BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Break Even Point 2.1.1. Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Break Even Point
2.1.1.
Pengertian Break Even Point
Break even point atau titik impas merupakan suatu tingkat
penjualan dimana laba operasinya adalah nol: Total pendapatan
sama dengan total pengeluaran. (Horngren et.all 2006:448).
Menurut Henry Simamora (2012:170) “Titik Impas adalah volume
penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama,
tidak ada laba maupun rugi bersih”.
Menurut Hansen dan Mowen (2011:4) “Titik Impas (break
even point) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total
biaya, titik dimana laba sama dengan nol”. Impas merupakan
istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu kondisi usaha,
pada saat perusahaan tidak memperoleh laba tetapi tidak menderita
rugi (Halim, dkk. 2011:74). Pengertian tersebut seperti dikatakan
Mulyadi (1997:230) Impas (break-even) adalah keadaan suatu
usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi.
Dapat disimpulkan bahwa break even point merupakan suatu
titik, dimana jumlah biaya sama dengan jumlah pendapatan.
Analisis Impas
adalah suatu cara untuk mengetahui volume
penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi
juga belum memperoleh laba (dengan kata lain labanya sama
dengan nol).
Dalam analisis break even point memerlukan informasi
mengenai penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Laba bersih akan
diperoleh bila volume penjualan melebihi biaya yang harus
dikeluarkan, sedangkan perusahaan akan menderita kerugian bila
penjualan hanya cukup untuk menutup sebagian biaya yang
dikeluarkan, dapat dikatakan dibawah titik impas. Analisis break
even point tidak hanya memberikan informasi mengenai posisi
perusahaan dalam keadaaan impas atau tidak, namun analisis
break even point sangat membantu manajemen dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan. Tujuan analisis titik impas adalah
untuk mengetahui tingkat aktivitas dimana pendapatan hasil
penjualan sama dengan jumlah semua biaya variabel dan biaya
tetapnya.
2.1.2.
Manfaat Analisis Break even point
Analisis Break even point digunakan manajer dalam
mengambil keputusan. Manfaat lain dari break even point
adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Untuk mengetahui jumlah penjualan minimum (dalam
unit produk maupun satuan uang) agar perusahaan tidak
menderita rugi.
2.1.2.2 Untuk mengetahui hubungan volume penjualan yang
diproduksi, harga jual dan biaya-biaya yang dikeluarkan,
sehingga laba rugi perusahaan akan diketahui.
2.1.2.3 Sebagai alat perencanaan jumlah penjualan produk agar
memperoleh keuntungan tertentu.
2.1.2.4 Untuk mengetahui informasi penjualan minimum serta
seberapa jauh berkurangnya volume penjualan agar
perusahaan tidak menderita kerugian.
2.1.2.5 Untuk mengetahui akibat perubahan harga jual, biaya dan
volume penjualan terhadap laba yang dihasilkan.
2.1.2.6 Sebagai
bahan
pertimbangan
perusahaan
dalam
mengambil keputusan untuk berhenti atau melanjutkan
usaha memproduksi produk tertentu untuk kemajuan
perusahaan.
2.1.3.
Asumsi Dasar Analisis Break Even Point
Dalam Asumsi yang mendasari analisis break even point
menurut Horngren et all. (2006:447) adalah sebagai berikut:
2.1.3.1.
Satu-satunya faktor yang memengaruhi biaya adalah
perubahan volume.
2.1.3.2.
Manajer menggolongkan setiap biaya ( atau komponen
biaya gabungan ) baik sebagai biaya variabel maupun
biaya tetap.
2.1.3.3.
Beban dan pendapatan adalah linier di seluruh cakupan
volume relevannya.
2.1.3.4.
Tingkat persediaan tidak akan berubah.
2.1.3.5.
Penjualan atas gabungan produk tidak akan berubah.
Penjualan gabungan merupakan kombinasi produk yang
membentuk total penjualan.
