33 BAB IV BEBERAPA KONSEP, TEOREMA

advertisement
BAB IV
BEBERAPA KONSEP, TEOREMA DAN RUMUS PENTING
Untuk menyelesaikan masalah matematika, baik dalam penyusunan strategi maupun
dalam melaksanakan pemecahannya senantiasa diperlukan pengetahuan dan keterampilan
matematika yang memadai. Strategi apa yang akan dipilih dapat ditemukan dari mencari
jawab atas pertanyaan: jembatan mana yang dapat menghubungkan antara yang diketahui
dan ditanyakan atau diminta membuktikan. Jembatan itu memunculkan strategi, dan
sekaligus juga diawali dengan konsep atau teorema apa yang mendasari pemilihan jembatan
tersebut. Kemudian rumus-rumus yang terkait dengan teorema itu merupakan alat pemecah
masalah. Namun juga kadang-kadang bentuk soal atau masalahnya mengingatkan adanya
rumus yang terkait dengan permasalahannya.
Semua konsep, teorema, dan rumus dalam matematika SMP tentunya penting, baik
yang langsung berobjek geometri maupun yang terkait dengan aritmetika, aljabar, dan
rumus-rumus lainnya. Namun tidak kalah pula pentingnya, beberapa pengertian atau
teorema lain yang tidak secara eksplisit merupakan bagian yang dipelajari di SMP, namun
merupakan perluasan yang tidak secara eksplisit dipelajari di bangku sekolah. Bagian akhir
ini seringkali penting untuk dipahami.
Berikut ini disajikan konsep, teorema, dan rumus yang sering digunakan dalam
pemecahan masalah geometri, dan khususnya dari materi geometri. Karena luasnya
cakupan materi tersebut, maka tidak semua konsep, teorema, dan rumus disajikan, namun
hanya yang sangat mendasar yang penulis anggap telah digunakan dalam keseharian
geometri (misal sudut bertolak belakang sama besar). Banyak dari bagian ini telah
dituliskan dalam tulisan terbitan PPPG Matematika sebelumnya, sehingga bukti-bukti
kebenaran teorema atau dalil tidak disertakan di sini. Demikian pula beberapa rumus yang
serupa, misalnya rumus panjang ketiga garis bagi dalam segitiga, rumus Stewart dalam
segitiga, disajikan satu saja di antaranya. Yang lain, karena dapat diperoleh dengan cara
atau model yang sama dipersilahkan para pembaca untuk menuliskannya sendiri, sambil
sekaligus mengingat kembali dengan cara berlatih menuliskannya. Beberapa teorema atau
dalil yang dapat diturunkan dari suatu teorema atau dalil tidak semuanya disajikan di sini.
ALKRIS: PPM 2004
33
Berikut ini beberapa konsep, teorema/dalil dan rumus dalam Geometri Datar
1. Sudut dan Kesejajaran Garis
a. Jika garis a || b dipotong oleh garis c maka:
1)
c
sudut sehadap sama besar:
1 2
a
4 3
5 6
b
8 7
Gambar 4.1
∠5 = ∠1; ∠6 = ∠2; ∠7 = ∠3; ∠8 = ∠4;
2)
sudut berseberangan luar sama besar:
∠7 = ∠1; ∠8 = ∠2
3)
sudut berseberangan dalam sama besar: ∠5 = ∠3; ∠6 = ∠4
4)
Akibat: ∠1 = ∠3 = ∠5 = ∠7 dan ∠2 = ∠4 = ∠6 = ∠8
b. Jika garis a dan b dipotong oleh garis c dan sudut sehadapnya sama besar, maka
a || b.
c. Jika garis a dan b dipotong oleh garis c dan sudut berseberangan luarnya sama
besar, maka a || b.
d. Jika garis a dan b dipotong oleh garis c dan sudut berseberangan dalamnya sama
besar maka a || b.
C
2. Berdasar sifat kesejajaran tersebut beberapa sifat diturunkan:
a. Jumlah besar sudut sebuah segitiga 180o.
1
A
b. Besar sebuah sudut luar sebuah segitiga sama
Gambar 4.2
2
B
dengan jumlah besar dua sudut lainnya.
Besar ∠B2 = ∠A + ∠C
c. Dari butir a dapat diturunkan antara lain:
1) Jumlah besar sudut sebuah segi-n = (n – 2) ×180o.
