Makalah Kapita Selekta Ilmu Sosial Pengertian Politik Penyusun: Santi Novarini 44111010136 Universitas Mercu Buana Fakultas Ilmu komunikasi Jakarta 2011-2012 1 Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas limpahan rahmat dan petunjuk dari-Nya saya dapat menyelesaikan makalah untuk tugas akhir mata kuliah kapita selekta ilmu sosial. Saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna bila dibandingkan makalah lain yang mungkin lebih lengkap dan memiliki sumber literatur yang terbarukan. Hal ini tentunya akan menjadikan diri saya secara pribadi untuk terus menambah wawasan akan pengetahuan yang luas tentang ilmu politik. Saya meminta maaf apabila terdapat kesalahan dalam pengerjaan makalah ini. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun ilmu pengetahuan ini. 2 BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan Tahun-tahun terakhir ini semakin banyak orang menyadari bahwa politik merupakan hal yang melekat pada lingkungan hidup manusia. Politik hadir di manamana, di sekitar kita. Sadar atau tidak, mau atau tidak, politik ikut mempengaruhi kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok masyarakat. Hal itu berlangsung sejak kelahiran sampai dengan kematian, tidak peduli apakah kita ikut mempengaruhi proses politik atau tidak ? Karena poltik mempengaruhi kehidupan semua orang maka Aristoteles pernah mengatakan, politik merupakan master of science.1 Maksudnya bukan dalam arti ilmu pengetahuan (scientific), tetapi ia menganggap, pengetahuan tentang politik merupakan kunci untuk memahami lingkungan. Bagi Aristoteles, dimensi politik dalam keberadaan manusia merupakan dimensi terpenting sebab ia mempengaruhi lingkungan lain dala kehidupan manusia. Bagi Aristoteles, politik berarti mengatur apa yang seyogyanya kita lakukan dan apa yang seyogianya yang tidak dilakukan. Penjelasan ini menyadarkan kita akan pentingnya mempelajari ilmu politik. 1 H. Victor Wiseman. 1969. Politics: Master of Science. London: Routlegde & Kegan Paul. 3 BAB II Konsep-konsep Politik Sejak awal hingga perkembangan yang terakhir ada sekurang-kurangnya lima pandangan mengenai politik. Pertama, politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Ketiga, politik sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Keempat, politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan/ atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Kelima cara pandang dalam melihat politik tersebut dijelaskan berikut ini. A. Klasik Sebagai mana dikemukakan Aristoteles, pandangan klasik melihat politik sebagai suatu asosiasi warga negara yang berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan bersama seluruh anggota masyarakat. Filsof ini membedakan urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama (kepentingan publik) dengan urusan-urusan yang menyangkut kepentingan individu atau kelompok masyarakat (swasta). Pada hemat Aristotels, urusan-urusan yang menyangkut kebaikan bersama melikik nilai moral yang lebih tinggi daripada urusan-urusan yang menyangkut kepentingan swasta. Menurut aristoteles, manusia merupakan makhluk poltik dan sudah menjadi hakikat manusia untuk hidup dalam polis.2 Hanya dalam polis itu manusia dapat memperoleh sifat moral yang paling tinggi, karena disana urusan-urusan yang berkenaan dengan seluruh masyarakat akan dibicarakan dan diperdebatkan, dan polis manusia dipandang sebagai makhluk yang berderajat diatas manusia seperti Dewa atau Tuhan.3 2 3 Secara etimologis, opolitik berasal dari kata polis yang berarti negara kota pada zaman yunani kuno Aristotetle., 1972. The Politics. Bungay, Suffolk: The Chauser Press. Hlm. 38 4 Yang menjadi pertanyaan, apakah yang dimaksudkan dengan kepentingan umum atau kebijakan bersama? Apakah yang harus