Analisis break even adalah penting bagi manajemen untuk
mengetahui hubungan antara biaya, volume dan laba, khususnya
informasi mengenai jumlah penjualan minimum dan besarnya
penurunan realisasi penjualan dari rencana penjualan agar
perusahaan tidak menderita kerugian. Bila asumsi dasar salah
satunya mengalami perubahan, maka akan berpengaruh pada
posisi titik impas, sehingga perubahan tersebut akan berpengaruh
juga terhadap laba perusahaan. Analisis break even point
digunakan oleh manajer sebagai sebuah perkiraan bukan
kepastian, karena banyak perusahaan yang tidak memenuhi
asumsi-asumsi dasar secara tepat.
2.1.4.
Metode Perhitungan Break Even Point
Break even point umumnya dapat dihitung dengan tiga
metode yaitu metode persamaan, metode margin kontribusi dan
metode grafis. Ketiga metode tersebut pada dasarnya adalah
pendekatan yang mempunyai hasil akhir sama, akan tetapi ketiga
metode tersebut memiliki perbedaaan pada bentuk dan variasi dari
persamaan laporan laba rugi kontribusi. Dibawah ini akan diuraikan
tiga metode, sehingga akan jelas perbedaanya:
2.1.4.1.
Metode Persamaan
Metode Persamaan (equation method) adalah
metode yang berdasarkan pada pendekatan laporan laba
rugi . Dengan persamaan dasar sebagai berikut menurut
Halim, (2011:75) :
Penghasilan total = Biaya total
Penghasilan total = Biaya variabel + Biaya tetap
Persamaan tersebut dapat diuraikan dalam rumus berikut
: pX = a + bX
Keterangan:p = Harga jual per unit produk
X= Unit produk yang dijual/yang diproduksi
a= Total Biaya Tetap
b= Biaya variabel setiap unit produk
Dari persamaan diatas, dapat diuraikan menjadi rumus
break even point sebagai berikut :
1. Break even point dalam satuan uang penjualan
Total biaya tetap
BEP (rupiah) =
Biaya variabel per unit
`
1–
Harga jual per unit
2. Break even point dalam unit produk
BEP (unit)
Total biaya tetap
=
Harga jual per unit produk - Biaya variabel per unit
`
Pada keadaaan titik impas laba operasinya sama
dengan nol, sehingga akan menghasilkan jumlah produk
( dalam satuan unit maupun satuan uang penjualan )
yang dijual mencapai titik impas ditambah biaya tetap.
2.1.4.2.
Metode Kontribusi Unit
Menurut Simamora (2012:171) Metode Kontribusi
Unit merupakan variasi metode persamaan. Setiap unit
atau satuan produk yang terjual akan menghasilkan
jumlah margin kontribusi tertentu yang akan menutup
biaya tetap. Metode kontribusi unit adalah metode jalan
pintas dimana harus diketahui nilai margin kontribusi.
Margin Kontribusi adalah hasil pengurangan
pendapatan dari penjualan dengan biaya variabel. Untuk
mencari titik Impas rumusnya adalah sebagai berikut:
Biaya Tetap
Titik Impas (unit) =
Margin Kontribusi per unit
Biaya Tetap
Titik Impas (rupiah) =
Rasio Margin Kontribusi
2.1.4.3.
Metode Grafis
Manajer dapat menggambarkan titik impas melalui
grafis, grafis titik impas akan menunjukkan volume
penjualan pada sumbu x atau garis horizontal dan biaya
akan terletak pada sumbu y atau garis vertikal.
Sedangkan titik impas akan terletak pada perpotongan
antara garis pendapatan dan garis biaya. Garis sebelah
kiri garis impas menunjukkan sisi kerugian, sebaliknya
sisi kanan menunjukkan sisi laba usaha.
Dengan menggunakan metode grafis manajer
dapat menghindari metode matematis pada waktu
tingkat penjualan yang berbeda tengah dipertimbangkan.
Metode
grafis
akan
membantu
manajer
dalam
mengevaluasi akibat perubahan volume tahun lalu dan
dapat memproyeksikan volume penjualan pada tahun
yang akan datang.
