BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja Motivasi kerja

advertisement
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Motivasi Kerja
Motivasi kerja merupakan hasil interaksi antara individu dengan situasi
tempat dia bekerja, tentu saja setiap individu memiliki dorongan motivasional
dasar yang berbeda-beda. Motivasi kerja dapat didefinisikan sebagai proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang individu untuk mencapai
tujuannya (Robbins and Judge,2009). Motivasi bukanlah gagasan yang pasif.
Motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut
bertindak (Mathis and Jackson,2004). Kata-kata kebutuhan, keinginan,hasrat, dan
dorongan, semuanya serupa dengan motif, yang merupakan asal dari kata
motivasi.
Motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja,
sehingga kuat atau lemahnya motivasi pegawai ikut menentukan besar kecilnya
prestasi kerja. Handoko (2001), berpendapat motivasi adalah sebagai keadaan
dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada
seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku
guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.
Motivasi kerja merupakan salah satu topik yang paling banyak diteliti
secara intensif dalam penelitian ilmu sosial. Terutama dalam ruang lingkup
manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, motivasi sering
12
dijabarkan
menjadi
faktor
intrinsik
atau
ekstrinsik
(Sansone
and
Harackiewicz,2000).
2.2
Teori-teori Motivasi
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai konsep motivasi, dalam hal ini
banyak teori yang mengupas tentang motivasi. Teori motivasi dibagi menjadi dua
macam yaitu : (1) content theories (teori kepuasan) dan
(2) process theories
(teori proses). Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor individu
yang mendorong, mengarahkan dan mempertahankan perilaku. Teori ini mencoba
menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang
mendorong semangat kerja seseorang. Sedangkan teori proses menerangkan dan
menganalisis bagaimana perilaku didorong, diarahkan, dipertahankan dan
dihentikan.
2.2.1
Teori motivasi berbasis konten
Teori motivasi ini dikemukakan oleh Mc Gregor (1967), pandangan teori
ini mengokohkan pengertian tentang faktor-faktor di dalam individu yang
menyebabkan bertindak dengan cara tertentu. Menurut pandangan teori ini,
seseorang mempunyai kebutuhan yang membuat mereka bersemangat dan
termotivasi untuk memenuhi kebutuhannya artinya seorang bertindak atau
berperilaku menurut cara-cara ke arah pemuasan kebutuhan yang harus dipenuhi.
1) Teori hirarki kebutuhan Maslow
Hirarki kebutuhan manusia merupakan predictor dan descriptor dari
motivasi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut disusun dalam suatu hirarki
13
kepentingan. Bila suatu kebutuhan telah dipuaskan, yang lainnya
tumbuh dan menuntut kepuasan. Menurut Maslow kebutuhan manusia
digolongkan dalam lima kategori yaitu :
(1) Kebutuhan fisik (lapar dan haus)
(2) Kebutuhan akan rasa aman (kebutuhan akan keselamatan dan
bebas dari
rasa takut)
(3) Kebutuhan sosial (persahabatan dan kekerabatan)
(4) Kebutuhan akan penghargaan (kebutuhan untuk mencapai
kepercayaan
diri,
prestasi,
kompetensi,
penghargaan
diri,
kebebasan serta independensi (ketidak tergantungan)
(5) Kebutuhan
untuk
mewujudkan
diri
(pengembangan
dan
aktualisasi diri).
Sebuah asumsi sering kali dibuat dengan menggunakan hirarki Maslow
bahwa pekerja di masyarakat modern dan berkembang secara
teknologi pada dasarnya telah memenuhi kebutuhan fisiologis,
keselamatan, dan kebersamaan mereka. Oleh karena itu, mereka akan
termotivasi oleh kebutuhan akan rasa harga diri dan penghargaan dari
orang lain, dan kemudian kebutuhan akan aktualisasi diri. Akibatnya,
kondisi untuk memenuhi kebutuhan ini harus ada di tempat kerja guna
memungkinkan pekerjaan itu sendiri menjadi berarti dan memberikan
motivasi
14
2) Teori X dan Y
Mc. Gregor
(1967), menjawab kebingungan kontradiksi para ahli
filsafat dan hakekat rangkap dalam diri manusia. Manusia bisa
bersikap lembut dan simpatik sedangkan di sisi lain memiliki
kecenderungan bersikap kejam dan agresif. Mc. Gregor (1967),
menuangkan pendapatannya dalam teori X dan teori Y. Menurut teori
X, manajer harus mempolakan, mengontrol atau mengawasi secara
langsung terhadap perekrutan karyawan, yang berarti karyawan
dimotivasi dengan jalan memberikan sanksi atau hukuman yang tegas.