dipandang sebagai isi atau substansi kebaikan bersama? Siapakah yang harus menafsirkan suatu urusan merupakan kepentingann umum atau tidak? Rumusan kepentingan umum yang dikemukakan oleh para sarjana sangat bervariasi. Sebagian orang mengatakan kepentingan umum merupakan tujuantujan moral atau nilai-nilai ideal yang bersifat abstrak, seperti keadilan, kebajikan, kebahagiaan, dan kebenaran. Sebagian lagi merumuskan kepentingan umum sebagai keinginan orang banyak sehingga mereka membedakan general will (keinginan orang banyak atau kepentingan umum) dari will of wall (keinginan banyak orang atau kumpulan keinginan banyak orang). Sementara itu, ada yang merumuskan kepentingan umum sebagai keinginan golongan mayoritas. Ilmuwan politk kontemporer, Samuel P. Hutington melukiskan kepentinagn umum secara singkat sebagai kepentingan pemerintah karena lembaga pemerintahan dibentuk untuk menyelenggarakan kebaikan bersama. 4 Konsep politik menurut pandangan klasik itu tampak sangat kabur. Ketidakjelasan ini akan menghadapkan kita kepada kesukaran dalam menentukan patokan kepentingan umum yanng disetujui bersama dalam masyarakat. Namun, suatu hal yang patut mendapatkan perhatian dari pandangan klasik berupa penekanan yang diberikan pada “apa yang seharusnya” dicapai demi kebaikan bersama seluruh warga negara polis dan “dengan cara apa sebaiknya” tujuantujuan itu dicapai. Dengan kata lain, pandangan klasik lebih menekankan aspek filosofis (idea dan etik) daripada aspek politik. Dalam pengertian poltik terkandung tujuan dan etik masyarakat yang jelas. Berpolitik adalah membicarakan dan merumuskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan ikut serta dalam upaya mengejar tujuan bersama. Barangkali aspek filosofis ini yang merupakan kelebihan, dan karena itu menjadi ciri khas pandangan klasik. Dalam hal ini, aspek filosofis lebih ditekankan daripada aspek 4 Samuel P. Hutington. 1975. The Politics. Bungay, Suffolk: The Chauser Press. Hlm. 28 5 politik. Oleh karena itu, metode kajian yang digunakan bukan empirisme, melainkan metode spekulatif-normatif. B. Kelembagaan Pandangan ini melihat politik sebagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dalam hal ini, Max Weber merumuskan negara sebagai komunitas manusia yang secara sukses memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah dalam wilayah tertentu.5 Negara dipandang sebagai sumber utama hak untuk menggunakan paksaan fisik yang sah. Oleh karena itu, politik bagi Max Weber merupakan persaingan untuk membagi kekuasaan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan antar negara maupun antar kelompok di dalam suatu negara. Menurutnya, negara merupakan suatu struktur administrasi atau organisasi yang kongkrit, dan dia membatasi pengertian negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan untuk memaksakan ketaatan. Berdasarkan ketaatan Weber disimpulkan tiga aspek sebagai ciri negara, yaitu: 1) Berbagai struktur yang mempunyai fungsi yang berbeda, seperti jabatan, peranan, dan lembaga-lembaga, yang semuanya memiliki tugas yang jelas batasnya, yang bersifat kompleks, formal dan permanen; 2) Kekuasaan untuk menggunakan paksaan dimonopoli oleh Negara yang memiliki kewenangan yang sah untuk membuat putusan yang final dan mengikat seluruh warga negara. Para pejabatnya mempunyai hak untuk mengeakkan putusan itu seperti menjatuhkan hukuman dan menanggalkan hak milik. Dalam hal ini untuk melaksanakan kewenangan maka negara menggunakan aparatnya, seperti polisi, militer, jaksa, hakim dan petugas lembaga permasyarakatan. 5 Gerth dan Wright Mills, (Eds.). 1961. From Max Weber. Essays in Sociology. New York: Routledge & Keagan Paul Ltd. Hlm. 17. 