Menurut Simamora (2012:173) Grafis titik impas
mempunyai beberapa hal penting yaitu selama harga
jual melebihi biaya variabel ( margin kontribusinnya
positif), maka penjualan yang lebih banyak akan
menguntungkan perusahaan, baik dengan meningkatkan
laba ataupun mengurangi kerugian. Oleh karena itu,
perusahaan lebih baik tetap beroperasi karena kerugian
mereka
akan
lebih
besar
lagi
jika
perusahaan
menghentikan atau menutup kegiatan usahanya, hal ini
pada umumnya sering terjadi pada bisnis musiman.
2.1.5.
Dampak Perubahan Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi
Break Even Point
Perencanaan laba berkaitan dengan
penggunaan budget
perusahaan. Budget yang sudah direncanakan kadangkala tidak
sesuai dengan realisasi yang ada. Hal tersebut ada karena faktor –
faktor yang mempengaruhi analisis break even point berubah.
Manajemen harus mengetahui faktor perubahan dan dampak yang
ditimbulkan dari perubahan tersebut, sehingga manajer dapat
mengambil keputusan untuk masa yang akan datang.
2.1.5.1.
Dampak Perubahan Harga Jual
Menurut Kotler dan Armstrong, (2001:439)
Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu
produk atau jasa atau jumlah dari nilai yag ditukar
kosumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau
menggunakan produk jasa tersebut.
Penetapan Harga jual didasarkan pada laba yang
ingin dicapai. Dengan strategi perusahaan harga jual
dapat mengalami perubahan sesuai dengan kodisi pasar
dan perusahaan. Akan tetapi perubahan tersebut tidak
selalu berdampak baik bagi perusahaan. Perusahaan
menginginkan laba yang tinggi dengan menurunkan
harga jual dan menambah volume pejualan dengan
alasan selera konsumen yang cenderung memilih harga
murah. Hal tersebut akan memicu pesaing meniru
strategi penurunan harga, sehingga harga di pasar akan
sama. Jadi tidak jaminan dalam menurunkan harga jual
perusahaan akan mendapatkan laba yang diinginkan.
Sama halnya perusahaan menaikkan harga jual, volume
penjualan akan menurun. Jadi bisa disimpulkan bahwa
kenaikan harga jual per unit dapat menurunkan titik
impas penjualan, sedangkan penuruan harga jual per unit
akan menaikkan titik impas penjualan. Manajemen harus
cepat merubah volume penjualan setelah perusahaan
menurunkan harga jual, sehingga laba yang diinginkan
tetap dapat tercapai.
2.1.5.2.
Dampak Perubahan Volume Penjualan
Perubahan volume penjualan akan menimbulkan
perubahan pada total biaya dan laba perusahaan. Volume
penjualan yang meningkat akan menimbulkan biaya
yang tinggi dan laba perusahaan akan meningkat,
Sehingga margin kontribusi juga akan meningkat hal ini
akan mengakibatkan break even mengalami penurunan.
Dan
sebaliknya
volume
penjualan
mengalami
penurunan, maka break even akan naik.
2.1.5.3.
Dampak Perubahan biaya Variabel
Seiring dengan perkembangan pasar global.
Persaingan dalam lingkungan bisnis akan semakin
kompetitif. Selera konsumen akan barang dan jasa
semakin tinggi dan kecenderungan konsumen terhadap
produk murah menjadi alasan sebuah bisnis tak mampu
menaikan harga jual suatu produk.
Manajemen harus memiliki strategi lain untuk
tetap dalam titik impas, misalnya memangkas biayabiaya seperti membeli bahan baku dalam jumlah besar
sehingga biaya operasional menjadi lebih hemat,
Pengurangan biaya variabel akan menambah laba yang
signifikan bagi perusahaan. Biaya variabel yang tinggi
akan berpengaruh pada naiknya nilai titik impas.,
Sedangkan Penurunan biaya variabel akan berpengaruh
pada turunnnya nilai titik impas.
2.1.5.4.