Teori Y beranggapan bahwa manajer akan bersikap membantu,
mendukung dan mempermudah orang-orang dalam mengembangkan
kreativitas tugas-tugasnya, dengan memotivasi pegawai dengan cara
memberi imbalan dan penghargaan.
3) Teori dua faktor Herzberg
Ketidakpuasan kerja dan kepuasan kerja muncul dari dua faktor yang
terpisah. Pertama, faktor penyebab ketidakpuasan kerja disebut
hygiene factor di dalamnya termasuk gaji, kondisi kerja dan kebijakan
organisasi. Kedua, faktor penyebab kepuasan (faktor yang memotivasi)
termasuk prestasi, pengetahuan, tanggung jawab dan kemajuan.
Semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja.
Cara terbaik memotivasi pegawai adalah dengan memasukkan unsur
tantangan dan kesempatan guna mencapai keberhasilan ke dalam
pekerjaan mereka.
15
2.2.2
Teori motivasi berbasis proses
Dasar teori proses dari motivasi adalah gagasan tentang penghargaan yaitu
apa yang seseorang perkirakan akan terjadi sebagai hasil perilakunya. Faktor lain
dalam motivasi adalah derajat kekuatan dari preferensi seseorang terhadap hasil
yang diharapkan.
1) Teori harapan (expectancy theory)
Menurut Vroom (1964), motivasi adalah hasil dari tiga faktor yaitu,
seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi), perkiraan
orang itu tentang kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan
menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan), dan perkiraan bahwa
prestasi itu akan menghasilkan perolehan imbalan (instrumentalitas).
Teori ini menilai besar dan arah semua kekuatan yang mempengaruhi
individu, tindakan yang didorong oleh kekutan paling besar adalah
tindakan yang mungkin dilakukan individu karena adanya insentif
yang menarik.
2) Teori keadilan (equity theory)
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam
motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atas keadilan dari
penghargaan yang diterima. Orang menilai keadilan dari imbalan
mereka dengan membandingkan dengan imbalan yang diterima orang
lain untuk input yang serupa yang diterima.
16
3) Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Teori ini memfokuskan pada proses penetapan tujuan itu sendiri,
dalam teori ini mengasumsikan manusia sebagai individu yang
berpikir, yang berusaha untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Robbins dan Judge (2009), kecenderungan manusia menetapkan dan
berusaha mencapai tujuan akan terjadi jika manusia memahami dan
menerima tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Tujuan spesifik dan
tujuan menantang dapat menjadikan pemotivasian yang efektif baik
bagi individu maupun untuk kelompok.
4) Teori kebutuhan McClelland
Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan : pencapaian, kekuatan dan
hubungan. Hal-hal tersebut didefinisikan sebagai berikut.
(1) Kebutuhan pencapaian (need for achievement) adalah dorongan
untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk
berhasil.
(2) Kebutuhan kekuatan adalah kebutuhan untuk membuat individu
lain berprilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan
berprilaku sebaliknya.
(3) Kebutuhan hubungan (need for affiliation) adalah keinginan untuk
menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
5) Teori Evaluasi kognitif (cognitive evaluation theory)
Deci dan Ryan (2000) menyatakan bahwa pemberian penghargaanpenghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan
17
secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara
keseluruhan. Dengan kata lain teori ini
menyatakan, ketika
penghargaan-penghargaan ekstrinsik diberikan kepada seseorang
karena mengerjakan tugas yang menarik, hal itu justru menurunkan
minat intrinsik dalam tugas itu sendiri. Hal ini dapat terjadi karena
individu tersebut mengalami kehilangan kendali atas perilakunya
sendiri, sehingga motivasi intrinsik yang sebelumnya ada mulai
berkurang.
6) Self-Determination theory
Dalam Teori Self Determination (Deci and Ryan,2000), menemukan
adanya perbedaan motivasi berdasarkan perbedaan alasan dan tujuan
yang ingin dicapai yang menjadi dasar untuk melakukan tindakan.
Menurut Latham dan Pinder (2004) motivasi kerja didefinisikan
sebagai ”seperangkat daya atau kekuatan yang bersumber baik di
dalam maupun di luar individu, yang memulai perilaku terkaitpekerjaan, dan menentukan bentuk,arah, intensitas, dan durasinya.
Motivasi dibedakan menjadi 2, sebagai berikut.
(1) Motivasi intrinsik, yaitu dorongan untuk melakukan sesuatu
karena tertarik atau memang menikmatinya. Motivasi intrinsik
timbul ketika perilaku individu berorientasi pada kepuasan dari
pemenuhan
kebutuhan
psikologis
dibandingkan
dengan
mendapatkan penghargaan dalam bentuk materi (Deci and Ryan,
2000). Dengan kata lain, motivasi adalah intrinsik ketika
18
seseorang melakukan aktivitas untuk kepentingan aktivitas itu
sendiri.