6 3) Kewenangan untuk menggunakan paksaan fisik hanya berlaku dalam batas-batas wilayah negara tersebut. Sebelum Perang Dunia Kedua, sarjana-sarjana ilmu politik mengidentifikasikan politik sebagai studi mengenai negara. Dalam hal ini, ada pelbagai kepustakaan yang berjudul “Pengantar Ilmu Politik” yang diawali dengan pernyataan, ilmu politik bermula dan berakhir dengan negara. Atas dasar itu, ada buku yang ditulis oleh empat sarjana ilmu politik Amerika Serikat. Mereka merumuskan ilmu politik sebagai ilmu yang memperlajari modern national state, its institutions, laws, and processes.6 Akan tetapi, dewasa ini para ilmuwan politik tidak lagi menggunakan konseptualisasi itu sebab mereka berpendapat, politik merupakan gejala serba hadir dalam masyarakat apa saja, yang tidak terbatas pada masyarakat-negara atau negara modern. Lalu mereka mencari dan merumuskan konsep politik yang sejauh mungkin dapat diterapkan dalam sebanyak mungkin tempat dan waktu. Lalu dipertanyakan, mengapa mereka tidak lagi menggunakan pandangan kelembagaan? Mereka mengajukan empat kritik terhadap pandangan kelembagaan.7 Pertama, konsep itu terlalu sempit. Ciri-ciri negara yang disebutkan itu berlaku pada masyarakat yang berbentuk negara, khususnya negara-negara industri maju seperti Eropa Barat dan Amerika Utara. Sebagaimana diketahui, ada pelbagai masyarakat suku atau masyarakat yang baru merdeka, yang sekalipun belum memenuhi ciri-ciri negara modern tetapi sudah melaksanakan proses dan kegiatan politik. Masyarakat yang disebutkan terakhir ini belum memenuhi ciri-ciri negara modern. Hal itu disebabkan: 1) Belum ada diferensiasi struktur dan spesialisasi peranan yang jelas. Biasanya yan terjadi berupa satu struktur melaksanakan lebih dari satu 6 Rodee, Anderson, Greeene dan Christol. 1976. Introduction of Political Science. Tokio: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Hlm 17 7 Bandingkan dengan Charles Andrain. 1970. Political Life and Social Change: An Introduction to Political Science. Belmot, Cal,: Wadworth Publishing Company, Inc. Hlm. 10. 7 fungsi. Kepala suku berperan sebagai ketua adat dan pemimpin agama maupun sebagai kepala pemerintahan dan pemilik sumebr ekonomi. Dengan kata lain, struktur masyarakatnya masih bersifat sederhana dan informal, tetapi kegiatan politik juga berlangsung dalam masyarakat seperti ini; 2) Tidak memiliki struktur yang memonopoli kewenangan dalam meggunakan paksaan fisik sebab kekuasaan terpencar atau terdistribusi pada seluruh anggota masyarakat. Memang ada kontrol terhadap perilaku anggota masyarakat namun bukan bersifat paksaan fisik, melainkan berupa sanksi moral dan psikologis, seperti pengucilan dari pergaulan, sindiran, gosip, teguran; 3) Atas wilayah masyarakat belum jelas sebab penduduk cenderung berpindah, termasuk apabila tidak senang lagi terhadap pemimpin masyarakat setempat. Kedua, dalam negara-negara industri maju kekuasaaan tidak terpusat pada negara melainkan terdistribusikan pada negara-negara bagian dan kepada berbagai kekuatan politik dalam masyarakat. Ketiga, konseptualisasi di atas terlalu melihat negara dari sudut juridis formal sehingga negara cenderung dilihat sebagai gejala yang statis. Keempat, yang melakukan kegiatan bukan lembaga negara (yang tidak memiliki nilai dan kepentingan), tetapi elit yang memegang jabatan tersebut yang dipelajari, bukan lembaganya. Demikian kritik yang diajukan oleh kaum behavioralist. Akan tetapi, pada tahun 1980-an sejumlah ilmuwan politik Amerika Serikat kembali menjadikan negara sebagai fokus kajian.8 Mereka memandang negara tidak lagi sekedar arena persaingan kepentingan diantara berbagai kepentingan dalam masyarakat, tetapi juga sebagai lembaga yang memiliki otonomi (terlepas dari pengaruh masyarakat), dan memiliki kemampuan (yang melaksanakan kebijaksanaan yang dibuat sendiri). Negara dilihat sebagai lembaga yang memiliki 8 Antara lain diperakarsai oleh Peter Evans, Ruschemeyer dan Skocpol, (Eds.). 