BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
Pendahuluan
1.
Latar Belakang Masalah
Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah
satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu agama menjadi salah satu hal yang penting
dalam berbagai urusan kelembagaan dan urusan administrasi di Indonesia ini. Contoh
W
dalam urusan sekolah, pengurusan kartu tanda penduduk dll. Remaja sebagai warga
negara Republik Indonesia tidak luput dari hal ini. Walau permasalahan agama dalam
KD
urusan administrasi kenegaraan masih bisa dikritisi, namun untuk saat ini kenyataan
perlunya pencantuman agama dalam urusan administrasi negara dan dalam bidang
kelembagaan lainnya masih dianggap penting.
U
Kenyataan itu sepertinya sederhana bagi remaja yang berasal dari keluarga
yang semuanya menganut agama yang sama. Mereka tidak mempunyai masalah dengan
©
pemilihan agama sebagai bagian dari identitas mereka. Namun akan menjadi
pergumulan tersendiri bagi keluarga yang tidak seagama. Ketika masih kanak-kanak,
dia tergantung pada orang tua dan diatur oleh orang tua sehingga masalah agama
mungkin tidak begitu menjadi pemikiran utama mereka. Namun ketika menginjak
remaja, remaja diperhadapkan pembentukan identitas dan diperhadapkan pada banyak
pilihan yang mengharuskan mereka untuk memilih atau mengolah beberapa pilihan
tersebut. Pemilihan agama sebagai pilihan bagi remaja dari keluarga yang berbeda
agama tidaklah sederhana. Mereka harus memilih di antara agama yang dianut oleh
orang tua mereka. Pemilihan agama itu bukan tanpa masalah, karena di dalamnya ada
1
nilai-nilai agama yang mempengaruhi pengambilan sikap orang terhadap sesama dan
lingkungannya.
Dalam sebuah wawancara dengan remaja Kristen sebagai anak dari orang tua
yang berbeda agama di Gereja Kristen Jawa Prambanan didapat gambaran mengenai
pemahaman iman remaja. Remaja tersebut mempunyai bapak yang beragama bukan
Kristen. Ia menjadi orang yang beragama Kristen karena dorongan ibu dan kakakkakaknya. Ibunya selalu memberi penekanan akan pentingnya mengikuti Tuhan Yesus
dengan alasan bahwa hanya dalam Yesus Kristus sajalah orang diselamatkan. Ketika
ditanyakan bagaimana pandangan dia mengenai bapak yang beragama bukan Kristen,
W
remaja tersebut mengharapkan bahwa bapak yang beragama bukan Kristen bisa
menjadi orang kristen supaya diselamatkan oleh Tuhan Yesus. Ketika ditanyakan lebih
KD
dalam lagi mengenai bagaimana jika bapak tetap bersikukuh dengan imannya, remaja
dengan bimbang mengatakan bahwa bapaknya tidak akan selamat –dalam pengertian
tidak diselamatkan dan tidak akan masuk surga-. Ketika ditanyakan mengenai perasaan
U
remaja tentang pandangannya, remaja merasa sedih tetapi bagaimana lagi orang hanya
©
selamat dalam Yesus Kristus. Ketika ditawarkan mengenai kasih Tuhan yang besar
yang mungkin saja bisa menyelamatkan bapak dan masuk dalam surga walau tidak
melalui Yesus Kristus, remaja dengan tegas menolak, dan tidak rela apabila
keselamatan tidak dalam Yesus Kristus. Ketika ditanya alasan ketidakrelaannya remaja
mengatakan bahwa pandangan keselamatan dalam Yesus Kristus sudah diajarkan ibu
sejak kecil dan tidak rela apabila keselamatan ada juga dalam agama lain. Lebih lanjut
ditanyakan mengenai apa yang harapan terhadap realita perbedaan kepercayaan di
dalam keluarganya, remaja mengharapkan Tuhan segera menjadikan keluarganya
seagama dengan dia dan dengan harapan diselamatkan oleh Yesus Kristus. Fenomena
ini menarik karena dalam pergumulan yang dialami remaja ini terjadi ketegangan antara
2
rasa sayang terhadap bapak yang beragama bukan kristen dan keyakinan iman yang
ditanamkan oleh ibu di pihak lain, yang tentu saja dirasakan tidak nyaman dalam diri
remaja.
