11 perbandingan peningkatan kemampuan

advertisement
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF
SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ANTARA YANG MENDAPATKAN
PEMBELAJARAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DAN MODEL
SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, AND INTELLECTUAL
Rinrin Dewi Nurani
Ade Rohayati
Aan Hasanah
Departemen Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa Problem Based Learning (PBL) dan SOmatik Auditori Visual
dan Intelektual (SAVI) mampu meningkatkan penalaran matematis siswa (Permana, 2007 dan Suwandi,
2012). Tujuan penelitian ini terdiri dari: 1. Mengetahui perbedaan peningkatan penalaran matematika induktif
siswa antara siswa yang memperoleh PBL dan siswa yang memperoleh SAVI; 2. Mengikuti sikap siswa
terhadap model pembelajaran baik siswa yang memperoleh PBL maupun siswa yang memperoleh SAVI.
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental dengan menggunakan rancangan kelompok kontrol
non-ekuivalen. Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP Negeri di kelas 7 untuk tahun ajaran 2014/15.
Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas 7 di sekolah tersebut dan dipilihh dua sampel secara acak.
Salah satu sampel ini diberi perlakuan dengan PBL dan yang lainnya diperlakuan dengan SAVI. Hasil
penelitian ini menggunakan uji t dan lembar observasi serta kuesioner menunjukkan bahwa: Tidak ada
perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematika induktif siswa antara siswa yang memperoleh
PBL dan siswa yang memperoleh SAVI; Peningkatan kualitas dua kelas (kelas PBL dan SAVI) berada pada
tingkat menengah; Sikap siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan pada masing-masing kelas
adalahpositif.
Kata kunci: Kemampuan penalaran matematika induktif, Problem Based Learning (PBL), Somatic Auditory
Visual dan Intellectual (SAVI).
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari. Hal ini
dikarenakan matematika lahir dari fakta-fakta yang ada dalam kehidupan manusia kemudian
diterapkan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, proses belajar matematika yang
melatih kemampuan berpikir manusia ikut berperan dalam proses penyelesaianmasalah matematis,
diantaranya melalui pemanfaatan ide-ide/gagasan yang diperolehnya selama mempelajari
matematika yang dipelajari sejak di jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tingkat tinggi.
Menurut Morgan, dkk. (Baharuddin & Wahyuni, 2008, hlm.12) belajar merupakan
perubahan tingkah laku dalam hal pemahaman, perilaku, persepsi, motivasi, atau gabungan dari
semuanya yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Dengan demikian,
dalam belajar matematika maka akan terdapat suatu perubahan pada ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor dari individu itu sendiri. Salah satu hasil proses belajar matematika tersebut
adalah menghasilkan berbagai macam kemampuan-kemampuan. National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan lima standar kemampuan matematik yang harus dimiliki
oleh siswa terdiri dari: pemecahan masalah (problem solving), komunikasi (communication),
koneksi (connection), penalaran (reasoning), dan representasi (representation).Kemampuankemampuan tersebut juga disebutkan di dalam Kurikulum 2013 di mana tujuan mata pelajaran
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
11
matematika adalah
agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi
seperti
kemampuan pemecahan masalah, penalaran, dan komunikasi.