1985. Bring the State Back In. Cambridge: Cambridge University Press. 8 kepentingan yang berbeda dari kepentingan yang bersaingan atau bertentangan dalam masyarakat. Pandangan ini disebut juga sebagai statistic perspective (perspektif negara). C. Kekuasaan Pandangan ketiga melihat politik sebagai kegiatan mencari dan memmpertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, ilmu politik dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat, kedudukan, dan penggunaan kekuasaan di manapun kekuasaan itu ditemukan. Robson merupakan salah seorang yang mengembangkan pandangan tentang kekuasaan ini. dirumuskan, ilmu politik sebagai ilmu yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, elaksanakan kekuasaan, mempengaruhi pihak lain, ataupun menentang pelaksanaan kekuasaan. Ilmu politik mempelajari hal ihwal yang berkaitan dengan dengan kekuasaan dalam masyarakat, yakni sifat, hakikat, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil kekuasaan.9 Yang menjadi pertanyaan apakah yang dimaksud dengan kekuasaan? Menurut pandangan ini, kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi. Kekuasaan dilihat sebagai interaksi antara pihak yang memperngaruhi dan dipengaruhi, atau yang satu dengan yang lain mematuhi. Hubungan ini selalu diamati dan dipelajari oleh ilmuwan politik yang mengikuti pandangan ketiga ini. Konsep politik sebagai perjuangan mencari dan mempertahankan kekuasaan juga memuliki sejumlah kelemahan. Pertama, konseptualisasi tersebut tidak membedakan keusasaan yang beraspek politik dari kekuasaan yang tidak beraspek politik. Hal itu karena tidak berkaitan dengan pemerintah selaku pemegang kewenangan yang mendistribusikan nilai-nilai, melainkan menyangkut lingkungan masyarakat yang terbatas. Namun, apabila konseptualisasi di atas diikuti maka kemampuan para pemimpin agama tidaklah beraspek politik. Hal itu karena tidak berkaitan dengan pemerintah selaku pemegang kewenangan yang 9 William Robson. 1954. The University Teaching of Social Sciences: Political Science. Paris: UNESCO. Hlm. 17-18. 9 mendistribusikan niali-nilai, melainkan menyangkut lingkungan masyarakat yang lebih terbatas. Namun, apabila konseptualisasi di atas diikuti maka kemampuan para pemimpin agama untuk mempengaruhi cara berpikir dan perilaku anggota jemaah, termasuk dalam kategori kegiatan politik. Selain kekusaan, ilmu politik masih memiliki konsep-konsep yang lain, seperti kewenangan , legitimasi, konflik, konsensus, kebijakan umum, integrasi politik, dan ideologi. Jadi, politik sebagai kegaiatan mencari dan mempertahankan kekuasaan merupakan konseptualisasi yang terlalu luas dan kurang tajam. Walaupun demikian harus dicatat konsep kekuasaan politik merupakan salah satu konsep yang tak terpisahkan dari ilmu poltik. D. Fungsionalisme Fungsionalisme memandang politik sebagai kegiatan merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum. Menyimpang dari pandangan kelembagaan di atas, dewasa ini para ilmuwan politik memandang politik dari kacamata fungsional. Menurut mereka, politik merupakan kegiatan para elit politik dalam membuat dan melaksanakan kebijakan umum. Di antara ilmuwan politik yang menggunakan kacamata fungsional dalam mempelajari gejala politik ialah David Easton dan Harold Lasswell. Easton merumuskan politik sebagai The authoritative allocation of values for a society.10atau alokasi nilai-nilai secara otoratif, berdasarkan kewenangan, dan karena itu mengikat untuk suatu masyarakat. Oleh karena itu, yang digolongkan sebagai perilaku politik berupa setiap kegiatan yang mempengaruhi (mendukung, mengubah, menentang) proses pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Sementara itu, Lasswell menyimpulkan proses politik sebagai masalah Who gets what, when, how,11 atau masalah siapa mendapat apa, kapan, bagaimana. “Mendapatkan apa” artinya mendapatkan nilai-nilai. “Kapan” berarti ukuran 10 11 David Easton. 