2) Besar sebuah sudut segi-n (poligon) beraturan =
n−2
× 180° .
n
Segi-n beraturan adalah segibanyak (poligon) yang semua sisinya sama
C
panjang dan semua sudutnya sama besar,
d. Jika sebuah garis g || sisi AB pada ∆ABC dan
D
E
Gambar 4.3
memotong AC di titik D dan BC di E, maka:
1) ∠CDE ≅ ∠CAB dan ∠CED ≅ ∠CBA
A
B
(∠CDE ≅ ∠CAB dibaca sudut CDE kongruen dengan sudut CAB. Dua sudut
kongruen jika keduanya sama besar).
ALKRIS: PPM 2004
34
2) ∆CDE ~ ∆CAB ; Akibat lebih lanjut:
a)
CD : CA = CE : CB = DE : AB
b)
CD : DA = CE : CB
c)
Luas ∆CDE : Luas ∆CAB = (CD)2 : (CA)2 = (CE)2 : (CB)2 = (DE)2 : (AB)2
3) Jika titik D dan E pada gambar di atas masing-masing titik tengah AC dan
BC , maka DE disebut (salah satu) paralel tengah pada segitiga tersebut.
DE = 1 AB dan DE || AB
C
2
4) Jika pada ∆ABC tersebut titik D pada AC dan E
o E
pada BC sedemikian sehingga besar ∠CDE =
*
D
∠B dan ∠CED = ∠A, maka DE disebut ruas
o
*
A Gambar 4.4 B
garis anti paralel terhadap AB .
e. Pada setiap jajargenjang
D •
o
1) jumlah besar sudut yang bersisian 180 .
C
• B
A ♦
Gambar 4.5
Besar ∠A + ∠B = 180o; besar ∠A + ∠D = 180o
Besar ∠C + ∠B = 180o; besar ∠C + ∠D = 180o
2) kedua sudut yang berhadapan sama besar.
D
besar ∠A = ∠C ; besar ∠B = ∠D
f.
♦
*
*
o
Pada trapesium samakaki:
1) jumlah besar dua buah sudut pada kaki yang sama 180o.
A
C
o
Gambar 4.6
B
2) dapat dibuat lingkaran luar (trapesium sama-kaki pasti segiempat talibusur).
C
3. Segitiga:
a. Ketidaksamaan dalam Segitiga
Dalam ∆ABC dengan AB = c satuan, BC = a satuan,
dan CA = b satuan
a
b
A
1) jumlah panjang dua sisi lebih dari panjang
c
Gambar 4.7
B
B
sebuah sisi: a + b > c; a + c > b; c + b > a.
2) selisih panjang dua sisi kurang dari panjang
sebuah sisi |a – b| < c, |b – c| < a, |a – c| < b.
c2
a
Gambar 4.8
b. Segitiga siku-siku:
1) Teorema Pythagoras dalam ∆ABC yang
siku-siku di C: c2 = a2 + b2
ALKRIS: PPM 2004
2
C
D
c1
tc
1
b
A
35
2) Jika CD ⊥ AB , maka:
a)
besar ∠C2 = ∠A dan ∠C1 = ∠B
b)
CD2 = AD × BD
3) Jika besar ∠A = 60o, maka besar ∠B = 30o; AB = 2 × AC dan BC = AC√3.
4) Jika besar ∠A = 45o, maka besar ∠B = 45o; BC = AC dan AB = AC√2..
c.
Sumbu sisi; Lingkaran luar
C
1) Sumbu sisi (garis tegak lurus sisi dan membagi
sisi menjadi dua bagian sama panjang berpo-
R
sbBC
sbAC
tongan pada sebuah titik. Titik itu merupakan
O
pusat lingkaran luar segitiga,
2) Lingkaran luar poligon adalah lingkaran yang
melalui semua titik sudut poligon tersebut.
3) R =
A
B
abc
; a, b, c, panjang sisi-sisi segitiga dan
4L
sbAB
Gambar 4.9
L luas segitiga
C
x
b
d. Dalil Proyeksi dan Stewart
Titik D adalah proyeksi titik A pada sisi BC .
m
D
a
y
E
k
Titik E adalah proyeksi titik B pada sisi AC .
A p F
Titik F adalah proyeksi titik C pada sisi AB .
1) Dalil Proyeksi:
B
q
c
Gambar 4.10
p hasil proyeksi AC pada AB ; k hasil proyeksi AB pada AC
a2 = b2 + c2 – 2cp ⇔ p=
2)
b2 + c2 − a2
b2 + c2 − a2
atau a2 = b2 + c2 – 2kb ⇔ k =
2c
2b
Jika D sebuah titik pada sisi BC sebuah
∆ABC, sehingga CD = a1 dan BD = a2,
maka AD2. a = a1c2 + a2b 2– a1 a2 a
e.
