2 2.1.1 Urbanisasi Menurut Rusli (1984), proses meningkatnya penduduk yang bermukim di daerah perkotaan disebut urbanisasi. Salah satu sebab meningkatnya jumlah penduduk perkotaan adalah adanya perpindahan atau migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. (Rusli 1984 dalam Ponto 1987) Menurut Rustiadi et al. (2005), proses urbanisasi ini mengakibatkan semakin besarnya proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Tingkat urbanisasi pada suatu wilayah atau negara dapat dinyatakan sebagai besarnya proporsi penduduk perkotaan wilayah atau negara tersebut. (Rustiadi et al. 2005 dalam Agrissantika 2007) Secara umum, urbanisasi terjadi karena ketimpangan keruangan termasuk di dalamnya ketimpangan penduduk dan ekonomi. Selain itu, urbanisasi terjadi karena pertumbuhan penduduk alami di kota, berpindahnya penduduk dari desa ke kota, dan berkembangnya daerah tepian di kota. Urbanisasi menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk, sehingga menyebabkan berbagai permasalahan antara lain kesehatan lingkungan, masalah perumahan, masalah lapangan pekerjaan, transportasi, kriminalitas, dan kemacetan. (Ningsih 2002) 2.1.2 Permasalahan dan Solusi Transportasi di Daerah Urbanisasi Permasalahan transportasi pada daerah urbanisasi merupakan masalah yang saling berhubungan dengan masalah yang lain. Hal ini dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) hal yaitu kemacetan, mobilitas, dan pengaruh lainnya. Kemacetan menyebabkan biaya yang meningkat bagi orang yang bepergian, inefisiensi waktu, kecelakaan, dan kebisingan. Selain itu, kemacetan juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan transportasi. Salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang potensial di daerah urbanisasi adalah dengan layanan transit. Layanan transit ini banyak digunakan di kota-kota besar dengan mobilitas individu yang tinggi. Pada abad ke-19, banyak kota yang mengembangkan layanan transit sebagai bentuk solusi transportasi di daerah urbanisasi. Dalam sebuah kajian beberapa tahun terakhir, salah satu layanan transit adalah bus sebagai bentuk mass transit (pengangkutan massal) yang didukung dengan adanya jalan raya khusus. Upaya peningkatan kualitas bus transit adalah dengan adanya layanan tiket sampai dengan jalan khusus untuk bus. (Black 1995) 2.1.3 Bus Rapid Transit (BRT) Sistem BRT merupakan sistem transportasi publik yang dimaksudkan sebagai sistem transportasi menuju transportasi berkelanjutan. BRT merupakan moda angkutan yang berorientasi pada layanan pelanggan dengan mengombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan, dan elemen-elemen sistem transportasi yang canggih ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik. (ITDP 2007) Sistem BRT secara umum meliputi: 1) menaikkan atau menurunkan penumpang dengan cepat; 2) menarik ongkos secara efisien; 3) pengadaan shelter yang nyaman; 4) penerapan teknologi bus bersih; 5) informasi penumpang; 6) mengintegrasikan moda angkutan; 7) melayani pelanggan dengan baik. Selain itu, beberapa keunggulan BRT antara lain: 1) terminal dan interchange; 2) kebersihan; 3) citra pemasaran modern; 4) informasi penumpang; 5) pengendali suhu; 6) integrasi moda; 7) integrasi dengan interaksi perjalanan utama. Keterlambatan bus tiba di shelter BRT sering menjadi kendala karena adanya tundaan (delay) yang disebabkan oleh: tundaan karena kemacetan umum, tundaan akibat rambu-rambu lalu lintas, tundaan karena belok pindah jalur, dan tundaan karena naik turunnya penumpang. (Mardiaman 2010) Salah satu solusi untuk mengatasi keterlambatan bus di shelter BRT adalah dengan melakukan penjadwalan BRT. Penjadwalan BRT yang baik akan memenuhi kebutuhan penumpang, menghindari keterlambatan kedatangan bus, dan meminimumkan waktu tunggu penumpang. 