (Tri Wibowo dan Amir Hidayat 2005).
Perubahan-perubahan dalam aktivitas ekonomi ini biasanya tercermin
dalam perubahan atau fluktuasi nilai mata uang. Dan tentu saja, konsekuensinya
bagi perusahaan-perusahaan multinasional atau perusahaan-perusahaan eksportir
atau importir akan menghadapi kecemasan-kecemasan dalam hal devaluasi atau
revaluasi. Belum lagi mengantisipasi aktivitas para spekulan mata uang yang
kadang cukup signifikan mempengaruhi nilai mata uang (Tri Wibowo dan Amir
Hidayat 2005).
Tentu saja perubahan-perubahan kurs yang fluktuatif di dalam negeri dan
luar negeri tidak dapat terlepas dari pengawasan Bank Indonesia dan Bank Dunia.
Inilah fungsi dari Bank Indonesia untuk mengatur kebijakan moneter di dalam
negeri yang membuat nilai tukar (kurs) Rupiah tetap stabil (Tri Wibowo dan Amir
Hidayat 2005).
Perbankan merupakan salah satu faktor ekonomi yang sangat penting
perannya dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam menghadapi
era pasar bebas dan globalisasi, baik sebagai perantara antara sektor defisit dan
sektor surplus maupun sebagai agent of development yang dalam hal ini masih
dibebankan pada bank-bank pemerintah (Dedy,2003:3).
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
18
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
(Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan).
Bank memiliki fungsi yaitu untuk menarik uang dari masyarakat dan
menyalurkannya kepada masyarakat, oleh karena itu bank harus memiliki kinerja
yang baik yang di capai dari semua aktivitas usahanya (Martono 2004).
Bank Indonesia (BI) adalah lembaga negara yang independen.
Pemerintah atau pihak lainnya dilarang melakukan campur tangan terhadap
pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Bank Indonesia wajib menolak atau
mengabaikan segala bentuk campur tangan. Pelanggaran terhadap larangan
campur tangan maupun terhadap kewajiban untuk menolak campur tangan, di
ancam penjara minimal 2 tahun dan maksimal denda minimal Rp 2 Milyar dan
maksimal Rp 5 Milyar (Undang-Undang No. 23 Tahun 199 Tentang Bank
Indonesia Pasal 67,68). (Bank Indonesia)
Masih sangat melekat dalam ingatan kita bersama atas pengaruh krisis
keuangan yang terjadi di Indonesia beberapa waktu yang lalu, dimana hampir
seluruh lapisan masyarakat harus ikut menanggung akibatnya. Jumlah
pengangguran yang meningkat tajam, kurs nilai tukar yang tidak stabil, serta
tipisnya kadar kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan merupakan
faktor-faktor yang masih terus diupayakan perbaikannya. (Bank Indonesia)
Krisis dimaksud tidak terlepas dari kurangnya kesiapan infrastruktur
dalam sistim keuangan Indonesia dalam mengantisipasi tekanan-tekanan yang
berasal dari external atau pasar internasional, serta belum adanya prosedur
resolusi dari krisis yang bersifat baku dan diterima oleh semua pihak. (Bank
Indonesia)
19
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan
pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran
SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi,
semakin lancar dan handal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi
kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan
lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar. (Bank Indonesia)
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai
otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan
SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan
perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari
kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important),
bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank
melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). (Bank
Indonesia)
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai
penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu.
Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan
mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. (Bank Indonesia)
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari
komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di
Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-
20
pihak yang dapat menerbitkan atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI
juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem
pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem
utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan
menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya
BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta
tata kelola (governance) SPN. (Bank Indonesia)
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah
serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan
peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa
berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam
nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi
yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy
tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan
penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang. (Bank Indonesia)
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan
perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga
kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank
Indonesia
meliputi
perencanaan
pengeluaran
emisi
baru
dengan
mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain
itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang
21
yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut
kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru
maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan. (Bank
Indonesia)
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau
diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang
Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan,
keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu
tertentu. Kegiatan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan
udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik
melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem
monitoring. (Bank Indonesia)
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada
bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum
dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan
kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loketloket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan
perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil. (Bank Indonesia)
Kebijakan pengendalian inflasi hingga saat ini masih menjadi perhatian
utama kebijakan perekonomian nasional terutama yang selama ini dijalankan oleh
otoritas moneter di dalam negeri (Iswardono, 2001). Untuk mewujudkan
kebijakan tersebut, pihak Bank Indonesia menerapkan model inflation targetting
ke dalam rumusan kebijakan pengendalian perekonomian nasional. Kebijakan ini
22
lebih banyak mengkonsentrasikan pencapaian sasarannya dengan menggunakan
instrumen kebijakan moneter, yaitu instrumen tingkat suku bunga (Suhaedi, et al,
2000). Instrumen lainnya juga dilakukan untuk dapat mengendalikan jumlah
peredaran uang atau jumlah uang beredar. Pada aspek yang lebih luas, pihak
otoritas moneter juga tidak mengabaikan instrumen kebijakan yang dapat
mempengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang asing
(USDollar).
Berdasarkan sasaran kebijakan moneter yang saat ini sedang dijalankan
oleh pihak otoritas moneter (Bank Indonesia), akan dilakukan analisis terhadap
pengaruh jumlah uang beredar, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, dan tingkat
suku bunga terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Teori yang digunakan untuk
membentuk model penelitian didasarkan pada teori permintaan uang dari Keynes,
teori inflasi, dan teori paritas daya beli yang dikemukakan oleh Cassel pada tahun
1922. Model yang dituliskan adalah model yang sebelumnya digunakan oleh
Sasana (2004) yang selanjutnya dimodifkasi dengan memfokuskan pada tiga
variabel yang mempengaruhi inflasi, yaitu jumlah uang beredar, nilai tukar
Rupiah, dan tingkat suku bunga.
Kita ketahui di Indonesia terdapat dua jenis bank ditinjau dari prinsipnya.
Yang pertama adalah bank konvensional. Bank konvensional adalah bank yang
menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkannya kepada pihak-pihak
kekurangan dana dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Yang
kedua adalah bank syariah. Bank syariah adalah bank yang menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak-pihak kekurangan dana dalam
rangka mensejahterakan rakyat dan berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam.
23
Jika dicermati dari pengertian kedua macam bank di atas, sekilas tidak
ada perbedaan dalam tujuannya, namun walaupun keduanya diregulasi oleh Bank
Indonesia, prinsip yang membedakan kedua bank tersebut.
Bank konvensional dalam menjalankan aktivitasnya memakai bunga
sebagai pendapatan dalam memperoleh keuntungan. Bunga dalam bank
konvensional didapat dari pendapatan bank yang disebut interest margin. Pada
pemberian kredit yang dilakukan bank konvensional, unsur bunga sangat berperan
penting. Dengan demikian bahwa bunga dalam bank konvensional diakui sebagai
pendapatan bank konvensional. Tetapi, tingkat suku bunga yang fluktuatif
kadang-kadang menjadi masalah di bank konvensional dalam memberikan atau
mengajukan persentase bunga dari pemberian kredit yang dilakukan. (Dahlan
Siamat 2004)
Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia sejak tahun 1997 telah
menyadarkan semua pihak bahwa perbankan dengan sistem konvensional bukan
merupakan satu-satunya sistem yang dapat diandalkan, tetapi ada sistem
perbankan lain yang lebih tangguh karena menawarkan prinsip keadilan dan
keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. (Dahlan Siamat 2004)
Perbankan Syariah mempunyai prinsip bagi hasil yang berbeda dengan
perbankan konvensional, yang ternyata lebih tangguh dan terbukti mampu
bertahan pada saat krisis moneter. Bahkan, sistem perbankan syariah saat ini lebih
berkembang dan menjadi alternatif menarik bagi kalangan pengusaha sebagai
pelaku bisnis, akademisi sebagai penyedia sumber daya manusia dan masyarakat
sebagai pengguna jasa perbankan. (Martono 2004)
24
Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam,
seperti halnya konvensional, juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi
(Intermediary institution), yaitu menyerap dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam
bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan
kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga tetapi berdasarkan prinsip syariah,
yaitu prinsip pembagian keuntungan (Profit lost sharing principle). (Martono
2004)
Berdasarkan sudut pandang teori makroekonomi, ada empat faktor yang
bisa mempengaruhi nilai tukar, yaitu tingkat suku bunga, tingkat inflasi, peredaran
uang dan neraca pembayaran. Ketiga faktor yang pertama merupakan faktorfaktor yang sangat penting dalam mempengaruhi atau menentukan nilai tukar.
Sedangkan neraca pembayaran merupakan faktor yang cukup kompleks, karena
dalam pendekatannya mempertimbangkan lebih banyak faktor ekonomi dibanding
ketiga lainnya yang diatas. (Hadori Yunus 2006)
Beban bunga utang pemerintah merupakan salah satu dampak dari
tingkat inflasi, suku bunga, jumlah uang yang beredar dan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar AS. Tahun lalu pemerintah Indonesia menikmati penurunan
beban bunga utang yang didukung oleh penguatan nilai tukar Rupiah sejak
September 2009. Meski nilai tukar Rupiah tahun ini diprediksi bisa menembus
level di bawah Rp 9.000 per Dollar AS, pemerintah belum bisa memastikan beban
bunga utang pada tahun 2010 bisa lebih rendah (bi.go.id).
Pemerintah menilai penghematan 2009 dapat terjadi karena stabilitas
ekonomi sangat terjaga yang mengakibatkan meningkatnya kepercayaan pasar
25
terhadap pengelolaan fiskal yang kredibel dan pengelolaan utang yang hati-hati
(prudent). Ini menyebabkan penurunan biaya pinjaman. Sementara terjadi
penguatan nilai mata uang Rupiah.
Untuk tahun 2010 ini belum ada kemungkinan perhitungan penghematan
biaya pembayaran utang. “Asumsi nilai tukar baru akan di muthakirkan, jadi kami
belum mau berspekulasi berapa penurunannya,” ujar Kepala Badan Kebijakan
Fiskal Departemen Keuangan, Anggito Abimayu.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, perubahan
asumsi nilai tukar Rupiah akan mengubah postur anggaran negara. Salah satunya
adalah biaya pembayaran utang. “Kita lihat nanti, tetapi yang jelas seluruh postur
pasti akan berubah,” ujar Sri Mulyani.
Dalam APBN 2010, asumsi nilai tukar Rupiah di tetapkan Rp10.000 per
Dollar AS. Menurut Ekonom Bank Danamon, Helmi Arman, perubahan asumsi
nilai tukar Rupiah menjadi Rp9.500 per Dollar AS cukup realistis.
Dampak perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS ini cukup
mempengaruhi dunia perbankan apabila nasabahnya menabung dengan valas atau
transaksi valas, banyak bank-bank yang tutup atau terkena likuidasi akibat
melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS karena harus menanggung
beban bunga nasabahnya. Atas dasar inilah penulis mengambil judul skripsi
“Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan
Tingkat Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Amerika”.
26
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat di
identifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Adanya sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau beritaberita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas
naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek.
2. Adanya faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi
seperti inflasi, suku bunga, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.
3. Adanya faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan
devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan,
sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
C. Batasan Masalah
Agar dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini terfokus pada ruang
lingkup penelitian, maka penulis membatasi permasalahan pada “Analisis
Pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Yang Beredar, dan Tingkat
Pendapatan Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika”.
D. Perumusan Masalah
1. Apakah kenaikan Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat
Pendapatan dapat mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
secara parsial?
27
2. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar atas
kenaikan Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat
Pendapatan secara simultan?
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar,
dan Tingkat Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika secara simultan.
2. Untuk menganalisis pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar,
dan Tingkat Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika secara parsial.
3. Untuk menentukan variabel yang paling dominan.
Adapun kegunaan penelitian :
1. Bagi penulis
Mendapatkan pengetahuan mengenai dunia perbankan dan
mendapatkan pengetahuan mengenai Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar,
dan Tingkat Pendapatan terutama yang mencakup teori ekonomi makro.
