Standar Perlindungan Hak – Hak Tersangka atau Terdakwa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Alasan Pemilihan Judul
Hak-hak individu lebih sering dilekatkan dengan kata Hak Asasi
Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human
Rights. Pada saat ini hak-hak asasi manusia terdapat dalam berbagai
dokumen resmi internasional yang sudah menjadi standar baku
universal. Sebagian dari dokumen internasional tersebut dikenal
dengan istilah The International Bill of Rights, yang terdiri atas empat
dokumen PBB yaitu :
1.
Universal Declaration of Human Rights tahun 1948;
2.
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
tahun 1966;
3.
International Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966;
4.
Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political
Rights tahun 1966.
Hak Asasi Manusia sering didefenisikan sebagai hak-hak yang
demikian melekat pada sifat manusia, sehingga tanpa hak-hak itu
manusia tidak mungkin mempunyai martabat sebagai manusia
(inherent dignity). Dan oleh sebab itu pula dikatakan bahwa hak-hak
tersebut adalah tidak dapat dicabut (inalienable) dan tidak boleh
dilanggar (inviolable) dalam keadaan apapun. Mukadimah Universal
Declaration of Human Rights dimulai dengan kata-kata ini, yaitu
“…recognition of the inherent dignity and of the equal and
inalienable rights of all members of the human family…”. Kata equal
menunjukkan tidak boleh adanya diskriminasi
1
dalam perlindungan
negara atau jaminan negara atas hak-hak individu tersebut.
Dalam persamaan kedudukan di hadapan hukum (equality before the
law) dan asas bahwa manusia harus dianggap tidak bersalah sebelum
dibuktikan ada kesalahannya itu atau asas praduga tak bersalah
(presumption of innocence) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia secara eksplisit menyatakan tentang “asas
praduga tak bersalah” dan “asas legalitas”, dalam Pasal 18 ayat (1)
dan ayat (2) :
“Setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena
disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap
tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam
suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum
yang diperlukan untuk pembelanya, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
“Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau
dijatuhkan pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan
perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana itu
dilakukannya”.
Yang dimaksud diskriminasi ialah wajib dihindarinya perbedaan berdasarkan :
race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social,
origin, property, birth or other status.
Pengertian tersangka atau terdakwa sering disalahartikan oleh
kebanyakan masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa seolaholah tersangka atau terdakwa itu sudah pasti bersalah. Padahal yang
berhak menentukan bersalah atau tidaknya adalah pengadilan, dengan
adanya putusan dari pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap hal inilah yang menjadikan tersangka dan terdakwa rentan
menjadi korban pelanggaran HAM. Hal inilah yang membuat penulis
tertarik untuk meneliti hak- hak tersangka dan terdakwa yang mana
hak – hak tersebut telah dilindungi dan dijamin dalam instrumen
HAM dilihat dari standar perlindungan hukum nasional dan hukum
internasional.
Latar Belakang Masalah
Terdapat banyak batasan tentang hak asasi manusia, bila
konsep HAM disesuaikan dengan kebudayaan negara Indonesia
yang berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945, ada beberapa pasal
yang sangat berkaitan erat dengan perlindungan hukum atas hak
asasi tersangka , terdakwa dan terpidana yaitu pasal 27 ayat (1),
pasal 28D ayat (1), pasal 28G ayat (1) dan (2) , pasal 281 ayat (1)
dan (2) dan pasal 28J ayat (1) dan (2). Ketentuan pasal- pasal dalam
UUD 1945 sebagaimana dimaksud diatas , secara normatif
konstitusional memberikan jaminan terhadap setiap orang :
Pertama , kedudukan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Kedua, perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
Ketiga, perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat
dan harta benda yang dibawah kekuasaannya.
Keempat, rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
Kelima, untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia.
Keenam, hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum.
Ketujuh, mendapatkan perlindungan dan bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apapun.
Negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung
jawab untuk mentaati hak asasi. Dalam hal ini, mereka harus tunduk
pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam
instrumen-instrumen hak asasi manusia.