2.1.4 Penjadwalan BRT Menurut Ceder (2001), penjadwalan bus merupakan faktor utama pada pelayanan yang dipercaya. Penumpang diberikan jadwal yang sesuai dengan permintaan penumpang. Ceder mengusulkan tiga prosedur yang berbeda dalam menyinkronkan atau menyesuaikan permintaan penumpang dengan jadwal yang diberikan sehingga jumlah keberangkatan 3 minimum, mereduksi jumlah bus pada waktu yang sama, meningkatkan kepercayaan, dan kenyamanan pada pelayanan bus. Ketiga prosedur tersebut adalah waktu keberangkatan bus yang seragam, waktu keberangkatan ratarata pada waktu jumlah penumpang melonjak, dan waktu keberangkatan bus pada waktu jumlah penumpang tidak melebihi kapasitas bus. (Ceder 2001 dalam Advani & Tiwari 2006) 2.2 Linear Programming Linear programming (LP) merupakan metode penyelesaian masalah pengoptimuman dengan tujuan yang diinginkan terhadap kendala tertentu. Model LP meliputi pengoptimuman suatu fungsi linear terhadap kendala linear. LP terdiri atas tiga (3) komponen utama, yaitu: a. variabel keputusan yang telah ditentukan, b. fungsi objektif, pengoptimumam yang akan dibutuhkan baik maksimisasi maupun minimisasi, c. kendala untuk menentukan solusi yang memenuhi. (Taha 2007) Bentuk standar dari LP didefinisikan sebagai berikut : Definisi 1 (Bentuk Standar LP) Suatu LP mempunyai bentuk standar sebagai berikut : Meminimumkan fungsi objektif terhadap 0 dengan 0 (1) dengan dan berupa vektor berukuran , vektor berukuran , sedangkan berupa matriks berukuran yang disebut juga sebagai matriks kendala. (Griva et al. 2009) Solusi Linear Programming Dalam menyelesaikan suatu masalah LP, Dantzig (1947) mengembangkan sebuah algoritme yang dapat menghasilkan solusi optimum. Algoritme tersebut dikenal dengan algoritme simpleks. Hingga kini algoritme simpleks merupakan salah satu algoritme yang lazim digunakan untuk menyelesaikan masalah LP. Algoritme simpleks merupakan prosedur perhitungan yang berulang (iteratif) dimana setiap pengulangan (iterasi) berkaitan dengan satu pemecahan dasar (solusi basis). Pada LP (1), vektor yang memenuhi kendala disebut sebagai solusi fisibel dari LP (1). Misalkan matriks dapat dinyatakan sebagai , dengan adalah matriks yang elemennya berupa koefisien variabel basis dan merupakan matriks yang elemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Matriks disebut matriks basis LP (1). Jika vektor dapat dinyatakan sebagai vektor, dengan adalah vektor variabel basis dan adalah vektor nonbasis, maka dapat dinyatakan sebagai: (2) Karena adalah matriks taksingular, maka dapat memiliki invers, sehingga dari (2) dinyatakan sebagai : (3) Definisi 2 (Daerah Fisibel) Daerah fisibel untuk LP adalah himpunan titik-titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada LP tersebut. (Winston 2004) Definisi 3 (Solusi Basis) Solusi dari suatu LP disebut solusi basis jika: 1. solusi tersebut memenuhi kendala pada persamaan (1), 2. kolom-kolom dari matriks koefisien yang berpadanan dengan komponen tak nol adalah bebas linear. (Griva et al. 2009) Definisi 4 (Solusi Fisibel Basis) Vektor disebut solusi fisibel basis jika merupakan solusi basis dan 0. (Griva et al. 2009) Definisi 5 (Solusi Optimal) Untuk masalah maksimisasi, solusi optimal pada LP adalah suatu titik pada daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif paling besar, sedangkan untuk masalah minimisasi, solusi optimal adalah suatu titik pada daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil. (Winston 2004) Ilustrasi untuk solusi basis dan solusi fisibel basis dapat dilihat dalam contoh berikut: Contoh 1 Misalkan diberikan LP berikut : 2 Minimumkan 2 terhadap 2 7 2 3