BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instalasi dan

advertisement
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Instalasi dan ruang perawatan sebagai operating core rumah sakit diisi
oleh para profesional dibidangnya, diantaranya adalah perawat dan bidan.
Pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit 90% (sembilan puluh persen) adalah
pelayanan keperawatan (Asmuji, 2013).
Robbins (1994) mengkategorikan pelayanan rumah sakit sebagai birokrasi
profesional, dimana rumah sakit mempekerjakan para profesional yang sangat
terlatih bagi operating core-nya, sambil tetap memperoleh efisiensi dari
standarisasi pelayanan. Mereka mempunyai otonomi untuk menerapkan keahlian
mereka. Peraturan berupa Standar Prosedur Operasional (SPO) dibuat oleh para
profesional itu sendiri melalui kelompok kerja yang dikoordinir oleh manajemen.
Komite adalah wadah non struktural yang terdiri dari ahli atau profesi,
dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada Direktur RS dalam
rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan di RS. Komite Keperawatan
saling bekerjasama dengan Bidang Keperawatan serta saling memberikan
masukan tentang perkembangan profesi keperawatan dan kebidanan di RS
(Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 49 Tahun 2013 tentang Komite
Keperawatan RS, 2013).
Mekanisme kerja Sub Komite Mutu Profesi dengan merekomendasikan
perencanaan pengembangan professional berkelanjutan (Continuous Professional
Development/CPD) kepada unit berwenang dalam hal ini Seksi Keperawatan dan
Kebidanan.
Kebijakan
pengembangan
professional
berkelanjutan
tenaga
keperawatan oleh Sub Komite Mutu Profesi. Operasional penilaian kebutuhan
pelatihan melibatkan Seksi Keperawatan dan Kebidanan sebagai manajemen
(pengelola).
Pengembangan kemampuan profesional berkelanjutan tenaga keperawatan
dilakukan melalui penyelenggaraan pelatihan sesuai dengan perkembangan ilmu
keperawatan dan kebidanan. Proses perancangan pelatihan (training design
1
2
process) dilakukan melalui 5 (lima) tahap, salah satu diantaranya adalah penilaian
kebutuhan pelatihan (training needs assessment/TNA). TNA untuk menentukan
apakah pelatihan diperlukan. TNA meliputi analisis organisasi, analisis tugas dan
analisis individu (Noe et al., 2011).
Training design process tenaga keperawatan pada RSUD Panembahan
Senopati Bantul melibatkan Seksi Keperawatan dan Kebidanan, Bidang Pelayanan
Medik, Komite Keperawatan dan Sub Bagian Diklat. Seksi Keperawatan dan
Kebidanan mengajukan usulan kegiatan pelatihan bagi tenaga keperawatan serta
menentukan peserta pelatihan (in house dan ex house training) kepada Sub Bagian
Diklat. Sementara pelaksanaan pelatihan pada in house training dan pengiriman
peserta untuk ex house training dilakukan oleh Sub Bagian Diklat.
Wawancara dengan beberapa kepala ruang rawat inap RSUD Panembahan
Senopati Bantul dalam studi pendahuluan didapatkan bahwa penentuan tenaga
keperawatan yang diusulkan mengikuti pelatihan didasarkan pada apakah individu
tersebut sudah atau belum mengikuti pelatihan yang akan diselenggarakan.
Penentuan peserta belum didahului dengan penilaian terhadap kinerja seorang
individu, sehingga tidak dapat diketahui dengan jelas apakah pelatihan merupakan
pemecahan masalahnya atau apakah pelatihan yang akan diadakan menjadi
kebutuhan dari individu tersebut (Simamora, 2006).
Hal yang sama terjadi pada pelatihan yang bersifat manajemen bagi kepala
ruangan, dimana dalam studi pendahuluan didapatkan bahwa penentuan peserta
oleh Seksi Keperawatan dan Kebidanan semata-mata berpatokan pada kriteria
(sebagai kepala ruangan) atau kandidat kepala ruangan tanpa memilah apakah
individu tersebut sudah pernah mengikuti pelatihan yang sama, dan apakah yang
bersangkutan telah memiliki kinerja yang baik dalam manajemen keperawatan di
ruangannya. Sehingga tidak mengherankan bila ada kepala ruangan yang
mengaku sudah berkali-kali mengikuti pelatihan yang sama dengan materi yang
sama hanya karena memenuhi kriteria sebagai peserta.