A
Dalil Stewart
Garis tinggi
1)
ALKRIS: PPM 2004
b
c
B
a2
D
a1
C
a
Gambar 4.11
AD ⊥ BC ; BE ⊥ AC ; CF ⊥ AB .
36
2)
AD ,
dan
BE
CF
garis-garis
tinggi,
berpotongan pada sebuah titik (T). Titik
C
T
disebut titik tinggi.
D
1
3) Titik D, E, dan F disebut titik-titik kaki garis1
E
garis tinggi tersebut.
4) ∠T1 = ∠T4 = ∠E1 = ∠E2 = ∠B;
2
5) ∠T2 = ∠T5 = ∠D1 = ∠D2 = ∠A;
A
2
4
5 3
6 T2
1
1
2
B
Gambar 4.12
F
6) ∠T3 = ∠T6 = ∠F1 = ∠F2 = ∠C;
7)
DE merupakan antiparalel terhadap AB . Juga EF terhadap BC , dan DF
terhadap AC . (Bandingkan kedudukan sudut yang sama dengan kedudukan
garis yang sejajar atau paralel terhadap sisi segitiga).
8) Jika panjang garis-garis tinggi dari A, B, dan C berturut-turut ta, tb, tc, dan
luas segitiga = L, maka:
Ë ta =
2
s( s − a )( s − b )( s − c ) ; dengan s = 1 (a + b + c).
2
a
Ë L∆ABC = 1 a × ta = 1 b × tb = 1 c × tc,
2
2
2
Ë ta : tb = b : a; tc : ta = a : c; dan tb : tc = c : b.
f.
Garis berat (median)
C
1) Titik-titik D, E, dan F berturut-turut titik-titik
tengah sisi BC , AC , dan AB ; maka AD ,
(2)
BE , dan CF adalah garis-garis berat.
E
<1>
2) ketiga garis berat berpotongan di sebuah titik
ED = 1 AB; EF = 1 CB; FD = 1 AC
4)
2
5) CF =
mc2 =
g.
D
Z
(= titik berat; Z) dengan perbandingan 1 : 2.
3) ED || AB , EF || CB , FD || AC
[1]
[2]
A
2
2
2
1 AC2 + 1 BC2 – 1 AB2 , atau:
2
2
4
1 a2 + 1 b2 – 1 c2; m = panjang garis berat dari
c
2
2
4
(1)
<2>
F
Gambar 4.13
B
titik sudut C.
Garis bagi
1) Besar ∠A1 = ∠A2; ∠B1 =∠B2; ∠C1 =∠C2
ALKRIS: PPM 2004
37
→ AD , BE , dan CF adalah garis-garis bagi
C
Titik itu (M) merupakan pusat lingkaran
1
b1 2 a2
r D a
E
b
r
a1
M
b2
2
2
r
dalam segitiga tersebut
A
dalam ∆ABC.
2) Ketiga garis bagi berpotongan pada satu titik.
1
1
c1
Lingkaran dalam bangun datar adalah sebuah lingkaran
F
B
c2
c
Gambar 4.14
yang menyinggung semua sisi bangun datar tersebut.
3) c1 : c2 = b : a ; b1 : b2 = a : c; a1 : a2 = b : c
4) Jika da adalah panjang garis bagi sudut A, maka da2 = bc – a1a2.
5) r =
L
; r = panjang jari-jari lingkaran dalam
s
L = luas segitiga, dan s =
h. Dalil Menelaus
AP CR BQ
×
×
=1
BP AR CQ
1
2
B
(a + b + c).
g
P
Q
R
C
A
Gambar 4.15
4. Segi-4
a. Beberapa jenis segi-4 yang memiliki sifat khusus:
1) jajargenjang adalah segi-4 yang sisi-sisi berhadapannya saling sejajar.
2) persegipanjang adalah jajargenjang yang sudutnya siku-siku.
3) persegi adalah persegipanjang yang semua sisinya sama panjang.
4) belah ketupat adalah segi-4 yang semua sisinya sama panjang.
5) trapesium adalah segiempat yang mempunyai tepat sepasang sisi sejajar.