Dampak Perubahan Biaya Tetap
Biaya tetap yang konstan sangat diharapkan oleh
perusahaan, namun dalam perkembangan sebuah bisnis,
perlu adanya inovasi baru dalam produk sehingga,
produk yang dihasilkan dapat menarik masyarakat untuk
tetap membeli. Manajemen akan mengembangkan
produk tersebut, misalnya dalam pemasaran, biaya iklan
akan meningkat, biaya riset dan pengembangan dapat
pula
dikurangi.
Perubahan
biaya
tetap
akan
mengakibatkan perubahan pada titik impas. Apabila
biaya tetap dinaikkan maka titik impas akan meningkat,
sedangkan biaya tetap yang mengalami penurunan akan
mengakibatkan titik impas menurun.
2.1.5.5.
Dampak Perubahan Komposisi Produk
Break even akan lebih mudah diterapkan terhadap
perusahaan yang memiliki satu jenis produk yang dijual.
Akan tetapi Perusahaan umumya memiliki lebih dari satu
produk yang dijual. Untuk mengetahui break even
manajemen
harus
menganalisis
satu
per
satu
produknnya, dari masing-masing biaya yang dikeluarkan
dan laba masing-masing yang dicapai, Karena di setiap
produk akan berbeda dalam harga jual, biaya dan
labanya.
Produk yang mempunyai margin kontribusi yang
lebih tinggi meyumbang lebih banyak kepada biaya tetap
dan
laba
bersih
daripada
produk
yang
margin
kontribusinya lebih rendah (Simamora, 2012:185). Jadi
kenaikan nilai margin kontribusi dan laba akan
mengakibatkan turunya
break even, sedangkan
penurunan nilai margin kontribusi dan laba akan
mengakibatkan naiknya break even.
2.1.6.
Margin Of Safety (MOS)
Salah satu aspek penting yang harus dievaluasi dalam analisis
break even point adalah perubahan dalam satu atau lebih faktor
yang mempengaruhi analisis. Perubahan faktor tersebut bisa
diakibatkan oleh kondisi ekonomi seraca global sehingga perilaku
konsumen berubah, ataupun bisa disebabkan oleh persaingan
bisnis, faktor tersebut akan muncul secara tidak terduga dan akan
menimbulkan kendala bagi perusahaan. Manajer harus mengetahui
bagaimana akibat dari sebuah prediksi awal tidak tercapai jika
asumsi yang mendasarinya berubah.
Margin keamanan (margin of safety) adalah satu aspek
analisis sensitivitas. Menurut Garisson (2006) Margin keamanan
adalah kelebihan dari penjualan yang dianggarkan diatas titik impas
volume penjualan. Margin keamanan dapat dirumuskan dengan
satuan unit maupun satuan uang. Margin keamanan yang bernilai
tinggi akan menggambarkan perusahaan dalam kondisi yang cukup
aman dan risiko kerugian akan semakin kecil.
Margin ini merupakan “bantalan” atau turunnya penjualan
yang dapat diterima oleh suatu perusahaan tanpa menimbulkan
suatu kerugian. Semakin tinggi tingkat
margin aman, semakin
besar bantalan yang dapat menyerap kerugian dan semakin
berkurang risiko perencanaan bisnisnya
(Horngren et, all
2006:459). Selain memberikan informasi seberapa jauh penuruan
realisasi penjualan terhadap perencanaan penjualan, sehingga
perusahaan tidak rugi. margin keamanan akan digunakan manajer
dalam menilai suatu risiko dari kegiatan operasi perusahaan yang
dijalankan dengan risiko rencana operasi yang akan datang.
Jadi margin keamanan adalah berapa unit atau satuan uang
dari penjualan yang boleh turun tanpa menimbulkan kerugian.
Dapat disimpulkan bahwa margin keamanan adalah sebuah risiko
perusahaan yang harus dievaluasi oleh manajer agar perusahaanya
tetap dapat memperoleh laba dan berkembang.
2.2. Biaya
2.2.1.