Kinerja instalasi pelayanan keperawatan dan kebidanan tergambar dalam
laporan evaluasi Penerapan SAK. Evaluasi SAK menilai kepatuhan dokumentasi
asuhan keperawatan, mutu asuhan keperawatan dan ketaatan terhadap pelaksanaan
3
SPO keperawatan. Hasil evaluasi SAK yang sedianya dapat menjadi masukan
bagi Kepala Seksi Keperawatan dan Kebidanan dalam menentukan instalasi yang
perlu mendapat prioritas pelatihan dan pelatihan mana yang perlu diberikan tidak
dapat dilakukan. Hal ini terjadi karena hasil evaluasi SAK terlambat diselesaikan
(laporan evaluasi SAK tahun 2014 belum diselesaikan hingga April 2015).
Sementara penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) yang
memuat kebutuhan pelatihan dan anggaran untuk tahun berikutnya telah disusun
pada sekitar Oktober – Nopember tahun berjalan. Seksi Keperawatan dan
Kebidanan akhirnya tidak memiliki dasar objektif dalam memverifikasi usulan
pelatihan dari kepala ruangan yang dimasukkan ke dalam RBA.
Usulan pelatihan yang sifatnya baru dan dibutuhkan dalam pengembangan
kompetensi pelaksanaan tugas sehari-hari walaupun telah disepakati dalam RBA
namun dalam pelaksanaannya kadang tidak dapat dilaksanakan. Beberapa kepala
ruangan
dalam
studi
pendahuluan
membutuhkan
mengirimkan
tenaga
keperawatan mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga / instansi
tertentu di luar rumah sakit (ex house training) namun terkendala oleh biaya yang
tidak dapat cair. Hal ini terjadi karena Seksi Keperawatan dan Kebidanan bersifat
menunggu masuknya informasi pelatihan dari lembaga/instansi di luar rumah
sakit dan belum adanya koordinasi yang intens dengan Sub Bagian Diklat sebagai
pengirim peserta pelatihan.
Melalui pelaksanaan supervisi keperawatan seorang supervisor dapat
mengamati kekurangan-kekurangan para petugas dalam hal kemampuan,
pengetahuan, dan pemahaman serta mengatur pelatihan yang sesuai. Sehingga
supervisi menjadi salah satu cara menentukan pelatihan apa yang tepat yang
dibutuhkan oleh individu (Nursalam, 2014). Namun, pelaksanaan supervisi
keperawatan dalam studi pendahuluan mengalami kendala. Januari – April 2015
hanya dilakukan sekitar belasan kali supervisi, yang sedianya dilakukan dua kali
sehari (sore dan malam) atau tiga kali sehari pada hari minggu/raya (pagi, sore
dan malam) diluar jam kerja manajemen. Hal yang sama terjadi pada tahun 2014
yang hampir setengahnya tidak berjalan. Dengan adanya kendala dalam
4
pelaksanaan
supervisi
keperawatan
secara
berkesinambungan,
peluang
didapatkannya rekomendasi pelatihan yang dibutuhkan sulit diperoleh.
Observasi data kegiatan in house dan ex house training secara khusus
untuk tenaga perawat di Instalasi Bedah Sentral (IBS) tahun 2013-2015 terdapat 2
kali kegiatan ex house training yang diikuti oleh 1 orang yang sama dari 13
perawat pada IBS. Terbatasnya pelatihan untuk tenaga keperawatan di IBS belum
bersinergi dengan langkah manajemen rumah sakit mengembangkan pelayanan
bedah dengan membuka gedung baru IBS pada akhir tahun 2014. TNA
menempati tempat yang strategis guna menimbang apakah usulan pelatihan dapat
membantu pencapaian strategi bisnis organisasi (Noe et al., 2011).
Melaksanakan needs assessment merupakan hal mendasar untuk
suksesnya sebuah program pelatihan. Tanpa needs assessment, organisasi berisiko
melakukan pelatihan yang berlebihan, terlalu sedikit atau kehilangan arah sama
sekali (Brown, 2002).
Perlu tidaknya sebuah pelatihan didahului dengan penilaian kebutuhan
pelatihan (training needs assessment) (Noe et al., 2011). Identifikasi training
needs assessment yang lengkap akan membawa pelatihan untuk memberi hasil
yang diharapkan. Hingga berdampak pada pencapaian tujuan organisasi secara
efektif (Eerde et al., 2008).
Pelatihan dan pengembangan merupakan jantung dari upaya berkelanjutan
guna meningkatkan kompetensi karyawan dan kinerja organisasi. Pelatihan dan
pengembangan memiliki potensi menyelaraskan para karyawan dengan strategi
organisasi (Mondy, 2008).