Salah satu sifat HAM yang UNIVERSAL, berlaku untuk
semua orang , TIDAK DAPAT DIKURANGI, TIDAK DAPAT
DIPISAHKAN (inalienable) , karena HAM dimiliki setiap orang
termasuk juga terhadap tersangka dan terdakwa yang dijamin dalam
instrumen HAM Internasional maupun Ham nasional. Hal ini selaras
dengan pernyataan yang tercantum dalam pasal 1 Deklarasi Umum
Hak Asasi Manusia:
“Setiap umat manusa dilahirkan merdeka dan sederajat dalam
harkat dan martabatnya.”
Pengertian HAM Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia :
“HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan YME dan
merupakan anugrah – Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”.
KUHAP sendiri memberi definisi “tersangka” dan “terdakwa”
sebagai berikut .
“ Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya , berdasarkan bukti permulaan patut di duga sebagai
pelaku tindak pidana” (butir 14)
“Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut , diperiksa, dan
diadili di sidang pengadilan” (butir 15)
Hak – hak tersangka adalah hak konstitusional sesorang baik yang
didapat sejak mereka lahir (HAM) maupun hak yang diberikan
undang- undang. Hak yang diberikan undang- undang terkait dengan
statusnya sebagai tersangka , hak – hak itu diatur dalam KUHAP baik
secara implisit maupun imflisit dalam rumusan pasal – pasalnya antara
lain : (a) Hak untuk mengetahui dasar alasan penerapan upaya paksa,
(b) Hak untuk memperoleh perlakuan yang manusiawi , (c) Hak untuk
mengungkapkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan , (d) Hak
untuk diam , dalam pengertian tidak mengeluarkan pernyataan atau
pengakuan , (e) Hak untuk mengajukan saksi a-de charge mulai dari
proses penyidikan, (f) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum dll.
Selain di dalam hukum nasional yaitu KUHAP perlindungan hak –
hak tersangka dan terdakwa juga di lindungi oleh hukum internasional
yaitu :
DUHAM
Di dalam DUHAM terdapat beberapa artikel mengenai perlindungan
hak – hak tersangka dan terdakwa yang meliputi hak tidak boleh
disiksa (torture) , perlakuan yang kejam dan tidak berprikemanusiaan
(cruel , inhuman or degrading treatmen)2 dan apabila terjadi
pelanggaran terhadap hak asasinya yang dijamin Konstitusi atau
undang – undang maka mereka berhak untuk mengadukan kepada
pengadilan nasional yang kompeten3 selain itu tidak seorang pun
boleh secara sewenang – wenang ditangkap , ditahan, atau dibuang
(arbitrary arrest, detention or exile)4 karena semua orang berhak
dalam kedudukan yang sama agar diperiksa secara adil dan terbuka
oleh pengadilan yang bebas dan imparsial (tidak memihak) dalam
memeriksa semua dakwaan pelanggaran kriminal (any criminal
charge) yang ditujukan kepadanya5 dan tindakan pidana yang
dituduhkan kepadanya harus dianggap tidak bersalah sampai
kesalahannya dapat dibuktikan secara hukum oleh pengadilan6 .
2
Lihat Artikel 5 DUHAM
Lihat Artikel 8 DUHAM
4
Lihat Artikel 9 DUHAM
5
Lihat Artikel 10 DUHAM
6
Lihat Artikel 11 ayat (1) DUHAM
3
ICCPR
Dalam pengaturan ICCPR menyebutkan Setiap orang yang
ditangkap atau ditahan berdasarkan tuduhan pidana harus segera
dihadapkan ke depan hakim dan berhak untuk diadili dalam jangka
waktu yang wajar, atau dibebaskan7 karena semua orang dianggap
sama di depan pengadilan dalam menentukan tindak pidana yang
dituduhkan kepadanya8 dan berhak dianggap tidak bersalah sampai
dibuktikan kesalahannya menurut hukum9 serta diberikan hak atas
jaminan – jaminan minimal yaitu diberi informasi secara rinci dalam
bahasa yang dimengerti , diberi waktu dan fasilitas yang memadai
untuk
mempersiapkan
pembelaan
dan
berhubungan
dengan
pengacara yang dipilihnya sendiri , untuk diadili tanpa penundaan
yang tidak semestinya, untuk mendapatkan bantuan hukum
kepadanya, untuk memeriksa atau meminta diperiksanya saksi-saksi
yang memberatkannya dan meminta dihadirkan dan diperiksanya
saksi-saksi atas namanya dalam kondisi yang sama sebagai saksi
terhadap dia , memiliki bantuan gratis dari penerjemah jika dia tidak
bisa memahami atau berbicara bahasa yang digunakan di pengadilan
serta tidak dipaksa untuk bersaksi melawan dirinya sendiri atau
untuk mengaku bersalah10 .
