Freska , Dampak Siaran Televisi DAMPAK SIARAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF ANAK Freska Y. Rompas PENDAHULUAN A. Latar Be lakang Lahirnya te levisi swasta di Indonesia merupakan tanggapan pemerintah terhadap perkembangan media e lektronika te levisi da lam konteks global yang sedemikian canggihnya. D itambah lagi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah untuk merunah siaran saluran terbatas (cable TV) menjadi siaran umum (te levisi dan intervensi negri;102) Berkembangnya media Televisi sebagai media e lektronik lihat dan dengar memungkinkan manusia untuk me lakukan penyebaran dan pertukaran informasi secara cepat. Informasi yang mengenalkan masyarakat dengan pe lbagai perkembangan terbaru dari beragam aspek hidup, bahkan kini melangkah pada kesadaran akan rasa kebutuhan informasi, komunikasi, bisnis, pendidikan, hiburan menjadikan media massa sebagai televisi yang memiliki peranan penting bagi individu maupun masyarakat, bahkan menjadi teknologi yang paling diminati. Tidak kurang dari 11 stasiun penyelenggara siaran televisi mampu masuk dalam ruang kehidupan masyarakat sebagai pilihan yang paling mudah dan dianggap alamiah untuk mengisi waktu luang di rumah. Ia menyatu dengan aktivitas kebanyakan rumah tangga. Dari yang miskin hingga yang kaya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil survey Research Indonesia (SRI), bahwa rata-rata penduduk Indonesia menonton TV selama tiga sampai tujuh jam setiap hari. Dan dari 400 responden di Jakarta yang menonton TV, 30 persen adalah anak-anak, pelajar dan mahasiswa, selebihnya para ibu-ibu rumah tangga dan karyawan. Dengan posisi te levisi yang sedemikian kompleks dalam pelbagai kepentingan, maka televisi memberikan dampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat, positif maupun negatif. 46 B. Identifikasi Masalah Hampir sebagian besar anak Indonesia dan barangkali di seluruh dunia mengena l televisi sejak usia anak-anak. Kebanyakan anak, menonton seluruh program mula i dari film kartun, kuis anak, pentas musik anak, sinetron, berita hingga iklan. Dari pelbagai program yang ditayangkan itu tentu tidak akan menjadi persoalan jika dampak yang sampai terhadap anak adalah dampak yang positif, artinya betulbetul memanfaatkan televisi sebagai sarana informasi dan hiburan. karena kitapun yakin bahwa kita tidak mungkin membendung perkembangan arus informasi yang merupakan salah satu dari perkembangan teknologi komunikasi. Namun kita jangan lupa untuk juga memikirkan dampak negatif bagi anak dalam mengkonsumsi cerita, diantaranya ideologi kekerasan yang tersebar pada tayangan televisi. Semua tayangan yang diperuntukkan bagi anak-anak berusaha disamarkan dengan menampilkan sosok pahlawan yang secara idividual mampu mengatasi konflik, yang merupakan pola umum dalam sajian film-film cerita. Tindakan kekerasan ditampilkan sebagai pemicu konflik sekaligus jalan keluar mengatasi konflik. Se jak usia dini anak-anak sudah diperkenalkan pada bentuk kekerasan mula i dari baku hantam tangan kosong, hingga penggunaan senjata tajam seperti pisau yang pada mulanya dikenal anak sebagai salah satu perlengkapan dapur. Film Kartun yang narasinya tidak secara hitam putih menampilkan tokoh ba ik dan tokoh jahat, tidak luput juga dari adegan kekerasan. Pada awalnya, kekerasan yang ditampilkan memang mampu membuat penonton anak-anak tertawa terpingkal-pingkal. Tetapi di tingkat yang lebih dalam adegan-adegan tersebut menjadikan kekerasan sebagai sesuatu yang alamiah. Misalnya adegan jatuh dari jurang, mati INSA NI No.8/Th.XXII/Februari/2005 Freska , Dampak Siaran Televisi karena dipukul godam besar, terlindas kereta atau truk yang tidak