Fenomena di atas memberi informasi mengenai satu kenyataan bahwa
pemilihan agama, dalam hal ini agama Kristen, telah mempengaruhi bentuk relasi
dalam keluarga. Dari wawancara singkat tersebut dinyatakan bahwa ada ketimpangan
pemahaman kepercayaan Kristen yang dirasakan mengasingkan orang yang remaja
kasihi yaitu bapak, atau secara umum orang-orang yang dikasihi. Apakah benar iman
Kristen yang berdasar kasih Tuhan tersebut ternyata berdampak pada kondisi tidak
W
selamat bagi orang yang sangat remaja kasihi? Bagaimana teologi dikembangkan dalam
permasalahan ini hal ini? Bagaimana model pendidikan yang tepat dalam menghadapi
KD
situasi seperti diuraikan di atas? Untuk menjawab pertanyaan di atas tentu dibutuhkan
pengetahuan mengenai bagaimana pandangan remaja tentang keselamatan, bagaimana
bentuk
teologi
yang
mampu
menjawab
permasalahan
tersebut
dengan
U
mempertimbangkan tradisi iman yang telah diyakini remaja dan bagaimana model
©
pendidikan kristiani yang mampu menghubungkan antara pengalaman yang dialami,
pandangan iman –tradisi iman yang diyakini-, pemikiran teologis dan sekaligus
pendidikan kristiani yang operatif yang mampu dikerjakan dalam kenyataan hidup
kongkrit.
Remaja dalam pandangan Fowler dimasuk dalam tahap perkembangan sintesis
konvensional. Di mana remaja harus merombak beberapa pandangannya yang
disebabkan karena perkembangan kemampuan kognitifnya yang semakin kuat.
Kemampuan kognitif yang semakin kuat ini akan merombak cara dia berinteraksi
dengan orang lain dan lingkungannya. Remaja membangun citra diri baru bergantung
pada orang-orang yang berarti bagi dirinya. Namun kenyataan yang dihadapi remaja
3
adalah bahwa dia mempunyai wawasan baru tentang adanya banyak bayangan diri di
seputar dirinya yang kadang kadang saling kontradiktif, sehingga menjadikan remaja
bingung. Dia harus melakukan penggabungan dari beberapa pribadi yang ada di
sekitarnya dengan apa yang ada dalam dirinya yang disebut tahap sintesis. Selain itu
remaja juga membangun identitasnya berdasarkan pada kesetiakawanan. Kesetiaan
kepada orang-orang yang berarti baginya dan ini yang disebut konvensional, sebab
secara kognitif, afektif, dan sosial seorang remaja menyesuaikan diri dengan orang
yang berarti baginya dan dengan mayoritas orang di sekitarnya. Cara remaja percaya
pada orang yang berarti baginya tidak dilakukan dengan kritis. Jadi jika dia mengalami
W
konflik ketegangan dengan nilai lain maka dia akan cenderung mendukung yang
mayoritas dan pribadi yang berarti baginya1.
KD
Pemilihan agama bagi remaja menyangkut melakukan pemilihan figur dari
salah satu orang tua yang dianggap remaja lebih berarti dalam hidup mereka. Sehingga
mereka ikut menganut agama dari orang tua yang lebih dia figurkan. Sementara itu
U
mereka tidak bisa memungkiri kenyataan keberadaan orang tua yang tidak diikuti
©
agamanya yang pada kenyataannya juga hidup bersama dengan mereka. Begitu remaja
memilih agama salah satu orang tuanya dia diperhadapkan dengan masalah dilematis
yang menyangkut kehidupan beragama itu. Bagaimana mereka berelasi dengan orang
tua yang berbeda agama dengan mereka dan keluarga besar yang tidak seagama dengan
dia. Bagaimana mengikuti ritus agama yang mungkin tidak cocok dengan agama salah
satu orang tua mereka.
