PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk pangan yang memiliki banyak manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral (Saleh, 2004). Di Indonesia, susu kambing belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan tentang manfaat susu kambing. Selain itu populasi kambing perah juga masih terbatas (Susanto dan Budiana, 2005). Menurut Martin-Diana et al. (2003) susu kambing mempunyai kelebihan dibandingkan dengan susu sapi yaitu memiliki globula lemak yang lebih kecil, sehingga memiliki kecernaan yang lebih tinggi dan memiliki kandungan alergenik yang lebih rendah. Nutrisi yang terdapat pada susu dimanfaatkan oleh tubuh melalui proses pencernaan dan metabolisme. Salah satu nutrisi tersebut adalah kabohidrat dalam bentuk laktosa yang dapat dipecah oleh enzim laktase menjadi glukosa dan galaktosa. Enzim laktase terdapat pada mukosa usus halus. Defisiensi enzim laktase dapat menyebabkan intoleransi laktosa pada peminumnya (BPOM, 2008). Fermentasi susu merupakan proses pemecahan laktosa oleh enzim laktase menjadi monosakarida sederhana yaitu glukosa dan galaktosa melalui glikolisis menghasilkan asam laktat. Proses fermentasi tersebut dilakukan oleh bakteri asam laktat (BAL) (Rahayu et al., 1989). Asam 1 organik yang dihasilkan oleh BAL dapat berperan sebagai antibakteri karena dapat mengganggu fisiologi bakteri patogen dengan cara merusak dinding sel bakteri patogen tersebut. Hidrogen peroksida yang dihasilkan BAL akan membentuk radikal bebas dan dapat berperan sebagai oksidator yang mengoksidasi sel bakteri patogen sehingga sel bakteri tersebut akan rusak (Caplice dan Fitzgerald., 1999). Hasil dari proses fermentasi susu dapat meningkatkan kecernaan lemak dan protein, meningkatkan absorbsi mineral, menurunkan kolesterol darah dan menghasilkan vitamin B6 (Walstra et al., 1999). Menurut Nurhayati et al. (2011) bahwa penggunaan starter dari produk aslinya akan memudahkan dalam proses fermentasi serta memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dan sesuai dengan karakteristik produk yang diinginkan. Bakteri asam laktat asal Indonesia telah banyak diteliti, namun belum dikembangkan dengan maksimal. Salah satu sumber BAL adalah dari susu kambing. Susu kambing memiliki mikrobia asli yang sangat kaya dan kompleks, yang dapat dimanfaatkan untuk proses fermentasi. Fermentasi alam dengan BAL juga banyak diteliti sebagai pengawet makanan (Perin dan Nero, 2014). Penelitian sebelumnya telah melakukan isolasi dan karakterisasi molekuler, morfologi dan biokimia berdasarkan urutan gen 16S rRNA terhadap isolat asal susu kambing PE. Isolat tersebut teridentifikasi adalah Lactobacillus paracasei M104 dan Pediococcus pentosaceus M103 yang dapat memfermentasi susu pada suhu 37oC 2 sampai tercapai pH 4,6 (Widodo et al., 2014). Isolat hasil isolasi untuk dapat dimanfaatkan secara luas perlu dilakukan uji fisiko-kimia dan mikrobiologis. Salah satu uji yang dapat dilakukan untuk mengukur aktivitas bakteri tersebut adalah dengan mengukur kemampuannya dalam memfermentasi substrat dalam hal ini adalah susu kambing. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi susu kambing Peranakan Ettawa fermentasi dengan starter Lactobacillus paracasei M104 dan Pediococcus pentosaceus M103. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan produk susu kambing Peranakan Ettawa fermentasi dengan starter Lactobacillus paracasei M104 dan Pediococcus pentosaceus M103. 