menyebabkan kematian, paling jauh hanya luka-luka kecil yang tidak serius. Belum lagi program siaran yang tidak luput dari perhatian anak-anak, yaitu tayangan olahraga Smack Down yang menampilkan pertarungan dengan kekerasan secara vulgar. Tampilnya korban-korban tindak kekerasan secara telanjang di media massa sebenarnya mewakili sebuah ge jala yang lebih luas, dimana media massa menjadikan informasi yang disajikan itu sebagai komoditas. Nilai utama dari produk siarannya tidak lagi diukur dari sisi nilai beritanya, tetapi nila i jualnya. Dengan kata lain, da lam kompetisi media yang lebih ketat, pertimbangan utamanya adalah seberapa besar dia dapat menarik perhatian khalayaknya. Dalam konteks inilah sering yang namanya etika terabaikan. Padahal masalah tampilan kekerasan di media massa adalah urusan etika dan kepantasan. Tampilnya kekerasan semacam itu mungkin tidak salah dimata hukum, tetapi salah secara norma. (Armando : Cakram 2002) C. Masalah yang akan dibahas Berdasarkan analisis terhadap film untuk anak tahun 1993 menunjukkan, 52% dari film-film tersebut mengandung kekerasan sedangkan dalam menontonnya hanya 15.2% yang ditemani orangtua, selebihnya ditemani kakak, adik, teman atau sendiri. Maka dari uraian di atas, permasalahan pokok yang dipandang perlu untuk dibahas adalah, Sebagaimana telah banyak diasumsikan bahwa siaran televisi ini telah mempengaruhi secara besar-besaran dan luar biasa terhadap perilaku pemirsa (khususnya anak-anak dan remaja). Dapat kita bayangkan da lam belantara perkembangan teknologi te levisi dengan perkembangan jumlah stasiun televisi yang seolah-olah berlomba untuk menarik perhatian masyarakat, generasi kita juga tumbuh dan berkembang. Sementara kitapun sadar bahwa usia anak-anak dan remaja adalah masa pertumbuhan yang pesat berarti mereka juga belajar dengan cepat. Lalu sejauh mana sebenarnya dampak tayangan televisi ini terhadap agresivitas anak ? Perlu dilakukan pendekatan-pendekatan dari sudut pandang ilmu komunikasi secara umum dan ilmu psikologi secara khusus. Serta bagaimana mengantisipasi dampak tayangan kekerasan televisi terhadap agresifitas anak. D. Pendekatan Teoritis Pendekatan teoritis yang mendasari untuk dibahas adalah sari sudut pandang ilmu komunikasi di mana dewasa ini ada dua teori dasar komunikasi yang dipakai yaitu : 1. Teori Gerbner, yang dikenal dengan kalimat : “Someone to make an event and reacts in a situation trough some means to make available materials in some form and context, conveying content of some consequence” (seseorang melihat suatu kejadian dan memberikan reaksi dengan menggunakan sarana untuk memungkinkan pengadaan fasilitas dalam bentuk dan konteks tertentu, kemudian dinyatakan melalui pesan sehingga memberi suatu akibat) 2. Teori dari Hams dan Richstad yang dikenal dengan kalimat: “Who talk ed back to whom” atau dikenal dengan teori neo Laswell. Unsur-unsur dari proses komunikasi ada lah, adanya isyarat dan lambang-lambang yang mengandung arti. Tanda atau isyarat ini perlu dipelajari oleh setiap orang apabila mereka ingin hidup bermasyarakat dan berkebudayaan. (komunikasi LIPI : 1986) Dari teori dasar komunikasi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dengan lambanglambang dan simbol-simbol untuk tujuan adanya perubahan tingkah laku bagi khalayaknya, dengan harapan mendapatkan respon atau umpan balik. Maka, poroses penyampaian pesan yang disampa ikan oleh komunikator kita anggap dari produsen film dan stasiun televisi dengan menggunakan lambang – lambang berupa kemasan yang mengandung unsur kekerasan, secara tidak langsung mengharapkan perubahan tingkah laku bagi kha layaknya , dalam hal ini anak-anak. Selain itu juga