7
Lihat Artikel 9 ayat (3)
Lihat Artikel 14 ayat (1)
9
Lihat Artikel 14 ayat (2)
10
Lihat Artikel 14 ayat (3)
8
Konvensi anti penyiksaan
Untuk tujuan Konvensi ini, yang dimaksud penyiksaan
adalah setiap perbuatan dengan mana sakit parah atau penderitaan,
baik fisik maupun mental, sengaja ditimpakan pada seseorang untuk
tujuan seperti memperoleh darinya atau dari orang ketiga informasi
atau pengakuan, yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan,
atau mengintimidasi atau memaksa dia atau orang ketiga, atau untuk
suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi dalam bentuk
apapun, ketika rasa sakit atau penderitaan yang ditimbulkan oleh
atau atas hasutan atau dengan persetujuan hal ini tidak termasuk rasa
sakit atau penderitaan yang timbul atau yang terkait dengan sanksi
hukum11 oleh sebab itu setiap Negara Pihak harus senantiasa
mengawasi peraturan tentang interogasi, instruksi, metode dan
praktek serta peraturan untuk melakukan penahanan dan perlakuan
terhadap orang-orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara dalam
setiap wilayah kewenangan hukumnya, dengan maksud untuk
mencegah terjadinya kasus penyiksaan12.
11
12
Lihat pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan
Lihat Pasal 11 Konvensi Anti Penyiksaan
Kompendium PBB
Yang dimaksud dengan Kompendium PBB adalah “UN Compendium
Norms and Standards in Criminal Justice 2006” yang merupakan
kumpulan pedoman, norma dan standar dalam penegakan hukum
pidana, termasuk norma dan standar dalam penahanan dan
pemenjaraan, yang mengatur tentang prisoner (termasuk untried
prisoner / tahanan) dan Deklarasi menentang penyiksaan yang bisa
dibahas bersama dengan Konvensi Antipenyiksaan, yang memuat
Aturan Standar Minimum untuk Perlakuan terhadap tahanan Disetujui
oleh Dewan Ekonomi dan Sosial, 31 Juli 1957 (resolusi 663 CI
(XXIV), atas rekomendasi dari Kongres Pertama serta Deklarasi
Melawan Penyiksaan dan, Tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat Diadopsi oleh Majelis Umum, 9 Desember 1975.
Konvensi ini memuat hak – hak orang yang ditahan yaitu pasal 1
tentang definisi penyiksaan
13
13
, dalam pasal 12 dan 13 konvensi PBB
Setiap perbuatan di mana sakit yang berat atau penderitaan, apakah fisik atau mental, sengaja
ditimpakan pada seseorang untuk tujuan seperti memperoleh darinya atau dari orang ketiga,
informasi atau pengakuan, menghukum dia karena tindakan dia atau orang ketiga telah melakukan
atau diduga telah melakukan, atau mengintimidasi atau memaksa dia atau orang ketiga, atau untuk
suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi dalam bentuk apapun, ketika rasa sakit atau
penderitaan tersebut ditimbulkan oleh atau atas hasutan atau dengan persetujuan atau persetujuan
dari pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi. Ini tidak termasuk rasa
sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, melekat atau yang terkait dengan sanksi hukum.
menentang penyiksaan, menyatakan bahwa pihak
14
harus segera
menyelidiki setiap dugaan penyiksaan dan korban penyiksaan harus
mendapatkan kompensasi termuat dalam pasal 14, hal ini menegaskan
bahwa tersangka atau terdakwa mempunyai hak untuk tidak di siksa
dan apabila terjadi penyiksaan maka tersangka atau terdakwa
mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi.