Independensi, variasi pekerjaan, kreativitas, tanggung
jawab, kemampuan kerja, keamanan kerja, status sosial,
pencapaian kerja dan aktivitas merupakan beberapa faktor yang
mewakili motivasi intrinsik (Toker,2011). Elemen-elemen dari
motivasi intrinsik antara lain: ketertarikan pada pekerjaan,
keinginan untuk berkembang, senang pada pekerjaannya dan
menikmati pekerjaannya.
(2) Motivasi ekstrinsik yaitu dorongan untuk melakukan sesuatu
karena imbalan materi yang menyertainya. Motivasi ekstrinsik
timbul ketika pekerja mampu secara langsung memenuhi
kebutuhannya, yang paling terpenting dengan cara kompensasi
berupa uang. Supervisi (secara teknik), supervisi (dalam
hubungan
antar
pegawai),
pengakuan,
kebijakan-kebijakan
perusahaan, dan kompensasi merupakan beberapa dari faktor
motivasi
ekstrinsik
(Toker,2011).
Faktor-faktor
motivasi
ekstrinsik merupakan faktor-faktor dari luar pegawai itu sendiri,
seperti : kebijakan organisasi, pelayanan administrasi, supervisi
dari atasan, hubungan dengan teman sekerja, kondisi kerja, gaji
yang diperoleh, dan ketenangan kerja.
SDT adalah teori yang memfokuskan pada sifat dari motivasi, yaitu
“mengapa suatu perilaku terjadi”. Asumsi yang mendasarinya adalah
bahwa “manusia adalah organisme aktif yang berorientasi pada
19
pertumbuhan yang secara alamiah cenderung mengintegrasikan unsurunsur psikis mereka ke dalam rasa diri yang dipersatukan dan
mengintegrasikan diri mereka ke dalam struktur sosial yang lebih
besar” (Deci and Ryan, 2000). SDT membedakan motivasi menjadi
dua tipe, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik
dalam hal tingkat inheren dari determinasi diri (self determination)
terdiri dari empat tipe, yaitu sebagai berikut.
(1) Regulasi
terintregasi
(integrated
regulation)
mencakup
keterlibatan dalam sebuah aktivitas dari sebuah perspektif
ekstrinsik dalam cara yang penuh pilihan.
(2) Regulasi teridentifikasi (identified regulation) mengacu pada
melakukan sebuah aktivitas karena seorang mengidentifikasi nilai
atau maknanya dan menerimanya sebagai miliknya sendiri.
(3) Regulasi introjected (introjected regulation) merupakan regulasi
prilaku
melalui
kemungkinan
kepantasan
diri,
seperti
penghargaan diri, rasa bersalah.
(4) Regulasi eksternal (external regulation) merupakan tindakan yang
diregulasikan
dalam
arti
eksternal,
seperti
mendapatkan
penghargaan dan menghindari hukuman.
(5) Amotivation mengacu pada kurangnya tujuan dan kehendak di
dalam tindakan seseorang.
20
Memakai konsep SDT, Vallerand et al. (1992) menyatakan dan
menunjukkan bahwa paling tidak terdapat tiga tipe motivasi intrinsik,
yaitu sebagai berikut.
(1) Motivasi intrinsik untuk tahu ( melibatkan aktivitas untuk
memperoleh kesenangan dari proses pembelajaran).
(2) Motivasi intrinsik yang berhubungan dengan pencapaian pribadi
(melakukan
aktivitas
untuk
kesenangan
dalam
mencoba
melampaui kemampuan diri sendiri).
(3) Motivasi intrinsik untuk mengalami stimulasi (melakukan
aktivitas untuk kesenangan terhadap keindahan dan panca indra).
Berdasarkan uraian teori motivasi yang disebutkan oleh para ahli tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa motivasi selain berfungsi sebagai alat bagi seorang
manajer untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan, juga sebagai konsep yang
dapat merupakan kendali seseorang dalam berperilaku. Inti dari motivasi adalah
pemenuhan kebutuhan, baik kebutuhan internal maupun kebutuhan eksternal yang
selanjutnya dapat dikatakan secara sederhana merupakan pemenuhan kebutuhan
material dan pemenuhan kebutuhan non-material.