Dan juga untuk mengetahui pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang
Beredar dan Tingkat Pendapatan terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap US
Dollar.
28
2. Bagi Bank
Yaitu sebagai acuan dalam melihat perubahan Nilai Tukar Rupiah
terhadap US Dollar melalui pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang
Beredar, dan Tingkat Pendapatan.
3. Bagi akademis atau peneliti
Sebagai penambah pemahaman mengenai manajemen perbankan
dalam mengatur stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar dengan
melihat dari pengaruh Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan
Tingkat Pendapatan.
29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Sejarah Uang
Kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem barter adalah salah satu
pemicu manusia untuk menggunakan cara lain yang lebih efisien, dimana untuk
memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam, manusia tidak perlu lagi menunggu
orang lain yang mau di ajak saling bertukar barang kebutuhan. Mereka mulai
menggunakan alat pertukaran dan pembayaran yang disebut dengan uang.
Manusia dapat menukarkan uang dengan barang atau jasa yang diinginkannya.
Namun, apakah secara otomatis mekanisme pertukaran tersebut dapat berjalan?
Belum. Mekanisme tersebut hanya dapat berjalan jika dicapai suatu kesepakatan
di antara pelaku ekonomi mengenai standar moneter apa yang akan digunakan
dalam suatu komunitas atau bangsa. Misalnya suatu bangsa sepakat dan
menyatakan bahwa emas adalah standar yang diakui sebagai alat pertukaran, maka
negara tersebut menjamin kesatuan moneternya dengan emas dengan harga yang
paling pasti. Dimaksudkan alat pertukaran disini adalah daya beli uang atau nilai
satuan uang dijamin dengan seberat tertentu dari standar moneternya, yaitu emas.
Misalnya di Amerika pernah dinyatakan bahwa U$ 1 adalah sama dengan 23,22
grain emas murni, maka artinya satuan uang senlai U$ 1 dijamin oleh emas
seberat 23,22 grain emas murni. Lain halnya dengan yang terjadi di Eropa,
30
dimana mereka menyatakan perak murni sebagai standar moneternya, seperti
“mark banco” dari bank Hamburg sama dengan 8 1/3 grain perak murni dan di
Inggris satu poundsterling sama dengan 113 grain emas. (Sugiarto Herlambang
dan Baskara Said Kelana. 2001)
Negara-negara yang menganut standar moneter dengan memakai satu
jenis logam, disebut menganut monometallism standard. Sedangkan negara yang
menganut standar moneter dengan menggunakan dua jenis logam perak dan emas
dikatakan menganut bimetallism standard. Satuan-satuan uang bank yang di
kembangkan dengan sistem moneter seperti diuraikan di atas dikenal dengan
sebutan “scrutus marcorum”, yang artinya satuan uang dijamin dengan jumlah
berat tertentu logam-logam mulia. (Sugiarto Herlambang dan Baskara Said
Kelana. 2001)
Standar moneter yang diuraikan diatas adalah standar yang berbasiskan
kepada barang logam emas dan perak yang merupakan full bodied money. Standar
ini dikenal dengan sebutan Standar Barang (Commodity Standard), yang biasanya
nilai intrinsik dari alat pembayaran yang digunakan sama dengan nilai
nominalnya. Standar moneter lainnya yang berlaku adalah Standar Kepercayaan
(Fiat Standard), yaitu standar moneter yang berbasiskan kepercayaan masyarakat
(pelaku ekonomi) terhadap sesuatu yang dijadikan sebagai alat pembayaran yang
sah. Alat pembayaran yang berdasarkan standar kepercayaan ini biasanya nilai
intrinsiknya lebih kecil daripada nilai nominalnya, misalnya uang kertas.
(Sugiarto Herlambang dan Baskara Said Kelana. 2001)
Otoritas moneter Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia
bertanggung jawab menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal
31
(uang kertas dan uang logam) bagi masyarakat umum dan bank reserves (R) bagi
perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan perbankan dan lembaga
keuangan lainnya berdasarkan uang primer yang dimiliki (R) menciptakan uang
sekunder dalam bentuk giral seperti giro (demand deposit), deposito berjangka
(time deposits), tabungan (saving deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka
yang terlibat dalam penciptaan dan penawaran uang beredar merupakan satu
kesatuan dalam suatu sistem moneter. (Sugiarto Herlambang dan Baskara Said
Kelana. 2001)
2. Pengertian Bank
Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998
pengertian bank adalah sebagai berikut:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. (Dahlan Siamat 2004)
Bank
merupakan
lembaga
keuangan
yang
berfungsi
sebagai
Intermediary, artinya bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai perantara
antara pihak yang mempunyai kelebihan dana (kreditur) dengan pihak yang
membutuhkan dana (debitur). (Dahlan Siamat 2004)
Kita ketahui di Indonesia terdapat dua jenis bank ditinjau dari prinsipnya.
Yang pertama adalah bank konvensional. Bank konvensional adalah bank yang
menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkannya kepada pihak-pihak
kekurangan dana dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Yang
32
kedua adalah bank syariah. Bank syariah adalah bank yang menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak-pihak kekurangan dana dalam
rangka mensejahterakan rakyat dan berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam.
(Dahlan Siamat 2004)
Bank Indonesia (BI) adalah lembaga independen dimana pemerintah atau
pihak lainnya dilarang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas
Bank Indonesia. Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank
Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 Pasal 7
tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong
pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN).
Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust).
Jadi, semakin lancar dan handal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi
kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan
lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar. (Bank Indonesia)
Fokus kebijakan Bank Indonesia adalah pengendalian inflasi terhadap
memperhatikan pemantapan nilai tukar rupiah. Untuk melaksanakan fokus
kebijakan BI langkah yang harus dilakukan oleh BI adalah:
- Kebijakan yang ditempuh oleh BI dalam masa mendatang akan
difokuskan pada pengendalian laju inflasi.
- Pengendalian laju inflasi dilakukan untuk mempengaruhi sisi
permintaan.
Sedangkan
dari
sisi
penawaran,
kewenangan
pengaturannya lebih banyak berada pada instansi lain.
- BI juga akan memperhatikan perkembangan nilai tukar Rupiah.
33
Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort (UU No.23 Tahun
1999, Pasal 11). BI tetap mempunyai fungsi lender of the last resort yang
memungkinkan BI membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi
bank. Pemberian bantuan dana kepada bank dalam rangka tugas sebagai lender of
the last resort tersebut di batasi, antara lain:
- Jangka waktu palinglama 90 hari
- Penggunaannya hanya untuk mismatch dan
- Harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan
mudah di cairkan
B. Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) an exchange rate is defined as
the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or
the price of one currency in items of another currency.
Nilai Tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur
atau dinyatakan dalam mata uang lainnya menurut Paul R Krugman dan Maurice
(1994 : 73).
Kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan
mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut menurut
Nopirin (1996 : 163).
Kurs atau nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang
lainnya menurut Salvator (1997 : 10).
Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah
adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah
34
merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang
negara lain.
Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah
terhadap Yen, dan lain sebagainya.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di
pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati
untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing
khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar
modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
1. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu
(Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi
seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara,
ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan
devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan,
sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau beritaberita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas
35
naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau
berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang
yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini
ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi
oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua
macam kurs mengambang, yaitu :
a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di
dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas
moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan
karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk
mempengaruhi pergerakan kurs.
2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu
negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara
lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang
negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang
berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang
36
menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak
mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain
mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini,
suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya
secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada
rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara
dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama
dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat
menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi
atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara
terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya
berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata
uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang
dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya
dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang
berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap
negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat
terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang
berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs
37
ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah
tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan
berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai
tukar yaitu:
1. Sistem kurs tetap (1970- 1978)
Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia
menganut sistem nilai tukar tetap kurs resmi Rp. 250/US$, sementara
kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap US$.
Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan, Bank
Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. (Dahlan
Siamat 2004)
2. Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang
mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama
dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem
ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan
kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Pemerintah hanya
melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau bawah
dari spread. (Dahlan Siamat 2004)
3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin
melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka
38
mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pemerintah
memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar
mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem nilai tukar
mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14
Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan
untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah dan
memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. (Dahlan
Siamat 2004)
C. Tingkat Inflasi
1. Pengertian Inflasi
Tingkat inflasi yaitu persentasi kecepatan kenaikan harga-harga dalam
satu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai suatu ukuran untuk menunjukkan
sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. (Sadono Sukirno,
2000:302) Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus.
Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena
secara riil tingkat pendapatannya juga menurun. Jadi, misalnya inflasi yang terjadi
pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 5%, sedangkan pendapatan cenderung
tetap, itu berarti bahwa secara riil pendapatan mengalami penurunan sebesar 5%
yang relatif akan menurunkan daya beli 5% juga. (Iskandar Putong,2000:181)
Menurut Edward dan Khan (1985) ada dua jenis faktor yang menentukan
nilai suku bunga yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi
pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, dan inflasi. Sedangkan faktor
39
eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar
valuta asing yang diduga. (Neny Erawati,2002:99)
Menurut Miskhin (1995:32) terdapat beberapa metode untuk meramalkan
tingkat suku bunga pada lembaga keuangan yaitu, sumber dana pinjaman,
kekuatan ekonomi, peluang investasi, tingkat inflasi yang diharapkan, dan
pinjaman serta defisit pemerintah. Peramalan dan perubahan suku bunga
mengakibatkan peningkatan harga barang secara riil dan berdampak pada
perubahan inflasi. (Ni Nyoman Aryaningsih,2008:58)
Inflasi dan suku bunga mempunyai hubungan timbal balik. Suku bunga
tinggi akan mengakibatkan kenaikan bunga pinjaman kredit bank yang
dibutuhkan oleh peminjam dana meningkat sehingga ongkos produksi akan
meningkat dan berujung pada harga jual produk yang meningkat pula. Inflasi yang
meningkat mengakibatkan suku bunga juga meningkat, sebab jika terjadi inflasi
maka setiap investor akan meminta hasil minimum yang telah mampu mengganti
besarnya inflasi.
2. Metode Penghitungan Inflasi
Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari
beberapa macam barang yang diperjualbelikan di pasar dengan masing-masing
tingkat harga. Yang dimaksud dengan barang-barang disini adalah barang yang
paling banyak dan merupakan kebutuhan pokok/utama bagi masyarakat.
Berdasarkan data harga barang tersebut, disusunlah suatu angka indeks. Angka
indeks yang memperhitungkan semua barang yang dibeli oleh konsumen pada
masing-masing harganya disebut indeks harga konsumen (IHK atau consumer
40
price index=PCI). Berdasarkan indeks harga konsumen dapat dihitung besarnya
laju kenaikan harga-harga secara umum dalam periode tertentu, biasanya setiap 3
bulan dan 1 tahun. Selain menggunakan IHK, tingkat inflasi juga dapat dihitung
dengan dengan menggunakan GNP atau PDB deflator, yaitu membandingkan
GNP dan PDB yang diukur berdasarkan harga berlaku (GNP atau PDB harga
konstan / GNP atau PBD riil).
Adapun rumus untuk menghitung tingkat inflasi adalah :
I
I
I
n
=
HKn
IH
HKn - 1
x
100%
Kn – 1
D
I
n
=
D
fn
Df
fn - 1
x
100%
n–1
Keterangan :
In
= inflasi
IHKn
= indeks harga konsumen tahun dasar
IHKn -1
= indeks harga konsumen tahun berikutnya
41
Dfn
= GNP dan PDB deflator tahun awal
Dfn – 1
= GNP dan PDB deflator tahun berikutnya
3. Jenis Inflasi
a. Jenis inflasi menurut sifatnya
Berdasarkan sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama,
yaitu sebagai berikut :
1). Inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi yang besarnya
kurang dari 10% pertahun.