Kondisi mutu pembelajaran matematika di Indonesia saat ini masih menunjukkan hasil
yang belum memuaskan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitianTrends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) (Kemendikbud, 2013) bahwa lebih dari 95% peserta
didik Indonesia hanya mampu mencapai level menengah, sementara di Taiwan hampir 50% peserta
didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance. Kemudian hasil analisis lebih jauh untuk studi
TIMSS dan Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang mengukur
kemampuan peserta didik menjadi empat kategori, yaitu: 1. low mengukur kemampuan sampai
level knowing; 2.intermediate mengukur kemampuan sampai level applying; 3.high mengukur
kemampuan sampai level reasoning; 4.advance mengukur kemampuan sampai level reasoning
with incomplete information menunjukkan persentase siswa Indonesia yang menjawab benar
sebesar 10% dari rata-rata persentase intenasional sebesar 23%. Contoh soalyang diujikan oleh
TIMSS (2011) terkait kemampuan penalaran pada konsep pecahan dan desimal dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Contoh Soal Penalaran TIMSS
Berdasarkan hasil uji soal di atas, persentase siswa Indonesia yang menjawab benar sebesar 29%
dari rata-rata persentase intenasional 59%. Persentase siswa Indonesia dalam menjawab soal di atas
berada pada peringkat terbawah dari seluruh peserta yang mengikuti uji soal di atas. Hal ini berarti,
kemampuan penalaran siswa Indonesia dalam materi pecahan dan desimal masih tergolong rendah.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Sulistiawati (2012) mengenai analisis kesulitan
belajar kemampuan penalaran matematis siswa SMP pada materi luas permukaan dan volume limas
menunjukkan bahwa soal-soal penalaran matematis belum dikuasai oleh siswa. Hal ini terlihat dari
jawaban siswa SMP Negeri 29 Bandung yang mampu menjawab sebesar 14,29%. Indikator
penalaran matematis yang digunakan dalam penelitian tersebut, yaitu 1) memperkirakan jawaban
dan proses solusi; 2) menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan penjelasan/alasan yang
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
12
dapat mendukung atau bertolak belakang; 3) mempertimbangkan validitas dari argumen yang
menggunakan berpikir deduktif atau induktif; 4) menggunakan data yang mendukung untuk
menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar; 5) memberikan penjelasan
dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan. Dari keenam soal yang diujikan
kepada siswa, diperoleh hasil bahwa rata-rata persentase kesulitan siswa sebesar 85,71%. Dari
hasil penelitian tersebut, kemampuan penalaran khususnya induktif perlu diteliti dan dikembangkan
kepada siswa SMP.
Keraf (Yulia, 2013) mengemukakan, penalaran sebagai proses penarikan kesimpulan yang
menghubungkan fakta–fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju suatu kesimpulan.
Kesimpulan yang diperoleh melalui proses bernalar dapat dijadikan sebagai jalan menuju
pemecahan masalah atau stimulus untuk memunculkan gagasan atau ide baru. Oleh karena itu,
kemampuan penalaran perlu ditingkatkan karena proses bernalar dapat membantu siswa untuk
memberikan ide dalam proses memecahkan masalah. Menurut Baroody (Lismiana, 2013) ada tiga
tipe utama penalaran, yaitu: 1) penalaran intuitif, adalah penalaran yang mendasar pada
dugaan/asumsi yang benar; 2) penalaran induktif, adalah penarikan konklusi dari yang khusus
(contoh-contoh) menuju suatu konklusi umum; 3) penalaran deduktif, adalah penarikan konklusi
dari yang umum menuju suatu konklusi khusus.
Dalam kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran yang dipakai adalah pendekatan
scientific. Pendekatan sicentific merupakan pendekatan pembelajaran yang berdasarkan teori
konstruktivisme. Salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum saat ini adalah
Problem Based Learning (PBL) yang merupakan model pembelajaran dengan diawali oleh
masalah-masalah untuk kemudian dilakukan penyelesaian masalahnya oleh peserta didik. Kegiatan
yang ada dalam pembelajaran model PBL, yaitu pemberian masalah, pendefinisian dan
pengorganisasian tugas belajar berkaitan dengan masalah, pengumpulan informasi, dan
penyelesaian masalah. Dengan demikian, pemberian masalah kepada siswa dapat melatih siswa
berpikir tingkat tinggi, salah satunya adalah kemampuan penalaran. Penalaran dapat dilatih melalui
pemberian masalah. Melalui pemberian masalah, siswa berusaha untuk mengumpulkan informasi,
menyerap informasi, menghubungkan fakta/informasi yang telah terkumpul, kemudian diperoleh
suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Melalui
kegiatan tersebut, siswa diberikan stimulus untuk menyelidiki penyelesaian masalah sehingga
siswa terdorong untuk melakukan proses bernalar. Melalui proses bernalar inilah, masalah dapat
diselesaikan.
Pembelajaran SAVI menurut Suherman (2008) merupakan pembelajaran yang menekankan pada
pemberdayaan semua alat indra yang dimiliki siswa. Model pembelajaran SAVI merupakan model
pembelajaran yang melibatkan unsur-unsur gaya belajar somatik (kinestetik), auditori, visual, dan
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
13
intelektual dalam proses pembelajarannya. Inti dari kegiatan pembelajaran model SAVI adalah
penggunaan semua alat indra untuk mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan. Informasi
diperoleh dari unsur somatik, auditori, maupun visual, disertai kegiatan intelektual sehingga
memunculkan terjadinya proses bernalar.