6) layang-layang adalah segiempat yang mempunyai dua pasang sisi bersisian
sama panjang.
b. Tinggi jajargenjang (2 macam) dan trapesium adalah jarak antara kedua sisi
sejajarnya.
c. Jika L menyatakan luas, t menyatakan tinggi, maka
Lpersegi = s2 ; s = panjang sisi persegi
Lpersegipanjang = a × b; a dan b panjang sisi-sisinya.
Ltrapesium = 1 (a + b)× t; a dan b panjang sisi-sisi sejajar.
2
L segi-4 berdiagonal saling tegaklurus = 1 d1 × d2; d1 dan d2 panjang diagonal-diagonal
2
(termasuk layang-layang, belah ketupat, persegi)
ALKRIS: PPM 2004
38
5. Kongruensi (kesamasebangunan) dan Similaritas (Kesebangunan)
a. Dua segitiga kongruen, jika dan hanya jika satu di antara yang berikut dipenuhi
1)
ketiga sisi seletak kongruen.(sama
panjang).
2)
sebuah sisi dan kedua sudut seletak
sepasang-sepasang kongruen.
3)
dua sisi dan sebuah sudut apitnya
sepasang-sepasang kongruen.
b. Dua segitiga sebangun, jika dan hanya jika satu
di antara berikut ini dipenuhi:
1)
2)
panjang sisi-sisi seletak sebanding:
Gambar 4.16
a b c
= =
a ′ b′ c ′
C′
o
a′
b′
ketiga sudut seletak sama besar: ∠A = ∠A′, ∠B =
C
×
*
∠B′, ∠C = ∠C′,
o
A
′
′
B′
c
b
a
(dapat disederhanakan: dua sudut seletak
×
*
Gambar 4.17
A
c
B
sama besar)
c. Jika dua segitiga sebangun maka perbandingan luasnya sama dengan
perbandingan kuadrat panjang sisi seletaknya: L : L′ = a2 : (a′)2
6. Lingkaran
a. Lingkaran adalah tempat kedudukan titik-titik
berjarak sama terhadap titik tertentu. Titik
tertentu (P) disebut pusat dan jarak tertentu
sudut keliling
T B
A
β
G
P
merupakan panjang jari-jari lingkaran tersebut.
C
E
α
b. Talibusur = ruas garis hubung dua titik pada
lingkaran.
c. Talibusur yang melalui pusat lingkaran =
diameter, panjangnya 2r.
Dua titik ujung sebuah diameter disebut pasangan
titik diametral.
F
1
D
sudut pusat
garis singgung
di titik D
tembereng
juring
(segmen)
(sektor)
Gambar 4.18
d. Setiap sumbu sebuah talibusur melalui pusat lingkaran ( PA sumbu BC )
ALKRIS: PPM 2004
39
e. Setiap diameter yang tegaklurus sebuah talibusur merupakan sumbu talibusur
tersebut.
f. Besar ∠D1 = ∠DET
g. α = 2β (besar sudut pusat = 2× sudut keliling yang menghadap busur sama).
α = 180o ⇔ talibusur adalah diameter ⇒ sudut keliling = 90o
h. L = πr2
i.
Ljuring = 1 αr2, α = besar sudut pusat (dalam radian)
j.
Segi-4 talibusur = segi-4 siklik = segi-4 yang
2
C
*
semua titik sudutnya terletak selingkaran.
o
1) sudut-sudut yang berhadapan berjumlah 180 .
P
B o
D
o
M
2) Segi-4 ABCD = segi-4 talibusur → Besar ∠A + ∠C = ∠B +
3) ∠D = 180o
*
A
T
S
Gambar 4.19
4) DA merupakan anti paralel terhadap BC pada ∆TBC.
5) ∆TDA ~ ∆TBC
6) TA × TB = TD × TC = TS2, disebut kuasa titik T terhadap lingkaran. (S
adalah titik singgung garis singgung dari titik T terhadap lingkaran.
7) MD × MB = MA × MC = kuasa titik M terhadap lingkaran.
8) AC × BD = AB × CD + AD × BC (Dalil Ptolomeus).
7. Dua lingkaran
r
R = jari-jari lingkaran berpusat P1
l
r = jari-jari lingkaran berpusat P2
k = P1P2
=
k −( R − r )
k
d
r
l = panjang ruas garis singgung persekutuan luar
2
P2
R–r
P1
R
R+r
2
d = panjang ruas garis singgung persekutuan luar =
Gambar 4.20
k 2 − ( R + r )2
ALKRIS: PPM 2004
40
Download