Pergumulan remaja yang sedang membentuk keyakinan hidupnya, terutama
remaja dari orang tua yang beda agama seperti di atas tidak mendapat perhatian khusus
dalam pelayanan kerohanian di lingkup Gereja Kristen Jawa di lingkup Klasis Klaten
1
Bandingkan dengan Supratiknya [red.], Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler:
Sebuah Gagasan Baru dalam Psikologi Agama , (Yogyakarta, 1995) p.134-136
4
Barat Gereja Kristen Jawa (KKB). Hal ini didasarkan pada survei kepada pendetapendeta dalam lingkup KKB yang ternyata memang tidak ada perhatian khusus kepada
remaja yang berasal dari keluarga yang berbeda agama. Dalam survei tersebut
pembinaan remaja sebagai anak dari orang tua yang berbeda agama diperlakukan sama
dengan remaja dari orang tua yang seagama.
Remaja yang memutuskan menjadi Kristen dari orang tua yang berbeda
agama, dibiarkan saja dalam pergumulannya dalam menghadapi ketegangan antara
pandangan teologi keselamatan gereja dengan pergumulan kasih dalam keluarga tanpa
pendampingan khusus dari gereja. Mungkin jumlah kasus seperti ini sedikit dalam
W
gereja –dari hasil survei sementara ada sekitar sembilan keluarga beda agama yang
memiliki anak remaja dalam lingkup KKB-, namun bukan berarti tidak perlu dilakukan
KD
pendampingan terhadap mereka. Karena itu permasalahan pembinaan bagi remaja
dalam kasus semacam ini perlu dipikirkan.
Pendidikan Kristiani dalam Gereja Kristen Jawa biasanya dilakukan dalam
U
bentuk katekisasi pra sidi atau pra baptis. Materi yang dipakai dalam pendidikan itu
©
antara lain adalah Pokok –Pokok Ajaran GKJ (PPA GKJ), yang di dalamnya justru
sering menimbulkan ketegangan antar agama karena bangunan dasar dari PPA GKJ
adalah soteriologis.
Di dalamnya ajaran resmi gereja ditekankan keselamatan yang ada dalam
Yesus Kristus2. Ajaran resmi Gereja Kristen Jawa menekankan karya penyelamatan
Allah dalam Yesus Kristus. Lebih rinci PPA GKJ tanya jawab nomor 50- 533 dan
dalam Tata Gereja GKJ pasal 344 mengenai hakikat pemberitaan keselamatan, yang
intinya keselamatan itu ada dan berpusat dalam diri Yesus Kristus. Pernyataan ini
2
Sinode GKJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, (Salatiga, Sinode GKJ, 2005), p. 11. 22
Ibid. p. xiii
4
Sinode GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa, (Salatiga, Sinode GKJ, 2005) p. 19
3
5
menegaskan kalau tidak menerima keselamatan Allah dan merelakan diselamatkan
Allah orang tidak akan diselamatkan.
Konsep keselamatan dalam PPA GKJ selalu dalam hubungan dengan konsep
pemilihan umat Allah. Pendahuluan PPA GKJ dikatakan bahwa ada ‘benang merah’
pemikiran soteriologis. Dimulai dari Allah yang menciptakan langit dan bumi serta
manusia dalam keadaan baik. Namun kemudian manusia jatuh dalam dosa dan dalam
kondisi tidak selamat, dan karena kasih anugerah Allah, Allah berkenan
menyelamatkan umat-Nya. Karya penyelamatan itu teranyam dalam sejarah kehidupan
manusia. Sejarah penyelamatan Allah tersebut berpusat pada tiga peristiwa yaitu
W
peristiwa Israel, peristiwa manusiawi Yesus dan peristiwa Roh Kudus5. Konsep
GKJ.
KD
pemilihan umat Allah inilah yang rupanya begitu mengakar dalam pembuatan PPA
Pada sisi lain dalam PPA GKJ ada penjelasan tentang agama-agama.
Dijelaskan
bahwa
agama-agama
muncul
dari
kesadaran
religius.