Berdasarkan PRINSIP “PRADUGA TAK BERSALAH”
seorang tersangka atau terdakwa BELUM TENTU BERSALAH
tetapi RENTAN MENJADI KORBAN PELANGGARAN HAM:
DITANGKAP, DITAHAN, KEKERASAN DALAM TAHANAN.
Bila melihat prinsip Praduga Tak bersalah yang disebutkan dalam
pasal 8 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga
dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi :
“Setiap orang yang disangka , ditanggkap , ditahan , dituntut dan
atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Pelanggaran – pelanggaran hak asasi tersangka oleh aparat
penegak hukum selanjutnya akan menimbulkan miscarriagge of
justice (kegagalan dalam penegakan keadilan). Dimana penegak
hukum yang mempunyai kuasa dan wewenang untuk mengupayakan
14
Yang dimaksud pihak adalah Negara anggota yang telah meratifikasi dan menandatangani
maupun negara yang telah menandatangani tetapi belum meratifikasi konvensi menentang
penyiksaan.
tercapainya keadilan, teryata menggunakan kekuasaan dan wewenang
yang ada padanya justru untuk memberikan ketidakadilan 15
Oleh karena itu PERLU JAMINAN TERHADAP HAK-HAK
TERSANGKA & TERDAKWA, supaya tidak ditangkap/ ditahan
secara sewenang – wenang , tidak mengalami kekerasan, tetap dijamin
hak dasarnya. Adanya jaminan atas hak – hak tersangka dan terdakwa
termuat dalam level internasional yaitu di dalam DUHAM Pasal 9
Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan
sewenang-wenang dan pasal Pasal 11 ayat (1) “Setiap orang yang
dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap
tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum
dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua
jaminan yang perlukan untuk pembelaannya”. Dalam ayat (2) juga
mengatakan bahwa “Tidak seorang pun boleh dipersalahkan
melakukan tindak pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak
merupakan suatu tindak pidana menurut undang-undang nasional atau
internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak
diperkenankan menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada
hukum yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu
dilakukan”.
15
O.C. Kaligis Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka , Terdakwa dan Terpidana .
Bandung 2006 hlm 12
Sedangkan perlindungan atas jaminan hak – hak tersangka dan
terdakwa dalam level nasional yaitu adanya asas legalitas yang dimuat
dalam pasal 1 ayat (1) KUHP “ Suatu perbuatan tidak dapat dipidana ,
kecuali berdasarkan kekuatan perundang – undangan pidana yang
telah ada. Di dalam KUHAP tersangka dan terdakwa diberikan
seperangkat hak- hak mulai pasal 50 – pasal 68 .