Baharuddin & Wahyuni (2008, hlm.24) mengemukakan bahwa dalam proses belajar, sikap
individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap siswa mungkin dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sikap guru, cara guru memberikan pembelajaran
(model/metode/teknik pembelajaran yang digunakan), bakat dan minat siswa, kebiasaan, serta
lingkungan kelas. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis diperoleh informasi
bahwa siswa masih beranggapan bahwa matematika itu sulit, membosankan, membingungkan,
berkaitan dengan rumus-rumus atau perhitungan angka-angka serta tidak tahu manfaat belajar
matematika sehingga membuat beberapa siswa malas jika diajak untuk belajar matematika.
Kebanyakan siswa juga menganggap matematika itu hanya belajar berhitung dan hanya melihat
hasil akhir serta tidak perlu penjelasan jika menjawab soal-soal matematika. Sikap atau anggapan
negatif tersebut perlu dikurangi/diganti/dihilangkan dengan sikap positif terhadap pembelajaran
matematika. Oleh karena itu, di samping kemampuan penalaran induktif siswa yang diukur, perlu
juga mengetahui sikap siswa terhadap proses belajar yang dilakukan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian perbandingan peningkatan
kemampuan penalaran induktif antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model ProblemBased Learning (PBL) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model
Pembelajaran
Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual (SAVI) serta sikap terhadap pembelajaran model
Problem-Based Learning (PBL) dan model
Pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, and
Intellectual (SAVI). Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui perbandingan peningkatan
kemampuan penalaran induktif antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL dengan
siswa yang mendapatkan pembelajaran model SAVI; (2) Mengetahui kualitas masing-masing
peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan
model PBLdanmodel SAVI; (3) Mengetahui sikap siswa terhadap masing-masing pembelajaran
model PBL dan model SAVI.
METODE
Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan penerapanmodel PBL
dan model SAVI, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan penalaran induktif siswa.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-equivalent control group design
(Ruseffendi, 2010, hlm. 58) dengan rancangan penelitiannya adalah seperti berikut:
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
14
O
O
O
O
Keterangan:
O
: Pretes/postes (tes kemampuan penalaran induktif siswa)
: Pembelajaran matematika menggunakan model PBL
: Pembelajaran matematika menggunakan model SAVI
: Pengelompokan kelas dilakukan secara tidak acak
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIISemester 1 Tahun Ajaran
2014/2015 pada salah satu SMP Negeri di Kota Bandung. Pengambilan sampel dilakukan
menggunakan teknik purposive sampling sehingga diperoleh dua kelas eksperimen digunakan
dalam penelitian. Satu kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa penerapan model PBL dan
satu kelas eksperimen lainnya diberikan perlakuan berupa penerapan model SAVI.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen tes dan instrumen non
tes. Instrumen tes kemampuan penalaran induktif yang terdiri dari soal pretes dan postesdigunakan
untuk memperoleh data kuantitatif, dan instrumen non tes berupa angket dan lembar observasi
dengan perangkat utama pembelajarannya yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
Lembar Kerja Kelompok (LKK) digunakan untuk menjaring data kualitatif.
Analisis data yang dilakukan berupa analisis data kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif
dilakukan menggunakan perhitungan rumus dan uji statistik dengan bantuan Microsoft Excel dan
sofware Statistical Products and Service Solutions (SPSS) version 18.0 for Windows, sedangkan
data kualitatif dianalisis secara deskriptif.
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan uji normalitas data pretes(uji Shapiro Wilk) dan uji kesamaan dua rata-rata
data pretes (uji Mann-Whitney)diperoleh kesimpulan bahwa terdapat terdapat perbedaan
kemampuan awal antara kelas ekperimen 1 dengan kelas eksperimen 2. Kemudian,berdasarkanuji
normalitas data gain indeks (uji Shapiro Wilk) dan uji perbedaan dua rata-rata data gain indeks (uji
Mann-Whitney), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran
induktif antara siswa pada kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, berdasarkan hasil pengolahan data gain terindeks,
diperoleh bahwa kualitas peningkatan kemampuan penalaran siswa pada masing-masing kelas
eksperimen berada pada kategori sedang. Ini berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima,
yaitu tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran model PBL dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model
SAVI. Beberapa faktor yang menyebabkan kesimpulan tersebut yaitu:
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
15
(a) Kegiatan pembelajaran.