Manusia
U
mengungkapkan dan menghayati hubungannya dengan Allah dalam bentuk Agama
©
melalui kesadaran religiusnya. Jadi dalam terbentuknya agama terdapat peran Allah dan
peran manusia (PPA GKJ tanya jawab nomor 204). Karena ada peran manusia maka
agama itu tidak sempurna (PPA GKJ tanya jawab nomor 205). Dengan demikian agama
tidak menyelamatkan dan yang menyelamatkan itu adalah Allah melalui Yesus Kristus
(PPA GKJ tanya jawab nomor 215)6. Penjelasan dari PPA GKJ tersebut menunjukkan
adanya upaya penghargaan terhadap agama lain. Namun dikunci dengan pengajaran
keselamatan hanya dalam Yesus Kristus, sehingga tidak ada ruang bagi orang yang
beragama lain untuk selamat.
5
6
Ibid. p. xiii-iv
Ibid. p. 75-80
6
Dasar pendidikan kristiani yang berangkat dari soteriologi seperti dalam PPA
GKJ ini menjadikan dialog itu hanya sebatas relasi sebagai konsekuensi manusia yang
adalah makhluk sosial. Sehingga permasalahan pendidikan bagi remaja yang berasal
dari orang tua yang beda agama jika memakai dasar PPAG diselesaikan sebatas relasi
sosial. Kalau hanya sebatas hal seperti di atas maka pendidikan Kristiani tidak beda
dengan pendidikan budi pekerti.
Pendekatan PPA GKJ yang berangkat dari pendekatan keselamatan menjadi
sangat sulit direlasikan dengan keberadaan agama-agama lain. Apalagi diajarkan
dengan pendekatan dogmatik. Namun kenyataannya PPA GKJ dengan pendekatan
W
soteriologinya telah mendarah daging dalam kehidupan orang Kristen Gereja Kristen
Jawa. Konsep soteriologi yang eksklusif secara sadar atau tidak sadar telah
KD
menghasilkan banyak luka dalam diri remaja atau orang tua. Ajaran resmi gereja tidak
mewadahi bagi pergumulan keluarga yang berbeda agama bahkan bisa menimbulkan
perpecahan dalam keluarga.
hal
U
Mempertimbangkan
tersebut
maka
perlu
dikembangkan
bentuk
©
soteriologis yang mampu menjawab kebutuhan keluarga yang berbeda agama yang
nantinya digunakan dalam pengembangan pendidikan kristiani bagi remaja sebagai
anak dari orang tua agama supaya menjadi model pendidikan yang mampu
membimbing remaja merumuskan kepercayaan dengan tidak meninggalkan luka batin
dalam diri mereka namun sebaliknya menjadikan mereka merasa merdeka dan penuh
suka cita menyambut kasih Tuhan.
Membangun dasar soteriologi bagi pergumulan pendidikan kristiani bagi
remaja
sebagai
anak
dari
keluarga
yang
beda
agama
dilakukan
dengan
mempertimbangkan bahwa perlu dikembangkan soteriologi yang mampu menerima
keberadaan agama lain tanpa kehilangan kepercayaan kristianinya. Oleh karena itu
7
soteriologi yang dibangun harus berdasar penjelasan Alkitab tentang keselamatan bagi
‘orang lain’ dengan mempertimbangkan tradisi iman yang telah diyakini. Oleh karena
itu perlu memikirkan ulang konsep keselamatan, dengan mencoba mencari penjelasan
mengenai gambaran tentang Tuhan dan dasar keselamatan dari Tuhan serta bagaimana
tindakan Tuhan di dalamnya dari kesaksian Alkitab. Berangkat dari kesaksian Alkitab
sangat penting karena jemaat masih sangat menghargai kesaksian Alkitab sebagi sumber
pemahaman iman. Dengan demikian akan terjadi dialog pemahaman soteriologis yang
berangkat dari titik yang sama.
Dalam tulisan ini akan diangkat pemikiran dari Gerald O’Collins dengan
W
pertimbangan bahwa pemahaman mengenai Yesus sebagai penebus dan pandangannya
mengenai keselamatan bagi semua termasuk dalam pemikiran-pemikiran yang terbaru,
KD
selain itu pandangannya berangkat dari kesaksian Alkitab mengenai persoalan yang
dibahas. Walau disadari O’Collins mempunyai tradisi yang tidak sama dengan GKJ,
namun diskusi dalam tulisan ini justru akan memberi warna baru dalam pemikiran
U
soterioligi bagi masa depan.