2). Inflasi menengah (galloping inflation), yaitu inflasi yang besarnya
antara 10% - 30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh
naiknya harga-harga secara cepat dan relative besar. Angka inflasi
pada kondisi ini biasanya disebut inflasi dua digit, misalnya 15%,
20%, 30%, dan sebagainya.
3). Inflasi tinggi (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya 30% - 100%
per tahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik dan
menurut istilah ibu-ibu rumah tangga harga berubah.
4). Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh
naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%).
Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang karena
nilainya merosot tajam sehingga lebih baik di tukar dengan barang.
42
b. Jenis inflasi berdasarkan sebabnya, yaitu
1). Demand pull inflation
Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi
disatu pihak dan kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja
penuh (full employment) di pihak lain. Sesuai dengan hukum
permintaan, bila permintaan banyak dan penawaran kerja tetap, harga
akan naik. Bila hal ini berlangsung secara terus menerus akan
mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk
mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru
dengan penambahan tenaga kerja baru.
2). Cost push inflation
Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya
produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya
perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh atau
menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan
kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat, dan sebagainya). Ada dua
hal yang dapat dilakukan oleh produsen sehubungan dengan naiknya
biaya produksi, yaitu langsung menaikkan harga produknya dengan
jumlah penawaran yang sama atau harga produknya naik (karena tarik
menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah
produksi.
43
c. Jenis inflasi berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya, inflasi dibagi menjadi dua, yaitu inflasi yang
timbul dari dalam negeri dan inflasi yang timbul dari luar negeri. Inflasi
yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena terjadi
defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran
belanja negara. Untuk mengatasinya, pemerintah biasanya mencetak
uang baru. Selain itu, kenaikan harga juga disebabkan musim paceklik
(gagal panen), bencana alam yang berkepanjangan, dan sebagainya.
Inflasi yang berasal dari luar negeri disebabkan negara-negara yang
menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi. Jika
harga-harga barang dan juga ongkos produksi relatif mahal. Dengan
demikian, jika negara lain harus mengimpor barang tersebut, harga
jualnya di dalam negeri tentunya bertambah mahal.
4. Teori yang Berkaitan dengan Inflasi
Terdapat tiga teori yang menerangkan mengenai inflasi, yaitu sebagai
berikut :
a. Teori Kuantitas
Teori kuantitas mengatakan bahwa penyebab utama dai inflasi adalah
pertambahan jumlah uang yang beredar dan psikologi masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga dimasa yang akan datang.
44
b. Teori Keynes
Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar
batas kemampuan ekonominya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan
rezeki antara golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaaan
agregat yang lebih besar dari pada jumlah barang yang tersedia. Selama
kesenjangan (gap) inflasi masih tetap ada, selama itulah inflasi terus
berlanjut.
c. Teori Strukturalis atau teori inflasi jangka panjang
Teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekauan
struktur ekonomi, khususnya kestabilan suplai bahan makanan dan
ekspor. Karena sebab-sebab struktural, penambahan barang-barang
produksi
ini terlalu
lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan
kebutuhannya sehingga kenaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan
devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain
sehingga terjadi inflasi yang relatif berkepanjangan bila pembangunan
sektor penghasilan bahan pangan dan industri barang ekspor dibenahi
atau ditambah.
5. Hubungan antara Inflasi dengan Nilai Tukar Rupiah.
Peneliti ekonomi Bank Indonesia, Akhis R. Hutabarat (2006),
menyatakan tatkala inflasi bertahan tinggi, upaya menurunkannya pun menjadi
mahal, karena Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunga untuk memperketat
likuiditas uang di dalam perekonomian. Hal itu dilakukan melalui kebijakan
moneter Bank Indonesia dalam menentukan tercapainya kestabilan moneter.
45
Apabila kebijakan tersebut tidak mampu menekan laju inflasi maka akan
berdampak naiknya suku bunga pinjaman yang dibebankan atas kredit kepada
nasabahnya. Upaya ini dilakukan agar jumlah uang yang beredar akibat inflasi
dapat dikendalikan.
Pendapat ekonom Bank Indonesia tersebut sesuai dengan salah satu teori
mengenai akibat buruk inflasi yang menyatakan bahwa akibat buruk inflasi akan
mengakibatkan kenaikan tingkat bunga dan akan mengurangi investasi. Akibat
dari inflasi maka nilai dari uang atau modal bank akan menurun, untuk
menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan, institusi keuangan
(dalam hal ini yaitu Bank Indonesia) akan menaikkan tingkat bunga ke atas
pinjaman-pinjaman mereka. Makin tinggi inflasi maka makin tinggi pula tingkat
bunga yang akan ditentukan. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
kegairahan penanam modal untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif.
(Sadono Sukirno,2000:307-308)
Dari keterangan diatas kita ketahui bahwa inflasi akan menyebabkan
terjadinya perubahan tingkat harga yang berbanding lurus dengan jumlah uang
yang beredar, dan jumlah uang yang beredar diatur oleh bank sentral melalui
kebijakan moneter, kemudian kebijakan moneter itu akan berimbas kepada suku
bunga pinjaman (suku bunga kredit). Hubungan-hubungan tersebut akan diuraikan
lebih lanjut yaitu dengan teori-teori sebagai berikut:
a. Teori Kuantitas Uang (Persamaan pertukaran dari Irving Fisher)
Teori ini dikembangkan oleh Irving Fisher. Ia berpendapat bahwa
perubahan jumlah uang yang beredar (M) berbanding lurus dengan
46
perubahan harga-harga (P). Teori ini didasarkan pada persamaan sebagai
berikut :
MV = PT
Dengan asumsi V dan T tetap
Keterangan : M = Jumlah uang yang beredar
V = Velocity of circulation atau laju peredaran uang
P = Tingkat harga umum
T =Jumlah yang diproduksi baik produk jadi maupun
produk setengah jadi
Jika M meningkat sebesar x%, maka P juga akan meningkat
sebesar x%. Begitu pula sebaliknya, jadi dengan kata lain untuk
menurunkan tingkat harga umum yang berlaku sebesar x peredaran uang
(ditarik) x% pula.
Kemudian untuk mengatasi jumlah uang yang beredar tersebut
dapat dilakukan dengan kebijakan moneter.
47
b. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah melalui bank sentral guna mengatur jumlah uang yang
beredar dan tingkat bunga dalam jumlah yang wajar dan aman. Salah satu
kebijakan moneter yang digunakan untuk mengendalikan jumlah uang
yang beredar yaitu dengan operasi pasar terbuka. Dalam hal ini bank
sentral mempengaruhi jumlah uang yang beredar dengan cara
memperjualbelikan surat-surat berharga. Apabila jumlah uang yang
beredar terlalu banyak, bank sentral akan menjual surat berharga atau
menaikkan suku bunga simpanan pada bank sentral (di Indonesia
namanya SBI/Sertifikat Bank Indonesia).
Sebaliknya bila jumlah uang yang beredar relatif sedikit dan
investor sulit mendapatkan pinjaman dari bank umum, bank sentral
membeli surat berharga tersebut dari bank umum dan menurunkan suku
bunga simpanan pada bank sentral. Sertifikat Bank Indonesia adalah
instrumen keuangan jangka pendek yang dijadikan tolak ukur oleh bankbank pemerintah, swasta nasional dan swasta asing dalam menentukan
tingkat suku bunga tabungan, deposito dan pinjaman kepada masingmasing nasabahnya.
D. Tingkat Suku Bunga
1. Pengertian Suku Bunga
Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga
adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah
48
jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat
harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan
Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam
uang, diukur dalam Dolar per tahun untuk setiap Dolar yang dipinjam. Menurut
Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku
bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi,
misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada
tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya),
sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss
atau gain.
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga
tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang
diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah
pinjaman.
Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari
pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu.
Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur
yang harus dibayarkan kepada kreditur.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini
merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini
menunjukkan
sejumlah
rupiah
untuk setiap
satu
rupiah
yang
diinvestasikan.
49
2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat
inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju
inflasi.
Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga,
kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu
periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan,
usaha dagang, atau sumber daya.
2. Unsur-unsur di dalam tingkat suku bunga.
Unsur-unsur di dalam tingkat suku bunga, meliputi :
1. Syarat jatuh tempo
Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman
terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat-surat berharga jangka
pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Suratsurat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek.
2. Risiko
Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko, sementara
lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihan-tagihan
pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan
kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur-unsur ini dapat dipercaya karena
bunga pinjaman pemerintah akan benar-benar dibayar. Risiko menengah
terdapat pada pinjaman atas kredit-kredit perusahaan yang kondisinya
baik. Sedangkan investasi yang berisiko mempunyai peluang gagal atau
50
tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan
yang hampir bangkrut.
3. Likuiditas
Aktiva akan disebut “likuid“ apabila dapat ditukarkan dengan kas secara
cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian
besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan
pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai
sekarangnya. Aktiva-aktiva tidak likuid termasuk aktiva-aktiva unik yang
tidak memiliki pasar yang berkembang baik.
4. Biaya-biaya administrasi
Waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis
pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang
tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per tahun lebih besar
dari tingkat bunga lainnya.
3. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah
membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai
Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti
moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas
Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar
Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat
Bank Indonesia (SBI). (Bank Indonesia)
51
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang
Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia
yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek. (Bank Indonesia)
4. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai
Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang
giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI
diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
(Bank Indonesia)
5. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia
Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23
Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta
Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16
Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.
6. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia
SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id):
1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya
diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan.
2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp
100 miliar.
52
3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya
dengan kelipatan Rp 50 juta.
4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni
(true discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini:
5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka.
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar
15%.
7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless).
8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3
bulan) dengan sistem diskonto atau bunga.
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia
untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia
dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan
oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI
menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan
target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode
tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar
dalam mengikuti pelelangan. (wikipedia bahasa Indonesia)
53
7. Fungsi Suku Bunga
Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah :
a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih
untuk diinvestasikan.
b. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam
suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan
suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri
tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga
yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
c. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah
uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang
dalam suatu perekonomian.
Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran
tabungan dan permintaan investasi modal (terutama dari sektor bisnis).
Tabungan adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi. Bunga pada
dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung.
Jumlah tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin
tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung,
dan sebaliknya.
Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi
rendahnya suku bunga tabungan masyarakat.
54
Bank Indonesia berperan dalam menjaga kestabilan nilai kurs mata uang
Rupiah terhadap dollar Amerika agar tetap stabil dengan menjaga kestabilan
tingkat suku bunga di Indonesia.
8. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Nilai Tukar Rupiah.
Kebijakan yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran stabilitas harga
atau pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan-kebijakan moneter dengan
menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter). Salah satu
jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar, berpendapat bahwa pengetatan
moneter yang mendorong peningkatan suku bunga akan mengakibatkan apresiasi
nilai tukar karena adanya pemasukan modal dan luar negeri (Arifin, 1998: 4).
E. Jumlah Uang Beredar
1. Pengertian Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar (JUB) yaitu M1 (uang dalam arti sempit) yang
terdiri dari uang kartal dan uang giral, dan M2 (uang dalam arti luas) yang terdiri
dari M1 ditambah uang kuasi (Nilawati, 2000:162). Uang kartal (currencies)
adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah dan atau bank sentral dalam bentuk
uang kertas atau uang logam. Uang giral (deposit money) adalah uang yang
dikeluarkan oleh suatu bank umum. Contoh uang giral adalah cek, bilyet giro.
Uang kuasi meliputi tabungan, deposito berjangka, dan rekening valuta asing
(Subagyo, 1997:10).
Pada umumnya ada dua kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
suatu negara, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan
tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Kebijakan fiskal membahas
tentang kebijakan pemerintah untuk mengubah pengeluarannya dan penerimaan
55
dari pajak sedangkan kebijakan moneter mengarah kepada perubahan jumlah uang
beredar yang berpengaruh terhadap suku bunga dan selanjutnya mempengaruhi
tingkat investasi dan tingkat output. Dasar teori pengeluaran pemerintah adalah
sebagai berikut: Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I +G + X –
M merupakan “sumber legitimasi” pandangan kaum Keynesian akan relevansi
campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Kenaikan atau penurunan
pengeluaran pemerintah akan menaikkan atau menurunkan pendapatan nasional.