Sehubungan dengan itu, Penulis tertarik
meneliti kinerja Seksi
Keperawatan dan Kebidanan dalam pelatihan SDM keperawatan dan kebidanan di
RSUD Penembahan Senopati Bantul.
B. Perumusan Masalah
Bagaimanakah kinerja Seksi Keperawatan dan Kebidanan dalam mengkaji
kebutuhan pelatihan SDM keperawatan dan kebidanan di RSUD Panembahan
Senopati Bantul.
5
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan kinerja Seksi Keperawatan dan Kebidanan yang
berhubungan dengan penilaian kebutuhan pelatihan SDM keperawatan dan
kebidanan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi uraian tugas Seksi Keperawatan dan Kebidanan RSUD
Panembahan Senopati Bantul;
b. Menggambarkan spesifikasi jabatan Seksi Keperawatan dan Kebidanan
RSUD Panembahan Senopati Bantul;
c. Menggambarkan persepsi perawat, bidan dan manajemen terhadap beban
kerja Seksi Keperawatan dan Kebidanan RSUD Panembahan Senopati
Bantul;
d. Menggambarkan persepsi perawat, bidan dan manajemen terhadap kinerja
Seksi Keperawatan dan Kebidanan RSUD Panembahan Senopati Bantul
dalam penilaian kebutuhan pelatihan SDM keperawatan dan kebidanan;
D. Manfaat Penelitian
1. Manajemen RS mendapatkan masukan tentang uraian tugas, spesifikasi
jabatan dan beban kerja Seksi Keperawatan dan Kebidanan guna pengambilan
kebijakan dalam peningkatan kinerja Seksi Keperawatan dan Kebidanan;
2. Seksi Keperawatan dan Kebidanan mendapat umpan balik guna peningkatan
kinerja Seksi Keperawatan dan Kebidanan dalam penilaian kebutuhan
pelatihan dan pengembangan SDM keperawatan dan kebidanan.
3.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian serupa yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
mengenai kinerja dapat dilihat pada tabel berikut.
6
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Penulis
Judul
Rancangan
Penelitian
Sampel
Hasil Utama
Rusdiyan Analisis
toso
kinerja RS
(2007)
Sari Asih
Ciledug
menggunaka
n instrumen
EFQM
Excellence
Model
Studi
kasus
deskriptif
dengan
disain
kasus
tunggal
holistik
80 orang; terdiri
dari manajemen
puncak (1),
pejabat
structural (19),
fungsional (20),
dan pasien (40)
RSSA Ciledug
instrumen EFQM
masuk dalam
kategori world class
(di atas 75%)
Atmanto
(2014)
Analisis
pengaruh
sikap,
pengetahuan,
keterampilan
dan
komitmen
organisasi
terhadap
kinerja
perawat di
RSUD
DR.Soehadi
Prijonegoro
Kuantitatif
Deskriptif
dengan
disain
crosssectional
145 orang:
terdiri dari
perawat tetap
(124) dan
kontrak (21)
Sikap, pengetahuan
dan komitmen
berpengaruh secara
siknifikan terhadap
kinerja perawat.
Pengetahuan,
komitmen
organisasiona
l dan kinerja
pelayanan
keperawatan
di ruang
rawat inap
RSUD Ulin
Banjarmasin
Kuantitatif 64 perawat
deskriptif
dengan
disain
crosssectional
Supriadi
nata
(2004)
Dari 3 hal variabel
bebas itu komitmen
mempunyai
pengaruh dominan.
Keterampilan tidak
membawa pengaruh
langsung pada
kinerja perawat.
Tidak ada hubungan
bermakna antara
tingkat pengetahuan
perawat tentang
asuhan keperawatan
dengan kinerja
pelayanan
keperawatan;
Ada hubungan
bermakna antara
komitmen
organisasional
perawat dengan
kinerja pelayanan
keperawatan.
7
Penulis
Judul
Wiratno
(2007)
Hubungan
antara beban
kerja dengan
kinerja
tenaga
instalasi
farmasi RSU
Kab.
Magelang
Rancangan
Penelitian
Observasi
onal
analitik
dengan
disain
crosssectional
Sampel
20 sampel,
petugas pada
instalasi
farmasi.
Hasil Utama
Tidak ada hubungan
antara beban kerja
dan kinerja.
Letak kebaruan penelitian ini adalah pada unit analisisnya yaitu kinerja
Seksi Keperawatan dan Kebidanan dalam pelatihan dan pengembangan SDM
keperawatan dan kebidanan.
Download