©
Menurut O’Collins kesaksian Alkitab tentang tokoh sebelum Yesus Kristus,
seperti Abraham dan Sara, dihormati oleh orang-orang Kristen sebagai orang yang
beriman7. Iman menurut O’Collins dipahami sebagai tindakan yang melibatkan seluruh
pribadi, komitmen untuk taat namun tidak terbatas pada kemampuan intelektual saja
melainkan ada peran pewahyuan dari yang illahi8. Mereka mematuhi panggilan illahi,
mereka mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Allah, dan mereka dipimpin dan
dikuatkan oleh Roh Kudus. Pada kasus ini pemahaman iman kristiani tentang Yesus
sebagai satu-satunya penyelamat ganjalan menuju Tuhan tidak bisa berlaku.
7
8
Hal itu jelas diakui dalam Ibrani 11
O’ Collins, Gerald, Salvation for All, God’s Other People, (New York, 2008), p.248-249
8
O’Collins menjelaskan hal ini dengan memaparkan bagian dari kitab Ibrani 11.
Di sana dijelaskan bahwa Iman menjadi hal yang pokok dalam mengerti tentang
Tuhan9. Ketaatan menjadi kunci dalam beriman. Hal itu pula yang telah dilakukan oleh
Abraham dan Sara dan semua tokoh orang percaya 10. Yesus juga taat pada Bapa untuk
mati sebagai sarana penebusan dosa manusia. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan
iman orang-orang yang belum mengenal Yesus apakah mereka juga diselamatkan?
Kepada mereka yang hidup sebelum Yesus, O’Collins mengatakan bahwa jika mereka
mengetahui Yesus mereka pasti akan mempercayai Yesus11. Hal yang serupa berlaku
bagi setiap orang yang di luar iman kepada Yesus yang mempunyai iman dalam rangka
W
untuk menyenangkan dan mengasihi Tuhan. Orang yang tidak mengenal Yesus tentu
tidak bisa menaati Yesus seperti orang yang telah mengenal Yesus, dapat berperilaku
KD
dan bersikap yang membuat Tuhan berkenan. Menurut O’Collins mereka secara
misterius mempunyai pengalaman di dalam Yesus dan dalam Roh Kudus yang
menyebabkan keselamatan bagi mereka. Kesaksian Alkitab lain mengatakan bahwa
U
untuk datang kepada Tuhan tidak melalui Yesus12. Ada banyak orang yang telah
©
tertarik mengikuti Tuhan melalui Yesus (ketaatan, kasih, pengampunan), meskipun
mereka mungkin tetap tidak menyadari peran Yesus. Kehadiran dan peran Kristus dan
Roh Kudus tidak harus disadari tetapi kehadiran pribadi dan kuasa Yesus dan Roh telah
membentuk kehidupan jutaan orang-orang yang mungkin tidak pernah akan mereka
sadari13. Dengan demikian ada kemungkinan orang lain diselamatkan Tuhan dengan
cara Tuhan yang tidak pernah kita mengetahuinya secara tepat.
O’Collins secara umum hendak mengatakan bahwa menurut kesaksian Alkitab
keselamatan adalah dari Allah dan berlaku bagi siapa saja, umat tidak bisa membatasi
9
Ibid. 252
Ibrani 11: 4-22
11
Bandingkan Knitter Paul F. Pengantar Teologi Agama-Agama, (Yogyakarta,2008), p.53,
12
Yohanes 14: 6
13
Ibid p. 258-259, Lihat pula penjelasan tentang Yesus dan Kerajaan Allah
10
9
karya Allah dalam mengasihi dan menyelamatkan manusia. Pandangan O’Collins ini
memberi warna baru yang perlu menjadi pertimbangan dalam orang kristen memahami
tentang kepercayaan orang yang beragama lain. Secara khusus bagi PPA GKJ
pandangan ini menjadi masukan baru untuk berani merumuskan pandangan teologis
terhadap orang yang beragama lain, sehingga relasi dengan orang yang beragama lain
bukan hanya sekedar alasan konsekuensi sosial dan hak asasi, tetapi juga memiliki
landasan teologis.