Berdasarkan pemaparan dan uraian diatas , penulis memandang
sangat penting untuk melakukan penelitian mengenai hak – hak
tersangka dan terdakwa dalam hukum nasional maupun hukum
internasional untuk mengetahui apakah hukum nasional kita telah
memenuhi standar hukum internasional mengenai hak- hak tersangka
dan terdakwa yang dijamin oleh instrumen HAM . Sebab hukum
indonesia mengenai hak – hak tersangka atau terdakwa sepertinya
lebih dipengaruhi oleh standar perlindungan hak – hak tersangka atau
terdakwa yang terdapat di dalam kompendium PBB yang berasal dari
sumber – sumber hukum kebiasaan internasional oleh sebab itu
penulis menduga bahwa perlindungan hak – hak tersangka atau
terdakwa yang di atur di dalam hukum nasional (baca : KUHAP)
belum sepenuhnya memenuhi standar perlindungan hak – hak
tersangka atau terdakwa yang diatur di dalam hukum internasional
yang dimuat dalam kompendium PBB. Oleh sebab itu penulis akan
meneliti
dan
mengkaji
lebih
dalam
lagi
mengenai
standar
perlindungan hak – hak tersangka atau terdakwa yang diatur di dalam
hukum nasional dan hukum internasional khususnya yang ada di
dalam Komendium PBB, hal ini dikarenakan adanya pengaruh sistem
hukum di dunia terhadap standar hukum internasional yang
menimbulkan pengaruh adanya kekuatan yang mengikat termasuk
indonesia yang terikat pada kompendium sehingga penulis merasa
penting melakukan komparasi peraturan standar perlindungan hak –
hak tersangka atau terdakwa menurut hukum nasional dan hukum
internasional.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas penulis secara lebih terfokus akan
melakukan penelitian dengan berpijak pada rumusan masalah berikut :
Apakah norma-norma hukum Indonesia tentang perlindungan
hak-hak tersangka atau terdakwa sudah memenuhi standar
normatif perlindungan tersangka atau terdakwa sebagaimana
diatur dalam kompendium PBB ?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
Untuk mengetahui peraturan mengenai standar pengaturan hukum
nasional mengenai hak – hak tersangka dan terdakwa menurut hukum
internasional, dengan kata lain ingin meneliti apakah hukum nasional
kita memenuhi atau tidak standar hukum internasional yang berkaitan
dengan hak- hak tersangka dan terdakwa yang mana hukum
internasional mempunyai kekuatan mengikat sistem hukum di dunia.
2. Manfaat
a. Manfaat Akademis
Sebagai tambahan referensi untuk mendapatkan informasi tentang
bagaimana
hukum
nasional
dan
hukum
internasional
dalam
menerapkan standar perlindungan terhadap hak-hak tersangka atau
terdakwa.
b. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang
hukum khususnya mengenai teori-teori hukum acara pidana maupun
hukum internasional yang berhubungan dengan perlindungan hak-hak
tersangka atau terdakwa.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis pilih adalah jenis penelitian Juridis
Normatif yang jika dilihat dari sifatnya , penelitian ini termasuk jenis
penelitian Komparatif ( perbandingan) yaitu membandingkan norma –
norma hukum nasional dengan hukum internasional mengenai standar
perlindungan hak – hak tersangka atau terdakwa selain itu juga
menggunakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan
dengan mengkaji , mengetahui, memahami, dan mendiskripsikan :
a. Bentuk –bentuk hak – hak tersangka dan terdakwa yang diatur oleh
Hukum Nasional terutama KUHAP
b. Perlindungan hak – hak tersangka yang dilindungi oleh instrumen ham
dan hukum internasional
2. Metode Pendekatan
Di dalam suatu penelitian hukum terdapat berbagai macam
pendekatan, disini penulis akan menggunakan pendekatan undang –
undang
(Statute
Approach),
pendekatan
Historis
(Historical
Approach) , pendekatan konseptual (conseptual approach) dan
pendekatan Komparatif (Comparative Approach) dengan demikian
penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang –
undangan dan pendekatan komparatif untuk menemukan norma –
norma hukum nasional dan hukum internasional tentang hak – hak
tersangka atau terdakwa secara detail.
3. Bahan Hukum
Di dalam penelitian yang bersifat normatif, terdapat bahan
hukum primer yaitu peraturan perundang – undangan yang meliputi
UUD 1945, KUHAP, UU No . 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU
No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik , UU No. 18
tahun 2003 tentang Adokat serta intrumen hukum internasional yaitu
DUHAM ,ICCPR, Konvensi anti penyiksaan dan Kompendium PBB,
dan dilengkapi bahan sekunder yang berupa buku- buku hukum atau
literatur yang berkaitan dengan masalah hak asasi manusia, hukum
pidana dan literatur yang membahas mengenai hukum internasional.
4. Unit Amatan dan Unit Analisa
Unit amatan dalam penulisan ini adalah standar perlindungan hak –
hak tersangka atau terdakwa yang dijamin dalam intrumen hak asasi
manusia dan Unit analisanya adalah Hukum Nasional khususnya
KUHAP , dan Hukum Internasional ( Kompendium PBB) .
Download