kita meninjau dari sudut pandang Ilmu Komunikasi massa. Dimana Komunikasi Massa adalah suatu proses komunikasi dengan massa (khalayak sasaran). Massa disini dimaksudkan sebagai penerima pesan (komunikan) yang memiliki status sosial dan ekonomi yang heterogen. Pada umumnya INSA NI No.8/Th.XXII/Februari/2005 47 Freska , Dampak Siaran Televisi prose komunikasi massa tidak menghasilkan umpan balik yang langsung, tetapi tertunda dalam waktu re latif. Ciri-ciri massa yaitu : jumlahnya besar, antara individu tidak ada organisatoris dan memiliki latar belakang sosial yang berbeda. (Kuswandi, 1996 : 16) Gerbner menyatakan, “Massa Communication is the technologycally and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continous flow of massage in industria l societies.(Gerbner : 1967). Sedangkan komunikasi massa media televisi adalah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan (massa) mela lui sebuah sarana yaitu televisi. Komuniakasi media massa televisi bersifat periode. Dalam komunikasi massa media televisi, lembaga penye lenggara komunikasi bukan secara perorangan, mela inkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks serta pembiayaan yang besar. McQuail da lam bukunya Mass Communication Theories (2006:66), merangkum pandangan khalayak terhadap peran media massa dalam perspektif ya itu media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbgai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan umpan ba lik da lam komunitas sosial. Dari pelbaga i defini di atas dapat disimpulakan bagaimana media massa televisi sangat berperan dalam kehidupan sosial dan bukan hanya sekadar sarana pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan, mempunya i peranan yang signifikan dalam proses sosial seperti da lam perubahan tingkah laku, da lam hal ini sikap agresifitas anak akibat dampak tayangan kekerasan dari media massa televisi. Dalam mode l comstock tentang efek terlevisi beranggapan bahwa pertunjukkan aksiaksi akan lebih mudah membuat orang menirunya, jika pertunjukkan itu lebih meyolok bagi seseorang, lebih menimbulkan getaran dan lebih menonjolkan pertunjukkan aksi itu dalam keseluruhan tingkah laku yang ada pada seseorang. Dalam tinjauan ilmu psikologi, lingkungan seorang anak, orangtua dan anakanak lain ikut membentuk tingkah laku mereka secara lambat laun. Sedangkan tingkah laku sosial sangat ditentukan oleh penga laman khusus yang dimiliki oleh anak-anak itu. Mela lui 48 pengalaman individua l inilah anak-anak memperolah rasa suka menolong, gotong-royong dan tingkah laku agresif. Dalam bergaul dengan orang la in, anak harus belajar mengendalikan kecenderungan agresifnya dan untuk memperlihatkannya dalam cara-cara yang diterima oleh masyarakat. Hal-hal yang dilakukan orangtua dan lingkungannya akan meningkatkan atau mengurangi agresifitas pada anak-anak. Demikian juga eksperimen-eksperimen tayangan televisi dengan adegan-adegan yang agresif, menunjukkan bahwa televisi dapat mengarahkan tingkah laku agresif yang semakin meningkat dari anak-anak yang menontonya. Karena itu kita harus sangatmenyadari bahwa televisi dapat mengarahkan tingkah laku agresif yang semakin meningkat dari anak-anak yang menontonya. Karena itu kita harus sangat menyadari bahwa intervensi media terhadap kehidupan anak akan semakin bartambah besar dengan intensitas yang tinggi. Sedangkan orangtua kurang mendampinginya anak-anaknya akibat kedibuka kerja. Sebelum menda lami lebih jauh dampak televisi ini mari kita tinjau dari konsep-konsep ilmu psikologi : 1. Katarsis, yaitu apa yang dilihat anak dapat dijadikan sublimasi (mengalihkan dari rasa kecewa) dari masalah yang mereka hadapi dalam dunia nyata. Anak yang menderita berkepanjangan akan mersa sedikit lega setelah melihat film yang menampilkan kebahagiaan. 