Hasil dari diskusi pemahaman tentang keselamatan tersebut selanjutnya akan
W
dikembangkan dalam pendidikan kristiani bagi remaja sebagai anak dari orang tua yang
berbeda agama. Pendidikan yang dikembangkan harus membawa unsur pembentukan
KD
kepercayaan kristiani yang berdasar pada kesadaran akan Tuhan yang berkarya dalam
kehidupan yang beragam. Dengan demikian pendidikan itu harus membawa remaja
pada kebijaksanaan kehidupan. Sehingga memampukan remaja untuk berbagi
U
pengertian dengan kedua orang tuanya dan komunitasnya dalam hal kehidupan yang
©
berkenan kepada Tuhan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal di atas, penulis merumuskan masalah dalam beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana pandangan keselamatan menurut remaja sebagai anak dari orang tua
yang berbeda agama?
b. Bagaimana konsep keselamatan dalam perbedaan agama dikembangkan?
c. Bagaimana bentuk pendidikan kristiani bagi remaja sebagai anak dari orang tua
yang beda agama dikembangkan?
10
3. Batasan Masalah
Tesis ini akan membatasi diri di seputar pendidikan kristiani bagi remaja
sebagai anak dari orang tua yang beda agama di lingkup Klasis Klaten Barat Gereja
Kristen Jawa. Pembatasan juga akan dilakukan dalam hal pendidikan religius kristiani
bagi warga gereja dalam hubungannya dengan pendidikan bagi remaja yang kedua
orang tuanya beda agama. Remaja yang dimaksud dalam tulisan ini adalah orang yang
berada dalam kisaran umur 12-20 tahun14
4. Tujuan Tesis
W
Tesis ini bertujuan memberikan masukan bagi usaha pendidikan bagi jemaat
khususnya remaja yang berasal dari orang tua yang beda agama, lebih luas lagi tesis ini
KD
bertujuan membangun pendidikan kristiani yang mempunyai kemampuan penerimaan
terhadap orang lain yang berbeda agama sebagai konsekuensi iman Kristen.
U
5. Metode Penelitian
©
Tesis ini akan memakai metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenaologis dan studi pustaka. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian
yang diharapkan mengasilkan data deskriptif dari obyek yang diteliti, penelitian
kualitatif bersifat penemuan15. Fenomenalogi merupakan jenis penelitian yang
mempunyai konsep dasar bahwa masalah yang disebabkan oleh pandangan atau
perspektif subyek yang diteliti. Penelitian fenaomenologis berupaya menggambarkan
makna pengalaman dari subyek akan fenomena yang diteliti16. Subyek yang berbeda
akan mempunyai pengalaman yang berbeda pula.
14
Lihat, dengan Supratiknya [red.], Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler:
Sebuah Gagasan Baru dalam Psikologi Agama , (Yogyakarta, 1995) p. 134, 160
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (bandung, 2004), p 3
16
Ibid. p 35
11
6. Judul Tesis
Pendidikan Kristiani bagi Remaja sebagai Anak dari Orang Tua Beda Agama dalam
Lingkup Pelayanan Klasis Klaten Barat Gereja Kristen Jawa
7. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
Bab ini memaparkan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan tesis, metode penelitian, judul tesis dan sistematika penulisan.
Bab II. Remaja Sebagai Anak dari Orang Tua Beda Agama
W
Bab ini akan berisi mengenai pandangan remaja sebagai anak dari orang tua
yang berbeda agama sebagai hasil penelitian studi kasus dari pandangan
KD
remaja sebagai anak dari orang tua yang berbeda agama tentang keselamatan
bagi orang tua yang tidak seagama.
Bab III. Konsep Keselamatan Menurut Pandangan Resmi Gereja Kristen Jawa
U
dalam Dialog dengan Gerald O’Collins
Bab ini berisi tentang konsep soteriologi yang perlu dikembangkan bagi
©
pendidikan Kristiani dalam konteks keberagaman agama.
Bab IV. Pendidikan Kristiani dalam Konteks Keberagaman Agama
Bab ini membicarakan tentang pendidikan kristiani dalam komunitas iman
bagi remaja sebagai anak dari orang tua yang berbeda agama.
Bab V. Penutup
Berisi kesimpulan dan saran pendidikan kristiani di lingkup Klasis Klaten
Barat GKJ
12
Download