1965. System Analysis of Political Life. New York: John Willey & Sons Inc. Hlm. 21. Harold Lasswell. 1972. Politics: Who gets what, when, how, New York: The World Publication Comp. 10 pengaruh yang akan digunakan untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan nilai-nilai terbanyak. “Bagaimana” berarti dengan cara aoa seseorang dengan nilai-nilai? mendapatkan nilai-nilai. Yang menjadi pertanyaan, apa yang dimaksud Fungsionalisme mengartikan nilai-nilai sebagai hal-hal yang diinginkan, hal-hal yang dikejar oleh manusia, dengan derajat kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya. Nilai-nilai itu ada yang bersifat abstrak berupa prinsip-prinsip hidup yang di anggap baik, seperti keadilan, keamanan, kebebasan, persamaan, demokrasi, kepercayaan kepada Tuhan YME, kemanusiaan, kehormatan, dan Nasionalisme. Disamping bersifat abstrak, ada pula nilai-nilai yang bersifat konkret, seperti pangan, sandang, perumahan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, sarana perhubungan dan komunikasi, dan rekreasi. Pendek kata, nilainilai itu ada yang berupa kebutuhan ide spiritual, ada pula yang abstrak dan kongkret itu dirumuskan dalam bentuk kebijakan umum yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Jadi, kegiatan mempengaruhi pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum berarti mempengaruhi pembagian dan penjatahan nilai-nilai secara otoritatif untuk suatu masyarakat. Kelemahan pandangan fungsionalisme adalah menempatkan pemerintah sebagai sarana dan wasit terhadap persaingan diantara berbagai kebijakan politik untuk mendapatkan nilai-nilai yang terbanyak dari kebijakan umum. Fungsionalisme mengabaikan kenyataan bahwa pemerintah juga memiliki kepentingan sendiri, baik berupa kepentingan yang melekat pada lembaga pemerintah (yang mewakili kepentingan umum) maupun kepentingan para elit yang memegang jabatan (melaksanakan peranan). Disamping itu, fungsionalisme cenderung melihat nilai-nilai secara instrumental bukan sebagai tujuan seperti yang ditekankan pandangan klasik. Bagi fungsionalisme nilai-nilai sebagai tujuan bersifat sangat relatif karena berbeda dari satu tempat dan waktu ke tempat dan waktu yang lain. Dalam hal ini, dilupakan 11 politik pernah dapat bersifat netral, bahwa politik secara ideal seharusnya menyangkut kebaikan bersama. Politik berasal dari kata “Polis” yang berarti: Negara, dan Kata “Taia” yang berarti: urusan. Jadi Politik berarti: urusan Negara. Para ahli berbeda pendapat ketika memberikan definisi atau pengertian mengenai politik. Menurut Miriam Budiardjo, perbedaan ini muncul karena mereka memberikan cara pandang yang berbeda ketika menjelaskan tentang konsep politik sebagaimana berikut : a. Negara (State) Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya. Menurut Roger R. Soltau dalam bukunya “Introduction to Politics”, Ilmu politik adalah mempelajari negara, tujuan-tujuan negara, dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain. Menurut J. Barent, Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; Ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya. b. Kekuasaan (Power) Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Menurut Harold D. Lasswell dan A. Kaplan, Ilmu politik adalah mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan. Menurut Deliar Noer, Ilmu politik adalah memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. c. Pengambilan Keputusan (Decision Making) Keputusan (decision) adalah membuat pilihan di antara beberapa alternatif. 