Lesi Karies Perubahan rasa disertai dengan keadaan rongga mulut yang kering dapat merubah pola makan pasien, hal ini menyebabkan pasien lebih memilih mengkonsumsi makanan lunak yang cenderung memiliki potensi sebagai makanan kariogenik. Selain itu, rongga mulut tidak dapat benar-benar bersih dikarenakan sensitivitas keadaan rongga mulut yang mengakibatkan pertumbuhan bakteri flora kariogenik dan kemungkinan timbulnya lesi karies baru. Lesi karies yang timbul tersebut bukan merupakan efek langsung dari struktur gigi sehat yang dipengaruhi oleh radioterapi atau kemoterapi, namun merupakan efek sekunder dari hypofungsi kelenjar saliva, perubahan pola makan dan microflora di rongga mulut, serta keadaan oral hygiene pasien. Nampaknya, baik kemoterapi maupun radioterapi mengakibatkan adanya efek sekunder yang terjadi selama berlangsungnya terapi oral antineoplastic, hal ini juga berhubungan dengan pola makan pasien dan keadaan oral hygiene yang tidak adekuat. Dokter gigi harus menganjurkan pasien untuk pengaplikasian topical fluoride, perbaikan pola makan dan kunjungan ke dokter gigi yang dilakukan secara berkala. Penggunaan antibiotic dapat membantu mengurangi infeksi dan pasien harus diperiksa secara berkala setiap 3 bulan sekali. Infeksi Pasien dengan myelosupresi yang mendapatkan perawatan kemoterapi rentan terkena infeksi jamur, virus dan bakteri. Ada beberapa interaksi kompleks yang merupakan etiologi infeksi, antara lain adalah penyakit mulut yang sebelumnya sudah ada, hilangnya integritas dari mukosa oral, lemahnya sistem imun, xerostomia dan proliferasi yang tidak terkontrol dari mikrobiota oportunistik. Faktor-faktor tersebut mampu menyebabkan infeksi yang serius, disamping itu juga mampu mengurangi kualitas hidup pasien dan mengganggu jalannya terapi antineoplastic, dimana dapat membahayakan kehidupan pasien tersebut. Infeksi oral pada umumnya disebabkan oleh herpes simplex virus, yang juga berhubungan dengan kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang. Mungkin terdapat infeksi primer atau yang paling sering terjadi aktivasi bentuk laten dari infeksi selama periode imunosupresi dan kemoterapi intensif. Luka intra herpetic (intra herpetic injuries) sering terlihat pada langitlangit, dimana terdapat lesi berkelompok yang dapat berubah menjadi ulser secara cepat. Eritema dapat timbul, hal ini bergantung pada derajat supresi sumsum tulang. Selain itu infeksi virus oral lainnya yang dapat menimbulkan resiko bagi pasien kanker adalah varicella-zoster da cytomegalovirus. Infeksi bakteri dapat berasal dari keterlibatan ulser sekunder pada mukosa selama proses terapi, dan kemungkinan mampu menyebabkan selulitis atau septikemia. Peranan dokter gigi dan dokter gigi spesialis bedah mulut Dokter gigi dan dokter gigi spesialis bedah mulut mempunyai peranan penting dalam mendiagnosa manifestasi oral pada pasien yang menjalani terapi antineoplastic dan harus memantau proses aplikasi, memberikan harapan kualitas hidup yang lebih baik, karena lesi yang timbul akibat pengobatan kanker mampu memperburuk kondisi klinis pasien dan resiko rentan terkena infeksi. Idealnya perawatan pada gigi harus dimulai sebelum dijalankannya terapi antineoplastic untuk meminimalisir angka morbiditas dan meningkatkan keadaan kesehatan umum pasien selama terapi. Dalam kasus tersebut, tindakan preventif menjadi sangat penting, karena lesi oral yang dihasilkan dari perawatan pada rongga mulut ini dapat memperburuk kondisi klinis pasien dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi, dan bahkan menghambat proses perawatan gigi apabila hal ini dibutuhkan. Namun, terdapat beberapa kesulitan apabila melakukan perawatan gigi terlebih dahulu, dikarenakan jarak waktu yang singkat setelah ditegakkannya diagnosa penyakit dan terapi antineoplastic. Seringnya penyakit telah berada ditingkat lanjutan atau dengan manifestasi klinis, yang dapat mengambat proses perawatan gigi. Akan lebih baik apabila dokter gigi dan team dokter yang merawat pasien dengan