Dalam setiap organisasi, baik di sektor publik ataupun swasta, para
pegawai dapat termotivasi oleh kedua faktor –faktor baik intrinsik maupun
ekstrinsik yang dapat memenuhi persepsi mereka yang berkaitan dengan sukses,
penghargaan dan kepuasan. Motivasi kerja dinyatakan juga sebagai gabungan
antara berbagai macam aspek-aspek seperti arah, intensitas dan persistensi dari
21
kerja yang dihubungkan dengan perilaku yang diharapkan oleh organisasi atau
perwakilannya.
Pada kenyataannya, tujuan utama dari penelitian tentang motivasi kerja
bukanlah untuk mengetahui mengapa para pegawai bertindak seperti yang mereka
inginkan, tetapi selain itu untuk mengetahui bagaimana memotivasi para pegawai
untuk melakukan kewajiban dan tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi.
2.3.
Faktor-Faktor Penentu Motivasi
Pada hakekatnya motivasi dipengaruhi oleh beberpa faktor, ada 3 (tiga)
faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu sebagai berikut.
2.3.1
Karakteristik individu
Karakteristik individu adalah ciri pribadi seseorang yang obyektif serta
membedakan orang tersebut dari orang lain. Karakteristik individu akan dibawa
oleh setiap individu ke dalam dunia kerja sehingga karakteristik individu tersebut
sangat mempengaruhi hasil dari suatu pelaksanaan pekerjaan. Karakteristik
individu meliputi sikap, minat dan kebutuhan.
1) Sikap
Sikap
adalah
obyektivitas
dan
pertimbangan
evaluatif
yang
mencerminkan perasaan pegawai terhadap pelaksanaan pekerjaan.
Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu.
Komponen perilaku suatu sikap merujuk ke suatu maksud untuk
berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
Lebih lanjut diuraikan oleh Robbins and Judge (2009) bahwa dalam
22
organisasi, sikap merupakan hal yang penting karena sikap itu
mempengaruhi perilaku kerja, seperti kepuasan kerja, rasa tanggung
jawab, mengutamakan kepentingan organisasi dan mempunyai
komitmen tinggi terhadap organisasi. Para pegawai memiliki sikapsikap atau cara pandang tentang beberapa aspek dalam pekerjaan, karir
dan organisasi mereka. Secara umum, para praktisi sumber daya
manusia mengetahui pentingnya situasi kerja yang menyebabkan
terbentuknya sikap pegawai. Sikap adalah pernyataan evaluatif –baik
yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap obyek,
individu, atau peristiwa (Robbins and Judge, 2009). Sikap merupakan
salah satu karakteristik individu yang menjadi faktor utama penentu
motivasi Tiga komponen utama dari sikap yaitu sebagai berikut.
(1) Komponen kesadaran/kognitif (cognitive component), merupakan
segmen opini atau keyakinan dari sikap.
(2) Komponen perasaan/afektif (affective component), merupakan
segmen emosional atau perasaan dari sikap.
(3) Komponen perilaku (behavioral component), merupakan niat
untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau
sesuatu.
Sebagian besar penelitian dalam perilaku organisasi berhubungan
dengan tiga sikap (Robbins dan Judge,2009), yaitu sebagai berikut.
(1) Kepuasan kerja (job satisfaction), yang dapat didefinisikan
sebagai suatu perasaan positif tentang suatu pekerjaan yang
23
merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya.
Kepuasan kerja juga didefinisikan sebagai ”keadaan emosi yang
menyenangkan atau positif yang didapat dari penilaian terhadap
suatu pekerjaan atau pengalaman kerja.” Dalam perspektif dunia
penelitian dan praktisi, sikap pegawai yang paling nyata adalah
kepuasan kerja.
(2) Keterlibatan pekerjaan (job involvement), yang didefinisikan
sebagai tingkat sampai mana seseorang memihak sebuah
pekerjaan,
berpartisipasi
secara
aktif
didalamnya,
dan
menganggap kinerja penting sebagai bentuk penghargaan diri.
(3) Komitmen organisasional (organizational commitment), yang
didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seorang pegawai
memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
(4) Sebuah konsep sikap yang paling baru adalah keterlibatan
karyawan (employee engagement), yang didefinisikan sebagai
keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja
yang mereka lakukan.
2) Minat
Minat adalah kecenderungan perasaan pegawai untuk menyenangi atau
tidak menyenangi suatu pekerjaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1990). Minat yang dimaksud dalam konteks ini adalah yang berkaitan
dengan pekerjaan, yaitu kecenderungan seorang pegawai untuk
24
menyenangi atau tidak terhadap pekerjaan yang dilakukan seperti
misalnya minat terhadap pekerjaan yang berpeluang untuk maju atau
didasari prestasi kerja sendiri serta meminati pekerjaan yang memiiki
kebebasan untuk mengatur segala sesuatunya sendiri.