3 TINJAUAN PUSTAKA Susu Kambing Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian susu yang dikonsumsi manusia adalah susu sapi. Devendra dan Burns (1994) menjelaskan bahwa susu kambing mempunyai keunggulan penting dibanding dengan susu sapi sebagai bahan makanan manusia. Salah satu keunggulannya adalah energi total yang terkandung dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari lemak sementara dari laktosa serta protein masing-masing 25%. Tabel 1 menunjukkan perbedaan komposisi antara susu selain kambing dengan susu kambing (Jandal, 1996). Tabel 1. Perbedaan komposisi susu kambing dengan susu mamalia lain Komposisi Kambing Domba ASI Sapi Lemak (%) 3,80 7,62 3,67-4,7 3,67 SNF (%) 8,68 10,33 8,90 9,02 Laktosa (%) 4,08 3,70 6,92 4,78 Protein (%) 2,90 6,21 1,10 3,23 Kasein(%) 2,47 5,16 0,40 2,63 Whey (%) 0,43 0,81 0,70 0,60 Abu (%) 0,79 0,90 0,31 0,73 Sumber: Jandal (1996). Susu kambing memiliki berat jenis 1,0259 untuk lemak 3,67% dan 1,0257 untuk lemak 3,38% serta 1,029 untuk lemak 3,85% dan memiliki derajat keasaman 6,10. Titik beku susu kambing -0,596 sampai 0,609oC tergantung pada konsentrasi komponen susu (Strzalkowska et al,. 2009), 4 sedangkan menurut Park et al. (2007) susu memiliki titik beku -0,540 sampai 0,570oC. Susu kambing mengandung kasein yang lebih sedikit dibandingkan dengan susu sapi. Susu kambing mengandung kasein 2,47% sedangkan susu sapi mengandung kasein sebanyak 2,63% (Jandal, 1996). Selain itu susu kambing memiliki globula lemak susu lebih kecil dengan diameter 0,73 sampai 8,58 µm (Saleh, 2004). Banyak jenis produk olahan yang dapat dibuat dari bahan baku susu. Antara lain yang banyak dikenal masyarakat adalah es krim, susu bubuk, susu kental, mentega, dan yoghurt. Produk tersebut dihasilkan dari proses homogenisasi, sterilisasi, pasteurisasi, dan fermentasi (Saleh, 2004). Susu Fermentasi Menurut Adams dan Moss (1990) secara mikrobiologis istilah “fermentasi” mengambarkan suatu aktivitas mikrobia untuk memperoleh energi melalui katabolisme substrat organik berupa karbohidrat atau katabolisme untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhan mikrobia. Pada proses tersebut karbohidrat bertindak sebagai akseptor elektron. Bakteri asam laktat adalah bakteri yang mampu memfermentasikan karbohidrat untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar. Tipe fermentasi asam laktat meliputi homofermentatif yaitu yang hasil fermentasinya hanya asam laktat dan heterofermentatif yang hasil fermentasinya disamping asam laktat juga asetat, gas CO2, dan etanol. 5 Beberapa jenis bakteri asam laktat adalah Lactobacillus, Streptococcus, Enterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Leuconostoc, dan Lactococus (Mitsuoka 1989; Widyastuti, 1999). Fermentasi susu menggunakan strain tunggal telah banyak dikembangkan. Salah satunya oleh perusahaan makanan dari Jepang yaitu Yakult Honsha, telah mengembangkan L. casei strain Shirota sebagai probiotik yang diaplikasikan dalam minuman susu fermentasi (Cahyowati, 2011). Fermentasi susu menghasilkan produk dengan flavor yang disukai serta tekstur lembut. Komponen susu yang paling berperan selama proses fermentasi adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan oleh mikrobia sebagai sumber karbon dan energi dengan hasil metabolisme asam laktat yang menyebabkan pH susu turun. Suasana asam (pH rendah) menyebabkan keseimbangan kasein terganggu dan pada titik isoelektrik (pH = 4,6) kasein akan menggumpal membentuk koagulan sehingga terbentuk susu semi padat. Pada kondisi tersebut, kasein susu bermuatan negatif sedangkan molekul asam laktat selama proses fermentasi bermuatan positif. Persinggungan antara kasein dan asam laktat menyebabkan terjadinya proses netralisasi sehingga kasein mengendap (Rahman et al., 1992). Aktivitas proteolitik BAL memecah protein menjadi peptida-peptida menyebabkan penurunan kadar protein. Peningkatan asam laktat akibat proses fermentasi oleh BAL akan meningkatkan aktivitas lipolitik dalam 6 mereduksi lemak susu sehingga terjadi penurunan kadar lemak dalam susu fermentasi (Sunarlim dan Setiyanto, 2008). Jumlah asam lemak bebas akan mengalami peningkatan karena lemak akan terhidrolisis oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh BAL sehingga terbentuk asam lemak bebas (Murti dan Hidayat, 2009). Protein susu tidak selalu aktif dan bermanfaat ketika masih dalam bentuk aslinya namun akan aktif ketika ada aktivitas proteolitik yang mengubah protein tersebut menjadi molekul yang lebih kecil. Salah satu cara mengaktifkan molekul tersebut adalah dengan fermentasi (Ramchandran et al., 2009). Menurut Codex Allimentarius Committe (2003) dalam standar Codex untuk susu fermentasi harus mengandung protein minimal 2, 7%, lemak kurang dari 10%, keasaman minimal 0,3%. Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, bersifat katalase negatif, tahan terhadap kondisi asam, dan fakultatif anaerob. Sebagian besar BAL, kecuali beberapa spesies bakteri tertentu, merupakan bakteri non patogen dan termasuk ke dalam kelompok bakteri yang memiliki status sebagai Generally Recognized as Safe (GRAS) (Kleerebezem dan Hugenholtz, 2003). Secara alami BAL dapat dijumpai pada susu dan tempat-tempat dimana susu itu diproses. BAL menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme karbohidrat. Asam laktat yang 7 dihasilkan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Penurunan pH juga menghambat pertumbuhan beberapa jenis mikrobia lainnya (Bachrudin et al., 2000). Secara luas di alam terdapat mikroflora di susu berupa bakteri Gram positif yang digunakan dalam makanan fermentasi. BAL yang termasuk dalam kelompok ini adalah genus Lactobacillus, Lactococcus, Pediococcus dan Leuconostoc. Berdasarkan penelitian Guessas dan Kihal (2004), hasil isolasi dari susu kambing mentah Aljazair di zona kering terdapat BAL berupa Lactococcus sp. (76,16%), Streptococcus thermophilus (14,78%) dan Leuconostoc sp. (8,6%). Lactobacillus paracasei Lactobacillus paracasei merupakan bakteri Gram positif, tidak berspora, homofermentatif, berbentuk batang dalam saluran usus manusia. Strain Lactobacillus paracasei dapat ditemukan secara alami di sayuran fermentasi, susu dan daging. Strain Lactobacillus paracasei banyak digunakan di produk makanan, termasuk susu fermentasi tradisional dan keju. Strain yang dipilih dari species ini digunakan dalam produk makanan probiotik dan suplemen makanan (Mitsuoka, 1996). Penelitian tentang Lactobacillus paracasei telah dilakukan dengan mengisolasi bakteri tersebut dari keju susu kambing. Lactobacillus paracasei FT700 telah diuji untuk bertahan hidup dalam saluran pencernaan dan kepekaan terhadap antibiotik. Lactobacillus paracasei 8 FT700 telah digunakan untuk fermentasi susu sebagai probiotik (Tulini et al., 2015). Pediococcus pentosaceus Pediococcus pentosaceus adalah bakteri asam laktat Gram positif, fakultatif anaerob, non motil dan tidak berspora. Bersifat toleran terhadap asam, tidak dapat mensintesis porpirin dan memiliki asam laktat sebagai produk akhir fermentasi (Axelsson, 1998). Pediococcus pentosaceus tumbuh pada suhu 40oC tetapi tidak tumbuh pada suhu 50oC dan pada pH 4,5 sampai 8,0 (Garvie, 1986). Pediococcus pentosaceus dapat diisolasi dari berbagai bahan tanaman dan bakteri keju matang. Organisme ini dapat digunakan sebagai asam yang menghasilkan kultur starter dan fermentasi sosis, mentimun dan kacang hijau fermentasi, fermentasi susu kedelai dan silase (Simpson dan Taguci, 1995). Selain itu bakteri ini dinilai mampu sebagai starter yang memproduksi asam dalam fermentasi susu (Caldwell et al., 1996). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengisolasi dan karakterisasi molekuler bakteri Pediococcus pentosaceus dari berbagai sumber. Menurut Lv et al. (2014) bahwa Pediococcus pentosaceus L105 yang diisolasi dari tinja relawan sehat dapat tumbuh pada suhu 15 sampai 45oC, optimum pada suhu 37oC. Pediococcus pentosaceus L105 juga dapat tumbuh pada pH 4 sampai 8. 9 Lactocacillus bulgaricus Lactocacillus bulgaricus termasuk dalam familia Lactobacillus, merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang, bersifat katalase negatif dan tidak berspora. Tumbuh dengan sangat baik pada pH optimumnya 5,5 namun pertumbuhannya dapat terhenti pada pH 3,5 sampai 3,8. Lactobacillus bulgaricus bersifat homofermentatif dan dapat tumbuh pada suhu 15oC atau lebih (Fardiaz, 1992). Produk metabolik utama dari bakteri ini adalah asam laktat dan komponen aroma seperti asetildehid dan diasetil (Ray, 2003). 10