Dalam suatu kegiatan, tidak selamanya dapat berjalan mulus. Kemungkinan mengalami
suatu hambatan/kendala dapat terjadi pada suatu kegiatan, begitupun dengan kegiatan
pembelajaran dalam penelitian ini. Beberapa kendala yang terjadi ketika pelaksanaan
pembelajaran, yaitu manajemen kelas dan manajemen waktu yang kurang baik dikarenakan guru
sedang dalam keadaan kurang sehat. Kendala aktivitas siswa adalah kurangnya manajemen waktu
sehingga terkadang jam pelajaran matematika mengambil beberapa menit ke jam pelajaran
berikutnya. Untuk mengatasi kendala tersebut, guru lebih sering mengingatkan kembali kepada
siswa ketika mengerjakan Lembar Kerja Kelompok (LKK) agar manajemen waktu lebih baik lagi.
Kendala lain yang terjadi pada kelas eksperimen 2 adalah jadwal jam pelajaran matematika yang
dilaksanakan siang hari dan jam terakhir sekolah sehingga konsentrasi dan motivasi siswa
berkurang. Ketika motivasi siswa berkurang, maka dorongan untuk melakukan kegiatan belajar
pun berkurang, seperti yang dikemukakan Baharuddin & Esa Nur Wahyuni (2008, hlm.22) bahwa
motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Selain itu, kondisi cuaca dan lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi konsentrasi belajar
siswa, salah satunya ketika terjadi hujan. Hal ini sejalan dengan pendapat Syah (Baharuddin &
Wahyuni, 2008, hlm. 26-27) yang menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal juga dapat
mempengaruhi proses belajar siswa, diantaranya yaitu lingkungan alamiah.
Walaupun ada beberapa kendala yang terjadi ketika pembelajaran berlangsung sehingga
ada aktivitas guru dan aktivitas siswa yang tidak terlaksana pada beberapa pertemuan, tetapi pada
umumnya aktivitas guru maupun siswa dapat dikatakan terlaksana cukup baik. Berdasarkan pada
hasil lembar observasi terhadap aktivitas guru dan siswa terhadap kedua kelas eksperimen
diperoleh bahwa pada umumnya aktivitas guru dan siswa terlaksana sesuai aspek yang diamati
pada lembar observasi.
(b) Eksternal siswa
Faktor eksternal lain yang juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa menurut Syah
(Baharuddin & Wahyuni, 2008, hlm.26-27) yaitu lingkungan sosial sekolah. Kondisi teman-teman
sekelas juga dapat mempengaruhi faktor internal siswa baik motivasi, minat, maupun sikap siswa
terhadap pembelajaran. Hal ini secara langsung berpengaruh kepada pengelompokkan siswa dan
pengerjaan LKK serta diskusi kelas. Hal yang sudah dilakukan oleh guru yaitu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpindah kelompok dengan kesepakatan tertentu dan melakukan
pendekatan diri dengan siswa.
(c) Pendekatan pembelajaran yang digunakan
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
16
Model PBL dan model SAVI merupakan model pembelajaran yang berlandaskan teori
konstruktivisme. Pendekatan kedua model tersebut juga menggunakan pendekatan scientific yang
sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam implementasi kurikulum 2013. Hal tersebut
dapat memberikan pengaruh kepada kegiatan pembelajaran yang dilakukan, yaitu pada LKK yang
bersifat konstruktif.
Sikap siswa dapat diketahui dari hasil pengolahan angket. Berdasarkan hasil pengolahan
angket kelas eksperimen 1 diperoleh bahwa pada umumnya sikap siswa terhadap pembelajaran
matematika dengan menggunakan model PBL menunjukkan sikap positif, walaupun terdapat 3
dari 30 orang siswa yang memberikan sikap negatif, dengan rata-rata angket setiap siswa adalah
3,67. Sedangkan, pada kelas eksperimen 2 diperoleh bahwa secara keseluruhan sikap siswa
terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model SAVI memberikan sikap positif,
dengan rata-rata angket setiap siswa adalah 3,85.