Pemerintah pun perlu
menghindari
perekonomian
justru
tidak
agar
melemahkan
peningkatan
kegiatan
perannya
dalam
pihak
swasta
(Dumairy,1996:161-164).
Cadangan devisa merupakan stok mata uang asing yang dimiliki yang
sewaktu-waktu dapat digunakan untuk transaksi atau pembayaran internasional
(Nilawati, 2000:162).
Posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila
mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Jika
cadangan devisa yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan untuk tiga bulan
impor, maka hal itu dianggap rawan. Tipisnya persediaan valuta asing suatu
negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan.
Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang
dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi juga memerosotkan kredibilitas mata
uangnya. Kurs mata uangnya di pasar valuta asing akan mengalami depresiasi.
Apabila posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin menipis, maka
dapat terjadi “serbuan” (rush) terhadap valuta asing di dalam negeri.
56
Apabila telah demikian keadaannya, sering terjadi pemerintah negara
yang bersangkutan akhirnya terpaksa melakukan devaluasi (Dumairy, 1996:107).
Menurut Nosihin (1983), dikatakan bahwa penerimaan yang diterima
pemerintah dalam bentuk valuta asing yang kemudian ditukarkan dengan rupiah,
maka dalam proses pertukaran ini, akan meningkatkan cadangan aktiva Bank
Indonesia dan jumlah uang beredar bertambah dengan jumlah uang yang sama.
Jadi antara cadangan devisa dan jumlah uang beredar hubungannya cukup erat,
dimana jumlah cadangan devisa yang ditukarkan menambah jumlah uang beredar
dalam jumlah yang sama (Nilawati, 2000:161).
Angka pengganda uang (money multiplier) adalah bagian dari proses
penciptaan uang oleh bank umum. Ada beberapa pengertian dari angka pengganda
uang yaitu, angka pengganda uang merupakan bagian dari proses pasar yaitu
penyesuaian antara permintaan dan penawaran uang (Nilawati, 2000:162).
Menurut Parkin (1993:768), angka pengganda uang itu merupakan rasio antara
perubahan jumlah uang beredar dan perubahan uang primer, yang juga disebut
monetary base. Uang primer adalah jumlah uang kartal ditambah cadangan bank.
Jika monetary base naik, maka uang kartal dan cadangan bank juga naik.
Sedangkan jika cadangan bank naik maka dapat menciptakan pinjaman dan
tambahan uang yang beredar.
Menurut Dornbush, yang diuraikan di Nilawati (2000) ada beberapa cara
untuk mempengaruhi uang beredar, salah satunya yaitu melalui koefisien angka
pengganda uang. Nilai koefisien angka pengganda uang tergantung pada nilai dari
uang kartal dan cadangan bank. Semakin kecil nilai dari rasio tersebut, semakin
besar nilai koefisien angka pengganda uang. Nilai uang kartal yang rendah berarti
57
masyarakat lebih suka menyimpan uang tunainya di bank daripada di rumah.
Selanjutnya nilai cadangan bank yang rendah berarti lebih banyak uang giral yang
bisa diciptakan dari setiap rupiah uang inti yang dipegang bank.
Bila pengeluaran pemerintah naik maka jumlah uang beredar juga
seharusnya naik, karena pengeluaran pemerintah dibiayai dengan nilai rupiah. Bila
cadangan devisa naik maka jumlah uang beredar juga seharusnya naik, karena
cadangan devisa yang ada biasanya dibelanjakan untuk pengeluaran tahun itu juga
dan ditukarkan dengan uang rupiah. Sedangkan hubungannya dengan angka
pengganda uang yaitu naiknya angka pengganda uang berpengaruh terhadap
kenaikan jumlah uang beredar (Nilawati, 2000:159).
2. Konsep dan Definisi Jumlah Uang Beredar
Konsep uang beredar dapat ditinjau dari dua sisi, penawaran dan
permintaan. Interaksi antara keduanya menentukan jumlah uang beredar di
masyarakat. Uang beredar ini tidak hanya dikendalikan oleh bank sentral semata,
namun dalam kenyataannya juga ditentukan oleh pelaku ekonomi yaitu bank-bank
umum (sektor perbankan) dan masyarakat umum. Perilaku dan reaksi kedua
pelaku ini ikut menentukan berapa jumlah uang beredar pada suatu saat, walaupun
secara umum memang benar otoritas moneter yang merupakan penentu utamanya.
Definisi uang beredar terdiri dari dua bagian. Pertama, uang beredar
dalam arti sempit (narrow money) yang disimbolkan dengan M1. yaitu
penjumlahan uang kartal dan uang giral (currency plus demand deposits). Uang
kartal adalah uang tunai yang terdiri dari uang kertas dan logam (yang dikeluarkan
oleh pemerintah atau bank sentral) yang langsung dapat digunakan oleh
58
masyarakat umum. Uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening koran (giro)
yang dimiliki masyarakat pada bank-bank umum. Saldo ini merupakan bagian
dari uang yang beredar karena sewaktu-waktu bisa digunakan oleh pemiliknya
untuk memenuhi kebutuhannya, seperti halnya uang kartal. Jadi, stok uang
beredar (M1) adalah jumlah dari uang kartal (currency) dan uang giral (demand
deposit).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
M1 = C + D ........(1.1)
Keterangan:
C = Currency (uang kartal)
D = Demand Deposits (uang giral)
Kedua, uang beredar dalam arti luas (broad money) yang disimbolkan
dengan M2, yaitu penjumlahan antara uang beredar dalam arti sempit (M1)
dengan deposito berjangka (time deposits) dan tabungan (savings) – baik dalam
bentuk Rupiah maupun valuta asing – yang disimpan di bank-bank. Kedua bentuk
simpanan ini dapat diubah fungsinya menjadi uang tunai untuk melakukan
transaksi.
M2 = M1 + TD + SD ........(1.2)
Keterangan:
TD = Time Deposits (deposito berjangka)
59
SD = Saving Deposits (saldo tabungan)
3. Hubungan Jumlah Uang Beredar terhadap Nilai Tukar Rupiah
Bahwa peredaran reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul
sebagai akibat kelebihan permintaan atau penawaran uang. Apabila terdapat
kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan
sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan
surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat
membelanjakan kelebihan ini, misalnya untuk impor atau membeli surat-surat
berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti permintaan
akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun (Nopirin,1997:
222). Jika pemerintah menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga
dan merangsang investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar pada
giliran kurs valuta asing naik (apresiasi). Dengan menaiknya penawaran uang
atau atau jumlah uang beredar akan menaikkan harga barang yang diukur dengan
(term of money) sekaligus akan menaikkan harga valuta asing yang diukur dengan
mata uang domestik. (Herlambang, dkk, 2001)
Pada penelitian ini definisi mengenai jumlah uang beredar menggunakan
pengertian uang beredar dalam arti luas (M2). Di negara-negara berkembang,
peningkatan jumlah uang beredar diantaranya diakibatkan oleh defisit anggaran
pemerintah. Defisit ini jika dibiayai dengan mencetak uang dapat mengakibatkan
ekspansi jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar sangat mempengaruhi nilai
tukar Rupiah terhadap dollar.
60
F. Tingkat Pendapatan
1. Pengertian Tingkat Pendapatan
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh
seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktorfaktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oeh Sir William
Petty
dari
Inggris
yang
berusaha
menaksir
pendapatan
nasional
negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan
anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup
(konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para
ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi
bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut
mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk
Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut
harga pasar pada suatu negara.
2. Konsep Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional:
61
A. Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah
produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di
dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam
perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara
yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal
yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang
didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
B. Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi
nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu
negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi
tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah
negara tersebut.
C. Produk Nasional Bruto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi
depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement).
Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produksi
yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga
mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun
relatif kecil.
62
D. Pendapatan Nasional Netto (NNP)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan
yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat
sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP
dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah
pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak
penjualan, pajak hadiah, dan lain-lain.
E. Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan
yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan
yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan
juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment
adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi
tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu,
contoh
pembayaran
dana
pensiunan,
tunjangan
sosial
bagi
para
pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya.
Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi
dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha
kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap
ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya
keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang
dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud
untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
63
F. Pendapatan Yang Siap Dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah
pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi
investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI)
dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak
yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus
langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
Jasa perbankan turut mempengaruhi besarnya pendapatan nasional.
Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan
(upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam
suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor
produksi yang diberikan kepada perusahaan.
2. Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang
dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan
niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan
pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau
barang setengah jadi).
3. Pendekatan
pengeluaran,
dengan cara menghitung jumlah seluruh
pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu
negara selama satu periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini
dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat
pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tangga (Consumption),
64
pemerintah (Government), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih
antara nilai ekspor dikurangi impor (X − M).
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan
untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional
juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah
struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk
menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa.
Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa
Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara
industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya.
Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk
menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan
nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan
sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan
perekonomian dari waktu ke waktu, membandingkan perekonomian antarnegara
atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan.
1. Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan
permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga.
Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang
65
akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan
penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran
barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan
tingkat harga tertentu.
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka
perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat
harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan
tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan
mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat
cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional
(pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
2. Konsumsi dan Tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang
dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu
tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan
sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang
dikenal dengan Psychological Comsumption yang membahas tingkah laku
masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
3. Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting
dari pengeluaran agregat. (www.wikipedia.com)
66
4. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Nilai Tukar Rupiah.
Di dalam pasar bebas perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor
yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Bahwa valuta asing
diperlukan guna melakukan transaksi pembayaran keluar negeri (impor). Makin
tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar
kemampuan untuk impor makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs
valuta asing cenderung meningkat dan harga mata uang sendiri turun. Demikian
juga inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun kemudian akan
menyebabkan valuta asing naik. (Nopirin, 1997: 148)
G. Kerangka Pemikiran
Bank Indonesia (BI) adalah lembaga independen dimana pemerintah atau
pihak lainnya dilarang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas
Bank Indonesia. Dimana tugas BI adalah menjaga kestabilan nilai Rupiah, yang
tentunya tidak terlepas dari kegiatan menjaga stabilitas moneter dan mendorong
stabilitas keuangan di Indonesia.
Nilai Tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur
atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi
nilai tukar, salah satunya adalah faktor fundamental yang berkaitan dengan
indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif
pendapatan antar-negara. Kemudian berdasarkan penelitian terdahulu, nilai tukar
juga dipengaruhi jumlah uang yang beredar dan pendapatan.
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus. Akibat
dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara
67
riil tingkat pendapatannya juga menurun. Dalam hubungannya dengan nilai tukar
yaitu jika suatu negara luar negeri lebih tinggi inflasinya dibandingkan domestik
(Indonesia) maka Rupiah akan ditukarkan dengan lebih banyak valas. Jika inflasi
meningkat untuk membeli valuta asing yang sama jumlahnya harus ditukar
dengan Rupiah yang makin banyak atau depresiasi Rupiah.
Salah satu kebijakan Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk
mencapai sasaran stabilitas harga atau pertumbuhan ekonomi adalah kebijakankebijakan moneter dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau
agregat moneter). Salah satu jalur yang digunakan adalah jalur nilai tukar. Dalam
hubungan antara suku bunga dan nilai tukar yaitu jika terjadi pengetatan moneter
yang mendorong peningkatan suku bunga maka akan mengakibatkan apresiasi
nilai tukar karena adanya pemasukan modal dan luar negeri (Arifin, 1998: 4).