Pengertian Biaya
Menurut Simamora (2012: 40) Biaya (cost) adalah kas atau
setara kas yang dikorbankan (dibayarkan) untuk barang atau jasa
yang diharapkan memberikan manfaat (pendapatan) pada saat ini
atau dimasa depan bagi perusahaan. Menurut Hansen dan Mowen
(2005) biaya adalah kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan
untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau di masa depan bagi organisasi.
Mulyadi (2005) biaya diartikan sebagai pengorbanan sumber
ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau
yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Sehingga
terdapat empat unsur pokok dalam biaya tersebut yaitu Biaya
merupakan pengorbanan sumber ekonomi, Diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi,
Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Menurut Hongren, Foster, dan Datar (2005:28), biaya yaitu
sebagai sumber daya yang dikorbankan atau dikeluarkan untuk
mencapai
tujuan
tertentu.
Sedangkan
Mursyidi
(2008:7)
menyatakan bahwa cost adalah suatu pengorbanan yang dapat
mengurangi kas atau harta lainya untuk mencapai tujuan, baik yang
dibebankan pada saat ini maupun pada saat yang akan datang.
Sedangkan expense adalah biaya yang telah terjadi yang
dikurangkan dari penghasilan atau dibebankan pada periode yang
bersangkutan dimana pengorbanan terjadi. Adapun
pendapat
beberapa ahli mengenai perbedaan antara biaya (cost) dengan
beban ( expense). Menurut Hansen dan Mowen (2005), biaya
dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat di masa depan. Pada
perusahaan yang berorientasi laba, manfaat masa depan biasanya
berarti pendapatan. Jika biaya telah dihabiskan dalam proses
menghasilkan pendapatan, maka biaya tersebut dinyatakan
kadaluarsa (expire). Biaya yang kadaluarsa disebut beban.
Definisi di atas memberikan pemahaman yang jelas bahwa
cost
merupakan
sejumlah
nilai
yang
dikorbankan
untuk
memperoleh barang dan jasa, dimana pengorbanan tersebut diukur
dengan berkurangnya harta atau bertambahnya kewajiban pada
saat
perolehan
dalam
satuan
moneter
(rupiah).
Expense
didefinisikan sebagai biaya yang telah memberikan manfaat dan
ketika manfaat tersebut digunakan. Cost yang akan memberikan
manfaat di masa yang akan datang dicatat sebagai aktiva (asset)
dan dicantumkan dalam neraca, sedangkan cost yang telah
memberikan manfaat dicatat sebagai expense dan dicantumkan
dalam laporan laba rugi.
Sehingga dapat disimpulkan, biaya dapat dianggap sebagai
aktiva atau beban. Biaya dianggap sebagai aktiva saat biaya
tersebut belum digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa
atau belum habis digunakan. Biaya dianggap sebagai beban jika
biaya tersebut telah habis digunakan untuk memproduksi suatu
barang atau jasa yang akan menghasilkan pendapatan di masa
mendatang.
2.2.2.
Klasifikasi Biaya
Biaya berkaitan erat dengan berbagai tipe organisasi baik
organisasi bisnis, nonbisnis, manufaktur, eceran maupun jasa.
Pengklasifikasian biaya akan disesuaikan pada tipe organisasi yang
dijalankan. Klasifikasi biaya diperlukan untuk mengetahui metode
yang tepat untuk menghimpun dan mengalokasikan data biaya yang
dapat membantu manajemen dalam pencapaian tujuan perusahan.
Menurut Mulyadi (2012: 13) Biaya dapat digolongkan menjadi:
2.2.2.1 Biaya Menurut Objek Pengeluaran
Penggolongan ini memberikan keterangan yang jelas
bahwa
nama
objek
pengeluaran
menjadi
dasar
peggolongan biaya, sehingga akan mudah dan jelas untuk
digunakan.
Perusahaan
mengeluarkan
biaya
untuk
membeli bahan baku, maka biaya tersebut akan
dinamakan biaya bahan baku.
