1 Pendahuluan Mitokondria merupakan salah satu organel dalam inti sel yang mempunyai peranan penting bagi tubuh manusia, terletak di sitoplasma sel dan mempunyai seperangkat enzim serta tempat terjadinya tahapan respirasi aerob yaitu fosforilasi oksidatif dan transpor elektron. Pada mitokondria terjadi reaksi yang menghasilkan energi, yaitu proses konversi piruvat (hasil glikosis) menjadi energi (ATP) melalui tahapan respirasi aerob, fosforilasi oksidatif, serta transpor elektron yang efisien sehingga sering dikatakan mitokondria merupakan “the power house” karena peranannya dalam menghasilkan energi yang digunakan oleh sel. Berbeda dengan organel sel lainnya, mitokondria memiliki materi genetik tersendiri seperti halnya inti sel, akan tetapi materi genetik mitokondria yang tersimpan dalam DNA mitokondria memiliki perbedaan karakteristik dengan materi genetik DNA inti. DNA mitokondria memiliki laju mutasi yang sangat tinggi, yaitu sekitar 10-17 kali DNA inti (Wallace et al. 1997). Sama halnya seperti DNA inti, DNA mitokondria atau biasa disebut “mtDNA”, juga memiliki gen-gen pengode protein yang penting dalam rantai respirasi. Selain itu, DNA mitokondria hanya diwariskan dari ibu (maternally inherited) sehingga berbeda sifat pewarisannya dengan DNA inti yang merupakan hasil rekombinasi DNA ayahibu. DNA mitokondria berbentuk sirkuler yang terdiri atas 16.569 pasang basa, pada dasarnya terbagi menjadi dua daerah yaitu coding region atau daerah pengode protein, dan noncoding region atau daerah yang tidak mengode protein (D-loop). Daerah pengode protein merupakan daerah penyimpanan informasi genetik untuk ekspresi protein-protein pada mitokondria yang berfungsi pada rantai respirasi. Pada daerah yang tidak mengode protein atau disebut daerah pengontrol yang sering disebut displacement-loop (D-loop) memiliki laju mutasi yang sangat tinggi sehingga urutannya bervariasi antar individu (polymorphism). Daerah D-loop memiliki dua bagian, yaitu Hypervariable I (HVSI) pada urutan 1602416383 dan Hypervariable II (HVSII) dengan urutan 57-732. Pada daerah-daerah inilah yang dapat membedakan individu normal yang satu dengan individu yang lain. Alat pembanding urutan nukleotida DNA mitokondria manusia adalah urutan nukleotida DNA mitokondria standar Cambridge Reference Sequence (CRS). Daerah pengode protein yang berperan penting dalam proses respirasi sel jelas sangat penting dijaga urutan nukleotidanya agar tidak rusak. Jika urutan nukleotida pada daerah pengode berubah atau bermutasi, maka protein hasil ekspresi gen pun berpotensi akan menjadi cacat dan alhasil terjadi disfungsi pada mitokondria itu sendiri. Berkaitan dengan peranan mitokondria dalam proses konversi piruvat (hasil glikolisis) menjadi energi, maka logis jika terjadi cacat pada mitokondria ataupun fungsinya sehingga menyebabkan katabolisme glukosa akan terganggu. Kerusakan mitokondria pada generasi tertentu mungkin saja menjadi semakin parah, mengingat tingginya laju mutasi yang terjadi pada mtDNA. Perubahan urutan nukleotida yang terjadi pada mtDNA ini akhirnya dapat berakibat pada suatu penyakit yang biasa disebut “mitochondrial disease”. Adanya peranan mitokondria dalam metabolisme glukosa terlihat dari hubungan antara disfungsi mitokondria dengan penyakit diabetes. Hal ini dapat terjadi karena ketika mtDNA termutasi pada posisi tertentu terutama pada posisi pengode protein yang berpengaruh pada metabolisme glukosa, maka akan ada kemungkinan terjadi disfungsi mitokondria. Diabetes yang biasanya terjadi di masyarakat adalah diabetes tipe-1 dan tipe-2, sedangkan pada kasus “mitochondrial disease” yang berkaitan dengan diabetes mellitus biasanya merupakan diabetes tipe-2 yang juga terdapat sindrom tuli sehingga disebut Maternally Inherited Diabetes and Deafness (MIDD). Hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini bahwa mutasi mtDNA pada masing-masing jaringan terkadang berbeda. Mutasi yang sama pada jaringan kulit dan jaringan hati misalnya dapat menghasilkan efek yang berbeda, yang artinya bahwa ketika mutasi terjadi pada jaringan kulit mungkin tidak akan ada efek yang berbahaya, tetapi jika mutasi terjadi pada jaringan hati yang justru berbahaya. Contohnya adalah pada kasus MIDD ini yaitu ketika mutasi yang terjadi lebih mudah ditemukan pada jaringan hati dibandingkan jaringan kulit atau epitel mulut. Pada penelitian kali ini dilakukan metode-metode untuk mengetahui apakah mutasi yang terjadi pada DNA mitokondria pada posisi 3243 memiliki kaitan dengan diabetes pada pasien penderita diabetes. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan pemecahan sel (lysis) pada sampel epitel dari penderita diabetes untuk mendapatkan templat mtDNA, dan selanjutnya akan diamplifikasi (diperbanyak) menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) pada daerah fragmen-B (2364-4249). Setelah berhasil dilakukan amplifikasi fragmen B tersebut, dilakukan elektroforesis sebagai visualisasi adanya pita fragmen-B mtDNA yang berhasil teramplifikasi. Hasil amplifikasi tersebut kemudian dilakukan proses sequencing sehingga diperoleh elektroforegram dan data urutan nukleotida sampel. Urutan nukleotida sampel hasil sequencing kemudian dibandingkan dengan urutan nukleotida standar (CRS). 14