Mengenai hubungan antara uang beredar dan nilai tukar yaitu jika
pemerintah menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga dan
merangsang investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar pada
giliran kurs valuta asing naik (apresiasi). Dengan menaiknya penawaran uang
atau atau jumlah uang beredar akan menaikkan harga barang yang diukur dengan
(term of money) sekaligus akan menaikkan harga valuta asing yang diukur dengan
mata uang domestik.(Herlambang, dkk, 2001)
Tingkat pendapatan relatif. Pendapatan mempengaruhi permintaan
produk impor. Perubahan tingkat pendapatan juga dapat memnegaruhi kurs tukar
secara tidak langsung melalui pengaruh suku bunga. (Madura, Jeff 2003) Makin
tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar
kemampuan untuk impor makin besar pula permintaan akan valuta asing. Kurs
68
valuta asing cenderung meningkat dan harga mata uang sendiri turun. Demikian
juga inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun kemudian akan
menyebabkan valuta asing naik. (Nopirin, 1997: 148)
Berdasarkan bahasan variabel-variabel di atas maka penelitian ini ingin
membuktikan pengaruh tingkat inflasi, suku bunga (dalam hal ini suku bunga
Bank Indonesia), Jumlah uang yang beredar, dan pendapatan terhadap nilai tukar.
Kemudian dilakukan pengujian asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji
heterokedasitas, uji autokorelasi, dan uji multikolineritas. Jika asumsi-asumsi
pada semua uji tersebut terpenuhi maka dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui
pengaruh secara simultan, secara parsial, dan untuk mengukur kemampuan model
dalam menerangkan variabel dependen. Dengan diketahuinya uji statistic tersebut
di atas maka diharapkan dapat diketahui hubungan antar variabel. Langkah
selanjutnya yaitu interprestasi hasil yang didapat.
69
BANK INDONESIA
INDEPENDEN:
DEPENDEN:
-TINGKAT INFLASI
NILAI TUKAR
RUPIAH TERHADAP
DOLLAR AMERIKA
-SBI
-JUMLAH UANG BEREDAR
-TINGKAT PENDAPATAN
MODEL REGRESI
UJI ASUMSI KLASIK REGRESI BERGANDA
NORMALITAS
MULTIKOLINEARITAS
AUTOKORELASI
HETEROKEDASTISITAS
UJI REGRESI BERGANDA
UJI F SIMULTAN
UJI T PARSIAL
KOEFISIEN DETERMINAN
INTERPRESTASI
2.1 Skema Kerangka Pemikiran
70
H. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang ada, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari tingkat SBI, tingkat
inflasi, money supply, dan tingkat pendapatan di Indonesia terhadap nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
2. Terdapat pengaruh secara parsial dari tingkat SBI, tingkat inflasi, money
supply, dan tingkat pendapatan di Indonesia terhadap nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika.
3. Adanya hubungan kausalitas antara nilai tukar dengan tingkat SBI, tingkat
inflasi, money supply, dan tingkat pendapatan di Indonesia terhadap nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Walaupun dalam kenyataannya nilai
tukar lebih tergantung pada pasar dan ketiga faktor ekonomi lainnya lebih
tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan yang
berwenang.
I. Penelitian Terdahulu
1. Hadori Yunus (2006), yang meneliti tentang dampak tingkat inflasi, suku
bunga, dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar dollar Amerika pada
emiten di bursa efek di bursa efek Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut
yaitu adanya pengaruh secara simultan antara variabel independen terhadap
variabel dependen. Namun secara parsial tidak terdapat pengaruh antara
tingkat inflasi, suku bunga, dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar
dollar Amerika.
71
2. Triyono (2008), yang meneliti tentang analisis tentang perubahan kurs
rupiah terhadap dollar Amerika. Variabel yang digunakan adalah inflasi,
JUB, SBI, dan impor (M) terhadap kurs. Hasil analisis dengan uji t diketahui
bahwa regresi jangka pendek variabel inflasi, SBI dan impor tidak
signifikan terhadap kurs pada sementara variabel JUB berpengaruh secara
signifikan terhadap kurs. Dalam regresi jangka panjang variabel inflasi,
JUB, SBI, dan impor berpengaruh secara signifikan terhadap kurs.
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa variabel inflasi, JUB, SBI
dan impor memberikan kontribusinya sebesar 49,0864 persen terhadap kurs,
sedangkan sisanya 50,9136 persen dipengaruhi oleh variabel bebas lain di
luar model yang digunakan.
3. Ana Octavia (2007), yang meneliti tentang analisis pengaruh nilai tukar
rupiah / US$ dan tingkat suku bunga SBI terhadap index harga saham
gabungan di Bursa Efek Jakarta. Secara bersama-sama ada pengaruh yang
sangat signifikan antara Nilai TukarRupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga
SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Secara
parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$
dan suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa
Efek Jakarta.
4. Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2005), yang meneliti tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Variabelnya adalah tingkat inflasi,
suku
bunga,
dan
jumlah uang beredar.
Variabel moneter
yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah selisih
pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan
72
Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika, serta nilai
tukar rupiah terhadap US$ satu bulan sebelumnya (lag -1). Selisih jumlah
uang beredar (M1) Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
5. Sri Isnowati (2002) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika: Pendekatan
Moneter 1987.2 - 1999.1 Hasil analisis jangka panjang yang diperoleh dari
estimasi dengan menggunakan model koreksi kesalahan menunjukkan
bahwa yang berpengaruh terhadap nilai tukar (kurs rupiah terhadap dollar
selama periode penelitian ( 1987.2 sampai dengan 1999.1 ) adalah
perbedaan jumlah uang beredar domestik dan Amerika serta perbedaan
harga domestik dan Amerika. Hasil estimasi OLS dengan model koreksi
kesalahan menunjukkan bahwa variabel perbedaan jumlah uang beredar
(LMX) adalah berpengaruh terhadap nilai tukar dalam jangka pendek
sedangkan dalam jangka panjang variabel ini tidak mampu menerangkan
perilaku nilai tukar. Tidak signifikannya perbedaan jumlah uang beredar
dalam jangka panjang menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang
dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang beredar dalam jangka panjang
kurang efektif dalam mengatasi masalah nilai tukar.
73
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan mengambil data keuangan atau
laporan keuangan bank Indonesia mengenai nilai tukar Rupiah, tingkat inflasi,
suku bunga, jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan serta data-data lain
yang berkaitan dengan bank Indonesia. Data yang diambil yaitu mulai dari tahun
2006 sampai dengan 2009. Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu membahas
Variabel Bebas (Variable Independent) yang terdiri dari Tingkat Inflasi (X1),
Suku Bunga (X2), Uang Beredar (X3), dan Tingkat Pendapatan (X4), sedangkan
Variabel Tidak Bebas (Variable Dependent) yaitu Nilai Tukar Rupiah (Y).
B. Metode Penentuan Sampel
Pengambilan sampel dengan metode purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel non probability dimana metode ini menetapkan bahwa setiap
elemen tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian
dan harus memenuhi syarat atau kriteria tertentu yang dapat digunakan sebagai
sampel untuk penelitian.
Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini :
1. Laporan keuangan Indonesia yang terdaftar dalam BI dari tahun 2006
sampai dengan tahun 2009.
2. Bank Indonesia mengeluarkan laporan keuangan Indonesia perbulan,
karena untuk mengetahui informasi variabel independen yang diteliti.
74
3. Bank Indonesia yang mengeluarkan laporan Kurs rupiah terhadap dollar
Amerika.
4. Bank Indonesia yang menentukan dan mengeluarkan suku bunga SBI.
5. Bank Indonesia juga yang mengumpulkan data Inflasi, Jumlah Uang
Beredar, dan Tingkat Pendapatan Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan
pengumpulan data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan
dicatat oleh pihak lain). (Nur Indrianto,1999:147)
Data sekunder yang dikumpulkan yaitu berupa literatur ilmiah, bukubuku, internet, dan diktat kuliah yang berhubungan dengan topik penulisan ini.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang berkaitan dengan
Inflasi, Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, Tingkat Pendapatan, dan Nilai Tukar
Rupiah. Kemudian sumber data berasal dari perpustakaan Bank Indonesia dan
situs internet Bank Indonesia. Data yang diambil yaitu mengenai Nilai Tukar
Rupiah, Inflasi, Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan.
D. Metode Analisis
1. Metode Analisis Linier Berganda
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi
linier berganda. Uji regresi linier berganda ini digunakan untuk
mengetahui hubungan atau pengaruh antara tingkat inflasi, suku bunga,
jumlah uang beredar, dan tingkat pendapatan terhadap penentuan nilai
75
tukar Rupiah baik secara simultan maupun parsial. Adapun rumus regresi
linier berganda adalah:
Y= a + b1X1 +b2X2+b 3X3+b4X4+e
Dimana:
Y
: Variabel nilai tukar Rupiah
a
: Konstanta
X1
: Variabel Inflasi
X2
: Variabel SBI
X3
: Variabel Uang Beredar
X4
: Variabel Tingkat Pendapatan
b 1-b4
: Koefisien regresi masing-masing variabel
independen
e
: error term
2. Uji Asumsi Klasik (Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik):
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk apakah dalam model regresi
variabel independen, variabel dependen, maupun kedua-duanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Menurut Imam Ghozali (2006:112), pada prinsipnya normalitas
dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
76
diagonal grafik atau
dengan melihat histogram dari residualnya.
Dasar pengambilan keputusan:
1). Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normal.
2). Jika data mnyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti
arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel
independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel bebas. (Imam Ghozali,2006:91) Untuk
mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
toleransi (tolerance) dan Variance Inflation Factor (VIF).
Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi
nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena
VIF = 1/tolerance). (Imam Ghozali,2006:92-93)
Nilai
yang
umum
dipakai
untuk
menunjukkan
adanya
multikolinearitas didalam regresi adalah:
1). Dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF),
model regresi yang bebas multikolinearitas mempunyai nilai VIF
77
berkisar pada angka 1 sampai dengan 10 dan mempunyai nilai
tolerance mendekati 1.
2). Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas, jika antara
variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas
90%) maka hal ini diindikasikan adanya multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
t-1 (sebelumnya). Jika ada korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. (Imam Ghozali,2006:95)
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi ada
atau tidaknya autokorelasi yaitu uji Durbin-Watson (DW test).
Hipotesis yang akan di uji adalah:
H0
: tidak ada autokorelasi
HA
: ada autokorelasi
Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah
sebagai berikut:
1). Bila nilai DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2). Bila nilai DW di antara -2 sampai +2 tidak ada autokorelasi.
3). Bila nilai DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
d. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari satu pengamatan ke
78
pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah yang tidak
terjadi heterokedastisitas. (Imam Ghozali,2006:105)
Dalam Bhuono Agung Nugroho (2005:62), heterokedastisitas
menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode
pengamatan ke pengamatan lainnya. Cara memprediksi ada tidaknya
heterokedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar
scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar scatterplot yang
menyatakan
model
regresi
linier
berganda
tidak
terdapat
heterokedastisitas apabila:
1. Titik-titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0.
2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya diatas dan dibawah saja.
3. Penyebaran
titik-titik
data
tidak
boleh
membentuk
pola
bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji Signifikan Parameter Individual / Parsial (Uji t)
Uji hipotesis yang digunakan adalah uji t, yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara
parsial dalam menerangkan variabel dependen.
Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel
independen
terhadap
variabel
dependen.
(Imam
Ghozali,2006:128)
79
Rumus Uji t:
Rata-Rata Sampel Pertama Rata-Rata Sampel Kedua
Standar Error Perbedaan RataRata Kedua Sampel
t=
Jika Thitung lebih besar dari Ttabel atau nilai signifikan Thitung < a
:5% = 0,05. Maka terdapat pengaruh signifikan antara variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen.