2.2.2.2 Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Perusahaan yang bergerak dalam bidang maufaktur,
biasanya mengelompokkan biaya kedalam tiga klasifikasi
berikut :
1. Biaya Produksi
Biaya yang diperlukan untuk memperoleh bahan
baku dari pemasok serta mengubahnya menjadi
produk jadi yang siap dijual, yang termasuk biaya
produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik.
2. Biaya Pemasaran
Biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan
produk jadi. Biaya ini meliputi biaya iklan, biaya gaji
untuk para pramuniaga, biaya angkut barang, dan
biaya gaji manajer pemasaran.
3. Biaya Administrasi dan Umum
Adalah
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
administrasi secara umum, seperti gaji para eksekutif,
biaya penyelenggaraan akuntasi, gaji pegawai bagian
administrasi, dan biaya habis pakai.
2.2.2.3 Biaya Menurut Hubungan biaya dengan Sesuatu yang
Dibiayai
Dalam hubungannya dengan sesuatu produk yag
dibiayai, biaya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Biaya Langsung
Adalah biaya yang dapat ditelusuri atau
diidentifikasi ke suatu objek biaya tertentu karena
hanya dikeluarkan untuk manfaat objek biaya itu
sendiri.
2. Biaya Tidak Langsung
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk lebih dari
suatu objek biaya dan tak dapat ditelusuri ke salah
satu objek biaya tertentu, karenanya biaya tersebut
bersifat umum disebut common cost.
2.2.2.4 Biaya Menurut Perilakunya dalam Hubungannya dengan
Perubahan Volume Aktivitas.
1. Biaya Variabel
Adalah biaya yang jumlah totalnya bervariasi
secara proporsional dengan variasi volume kegiatan,
tetapi jumlah per unitnya tetap. Biaya bahan baku,
komisi berdasarkan persentase penjualan, dan biaya
telepon berdasarkan lamanya penggunaan merupakan
beberapa jenis biaya variabel.
2. Biaya Semivariabel
Adalah biaya yang berubah tidak sebanding
dengan perubahan volume kegiatan.
3. Biaya Semifixed
Adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume
kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang
konstan pada volume produksi tertentu.
4. Biaya Tetap
Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak
berubah untuk suatu periode tertentu. Biaya tidak
akan
naik
ataupun
turun
meskipun
volume
kegiatannya bervariasi. Jadi, biaya tetap adalah biaya
yang totalnya tetap untuk suatu perioda tertentu dan
per unitnya berubah–ubah berbanding terbalik dengan
volume kegiatan.
2.2.2.5 Biaya Menurut Jangka Waktu Manfaatnya.
Berdasarkan jagka waktu manfaatnya biaya dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Pengeluaran Modal (capital expenditures)
Adalah biaya yang memiliki manfaat lebih dari
satu periode akuntansi. Pengeluaran modal akan
dibebankan
sebagai
pengeluaran
dan
biaya
tahun-tahun
pada
yang
saat
terjadi
menikmati
manfaatnya akan dibebankan biaya tersebut, dengan
cara didepresiasikan, diamortisasi atau dideplesi.
2. Pengeluaran Pendapatan (revenue expenditures)
Adalah biaya yang mempunyai nilai manfaat
pada saat pengeluaran itu terjadi dalam periode
akuntansi. Pegeluaran pendapatan diperoleh dari
pengeluaran
biaya,
sehingga
akan
dibebankan
menjadi biaya.
2.2.3.
Perilaku Biaya
Menurut
Simamora
(2012:136)
Perilaku
biaya
(cost
behavior) berarti bagaimana suatu biaya akan bereaksi atau
merespon perubahan tingkat aktivitas usaha. Perilaku biaya ialah
istilah umum untuk menggambarkan apakah biaya berubah seiring
dengan perubahan output. Perilaku biaya adalah bagaimana biaya
akan bereaksi atau berubah dengan adanya beberapa tingkat
aktivvitas bisnis (Garrison, 2009). Perilaku biaya dapat diartikan
perubahan biaya sebagai akibat dari perubahan volume tertentu.