2. Efek stimulasi (rangsangan). Ekspose yang berkepangjangan dari kekerasan di televisi meningkatkan agresifitas dan kekerasan fisik pada anak yang kesemuanya menjurus pada perilaku sosia l. Contohnya seseorang anak dalam berkelahi dengan teman sebayanya menggunakan jurus silat yang terdapat dalam adegan televisi. 3. Model untuk perkembangan. Kita akan khawatir kalau tokoh yang diidolakan anak adalah tokoh yang keras dan jahat. (Morgan : 1986) E. Ope rasioanalisasi Konse p Agresifitas berasal dari kata agresi yang berasal dari bahasa psikologi yang berarti melawan orang lain. Eksperimen-eksperimen telah menunjukkan respons agresif dengan cara mode ling dampak. (Bandura : 1963) INSA NI No.8/Th.XXII/Februari/2005 Freska , Dampak Siaran Televisi Bicara tentang pengaruh televisi, tentu menimbulkan dampak. Karena keberagaman hal yang dapat dicangkupnya, maka devisi yang dianggap sesuai adalah lewat perbedaan antara jenis dan arah dampak. Dalam ulasannya, Klepper (1960) membedakan antara konversi yaitu perubahan kecil dan penguatan yaitu, perubahan yang sesuai dengan maksud komunikator. Jadi dampak tayangan kekerasan di televisi terhadap sikap agresifitas anak dapat disimpulkan bahwa komunikator menyampa ikan pesan, ide-ide dengan tujuan mendapat respon dari anak-anak, maka dilakukan model yang walaupun pada awalnyatidak untuk ha l negatif, tetapi secara kuat dapat memicu anak-anak untuk meniru secara agresif. Perubahan sikap ini bisa menjadi perubahan kecil atau bahkan menjadi perubahan tetap atau penguatan. 2. 3. 4. 5. PEMBAHASAN Menyimak dari berbagai teori di atas, dapat digaris bawahi bahwa media televisi adalah media yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi khalayak. Pendapat ini banyak diyakini oleh pakar komunikasi. Tetapi pandangan ini bisa saja menjebak da lam suatu pandangan yang sepihak. Sebab, dasar komunikasi dilihat dari sudut pandang yang bersifat top-down. Begitu prihatinnya kita terhadap masalah ini, sehingga kita harus meyakinkan anak-anak kita bahwa adegan-adegan yang ditampilkan itu hanya lah tontonan belaka, bukan kenyataan hidup yang harus ditiru. Namun keprihatinan seperti ini tentu saja universal sifatnya, wa lau di negara maju sekalipun. K ita juga harus ingat bahwa kita tidak dapat menghindar dari televisi, karena dampak globa lisasi yang ditanda i oleh derasnya arus informasi yang meruntuhkan jarak, juga masih mempunyai manfaat yang besar bagi anak maupun kita. Mungkin ada ba iknya kita coba kiat ini : 1. Walau dalam kesibukan yang banyak, usahakan sebanyak mungkin mendampingi anak saat menonton TV, terutama saat adegan kekerasan atau pembunuhan, berikan keterangan bahwa dalam dunia nyata ada 6. 7. batasan hukum yang herus dipatuhi dan jika dilanggar, akan berakibat buruk. Karena dizaman sekarang orangtua tidak mungkin mendampingi anaknya terus untuk memberi penjelasan visual yang ditampilkan televisi, maka orangtua perlu memberikan jadwal menonton atau pembatasan jam menonton anak. Usahakan menemani anak sat belajar dan jangan membesarkan volume televisi saat anak sedang belajar dikamar. Anak yang ditemani bela jar oleh kedua orangtuanya akan menghasilkan prestasi yang ba ik disekolahnya. Rajin menjalin komunikasi dengan anak sehingga dia tidak merasa perlu lagi mendengar pendapat orang lain atau teman dengan jawaban yang mungkin salah. Juga doronglah anak untuk menonton ha l yang bisa menambah wawasannya. Mendorong anak tetap meningkatkan ketrampilan sosialnya ba ik dengan teman maupun lingkungannya, sehingga waktu anak-anak tidak hanya untuk menonton televisi saja. Tetap