Kriteria pengujian:
Thitung > Ttabel : H0 ditolak H1 diterima
Thitung < Ttabel : H0 diterima H1 ditolak
b. Uji Pengaruh Simultan
Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah
variabel
independen
secara
bersama-sama
atau
simultan
mempengaruhi variabel dependen. (Imam Ghozali,2006:127)
Rumus Uji F:
F=
Between Groups Estimated
Variance atau Mean-square
Within Groups Estimated Variance
atau Mean-square
Atau
F=
Rata-Rata Kuadrat atau S12
Rata-Rata Kuadrat atau S22
Sumber : Stanisluaus S Uyanto,2009:242
80
Uji F ini dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model
regresi. Bila Fhitung lebih besar dari Ftabel, tingkat signifikasinya lebih
kecil dari 5% (a : 5% = 0,05), maka hal ini menunjukkan bahwa H0
ditolak dan H1 diterima, berarti bahwa variabel independen secara
simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Kriteria pengujian:
Fhitung > Ftabel : H0 ditolak H1 diterima
Fhitung < Ftabel : H0 diterima H1 ditolak
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model menerangkan variasi variabel dependen, maka
perlu diketahui melalui adjusted R square. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen
amat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen. (Imam Ghozali,2006:83)
E. Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel. Variabel dependen dan
variabel independen.
81
Adapun yang menjadi variabel dependennya :
Nilai Tukar Dollar Amerika (Y)
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah
perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat
kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau
wilayah.
Transaksi Valuta Asing yang mana kedua belah pihak sepakat untuk
saling menukarkan simpanan bank mereka serta melaksanakan secepatnya. Kurs
yang melandasi perdagangan seketika (On The Spot) ini disebut Kurs Spot (Spot
Exchange Rate), sedangkan kesepakatannya disebut Transaksi Spot.
Istilah “seketika” atau “spot” ini sebenarnya kurang tepat mengingat
pertukaran spot lazimnya baru dilaksanakan dua hari setelah tercapainya
kesepakatan. Keterlambatan ini terjadi karena dalam kebanyakan transaksi bank
perlu dua hari guna melaksanakan intruksi pembayaran (misalnya berupa cek).
Dalam kepustakaan Pasar Valuta Asing, tanggal dimana kedua belah pihak benarbenar menerima dana yang mereka beli, yakni dua hari setelah kesepakatannya,
disebut Tanggal Nilai (Value Date).
Sedangkan variabel independennya :
Tingkat Inflasi (X1)
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga
dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin
turun nilai uang.
Inflasi adalah masalah seluruh dunia. Namun berdasarkan data negara
yang sedang berkembang, yang lebih banyak pengalamannya dalam hal ini inflasi
82
dibanding dengan negara industri. Penyebaran inflasi keseluruh dunia terjadi oleh
karena adanya mekanisme perdagangan keuangan yang saling berkaitan antara
negara dunia.
Tingkat Suku Bunga (X2)
Adalah harga dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds), besarnya
ditentukan oleh preferensi dan sumber pinjaman berbagai pelaku ekonomi di pasar
(Daryono:2003). Sesuai dengan teori Keynes, Hicks mengatakan bahwa tabungan
tidak hanya di pengaruhi oleh tingkat suku bunga, tetapi juga tingkat pendapatan
(marginal propensity to save), tabungan akan naik bila pendapatan nasional naik,
investasi naik, dan investasi naik bila tingkat suku bunga turun. Tingkat suku
bunga yang tinggi juga akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran
kas perusahaan, sehingga kesempatan investasi yang ada tidak menarik lagi.
Jumlah Uang Beredar (X3)
Perubahan jumlah uang beredar ditentukan oleh hasil ereksi antara
masyarakat, lembaga keuangan dan bank sentral. Jumlah uang beredar adalah
hasil kali uang primer (monetary base) dengan pengganda uang (money
multiplier).
Tingkat Pendapatan (X4)
Termasuk sebagai kebijakan fiskal pemerintah dalam bidang anggaran
dan belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian.
Untuk komposisi besar kecilnya pendapatan /
penerimaan dan pengeluaran
negara setiap tahunnya dapat dilihat pada APBN . Mengenai APBN, terdapat tiga
prinsip yang mendasari penyusunan, yaitu prinsip anggaran berimbang, dinamis,
dan fungsional.
83
Prinsip berimbang menghendaki besarnya sisi pengeluaran sama dengan
besarnya sisi penerimaan. Prinsip anggaran dinamis adalah pengutamaaan
pembangunan yang dibiayai oleh kemampuan finansial dalam negeri (oleh negara
itu sendiri). Sedangkan prinsip anggaran fungsional adalah semua bantuan luar
negeri hanya diperuntukkan / dipergunakan untuk membiayai pembangunan dan
bukan untuk membiayai pengeluaran rutin (membayar gaji pegawai negeri,
subsidi, dan sebagainya).
84
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Lembaga Keuangan di Indonesia
Sejarah singkat lembaga keuangan di Indonesia ada dua jenis sistem
yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang
masuk dalam sistem perbankan adalah lembaga keuangan yang berdasarkan
peraturan perundangan dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Sistem perbankan mengalami perubahan yang cukup prinsipil terutama
setelah diundangkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 dan Undang-Undang
No.10 Tahun 1998 yang menggantikan Undang-Undang No.14 Tahun 1967 yang
sudah sangat tidak memadai lagi menampung permasalahan dan kompleksitas
yang timbul dari industri perbankan sejalan dengan pesatnya perkembangan
sektor perbankan mengikuti kebutuhan masyarakat terhadap jasa-jasa perbankan
disamping kuatnya pengaruh arus globalisasi.
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 telah menyederhanakan sistem
perbankan
dengan
menghilangkan
perbedaaan
fungsi-fungsi
operasional
perbankan secara struktural sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.14
Tahun 1967 yang membedakan antara bank umum, bank pembangunan, bank
tabungan, bank koperasi, dan bank perkreditan rakyat. Kegiatan usaha bank yang
85
dipisahkan berdasarkan fungsinya tersebut sebenarnya sudah tidak tepat karena
pada dasarnya semua jenis bank dapat beroperasi sebagai bank umum kecuali
Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Oleh karena itu, sistem perbankan pasca
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 hanya dikenal dua jenis bank yaitu bank umum
dan BPR.
Penyempurnaan peraturan perundangan di sektor keuangan moneter yang
dilakukan pemerintah terutama sejak memasuki dekade 1990-an tersebut pada
dasarnya sangat tepat dalam rangka mengantisipasi persaingan di sektor ini
memasuki lingkungan globalisasi perdagangan dunia yang diawali dengan
pembentukan blok-blok perdagangan bebas regionla yang dikenal selama ini
seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pasific Economic Coorporation
(APEC), termasuk penyatuan pasar masyarakat Eropa yang sejak awal tahun1999
telah memberlakukan mata uang tunggal yang disebut Euro. Kemudian pada
tahun 2020 ekonomi dunia memasuki era perdagangan bebas sebagaimana yang
telah ditandatangani oleh-oleh anggota dalam rangka General Agreement on
Trade on Tariff (GATT) atau World Trade Organization (WTO) di Marrakesh 15
April 1994.
Guna mengantisipasi hal itu pemerintah Indonesia menggabungkan
beberapa bank pemerintah yaitu BDN, BBD, Bank Exim, dan Bapindo ke dalam
Bank Mandiri. Dengan kebijakan ini menyebabkan struktur bank pemerintah
menjadi bank yang tangguh dan diharapkan lebih kompetitif. Di samping itu
untuk memperkuat daya saing perbankan, ketentuan permodalan minimum bagi
pendirian bank baru menurut UU No.10 Tahun 1998 dinaikkan menjadi minimal
Rp 3 triliun.
86
Sejalan dengan kebijakan diatas, untuk menyehatkan sektor keuangan
dan perbankan, Bank Indonesia sampai saat ini melakukan restrukturisasi disektor
perbankan melalui program rekapitulasi, pembekuan operasi bank, atau
mengambil alih bank yang memang masih dapat diselamatkan serta melikuidasi
sebagian bank yang secara struktural kondisi keuangannya sulit untuk diperbaiki
akibat portofolio assetnya, khususnya karena banyaknya jumlah kredit bermasalah
(non performing loan) di samping itu bank tidak mampu memenuhi peraturan
terutama ketentuan permodalan minimum atau CAR sebesar 4% kemudian pada
akhir tahun 2001 harus telah mencapai 8%.
2. Sejarah singkat Bank Indonesia
Pada tahun 1828 Bank Indonesia atau pada waktu didirikan kali pertama
bernama De Javasche Bank didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda sebagai
bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Kemudian pada
tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank
Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dan
sistem pembayaran. Disamping itu, Bank Indonesia diberi tugas lain dalam
hubungannya dengan pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang
dilakukan De Javasche Bank sebelumnya.
Pada tahun 1968, Undang-Undang Bank Sentral mengatur kedudukan
dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang
melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia
juga bertugas membantu pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong
kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna
meningkatkan taraf hidup rakyat.
87
Tahun 1999 merupakan babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuia
dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kemudian pada tahun 2004
Undang-Undang Bank Indonesia di amandemenkan dengan fokus pada aspek
penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia,
termasuk penguatan governance. Tahun 2008 pemerintah mengeluarkan peraturan
Pemerintah pengganti Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bnal Indonesia
sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen
dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam
menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
B. Pengolahan dan Analisis Deskriptif
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah Tingkat Inflasi, SBI,
Jumlah Uang Beredar dan Nilai Tukar yang terdaftar di BI dari tahun 2006 sampai
dengan tahun 2009.
Kemudian data tersebut diinput dengan menggunakan Microsoft EXCEL
edisi 2007 dan didapat variabel-variabel, yaitu Tingkat Inflasi, SBI, Jumlah Uang
Beredar dan Nilai Tukar.
Setelah itu data diinput menggunakan SPSS versi 16 dengan
menggunakan uji asumsi klasik terlebih dahulu untuk melihat apakah data yang
diolah memenuhi syarat untuk digunakan dalam regresi berganda. Variabel yang
didapat ditransformasikan ke bentuk natural logarithma (LN). Ini digunakan untuk
menstandardisasikan data mentah, sehingga distribusi masing-masing variabel
menjadi normal.
88
Kemudian variabel-variabel tersebut diinput guna memperoleh output
dari model persamaan regresi berganda. Sekaligus untuk menganalisis pengaruh
variabel independent terhadap variabel dependen dengan dasar keputusan dari uji
F, uji T dan koofisien determinasi (R2)
1. Analisis Deskriptif Variabel
a. Deskripsi Variabel Tingkat Inflasi
Untuk mengetahui besarnya Tingkat Inflasi dari Bank Indonesia pada
periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.1
Tingkat Inflasi (%)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata
pertumbuhan
2006
2007
2008
2009
1.4192
1.4933
1.3117
1.2833
1.3000
1.2942
1.2625
1.2417
1.2125
0.5242
0.4392
0.5500
0.5217
0.5250
0.5433
0.5242
0.5008
0.4808
0.5050
0.5425
0.5792
0.5733
0.5592
0.5492
0.6133
0.6167
0.6808
0.7467
0.8650
0.9192
0.9917
0.9875
1.0117
0.9808
0.9733
0.9217
0.7642
0.7167
0.6600
0.6092
0.5033
0.3042
0.2258
0.2292
0.2358
0.2142
0.2008
0.2317
Ratarata
0.8296
0.8379
0.7990
0.7908
0.7923
0.7496
0.7463
0.7502
0.7598
0.5731
0.5431
0.5631
1.110972 0.533681 0.859028 0.407917
Sumber : Bank Indonesia
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat Inflasi bervariasi dan
berfluktuasi mulai dari yang terendah yaitu 0.2008% dan terbesar yaitu
1.4933%. Inflasi terendah yaitu terjadi pada bulan November 2009,
sedangkan inflasi terbesar terjadi pada Februari 2006. Kemudian mengenai
rata-rata pertumbuhan pertahun nilai inflasi yang terbesar yaitu berada pada
89
tahun 2006 sebesar 1.110972% dan yang terkecil yaitu pada tahun 2009
sebesar 0.407917%.
Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai
inflasi yang terbesar yaitu pada bulan Februari sebesar 0.8379% dan nilai
yang terendah yaitu pada bulan November sebesar 0.5431%.
b. Deskripsi Variabel Suku Bunga SBI
Suku bunga yang di tetapkan oleh Bank Indonesia dengan
dikeluarkannya Sertifikat Bank Indonesia menjadi tolak ukur suku bunga
bagi bank-bank swasta di Indonesia untuk menarik nasabahnya. Ukuran
yang digunakan yaitu dalam bentuk persentase. Data tabel di bawah ini
merupakan data suku bunga jangka waktu 1 bulan periode 2006 - 2009.
Tabel 4.2
Suku Bunga SBI (Persen)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata
pertumbuhan
2006
2007
2008
2009
1.0625
1.0617
1.0608
1.0617
1.0417
1.0417
1.0208
0.9792
0.9375
0.8958
0.8542
0.8125
0.7917
0.7708
0.7500
0.7500
0.7292
0.7083
0.6875
0.6875
0.6875
0.6875
0.6875
0.6667
0.6667
0.6608
0.6633
0.6658
0.6925
0.7275
0.7692
0.7733
0.8092
0.9150
0.9367
0.9025
0.7292
0.6875
0.6458
0.6250
0.6042
0.5833
0.5625
0.5417
0.5417
0.5417
0.5417
0.5417
0.9858
0.7170
0.7652
0.5955
Ratarata
0.8125
0.7952
0.7800
0.7756
0.7669
0.7652
0.7600
0.7454
0.7440
0.7600
0.7550
0.7308
Sumber : Bank Indonesia
90
Dari tabel diatas dapat di ketahui bahwa nilai suku bunga SBI
terendah yaitu 0.5417% pada bulan Agustus sampai Desember 2009 dan
nilai suku bunga SBI yang tertinggi yaitu 1.0625% pada bulan Januari 2006.
Untuk rata-rata tahunan, yang terendah yaitu pada tahun 2009 sebesar
0.5955% dan untuk yang tertinggi yaitu pada tahun 2006 sebesar 0.9858%.
Sedangkan untuk rata-rata bulanan dari tahun 2006 sampai tahun 2009 nilai
suku bunga SBI yang terendah yaitu pada bulan Desember sebesar 0.7308%
dan untuk nilai suku bunga SBI yang tertinggi yaitu pada bulan Januari
sebesar 0.8125%.
c. Deskripsi Variabel Jumlah Uang Beredar
Untuk mengetahui besarnya Tingkat Jumlah Uang Beredar dari Bank
Indonesia pada periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.3
Jumlah Uang Beredar (Miliar Rp)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata
pertumbuha
n
2006
2007
2008
2009
1.194.939
1.367.957
1.596.565
1.874.145
1.197.771
1.369.244
1.603.750
1.900.208
1.198.748
1.379.237
1.594.930
1.916.752
1.197.122
1.385.715
1.611.691
1.912.623
1.241.866
1.396.069
1.641.733
1.927.070
1.257.785
1.454.578
1.703.381
1.977.533
1.252.815
1.474.769
1.686.050
1.963.180
1.274.084
1.493.051
1.682.811
1.995.294
1.294.745
1.516.884
1.778.139
2.018.031
1.329.426
1.533.845
1.812.490
2.021.517
1.341.940
1.559.569
1.851.023
2.062.206
1.382.493
1.649.663
1.895.839
2.141.384
1263645
1465048
1704867
1975829
Rata-rata
1508402
1517743
1522417
1526788
1551685
1598319
1594204
1611310
1651950
1674320
1703685
1767345
Sumber : Bank Indonesia
91
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Jumlah Uang Beredar
bervariasi dan berfluktuasi mulai dari yang terendah yaitu 1.194.939 miliar
rupiah dan tertinggi yaitu 2.141.384 miliar rupiah. Jumlah Uang Beredar
terendah yaitu terjadi pada bulan Januari 2006, sedangkan Jumlah Uang
Beredar tertinggi terjadi pada Desember 2009. Kemudian mengenai rata-rata
pertumbuhan pertahun Jumlah Uang Beredar yang terbesar yaitu berada
pada tahun 2009 sebesar 1.975.829 miliar rupiah dan yang terkecil yaitu
pada tahun 2006 sebesar 1.263.645 miliar rupiah.
Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai
Jumlah Uang Beredar yang tertinggi yaitu pada bulan Desember sebesar
1.767.345 miliar rupiah dan nilai yang terendah yaitu pada bulan Januari
sebesar 1.508.402 miliar rupiah.
d. Deskripsi Variabel Tingkat Pendapatan
Untuk mengetahui besarnya Tingkat Pendapatan dari Bank Indonesia
pada periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut:
92
Tabel 4.4
Tingkat Pendapatan relatif impor (Ribu USD)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata
pertumbuhan
2006
2007
2008
2009
4.642.411
5.361.879
7.864.943
5.734.537
4.688.062
5.386.933
7.445.730
5.032.731
5.485.801
5.785.514
8.020.166
5.848.384
5.007.700
5.632.137
9.028.451
5.515.138
4.915.933
6.183.692
8.403.536
6.397.622
5.175.799
6.185.667
8.515.898
7.021.982
5.310.875
6.395.302
9.351.662
7.758.638
5.211.195
6.654.005
9.220.430
7.349.280
5.163.298
5.882.669
8.812.989
5.616.355
3.983.528
6.045.009
9.416.303
7.922.535
6.286.387
6.832.882
7.439.344
7.144.654
5.329.022
5.919.626
7.124.158
8.084.130
5100001
6022110
8386968
6618832
Rata-rata
5900943
5638364
6284966
6295857
6475196
6724837
7204119
7108728
6368828
6841844
6925817
6614234
Sumber : Bank Indonesia
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Tingkat Pendapatan terendah
yaitu terjadi pada bulan Oktober 2006 sebesar 3.983.528 ribu USD,
sedangkan Tingkat Pendapatan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2008
sebesar 9.416.303 ribu USD. Kemudian mengenai rata-rata pertumbuhan
pertahun Tingkat Pendapatan yang tertinggi yaitu berada pada tahun 2008
sebesar 8.386.968 ribu USD dan yang terkecil yaitu pada tahun 2006
sebesar 5.100.001 ribu USD.
Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai
Tingkat Pendapatan yang tertinggi yaitu pada bulan Juli sebesar 7.204.119
ribu USD dan nilai yang terendah yaitu pada bulan Februari sebesar
5.638.364 ribu USD.
93
e. Deskripsi Variabel Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika
Untuk mengetahui besarnya Nilai Tukar Rupiah dari Bank Indonesia
pada periode 2006-2009 dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.5
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika (Rp)
No
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata-rata
pertumbuhan
2006
2007
2008
2009
9895
9590
9791
11855
9730
9660
9551
12480
9575
9618
9717
12075
9275
9583
9734
11213
9720
9328
9818
10840
9800
9554
9725
10725
9570
9686
9618
10420
9600
9910
9653
10560
9735
9637
9878
10181
9610
9603
11495
10045
9665
9876
12651
9980
9520
9919
11450
9900
9641,25
9663,66667
10256,75
10856,1667
Rata-rata
10282,75
10355,25
10246,25
9951,25
9926,5
9951
9823,5
9930,75
9857,75
10188,25
10543
10197,25
Sumber : Bank Indonesia
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Nilai Tukar Rupiah bervariasi
dan berfluktuasi mulai dari yang terendah yaitu Rp 9275 dan tertinggi yaitu
Rp 12480. Nilai Tukar Rupiah terendah yaitu terjadi pada bulan April 2006,
sedangkan Nilai Tukar Rupiah tertinggi terjadi pada bulan Februari 2009.
Kemudian mengenai rata-rata pertumbuhan pertahun Nilai Tukar Rupiah
yang tertinggi yaitu berada pada tahun 2009 sebesar 10856,1667 rupiah dan
yang terendah yaitu pada tahun 2006 sebesar 9641,25 rupiah.
Untuk pertumbuhan rata-rata bulanan jika dilihat dari tabel maka nilai
Nilai Tukar Rupiah yang terendah yaitu pada bulan Juli sebesar 9823,5
94
rupiah dan nilai yang tertinggi yaitu pada bulan November sebesar 10543
rupiah
C. Hasil Uji Asumsi Klasik
Untuk mengetahui kevalidan hubungan antara variabel-variaabel yang
digunakan dan di uji dalam penelitian ini, maka untuk langkah pertama yaitu
mengujinya dengan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Hasil Uji Normalitas Data
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linier berganda ini, variabel dependen dan variabel independent
maupun kedua-duanya mempunyai distribusi normal maupun tidak. Model
regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi data yang
normal atau mendekati normal. Salah satu metode yang lebih handal untuk
melihat normalitas data adalah dengan melihat normal probability yang
membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal.
Untuk mengetahui apakah data dari variabel dependen dan variabel
independent dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak maka dapat
dilihat dari gambar normal probability plot di bawah ini:
95
Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot
Dari gambar grafik normal probability plot tersebut diatas, dapat
diketahui bahwa data yang ditunjukkan berupa titik-titik menyebar dsekitar
garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti dan mendekati garis
diagonal. Maka berdasarkan gambar grafik 4.1 diatas dapat disimpulkan
bahwa data dari variabel-variabel penelitian ini terdistribusi dengan normal
dan memenuhi asumsi normalitas.
96
b. Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel
independent). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel bebas. (Imam Ghazali,2006:91) Untuk mengetahui ada
atau tidaknya multikolinearitas dapat diihat dari nilai toleransi (tolerance)
yang mendekati 1 dan Variance Inflation Factor (VIF) yang nilainya tidak
lebih dari 10.
Untuk mengetahui apakah terdapat multikolinearitas atau korelasi
antar variabel independen yang dalam penelitian ini yaitu Inflasi, SBI, JUB,
dan Tingkat Pendapatan maka dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinearitas
a
Coefficients
Collinearity Statistics
Model
1
Tolerance
VIF
Inflasi
.228
4.382
SBI
.147
6.784
JUB
.316
3.161
Pendapatan
.579
1.727
a. Dependent Variable: Kurs
Dari tabel hasil uji multikolinearitas diatas dapat diketahui nilai
tolerance dari variabel independen tersebut yaitu berkisar 0,147 - 0,579
yang memiliki nilai tidak lebih dari 1. Sedangkan nilai Variance Inflation
Factor (VIF) dari variabel independen tersebut nilainya berkisar antara
97
1,727 – 6,784 dan nilai VIF tersebut tidak melewati 10. Dapat disimpulkan
bahwa baik nilai tolerance maupun nilai VIF berada dalam kisaran nilai
yang memenuhi asumsi bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar
variabel independen.
c. Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linear berganda terdapat korelasi kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika ada
korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk mengetahui ada
tidaknya autokorelasi pada penelitian ini, maka dapat dilihat dari tabel
dibawah ini:
Tabel 4.7
Durbin Watson (DW)
b
Model Summary
Model
1
R
.877
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
a
.768
.747
.03873
Durbin-Watson
1.400
a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI
b. Dependent Variable: Kurs
.
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai Durbin-Watson (DW) yaitu
1,400. Nilai tersebut berada diatas -2 dan berada dibawah +2 atau nilai
tersebut berada diantara -2 dan +2. Dari hasil DW tersebut yang berada pada
posisi -2 sampai +2 maka dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada
98
autokorelasi tidak dapat ditolak atau dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi.
d. Hasil Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variasi dari satu pengamatan ke pengamatan
lainnya.
Model
regresi
yang
baik
adalah
yang
tidak
terjadi
heterokedastisitas. Salah satu cara untuk memprediksi heterokedastisitas
dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot.
Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas pada penelitian ini
maka dapat dilihat dari grafik di bawah ini:
Dari gambar grafik scatterplot diatas dapat diketahui bahwa titik-titik
data menyebar diatas dan dibawah angka 0, titik-titik data tidak mengumpul
99
hanya diatas dan dibawah saja, dan penyebarannya tidak membentuk pola,
maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian regresi linear berganda ini
tidak terdapat heterokedastisitas.
D. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi klasik, maka langkah berikutnya yaitu
melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen baik secara parsial (uji t) maupun secara simultan (uji F), dan untuk
mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel
dependen (uji R2).