3) Kebutuhan
Kebutuhan yaitu kesesuaian kebutuhan material (kompensasi) dan
kebutuhan non material (rasa aman, penghargaan, aktualisasi diri)
seorang pegawai dengan hasil kerja yang telah dilaksanakannya.
Kompensasi yaitu kesesuaian antara balas jasa dalam bentuk uang
berupa insentif diluar gaji pokok berupa honor tambahan berkaitan
dengan prestasi pekerjaan yang telah dilakukan seorang pegawai di
dalam organisasi. Kompensasi sangat penting bagi pegawai karena
besarnya kompensasi merupakan cerminan ukuran nilai pekerjaan
pegawai itu sendiri. Besar kecilnya kompensasi akan dapat
mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Berkaitan dengan kompensasi
dalam konteks disini adalah balas jasa yang diterima di luar gaji pokok
berupa insentif disesuaikan dengan prestasi kerja seorang pegawai.
Apabila pemberian kompensasi pada pegawai dilakukan secara merata
dan sesuai dengan tingkat beban kerja yang dilakukannya maka akan
dapat menumbuhkan motivasi kerja yang tinggi bagi pegawai
bersangkutan dan berdampak positif terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Kebutuhan non material yang dimaksud dalam konteks ini
meliputi: (a) rasa aman, yaitu nilai keamanan dan rasa terlindugi
25
selama
bekerja,
(b)
penghargaan,
yaitu
kesesuaian
antara
penghormatan atas kompensasi bukan dalam bentuk uang dengan hasil
kerja, dan (c) aktualisasi, yaitu pengakuan terhadap eksistensi dan
potensi diri seseorang.
2.3.2
Karakteristik pekerjaan
Menurut Swasto (1996), karakteristik pekerjaan adalah segala aspek dari
suatu pekerjaan yang menjelaskan sifat-sifat umum yang dicerminkan
dalam perilaku oleh orang yang mengerjakannya. Karakteristik pekerjaan
akan berpengaruh pada aktivitas personal pegawai yaitu pegawai dapat
mempelajari pekerjaan yang menjadi tugasnya
dan
pegawai
dapat
melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produktifitas kerjanya.
Karakteristik pekerjaan yang dimaksud adalah identitas tugas, otonomi dan
umpan balik.
1) Identitas tugas
Identitas tugas merupakan tingkat urutan terperinci suatu pekerjaan
yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan, meliputi
pemahaman pegawai terhadap prosedur kerja serta menjamin kejelasan
wewenang dan tanggung jawab. Dengan diketahui identitas tugas yang
jelas maka karyawan dapat melaksanakan seluruh pekerjaan secara
utuh dan dapat mengidentifikasi hasil-hasil usaha mereka, sehingga
pekerjaan tersebut benar-benar dapat dihayati dan menimbulkan rasa
kesenangannya pada pekerjaan (Swasto, 1996).
26
2) Otonomi
Otonomi menurut Swasto (1996) merupakan suatu tingkat kebebasan
dan kemandirian seorang pegawai terhadap pekerjaan yang akan
dilaksanakan. Dengan otonomi berarti seseorang pegawai memperoleh
kebebasan/berwenang berinisiatif dalam bekerja, mengatur prosedur
penyelesaian pekerjaan, keterlibatan
kerja yang tinggi dan
menumbuhkan rasa tanggung jawab kerjanya.
3) Umpan balik
Umpan balik merupakan tingkat informasi yang diperoleh seorang
karyawan mengenai hasil kerja yang meliputi pengetahuan karyawan
tentang seberapa jauh prestasi yang telah dicapai dalam waktu tertentu
dan seberapa jauh atasan puas dengan hasil kerja yang telah dilakukan.
Dengan umpan balik yang diberikan organisasi, karyawan akan
memperoleh informasi mengenai prestasi kerjanya selama bekerja di
dalam organisasi sehingga seseorang akan mengetahui sejauh mana
keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan (Swasto, 1996).
2.3.3
Karakteristik situasi kerja
Karakteristik situasi kerja yang dimaksud disini adalah faktor situasi di
dalam lingkungan kerja dimana individu bersangkutan melakukan aktivitas kerja
sehari-hari. Adapun yang berkaitan dengan karkateristik situasi kerja adalah:
1) Kerjasama
Kerjasama menurut Swasto (1996) merupakan kemampuan dalam
melaksanakan tugas yang dibebankannya. Dengan kerjasama yang baik
27
di dalam organisasi antar pegawai di dalamnya serta dengan atasan
akan menciptakan koordinasi kerja yang baik sehingga kegiatan kerja
dapat berjalan lancar dikarenakan masing-masing pegawai mampu
menyerasikan pekerjaan dengan tugas-tugas orang lain secara
harmonis.
2) Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan kemampuan pimpinan dalam
menggerakkan bawahannya dengan penerapan model kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan terdiri dari.
(1) Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi (achievement
oriented leadership). Cirinya yaitu pemimpin memberikan
pekerjaan yang bersifat menantang dengan harapan bawahannya
termotivasi dan akan berusaha mencapai tujuan itu dengan upaya
yang maksimal. Selain itu pimpinan menaruh kepercayaan bahwa
bawahan akan memenuhi tuntutan pimpinannya. Gaya ini dapat
diterapkan
pada bawahan dalam mengerjakan tugas rutin yang
sederhana maupun yang sulit melalui pemberian motivasi,
dorongan semangat dan penanaman rasa percaya diri.
(2) Gaya kepemimpinan direktif (directive leadership). Cirinya ialah
pemimpin memberi kesempatan kepada bawahannya untuk
mengetahui apa yang menjadi harapan pimpinan dan bagaimana
mencapai keinginan itu. Jadi kepemimpinan jenis ini berorientasi
pada hasil kerja. Gaya ini dapat diterapkan bila bawahan
28
menghadapi
tugas-tugas
yang
kompleks
yaitu
dengan
memberikan petunjuk mengurangi tingkat kesulitan yang ada
dan membantu memudahkan
penyelesaian tugas
dan
tercapainya tujuan.
(3) Gaya kepemimpinan yang partisipatif (participative leadership)
dengan ciri pemimpin berkonsultasi dengan
bawahannya
dan bertanya untuk mendapat masukan dan saran-saran dalam
rangka pengambilan keputusan. Gaya ini diterapkan bila
pimpinan membutuhkan informasi yang diperlukan dalam rangka
pengambilan keputusan maupun pada saat para bawahan
menghadapi tugas-tugas yang tidak rutin dan rumit.
(4) Gaya kepemimpinan suportif (suportive leadership), dengan ciri
pemimpin berusaha mendekatkan diri dan bersikap ramah serta
menyenangkan bawahannya. Gaya ini efektif diterapkan pada
bawahan yang tinggal menerima paket kerja, bawahan bersifat
reseptif terhadap keputusan atasan serta tidak diikutsertakan
dalam penentuan kegiatan.
3) Peraturan dan kebijakan
Peraturan adalah ketentuan yang berlaku yang sudah ditetapkan dan
harus diikuti. Kebijakan merupakan kesesuaian peraturan dan
ketentuan yang ditetapkan oleh organisasi dengan ketentuan yang
berlaku umum. Kebijakan terdiri dari hal-hal berikut.
29
(1) Prosedur
kerja
yaitu
langkah-langkah
kegiatan
untuk
penyelesaian pekerjaan.
(2) Prosedur promosi yaitu pemberian penghargaan kepada pegawai
yang berprestasi dengan melalui peningkatan jabatan.
(3) Sistim pemberian insentif yaitu pengaturan pemberian insentif
sesuai beban kerja dan aturan yang berlaku.
(4) Sistim penilaian hasil kerja pegawai yaitu pemberian penilaian
hasil pelaksanaan pekerjaan pegawai secara obyektif dan terbuka
sesuai prestasi kerjanya.
(5) Peraturan jam kerja yaitu ketentuan mengenai jam kerja yang
harus ditaati pegawai dan mendapatkan sanksi apabila dilanggar.
2.4
Insentif
Kompensasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana
dan mengapa orang-orang memilih untuk bekerja di sebuah organisasi daripada
organisasi yang lain. Insentif merupakan salah satu bentuk kompensasi langsung
dalam bentuk penghasilan tidak tetap yang diterima oleh pegawai. Penghasilan
tidak tetap (variable pay) merupakan jenis lain dari imbalan kerja langsung yang
dihubungkan dengan kinerja individual, tim, atau organisasional. Menurut Mathis
and Jackson (2004), terdapat tiga jenis insentif dari perspektif pemberian, yaitu
sebagai berikut.
1) Insentif individual, diberikan untuk memberikan penghargaan pada
usaha dan kinerja individual.
30
2) Insentif tim atau kelompok, diberikan untuk memberi penghargaan
pada seluruh kelompok kerja atau tim untuk kinerjanya.
3) Insentif organisasional, diberikan berdasarkan pada hasil kinerja dari
seluruh organisasi.