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang dalam
performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya (Baharuddin & Wahyuni, 2008, hlm. 25).
Secara umum, pemberian perlakuan berupa model PBL menimbulkan sikap positif dari siswa
terhadap pembelajaran model PBL. Hal ini karena dengan menggunakan model PBL, siswa dilatih
untuk mengamati masalah dan menemukan penyelesaiannya sehingga siswa didorong untuk aktif
berdiskusi dengan teman maupun bertanya kepada guru. Hal ini bisa mengurangi kebingungan
yang terjadi ketika siswa belajar matematika secara mandiri. Selain itu, melalui pemberian
masalah, siswa secara tidak langsung dapat mengetahui aplikasi konsep dari materi yang diajarkan
dalam kehidupan sehari-hari. Sikap positif siswa ditunjukkan dengan cara siswa aktif ketika
diskusi, walaupun kadang-kadang siswa kurang berani menyampaikan gagasan/pendapat di depan
kelas atau ketika ada kelompok yang presentasi di depan kelas.
Begitu juga dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model SAVI,
siswa tidak hanya belajar dengan cara mendengar dan melihat, tetapi siswa dilatih belajar dengan
melakukan aktivitas hands-on dan bernalar. Dalam model SAVI juga siswa didorong untuk aktif
berdiskusi dengan teman maupun bertanya kepada guru. Melalui model SAVI ini siswa
diharapkan dapat menyerap pengetahuan secara lebih luas dan dengan berbagai cara/teknik. Sikap
positif ditunjukkan dengan cara siswa aktif ketika diskusi, walaupun siswa kurang berani
menyampaikan gagasan/pendapat di depan kelas atau ketika ada kelompok yang presentasi di
depan kelas. Sikap positif ini juga ditunjukkan melalui sikap siswa yang tertarik mengerjakan
LKK yang dilengkapi dengan aktivitas hands-on.
Sikap positif yang ditunjukkan oleh sebagian besar siswa memiliki hubungan terhadap
keberhasilan belajar, seperti yang dikemukakan dalam Baharuddin & Wahyuni (2008, hlm. 24)
bahwa dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya.
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
17
Hal ini bersesuaian dengan hasil penelitian ini yang mengatakan bahwa terdapat peningkatan
kemampuan penalaran induktif siswa baik yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model PBL maupun model SAVI.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian, kesimpulan yang diperoleh
sebagai berikut:
1. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif antara siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model Problem-Based Learning (PBL)
dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model Somatic, Auditory, Visual, and
Intellectual (SAVI).
2. Kualitas peningkatan kemampuan penalaran induktif siswa baik yang mendapatkan
pembelajaran model Problem-Based Learning (PBL) maupun model Somatic, Auditory,
Visual, and Intellectual (SAVI) termasuk ke dalam kategori sedang.
3. Pada umumnya, sikap siswa terhadap model Problem-Based Learning (PBL) termasuk ke
dalam kategori positif, sedangkan sikap siswa terhadap model Somatic, Auditory, Visual, and
Intellectual (SAVI) seluruhnya termasuk ke dalam kategori positif.
IMPLIKASI
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, maka
implikasi dari penelitian ini, yaitu model PBL dan model SAVI dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan penalaran induktif siswa.
REKOMENDASI
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta kesimpulan yang diperoleh, maka
rekomendasi yang dapat penulis berikan berkaitan dengan penelitian ini, yaitu perangkat
pembelajaran, khususnya LKK yang digunakan untuk siswa sebaiknya tidak terlalu banyak dan
dibuat lebih menarik sehingga tidak membuat siswa jenuh, dan khusus untuk model SAVI lebih
menonjolkan unsur-unsur somatik, auditori, visual, dan intelektual.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, V.N. (2013). Pengaruh Pembelajaran Eksploratif terhadap Peningkatan
Kemampuan Penalaran, Kemampuan Komunikasi, dan Karakter Matematis Siswa
Sekolah Menengah Pertama. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
18
Baharuddin & Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: ARRUZZ MEDIA.