memberi teladan hidup yang ba ik pada anak. Sikap kritis orangtua berupa komplain yang ditujukan pada tayangan yang dipandang tidak perlu ditonton untuk anak-anak. Selain hal yang kita coba di atas kita juga harus menyadari bahwa tindak agresif seorang anak tidak hanya kita tinjau dengan mempermasalahkan kua litas mata acara yang disuguhkan televisi saja tanpa melihat kualitas hidup keluarga. Kehidupan yang berkualitas dapat diartikan sebagai adanya pegangan etik moral dalam ke luarga yang sepenuhnya dijunjung tinggi. KESIMPULAN Anak-anak mempunya i hak untuk mengakses informasi yang mendukung perkembangannya. Demikian juga bahwa era perkembangan teknologi komunikasi adalah suatu perkembangan yang tidak dapat dibendung. Namun anak juga perlu dilindungi dari pengaruh efek negatif materi yang disa jikan media. Keluarga dan orangtua sangat menentukan sikap anak –anak dalam menyaksikan acara televisi INSA NI No.8/Th.XXII/Februari/2005 49 Freska , Dampak Siaran Televisi terutama adegan kekerasan yang menimbulakn sifar agresifitas pada anak. Orangtua merupakan model panutan bagi anak supaya tidak terlalu rawan terkena imbas dampak tayangan televisi. Perlu usaha yang berkesinambungan untuk lebih menya jikan sisi positif daripada sisi negatif pada media. Sikap mau bela jar. Menghayati sikap dan pandangan anak dan sikap kritis terhadap media akan sangat membantu orangtua dalam mendampingi anaknya. REKOMENDASI Menurut pengamatan penulis, semua kenyataan ini yerjadi karena adanya kode etik yang harus dipatuhi. Tiap media seolah-olah beroperasi tanpa rambu. Tidak ada perasaan bersalah bila menyajikan tayangan yang tidak etis. Tidak ada juga komunitas yang kritis untuk menegur dari segala kesalahan penayangan televisi. Harus ada lembaga khusus dari masyarakat sebagai pengontrol kecurangan media, seperti membentuk media watch, atau lembaga la innya. Khusus untuk anak-anak, tidak mungkin rasanya membunuh keberadaan televisi di dalam rumah, maka diusahakan bagi lembaga di sekolah dalam hal pendidikan media bagi murid SD sampai SMP dengan harapan anak-anak akan mempunyai perisai dalam mengantisipasi dampak media dalam ha l kekerasan. Dengan demikian anak akan diajarkan bersikap kritis terhadap media dengan pelbagai tipe tayangannya. Daftar Pustaka Comstock, G.,Chaffe, S.,Katzman, N.,MsCombs,M.and Roberts, D 1978 Television an human behaviour. New York, Colombia University Press. Effendy M.A,Onnong, 1998 Kamus Komunikasi, CV. Mandar Maju: Cetakan 1 (pertama) Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia , 1991 Pers Indonesia Era Transisi, PT Remaja Rosdakarya Kuswandi, Wawan, 1996 Komunikasi Massa, sebuah analisis, media televisi, PT Rineka Cipta. Klapper, J. 1990 The effects of mass communicatio, New York McQuail, D. ,1987 Mass Communication Theory (second edition),atau teori komunikasi massa : Suatu pengantar, terj. Agus Dharma dan Aminudin Ram,Jakarta:Erlangga Morgan,T. Clifford, 1986 Psikologi Sebuah Pengantar, A Brief Introduction to psycology, PT Pradnya Paramita, cetakan I Majalah Cakram,ed.Ade Armando (November 2002) dan Majalah Media Kerja Budaya,(2003) Masyarakat Informasi, Perkembangan dan artinya bagi Indonesia, “Komunika”,3:28-29 (1986) Dampak Perkembangan Teknologi Komunikasi Televisi terhadap Sikap Agresifitas anak. FRESKA Y. ROMPAS, Lahir di Ja karta, 12 Maret 1979, me mpero leh gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Progra m Studi Ilmu Ko munikasi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Widuri pada Oktober 2002. Tinggal di Jl. KH. Wahid Hasyim No. 25, Rt 006/016 Kebon Sirih-Menteng, Jakarta Pusat-10340, telp. 021-5480052, 08170700506. 50 INSA NI No.8/Th.XXII/Februari/2005