Secara umum telah diterima bahwa pemberian insentif dipercaya mampu
meningkatkan nilai-nilai dan kinerja organisasi. Salah satu motivasi ekstrinsik
yang diharapkan oleh setiap pegawai baik yang bekerja di sektor publik maupun
swasta adalah berupa insentif yang diterima atas pekerjaan yang telah dilakukan
selain gaji. Namun telah diketahui pula, tidak semua sependapat bahwa program
insentif memiliki kemampuan untuk meningkatkan outcome yang positif dan
beberapa kasus selama ini menunjukkan indikasi bahwa insentif dapat
menurunkan produktivitas dan kinerja. Ketika seorang pekerja dijanjikan
penghargaan
atas
kinerjanya,
maka
para
pekerja
mulai
melaksanakan
pekerjaannya hanya untuk mendapatkan penghargaan yang bersifat ekstrinsik
dibandingkan dengan alasan intrinsik dari pekerjaan itu sendiri. Oleh karena itu,
persepsi dari penentuan-diri dikatakan menurun dan motivasi serta kualitas kinerja
juga menurun. Dalam beberapa tahun terakhir, pendapat di atas mendapatkan
kepopulerannya. Namun beberapa penelitian yang signifikan membantah
pendapat bahwa penghargaan menurunkan motivasi dan kinerja. Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa secara umum, para pekerja lebih menikmati aktivitas
kerja atau tugasnya ketika mereka mendapatkan penghargaan dan argumen bahwa
penghargaan menurunkan kinerja tidak didukung oleh data eksperimen. Hasil
31
penelitian tersebut menyatakan bahwa penghargaan dapat digunakan secara
efektif untuk meningkatkan motivasi dan kinerja..
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di luar negeri, menunjukkan
bahwa tidak seperti pegawai di sektor swasta, pegawai di sektor publik tidak
terlalu termotivasi oleh uang/upah, mereka lebih termotivasi oleh keinginan yang
kuat untuk melayani kebutuhan dan kepentingan publik (Perry and Wise,1990).
Dari penelitian diatas terlihat bahwa dalam bekerja, pegawai sektor publik di luar
negeri lebih termotivasi oleh faktor-faktor intrinsik dibandingkan oleh faktorfaktor ekstrinsik, seperti insentif. Namun belum ditemukan apakah penelitian
tersebut relevan dengan kondisi pegawai sektor publik di Indonesia pada
umumnya dan di Bali pada khususnya.
2.5
Keadilan (equity)
Dalam salah satu teori motivasi modern yaitu teori keadilan (equity theory)
dinyatakan bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil
pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain dan
kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan. Teori ini juga
menyatakan bahwa pegawai akan kehilangan motivasi kerjanya jika mereka
memberikan input yang lebih besar dibandingkan dengan output yang diberikan
oleh perusahaan. Kebijakan dalam pemberian insentif merupakan salah satu cara
memberikan penghargaan bagi pegawai untuk dapat meningkatkan kinerja, tidak
hanya itu, teori ekuitas juga dapat diterapkan sebagai sarana untuk meningkatkan
motivasi kerja pegawai. Namun apabila kebijakan pemberian insentif tidak sama
32
kepada seluruh pegawai, maka akan dapat menimbulkan rasa ketidakadilan bagi
pegawai. Setiap individu menghubungkan apa yang mereka dapat dari situasi
pekerjaan (hasil-hasil) dengan apa yang mereka berikan (masukan-masukan), dan
kemudian mereka membandingkan rasio hasil masukan mereka dengan rasio hasil
masukan individu lain yang relevan. Bila seorang individu merasa rasio mereka
sama dengan rasio individu lain yang relevan dengan siapa mereka
membandingkan diri mereka sendiri, maka bisa dikatakan ada suatu keadaan yang
adil. Ketika mereka meganggap rasio tersebut tidak adil maka mereka akan
mengalami ketegangan keadilan. Empat perbandingan rujukan yang bisa
digunakan oleh seorang pegawai, yaitu sebagai berikut.
1) Diri-di dalam, artinya pengalaman-pengalaman seorang pegawai dalam
posisi yang berbeda di dalam organisasi pegawai tersebut pada saat ini.
2) Diri-di luar, artinya pengalaman-pengalaman seorang pegawai dalam
posisi atau situasi di luar organisasi pegawai tersebut pada saat ini.
3) Individu lain-di dalam, artinya individu atau kelompok individu lain di
dalam organisasi pegawai tersebut.
4) Individu lain-di luar, artinya individu atau kelompok individu lain di
luar organisasi pegawai tersebut.
Rujukan yang dipilih oleh seorang pegawai akan dipengaruhi oleh informasi yang
dimiliki pegawai tersebut tentang rujukan dan oleh daya tarik dari rujukan
tersebut.