kanker tersebut berkerja sama sehingga perawatan gigi ditahap awal dapat terlaksana secara adekuat. Pengembangan rencana perawatan, selain disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu, juga bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi. Perawatan gigi dilakukan setelah didapatkan hasil secara klinis dan evaluasi radiografi. Ada beberapa penjelasan berbeda yang dijelaskan didalam literatur, namun umumnya perawatan yang harus diprioritaskan adalah : tindakan ekstraksi, perawatan endodontik, tindakan profilaksis gigi, aplikasi topikal fluoride 0,5% atau 1,23%, pemberian obat kumur antiseptik dan kontrol secara berkala. Setiap program mengenai kesehatan gigi harus difokuskan pada edukasi dan meningkatkan kesadaran pasien mengenai kesehatan gigi dan mulut. Perlu ditekankan bahwa dokter gigi harus mengarahkan pasien mengenai perawatan serta peningkatan kebersihan gigi dan mulut ( seperti penggunaan pasta gigi berfluoride, benang gigi, dan sikat gigi berbulu halus) selama berlangsungnya perawatan kanker dan pemeliharaan pasca perawatan, karena beberapa komplikasi pada rongga mulut dapat timbul kembali seperti osteorradionecrosis dan trismus. Berkenaan dengan diet, dokter gigi harus memberitahu pasien makanan mana yang harus dihindari, seperti makanan yang keras, tebal, dan pedas, serta makanan lainnya yang dapat mengiritasi mukosa mulut, seperti jus jeruk dan minuman beralkohol. Di sisi lain, makanan dingin dan lunak dapat disarankan kepada pasien untuk di konsumsi, karena jenis makanan tersebut dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien. Pada pasien anak, penelitian menunjukkan bahwa sejumlah besar orang tua dan wali hanya menerima sedikit penjelasan atau tidak sama sekali mengenai perubahan yang terjadi pada rongga mulut selama berlangsungnya terapi antineoplastik. Dengan demikian, diyakini bahwa kehadiran seorang dokter gigi sebagai salah satu anggota tim onkologi dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas terkait dengan komplikasi ini. Selain itu, dokter gigi dapat memberikan bimbingan serta mengontrol kebersihan mulut dan gigi pasien yang akan memberikan kontribusi untuk mengurangi terjadinya mucositis, lesi karies, dll Dengan demikian, tindakan preventif harus dilakukan untuk mengurangi efek samping dari terapi antineoplastik, melalui penyediaan informasi mengenai pengobatan kanker. Dokter gigi juga harus mampu untuk mengurangi ketidaknyamanan dan memberikan dukungan pada pasien dalam mengatasi kecemasan serta rasa depresi pada pasien. Penting untuk menyadari bahwa pasien dan keluarga pasien berada dalam situasi yang sulit serta membutuhkan dedikasi dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam pengobatan ini. Kesimpulan Melalui literatur ini dapat disimpulkan bahwa dokter gigi harus mengetahui mengenai keadaan kesehatan umum pasien, memberikan perhatian lebih apabila pasien merasa kelelahan, demam yang terus menerus, malaise, anoreksia dan infeksi yang menyebar, terutama untuk manifestasi oral seperti perdarahan pada gingiva dan hiperplasia, serta infeksi virus, jamur atau bakteri. Pasien yang sudah didiagnosis dan sedang menjalani perawatan mempunyai manifestasi oral seperti mucositis, hiperplasia gingiva, infeksi (virus, bakteri atau jamur), pendarahan spontan, dermatitis, trismus akibat radiasi, karies, xerostomia, osteorradionecrosis, hipertrofi kelenjar getah bening, mukosa dengan warna yang pucat, petechiae, eritema, dan disfungsi pada rasa. Dokter gigi harus mampu untuk meningkatkan kondisi mulut pasien menjadi lebih baik, sehingga diharapkan dapat turut meningkatkan kualitas hidup mereka melalui prosedur perawatan yang sesuai dan mungkin didalamnya harus mencakup evaluasi keadaan rongga mulut dan perawatan yang adekuat sebelum memulai pengobatan antineoplastik, memberikan pengontrolan yang ketat akan kebersihan rongga mulut pasien, menganjurkan untuk menggunakan obat kumur antiseptik, analgesik, antibiotik, dan administrasi antiinflamasi bila diperlukan.