Biaya-biaya bereaksi pada perubahan output dengan berbagai
macam cara. Beberapa biaya jumlah totalnya bervariasi secara
langsung terhadap perubahan dalam aktivitas, sedangkan biaya lain
relatif tidak terpengaruh. Berdasarkan perilakunya dalam hubungan
dengan perubahan volume biaya dapat dibagi menjadi tiga
golongan yaitu:
2.2.3.1 Biaya Tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai suatu biaya yang
jumlahnya tetap sama ketika output berubah. Pada
umumnya, jika biaya tetap mempunyai proporsi yang
tinggi
bila
dibandingkan
dengan
biaya
variabel,
kemampuan manajemen dalam menghadapi perubahanperubahan
kondisi
ekonomi
jangka
pendek
akan
berkurang. Seringkali keengganan manajemen untuk
mengeluarkan biaya tetap mencerminkan ketidakberanian
manajemen
dalam
mengambil
risiko,
sehingga
menyebabkan perusahaan tidak dapat memperoleh laba.
Total biaya tetap akan berubah pada tingkat aktivitas dan
rentang yang berbeda. Gambar 2.1 menggambarkan
perubahan tersebut.
Rentang yang relatif
Jumlah biaya
Tingkat aktivitas
Gambar 2.1
Perubahan Biaya tetap terhadap aktivitas produksi
2.2.3.2 Biaya Variabel
Biaya variabel termasuk biaya bahan baku, tenaga
kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga
kerja tidak langsung. Biaya variabel biasanya dapat
diidentifikasikan
langsung
dengan
aktivitas
yang
menimbulkan biaya tersebut. Hubungan antara biaya
variabel dengan aktivitas bisnis yang terkait biasanya
dianggap linier, yaitu total biaya variabel diasumsikan
meningkat dalam jumlah yang konstan untuk setiap satu
unit
peningkatan
dalam
aktivitas.
Gambar
menunjukkan perilaku biaya variabel yang konstan.
2.2
Jumlah biaya
Tingkat aktivitas
Gambar 2.2
Perilaku biaya variabel
2.2.3.3 Biaya Semivariabel
Biaya semivariabel disebut juga biaya campuran
merupakan biaya yang mengandung usur-unsur biaya
variabel dan biaya tetap biaya variabel bisa diperlakukan
menjadi sebagian biaya tetap dan sebagian biaya variabel
atau biaya tetap dan juga seluruhya biaya variabel.
Perilaku tersebut dipengaruhi oleh tingkat variabilitas dan
aktivitas suatu biaya. Perilaku Biaya semivariabel dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Jumlah biaya
Tingkat aktivitas
Gambar 2.3
Perilaku biaya semivariabel
2.3. Pemisahan Biaya Semivariabel
Biaya semivaribel dapat dipisah menjadi bagian dari biaya tetap dan
biaya variabel secara seluruhnya atau sebagian. Dengan menggunakan salah
satu metode yang umum digunakan (Carter 2012: 72), yaitu sebagai berikut:
2.4.1. Metode tinggi-rendah
Metode ini adalah suatu biaya pada tingkat kegiatan yang
paling tinggi dibandingkan dengan biaya tersebut pada tingkat
kegiatan terendah di masa yang lalu ( Mulyadi 2015:471)
2.4.2. Metode Scattergraph
Metode ini menganalisis biaya dengan variabel dependen dan
diplot di sepanjang garis vertikal atau sumbu y, sumbu x sebagai
variabel independen atau aktivitas terkait
2.4.3. Metode kuadrat terkecil
Menurut carter (2012: 77) Metode kuadrat terkecil menentukan
secara matematis garis yang paling sesuai, atau garis regresi linier,
melalui sekelompok titik. Dengan persamaan garis regresi sebagai
berikut: y = a + bx
Keterangan :
y = variabel tidak bebas
X = variabel bebas
a = biaya tetap
b = biaya variabel
Dari persamaan garis regresi dapat diperoleh persamaan sebagai
berikut:
2.4. Perencanaan Laba
2.4.1. Pengertian Perencanaan Laba
Menurut Halim (2011;5) Perencanaan adalah proses penentuan
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi pada
masa yang akan datang, termasuk di antaranya adalah penetapan
tujuan organisasi dan metode atau cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Laba merupakan selisih antara pendapatan dan biaya.