12 Aspek keputusan banyak menyangkut soal pembagian yang oleh Harold D. Lasswell dirumuskan dalam kerangka sebagai “ Who Gets What, When, and How”. Menurut Joyce Mitchel, Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. Menurut Karl W. Deutsch, Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum. d. Kebijaksanaan (Policy) Menurut Hoogerwerf, Kebijaksanaan umum adalah membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan. Menurut David Easton, Ilmu politik adalah studi mengenai terbentuknya kebijaksanaan umum. e. Pembagian Kekuasaan (Distribution of Power) Pembagian (distribution) adalah pembagian atau penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat. Roger F. Soltau, dalam buku yang berjudul “Introduction to Politics”. Ilmu Politik adalah, Ilmu yang mempelajari Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara Negara dengan Warga Negaranya serta dengan negara-negara lain. J. Barents, Ilmu Politik adalah, Ilmu yang mempelajari kehidupan Negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, Ilmu Politik itu mempelajati negaranegara itu, melakukan tugasnya. Salah satu fokus perhatian ilmu politik dalam masalah kekuasaan adalah : a. Upaya memperoleh kekuasaan b. Upaya mempertahankan kekuasaan c. Memperagakan kekuasaan d. Bagaimana menghambat penggunaan kekuasaan 13 Konsep-konsep yang terdapat dalam kekuasaan yang menjadi fokus para ahli adalah : a. Wewenang (authority) b. Kendali (Control) c. Kapasitas (Capacity) d. Hubungan/Relasi (Relationship) Bidang kajian ilmu politik meliputi : 1. Teori Ilmu Politik : meliputi teori politik dan sejarah perkembangan ide-ide politik 2. Lembaga-lembaga Politik : meliputi UUD, pemerintahan nasional, pemda, fungsi ekonomi dan sosial pemerintah, dan perbandingan lembaga-lembaga politik. 3. Partai Politik : meliputi organisasi kemasyarakatan, pendapat umum, partisipasi warga negara dalam pemerintahan dan administrasi. 4. Hubungan Internasional : meliputi politik internasional, organisasi-organisasi internasional, administrasi internasional, dan hukum internasional 14 BAB III PENUTUP Rangkuman Berdasarkan definisi di atas, terlihat bahwa definisi ilmu politik sangat beraneka ragam tergantung pada disiplin ilmu mereka yang merumuskan politik tersebut dan tergantung pula pada sudut pandang/perspektif mereka terhadap ilmu politik. Meskipun demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang berusaha berbicara tentang eksistensi negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan distribution of power dalam suatu pemerintahan atau negara. 15 Daftar Pustaka Andrain, Charles. 1970. Political Life and Social Change: An Introduction to Political Science. Belmot, Cal,: Wadworth Publishing Company, Inc. Aristotetle., 1972. The Politics. Bungay, Suffolk: The Chauser Press. Easton, David. 1965. System Analysis of Political Life. New York: John Willey & Sons Inc. Gerth dan Wright Mills, (Eds.). 1961. From Max Weber. Essays in Sociology. New York: Routledge & Keagan Paul Ltd. Hutington, Samuel P. 1975. The Politics. Bungay, Suffolk: The Chauser Press. Lasswell, Harold. 1972. Politics: Who gets what, when, how, New York: The World Publication Comp. Peter Evans, Ruschemeyer dan Skocpol, (Eds.). 1985. Bring the State Back In. Cambridge: Cambridge University Press. Robson, William. 1954. The University Teaching of Social Sciences: Political Science. Paris: UNESCO. Rodee, Anderson, Greeene dan Christol. 1976. Introduction of Political Science. Tokio: McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Subakti, Ramlan. 2007. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo. Wiseman ,Victor H. 1969. Politics: Master of Science. London: Routlegde & Kegan Paul. 16