Depdikbud. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Fauzi, A. (2014). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa
SMP antara yang Mendapatkan Pembelajaran Menggunakan Strategi Konflik
Kognitif Piaget dengan Hasweh. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Ibrahim. (2011). Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa serta Kecerdasan Emosional Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah pada Siswa Sekolah Menengah Atas. (Disertasi). Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Iskandarwassid & Iis. (2010). Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Melalui Model
Pembelajaran Teknik Visual-Auditif_Taktil, 11 (1). [Online]. Diakses dari
http://jurnal.upi.edu.
Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs
Matematika. Jakarta: Kemdikbud.
Lismiana, E. (2013). Pengaruh Model Learning Cycle terhadap Peningkatan Kemampuan
Penalaran Induktif Siswa SMP. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Mandasari, N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio
Exchange (TRE) untuk Meningkatkan Kemampuan Eksplorasi Matematis Siswa
SMP. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
National Council of Teachers of Mathematics. (2014). Standards Overview. [Online].
Diakses dari http://www.nctm.org/standards/content.aspx?id=267 98
Nufus, H. (2012). Penerapan Aktivitas Quick on The Draw dalam Tatanan Pembelajaran
Kooperatif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis
Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Nurafiah, F. (2013). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP
antara yang Memperoleh Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA) dan Problem
Based-Learning (PBL). (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Nurjanah. (2012). Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._
MATEMATIKA/196511161990012-NURJANAH/Teori_belajar.pdf
Palacios, A., Arias, V. & Arias, B. (2014). Attitudes Towards Mathematics: Construction
and Validation of a Measurement Instrument. [Online]. Diakses dari
http://www.ehu.es/ojs/index.php/psicodidactica/article/ download/8961/9945
Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004
Permana, Y. & Sumarmo, U. (2007). Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan
Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.
Educationist Journal, 1 (2), hlm. 116-123.
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
19
Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi dan
Self-Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan
Metacognitive Scaffolding. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Rahmatudin, J. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share
untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self Concept Siswa
SMP Negeri 1 Kedawung. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Rahmawati. (2013). Pengaruh Strategi Means-Ends Analysis dalam Meningkatkan
Kemampuan Koneksi, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP.
(Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Riduwan. (2009). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alfabeta.
Ruseffendi. (2010). Dasar-dasar Penelitian Penelitian dan Bidang Non-Eksakta Lainnya.
Bandung: Tarsito.
Sudewi,N.L., Subagia, I.W., & Tika I.N. (2014). Studi Komparasi Penggunaan Model
Pembelajaran Problem Based-Learning (PBL) dan Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI) terhadap Hasil Belajar Berdasarkan Taksonomi Bloom. [Online].
http://pasca.undiksha.ac.id/
Diakses
dari
ejournal/index.php/jurnal_ipa/article/viewFile/1112/858
Sudrajat, A. (2013). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis serta
Motivasi Belajar Siswa dengan Pendekatan Metaphorical Thinking Berbantuan
Komputer. (Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suherman, E. (2008). Hands-Out Perkuliahan Belajar dan Pembelajaran Matematika
pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI. Tidak Diterbitkan.
Suherman, E., dkk.(2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi Revisi).
Bandung: JICA.
Sulistiawati. ( 2012). Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Penalaran Matematis
pada Materi Luas Permukaan dan Volume Limas. (Tesis). Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Sulistiawati. ( 2014). Analisis Kesulitan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP
pada Materi Luas Permukaan dan Volume Limas. [Online]. Diakses
darihttp://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/34090290/Analisis_Kesulitan
_Belajar_Kemampuan_Penalaran_Matematis_Siswa_SMP_pada_Limaslibre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&
Expires=1417552086&Signature=4F5atheIBDnKfkVdU1Z6orlxCFo%3D
Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa
Sekolah Menengah. [Online]. Diakses dari http://math.sps.upi.edu/
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
20
Suwandi, A. (2012). Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visual,
and Intellectual) pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa SMP. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Pendidikan Indonesia Tahun 2014. Bandung: UPI
Yulia, W. (2012). Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi
dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. (Skripsi).
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Yulianti, H. (2010). Penerapan Model SAVI (Somatic, Auditory, Visual, Intellectual)
dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa SMP. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2017
21
Download