Dari hasil penelitian terbaru Latham and Pinder (2004), keadilan kemudian
dipandang dari sudut keadilan organisasional (organizational justice), yang
33
didefinisikan sebagai persepsi keseluruhan dari apa yang adil di tempat kerja,
yang terdiri dari keadilan distributif, prosedural dan interaksional. Satu elemen
penting dari keadilan organisasional adalah persepsi seorang individu tentang
keadilan, dengan kata lain keadilan bisa bersifat subjektif dan terletak dalam
persepsi individu tersebut. Apa yang dianggap tidak adil oleh seseorang mungkin
dianggap sangat layak oleh individu lain. Pada umumnya, setiap individu
mempunyai bias yang egosentris atau memikirkan diri sendiri. Mereka
menganggap adil pemberian-pemberian atau prosedur yang menguntungkan diri
mereka. Keadilan organisasional terbagi menjadi tiga bentuk yaitu sebagai
berikut.
1) Keadilan distributif (distributive justice), adalah keadilan jumlah dan
pemberian penghargaan yang dirasakan di antara individu-individu.
Keadilan
(misalnya,
ini sangat berkaitan antara
kepuasan
dengan
kepuasan
imbalan
kerja)
dengan hasil-hasil
dan
komitmen
organisasional.
2) Keadilan prosedural (procedural justice), adalah keadilan yang dirasakan
mengenai proses
yang digunakan untuk
menentukan distribusi
penghargaan-penghargaan. Keadilan ini berhubungan erat dengan
kepuasan kerja, kepercayaan karyawan, penguduran diri dari organisasi,
prestasi kerja, dan perilaku kewargaan organisasional.
3) Keadilan interaksional (interactional justice), adalah persepsi individu
tentang tingkat sampai mana ia diperlakukan dengan martabat, perhatian,
dan rasa hormat.
34
Teori keadilan memprediksi bahwa, untuk sebagian besar karyawan,
motivasi dipengaruhi secara signifikan oleh penghargaan-penghargaan individu
lain dan oleh penghargaan-penghagaan individu itu sendiri.
2.6
Tanggung Jawab
Individu yang bekerja dalam suatu organisasi memiliki tanggung jawab
kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi tempatnya bekerja. Tanggung jawab
adalah kewajiban untuk melaksanakan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban
tertentu (Mathis and Jackson,2004). Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat
konsesus bahwa pegawai di sektor publik lebih termotivasi secara intrinsik.
Kebanyakan penelitian telah menyimpulkan bahwa pekerja sektor publik kurang
termotivasi secara ekstrinsik dan lebih termotivasi secara intrinsik. Pegawai sektor
publik lebih termotivasi oleh job content, pengembangan diri, pengakuan,
otonomi, pekerjaan yang menarik, dan peluang mempelajari hal-hal baru. Hanya
sebagian kecil penelitian melaporkan temuan bahwa pegawai sektor publik
menunjukkan motivasi kerja internal yang lebih lemah daripada rekan mereka di
sektor privat.
Bagian terpenting dalam memotivasi karyawan adalah memberikan arahan
yang tepat dan menentukan tujuan atas apa yang akan mereka kerjakan. Tugas
yang dirasakan berat oleh seseorang, mendorong mereka untuk mengeluarkan
usaha terbaik mereka dalam kemampuan kinerja terbaik mereka untuk
menyelesaikan tugas tersebut dibandingkan membuat tujuan kinerja yang lebih
spesifik.
35
2.7
Sikap individu terhadap unit organisasi dari perspektif Theory of
Planned Behavior (teori perilaku yang terencana)
Theory of Planned Behavior (TPB) yang dinyatakan oleh Ajzen (1991)
merupakan salah satu teori psikologi-sosial yang paling berpengaruh dan
terpercaya dalam memprediksi perilaku manusia. Hal yang paling sentral dalam
teori ini menyatakan bahwa keputusan-keputusan atas perilaku seseorang tidak
dilakukan secara spontanitas, tetapi merupakan hasil dari proses-proses yang
berdasar dimana perilaku tersebut dipengaruhi secara tidak langsung oleh sikapsikap, norma-norma, dan persepsi-persepsi dari perilaku yang terkontrol. Seperti
teori aslinya yaitu teori tindakan beralasan (theory of reasoned action), sebuah
faktor sentral dalam teori perilaku terencana adalah minat individu untuk
melakukan
motivasional
sebuah
sesuatu.
Minat
diasumsikan
mewakili
faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku. Menurut Ajzen (1991), minat
mengindikasikan seberapa kuat keinginan seseorang untuk mencoba, dan berapa
banyak usaha yang mereka rencanakan untuk dikerahkan, untuk melakukan
sebuah perilaku tertentu.
36
Download