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen, maka
perlu diketahui melalui adjusted R square. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen
dalam penelitian ini maka dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 4.8
Hasil Koefisien Determinasi
b
Model Summary
Model
1
R
.877
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
R Square
a
.768
.747
.03873
Durbin-Watson
1.400
a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI
b. Dependent Variable: Kurs
100
Dari tabel diatas didapat nilai Adjusted R Square sebesar 0,747 yang
berarti bahwa 74,7% dari variabel kurs dapat dijelaskan oleh variabel
inflasi, SBI, JUB, dan pendapatan. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 25,3%
dari variabel kurs dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain.
b. Uji Pengaruh Simultan (Uji F)
Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel
dependen. Untuk mengetahui uji pengaruh simultan pada penelitian ini
maka dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.9
Hasil Uji Statistik F
ANOVA
Model
b
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
.214
4
.053
35.654
.000a
Residual
.065
43
.002
Total
.278
47
a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI
b. Dependent Variable: Kurs
Berdasarkan tabel ANOVA atau uji F diatas maka dapat diketahui
bahwa nilai F sebesar 35,654 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas
jauh lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama atau simultan berpengaruh terhadap
variabel dependen.
c. Uji Signifikan Parameter Individual / Parsial (Uji t)
Uji Parsial (Uji t) ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh variabel independen secara parsial atau secara individu dalam
101
menerangkan variabel independen. Jika nilai signifikansi atau probabilitas
lebih besar atau sama dengan 0,05 maka tidak terjadi pengaruh secara
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk
mengetahui uji pengaruh parsial pada penelitian ini maka dapat dilihat dari
tabel t test di bawah ini:
Tabel 4.10
Hasil Uji Regresi Berganda
Coefficients a
Model
1
(Constant)
INFLASI
SBI
JUB
PENDAPATAN
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
2.812
.767
.043
.022
.188
.071
.650
.057
-.178
.035
Standardized
Coefficients
Beta
.308
.506
1.490
-.495
t
3.668
2.006
2.650
11.419
-5.129
Sig.
.001
.051
.011
.000
.000
a. Dependent Variable: KURS
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 4 variabel
independen atau variabel bebas terdapat 3 variabel bebas yang secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
- Variabel Pendapatan
Variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan dengan variabel
dependen yaitu pendapatan dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka
Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan bahwa pendapatan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs.
- Variabel Jumlah Uang Beredar
Variabel kedua yang berpengaruh yaitu jumlah uang beredar dengan
nilai 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan
102
bahwa jumlah uang beredar mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel kurs.
- Variabel SBI
Kemudian variabel ketiga yang berpengaruh yaitu SBI dengan nilai
0,011 < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan bahwa
SBI mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs.
- Variabel Inflasi
Variabel inflasi yang memiliki nilai signifikansi di bawah 0,05 maka
Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini menandakan bahwa inflasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel kurs.
E. Hasil Analisis Regresi Berganda
Pembahasan ini kemudian dilanjutkan untuk membuktikan kebenaran
yang diajukan pada penelitian ini. Hipotesis yang di uji yaitu variabel inflasi, SBI,
JUB, dan pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap kurs.
Berdasarkan hasil output SPSS 16 pada tabel 4.10 (table coefficients),
maka persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut :
Y = 2,812 + 0,043 X1 + 0,188X2 + 0,650X3 – 0,178X4
Y
= Nilai tukar rupiah terhadap dolar
X2
= SBI
X3
= Jumlah Uang Beredar
X4
= Pendapatan
Nilai konstanta sebesar 2,812 menyatakan bahwa jika variabel
independen dianggap konstan, maka rata-rata kurs sebesar 2,812%.
103
Koefisien regresi inflasi (X1) sebesar 0,043 menyatakan bahwa setiap
penambahan atau kenaikan inflasi sebesar 1% akan meningkatkan kurs sebesar
0,043%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan konstan.
Koefisien regresi SBI (X2) sebesar 0,188 menyatakan bahwa setiap
penambahan atau kenaikan SBI sebesar 1% akan meningkatkan kurs sebesar
0,188%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan konstan.
Koefisien regresi jumlah uang beredar (X3) sebesar 0,650 menyatakan
bahwa setiap penambahan atau kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1% akan
meningkatkan kurs sebesar 0,650%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan
konstan.
Koefisien regresi pendapatan (X4) sebesar 0,178 menyatakan bahwa
setiap penambahan atau kenaikan pendapatan sebesar 1% akan menurunkan kurs
sebesar 0,178%. Dengan catatan variabel lain dalam keadaan konstan.
Hasil dari keempat variabel independen yaitu inflasi , SBI, jumlah uang
beredar, dan pendapatan hanya tiga variabel yang berpengaruh terhadap kurs yaitu
SBI, jumlah uang beredar, dan pendapatan.
SBI mempunyai tingkat signifikansi 0,011 < 0,05 yang berarti
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Kemudian jika dilihat tabel
4.10 dimana Unstandardized Coefficients (0,188) bernilai positif maka SBI
mempunyai hubungan searah dengan kurs. Sehingga kenaikan atau penurunan
SBI akan mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan kurs.
Jumlah uang beredar mempunyai tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang
berarti mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Kemudian jika dilihat
tabel 4.10 dimana Unstandardized Coefficients (0,650) bernilai positif maka
104
jumlah uang beredar mempunyai hubungan searah dengan kurs. Sehingga
kenaikan atau penurunan jumlah uang yang beredar akan mempunyai hubungan
yang berbanding lurus dengan kurs.
Pendapatan mempunyai tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kurs. Kemudian jika dilihat tabel
4.10 dimana Unstandardized Coefficients (0,178) bernilai negatif maka
pendapatan mempunyai hubungan tidak searah dengan kurs. Sehingga kenaikan
atau penurunan pendapatan akan mempunyai hubungan tidak berbanding lurus
dengan kurs.
105
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab sebelumnya ada beberapa hal yang
dapat disimpulkan:
1. Pengujian secara Uji F (simultan), dari hasil penelitian ini menghasilkan
bahwa dari keempat variabel independen yaitu tingkat Inflasi, SBI, Jumlah
Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen yaitu Kurs.
2. Pengujian secara Uji t (parsial), dari hasil penelitian ini menghasilkan
bahwa dari keempat variabel independen yaitu tingkat Inflasi, SBI, Jumlah
Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan secara parsial keempat variabel
yaitu Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Pendapatan yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu Kurs.
3. Dari keempat variabel yang paling dominan terhadap kurs ialah variabel
Jumlah Uang Beredar
4. Berdasarkan analisis terhadap persamaan regresi yang diperoleh dari
hubungan variabel independen yaitu Inflasi, SBI, Jumlah Uang Beredar, dan
Tingkat Pendapatan terhadap Kurs dapat disimpulkan model regresi hanya
dapat menerangkan sebesar 74,7%. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 25,3%
106
dari variabel kurs dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang diluar
dari penelitian ini.
B. Implikasi
1. Bagi Bank Indonesia
Dari penelitian ini dapat berguna untuk sebagai bahan pertimbangan
untuk acuan dari nilai tukar yang terjadi akibat dari inflasi, jumlah uang
yang beredar, SBI, dan pendapatan.
2. Bagi Pelaku Ekonomi
Dari penelitian ini dapat berguna sebagai indikator bagi pelaku
ekonomi dalam menjalankan usahanya.
3. Bagi Akademik
Sebagai referensi untuk penelitian-penelitian yang akan datang.
C. Saran
1. Penelitian ini hanya menggunakan empat variabel independen dan satu
variabel dependen, peneliti berharap untuk peneliti selanjutnya dapat
menambah dan mengembangkan jumlah variabel yang akan diteliti.
Kemudian sampel yang digunakan adalah Bank Indonesia secara
keseluruhan, peneliti berharap peneliti selanjutnya dapat mengambil sampel
yang lebih terperinci lagi atau sampel kategori lain.
107
2. Penelitian ini menggunakan model penelitian model regresi berganda,
peneliti berharap untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan dan
mengembangkan model lain dalam penelitian selanjutnya.
108
DAFTAR PUSTAKA
Agung Nugroho, Bhuono. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelititan
dengan SPSS. Jakarta: Gramedia
Kasmir,SE,MM. 2003. Manajemen Perbankan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Lembaga Penerbit FE UI.
Bank Indonesia. Beberapa tahun edisi, Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia.
Jakarta: BI
Bank Indonesia. Beberapa tahun edisi, Laporan Tahunan. Jakarta: BI
Purnomo, Didit dan Wahyudi. 2003. Hubungan Kausalitas Defisit Neraca
Transaksi Berjalan dengan Kurs di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Vol. 4. No. 1, Juni. hal 18-29 Surakarta: BPPE FE UMS
109
Madura, Jeff. Internatinal Financial Management, Sixth Edition. USA: SouthWestern College Publishing, 2000.
Triyono. 2008. Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika.
Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 9, No 2, Desember. Hal 156-167
Surakarta: FE UMS
Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari
Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Simorangkir, O.P,Drs. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank.
Ghalia Indonesia. Bogor.
Martono. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Ekonesia. Yogyakarta.
Adias, Levi lqbal. 2003. Analisis Fluktuasi Kurs Rupiah terhadap Dollar AS.
Skripsi. Tidak Diterbitkan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Boediono. 2000. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE UGM.
110
Arifin, Samsjul. 1998. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Vol.1 No.3,
Desember hal 1-16
Gujarati, Damodar. 2002. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga
Herlambang, Sugiarto dan Baskara Said Kelana. 2001. Ekonorni Makro: Teori
Analisis dan Kebijakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
111
uji auto / durbin dan koefisien determinasi
b
Model Summary
Model
R
R Square
a
1
.877
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.768
.747
Durbin-Watson
.03873
1.400
a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI
b. Dependent Variable: Kurs
Uji F
b
ANOVA
Model
1
Sum of Squares df
Mean Square
F
Sig.
Regression
.214
4
.053
35.654
.000a
Residual
.065
43
.002
Total
.278
47
a. Predictors: (Constant), Pendapatan, Inflasi, JUB, SBI
b. Dependent Variable: Kurs
normalitas
112
Uji hetero
113
Uji multikol
a
Coefficients
Collinearity Statistics
Model
1
Tolerance
VIF
Inflasi
.228
4.382
SBI
.147
6.784
JUB
.316
3.161
Pendapatan
.579
1.727
a. Dependent Variable: Kurs
Correlations
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Kurs
Inflasi
SBI
JUB
Pendapatan
Kurs
1.000
-.045
-.166
.614
.099
Inflasi
-.045
1.000
.858
-.602
-.221
SBI
-.166
.858
1.000
-.779
-.453
JUB
.614
-.602
-.779
1.000
.598
Pendapatan
.099
-.221
-.453
.598
1.000
Kurs
.
.382
.130
.000
.252
Inflasi
.382
.
.000
.000
.065
SBI
.130
.000
.
.000
.001
JUB
.000
.000
.000
.
.000
Pendapatan
.252
.065
.001
.000
.
Kurs
48
48
48
48
48
Inflasi
48
48
48
48
48
SBI
48
48
48
48
48
JUB
48
48
48
48
48
Pendapatan
48
48
48
48
48
114
Uji t
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
2.235
.873
Inflasi
.043
.022
SBI
.188
JUB
.650
Pendapatan -.178
Beta
t
Sig.
2.561
.014
.308
2.005
.051
.071
.507
2.650
.011
.057
1.490
11.420
.000
.035
-.495
-5.129
.000
a. Dependent Variable: Kurs
a
Coefficients
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
2.235
.873
Inflasi
.043
.022
SBI
.188
JUB
Pendapatan
Beta
Collinearity Statistics
t
Sig.
Tolerance
VIF
2.561
.014
.308
2.005
.051
.228
4.382
.071
.507
2.650
.011
.147
6.784
.650
.057
1.490
11.420
.000
.316
3.161
-.178
.035
-.495
-5.129
.000
.579
1.727
a. Dependent Variable: Kurs
115
Download