Perencanaan Laba merupakan sebuah estimasi kerja yang berperan
penting bagi masa depan perusahaan dengan kegiatan perhitungan
yang cermat dalam proyeksi pendapatan dan biaya dalam
perhitungan laba rugi, neraca, kas dan modal kerja jangka pendek.
2.4.2. Manfaat Perencanaan Laba
Perencanaan laba memiliki manfaat penting bagi masa depan
perusahaan. Beberapa manfaat perencanaan laba antara lain:
1. Perencanaan laba merupakan proyeksi yang terarah, dengan
pendekatan tersebut, perencanaan laba dapat memecahkan
masalah dalam perusahaan akan kegiatan operasi yang dijalankan.
2. Tercipta organisasi yang terkoordinasi dalam mencapai laba,
dengan mengendalikan anggaran.
3. Menciptakan manajemen yang kritis terhadap masalah yang
dihadapi perusahaan.
4. Mendorong kinerja manajemen, untuk merencanakan anggaran.
Karena anggaran merupakan tolok ukur dalam mengevaluasi
kinerja..
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul
Masalah
Hasil
Alat Uji
Dewi
Analisis Break even Bagaimana
Break even point dalam
Metode
Oktaviana
Point Pada UD. Big perhitungan break satuan rupiah pada UD Big
kualitatif
Stone
Enterprise even point pada Stone
Magelang
Enterprise
UD. Big Stone mengalami
Enterprise
Prosentase
Magelang
selalu
peningkatan.
tahun
2008
dari sebesar 29,20 %, tahun
tahun
2008 2009 meningkat menjadi
sampai
tahun 32,72 % dan tahun 2010
2010
mengalami peingkatan lagi
menjadi
38,08 %.
Suci Mulya Analisis Break even Bagaimana
PT Ultrajaya Milk Industry
kuantitatif
Wijayanti,
point sebagai salah penerapan analisis & Trading Company, telah
deskriptif
Darminto,
satu alat perencanaan break even point , menerapkan analisis BEP,
M. Saifi
penjualan
dan bagaimanakah
dengan
perencanaan
laba.(Studi pada PT. gambaran
penjualan yang meningkat
Ultrajaya
dari tahun ketahun dengan
Industry
Milk perencanaan
&Trading penjualan
Company, Tbk.)
serta batas MOS sebesar 44%.
penjualan
minimal
yang
harus
dipertahankan
oleh PT Ultrajaya
Milk Industry &
Trading
Company.
Rinda
Analisis
Christina
Break
dan
hubungan Apakah
even
terdapat Terdapat hubungan yang
kuantitatif
point hubungan antara positif antara Break even
deskriptif
Rini dengan perencanaan Break
Aprilia
even dengan perencanaan laba
laba jangka pendek dengan
jangka pendek.
pada CV. Adi Putra perencanaan laba
Utama Palembang
jangka pendek.
2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini mendeskripsikan tentang Klasifikasi biaya tetap dan
biaya variabel yang akan digunakan sebagai komponen analisis break event
point dalam perencanaan laba jangka pendek, sehigga hasilnya akan dibuat
sebagai alat evaluasi atas hubungan biaya, harga jual dan volume penjualan.
Manajemen akan mengambil sebuah keputusan dari hasil tersebut yang
sebelumnya perusahaan harus mengetahui titik aman dimana perusahaan
tidak akan menderita kerugian.
Penulis mendeskripsikan pemikiran tersebut kedalam sebuah kerangka
sebagai berikut.
Analisis BEP
Perencanaan
laba jangka
pendek
Biaya Tetap
Biaya Variabel
Volume
Penjualan
Harga Jual
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran Teoritis break evet point
Download