KEME~TERIAN HUKUM DAN HAM REP.UBLIK INDONESIA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Pusat Dokumentasi dan Jaringan lnformasi Hukum Nasional Jl. May. Jen. Sutoyo-Cililitan Jakarta Timur Sumber: Subyek : J Hari/Tanggal : '\.y~-lvH> / r,e:.Po\SL\M/:--!v'A-1<. - f-{'_1 (3 ~I /V 6 6-'\j B MARFt :&:>1z... r~ ,!,:~ rj 77:' Hlm/Kol : Bidang: \0 ( 2 -0""' /·..,. '~ Prof Jaih Mubarok Guru Besar Hukum Islam UIN Sunan Gunung Ojati Bandung_ _Putusan Jauh - -MK - -Terlalu --------~· a 01e+-t A Syalaby lchsan Apakah putusan MK akan berdampak pada pandangan masyarakat mengenai hubungan pernikahan ini? Kalau menurut pendapat saya, pertama itu risiko dari teori pagmen yang dimulai dari hubungan agama dengan negara atau ulama dengan pemerintah. Teori itu berJalan ketika kita ingin menjalankan agama dengan institusi negara. Kelebihannya memang cepat secara struktural, sungguh cepat. Akan tetapi, risikonya karena namanya undang-undang bisa dibuat oleh DPR, termasuk oleh MK, itu menJadi risiko teori pagmen. Sebetulnya, yang efektif itu menjalankan pendekatan kultural. Cuma prosesnya lama dan nggak Jelas. targetnya. Tapi, kalau sudah menyentuh itu kuat, tidak seperti pagmen. Mungkin ketika orang merasa terikat agama secara struktural, tapi dengan kulturalnya tidak. Dengan adanya putusan ini, kita berharap saja kesadaran masyarakat tetap kuat secara kultural. Apakah putusan MK ini memana akan meleqalkan perzinaan? Putusan MK itu sebetulnya melampaui permohonan pemohon. Padahal, si pemohon, Machica, itu kan nikahnya sah. Cuma tidak dicatat. Maka, kemudian secara hukum dipersoalkan. Undang-undang kita di sini memang ambigu. Pasal 1 sah kalau se~~ agama s<lh, dalam arti ad~a saksl dan wali. Sementara, ayat 2 "" dikatakan harus dicatat. Bagaimana jika ditafsir kalau tidak dicatat, sah. Memang awalnya itu dibuat untuk saling melengkapi. Tapi, seharusnya dari sudut ayat sekadar tidak dicatat, kemudian diisbatkan menjadi lahir hubungan keperdataan tidak terlalu krusial. Cuma putusan itu jauh banget. Jadinya putusan adanya hubungan keperdataan meski orang berzina atau tidak nikah. Machica nikah. Saya menangkap bahwa pernikahan itu dapat dibuktikan secara teknologi. Negara dalam tanda kutip kelihatan melegalkan perbuatan di luar nikah itu. lni menurut saya tidak sesuai dengan semangat dari sudut Islam. Apakah merugikan umat dari agama lain? ltulah yang saya bilang. Tapi, saya tidak berani karena pengetahuan saya tidak kuat untuk mendalami agama lain. Setahu saya, sejatinya nggak ada agama yang membolehkan zina. Saya juga nggak tahu, tapi harus ada bagaimana caranya agar ke depan itu diperbaiki. Saya berprasangka baik kalau pembuat keputusan tidak masuk demikian. Di antara hakim itu ada lulusan PGA, UIN, yang mengerti agama. Saya agak ragu kalau pembuat putusan seperti itu. Tapi, hendaknya diperbaiki saja, toh karena itu menjadi tugas kita bersama dari berbagai sisi. Kalau ada potensi menurut m~al bagaimana mem- perbaikinya, itu para hakim yang lebih tahu. Bisa mengajukan judicial review? Mudah-mudahan bisa. Sebab, saya juga secara pribadi khawatir itu menjadi dampak bukan maksud. Para hakim memanq mengTapi, dampaknya menjadi begini. Mereka juga kan manusia yang nggak selamanya bisa benar ·~ ~ terus-menerus kalau memang putusan itu terbukti menumbuhsuburkan perzinaan. Bagaimana masyarakat harus bersikap? Saya ingat salah satu disertasi. Di sana, terdapat teori yang mengatakan ketika negara tidak mengatur tentang sesuatu, yang berperan itu ormas. Apakah MUI, NU, Persis, Muhammadiyah, dan sebagainya. Kalau teori itu dipakai, untuk menegakkan hukum perkawinan itu menengah. Ormas itu harus bertindak agar umat itu selamat. Ada dalil yang mengatakan perbuatan amali. Jadi iman, dan segalanya yang baik-baik, terkadang bertambah dan berkurang. Maka, peran ormas di :;itu s'\.Jpaya amal baik bertambah terus. Ketika peran negara dalam implementasi syariah menurun, peran harus menguat. Supaya umat selamat. • ed: m ikhsan shiddieqy