Hasil Analisis Data Survei Peserta Ujian Nasional 2016

advertisement
Peran Lingkungan Rumah dalam Prestasi
Belajar Siswa SMA dan SMK: Hasil Analisis
Data Survei Peserta Ujian Nasional 2016
Anindito Aditomo
Ide Bagus Siaputra
1
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF
3
1. RESPONDEN SURVEI
5
2. PERAN LINGKUNGAN RUMAH
6
2.1. TINGKAT PENDIDIKAN ORANGTUA
6
2.2. PROFESI ORANGTUA
8
2.3. IKLIM KELUARGA
10
2.4. KETERLIBATAN ORANGTUA DALAM KEGIATAN BELAJAR
12
2.5. KEGIATAN NON-AKADEMIK SISWA
15
3. REKOMENDASI
18
2
Ringkasan Eksekutif

Aspek-aspek lingkungan keluarga yang menunjang keberhasilan siswa dalam UN
(dari yang terkuat hingga terlemah) adalah sebagai berikut: (1) tingkat
pendidikan dan pekerjaan orangtua (terutama ibu); (2) iklim positif (kehangatan
dan harmoni) keluarga; (3) frekuensi diskusi tentang bacaan anak; dan (4)
frekuensi membaca dan menggunakan tablet/gadget.

Tingkat pendidikan orangtua merupakan prediktor kuat keberhasilan siswa
dalam Ujian Nasional 2016. Terdapat tiga kelompok prestasi UN berdasarkan
tingkat pendidikan orangtua: (1) tidak sekolah hingga lulus SD; (2) lulus SMP,
SMA, atau diploma; serta (3) lulus sarjana atau pascasarjana.

Kesenjangan prestasi antar kelompok tingkat pendidikan orangtua terutama
terlihat pada pelajaran bahasa Inggris dan matematika (dengan selisih berkisar
10 poin antara siswa dari kelompok terendah dan tertinggi).

Hasil analisis menunjukkan adanya kesenjangan prestasi antar jenis pekerjaan
orangtua pada nilai UN. Siswa yang orangtuanya berprofesi sebagai petani,
nelayan, pengrajin, atau buruh secara konsisten memiliki nilai UN paling rendah
dibanding siswa yang orangtuanya memiliki pekerjaan lainnya.

Status “tidak bekerja” pada ayah dan ibu memiliki kaitan yang berbeda dengan
prestasi siswa. Siswa yang ayahnya tidak bekerja memeroleh nilai UN yang setara
dengan yang ayahnya bekerja sebagai petani/pengrajin/buruh (dan lebih rendah
dibanding siswa yang ayahnya bekerja sebagai pegawai dan pedagang). Namun
demikian, siswa yang ibunya tidak bekerja memiliki nilai UN yang lebih tinggi
dibanding yang ibunya petani/pengrajin/buruh (dan setara dengan siswa yang
ibunya bekerja sebagai pegawai dan pedagang).

Membandingkan antar pelajaran, kesenjangan prestasi tampak lebih tajam pada
matematika dan bahasa Inggris, di mana terdapat perbedaan nilai antara 8
sampai 13 poin antar kelompok terendah dan tertinggi. Pada pelajaran bahasa
Indonesia, nilai UN kelompok siswa terendah dan tertinggi terpaut sekitar 3
sampai 5 poin.
3

Membandingkan antara latar belakang ayah dan ibu, tingkat pendidikan dan
jenis pekerjaan ibu memiliki kaitan lebih kuat dengan prestasi siswa di Ujian
Nasional.

Iklim keluarga yang positif (yang memberi perasaan nyaman/dicintai, dipersepsi
harmonis, dan memerlakukan anak dengan adil) memrediksi prestasi siswa pada
Ujian Nasional. Dampak iklim positif keluarga ini lebih kuat pada matematika
dibanding bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, namun dampaknya tidak sebesar
latar belakang pendidikan dan pekerjaan orangtua.

Keterlibatan orangtua dalam kegiatan belajar anak justru terkait dengan nilai
UN yang lebih rendah. Keterlibatan yang terlalu intens (misalnya, setiap hari
membantu mengerjakan tugas atau memeriksa hasil pengerjaan PR) justru
berdampak buruk pada prestasi, namun dampaknya tidak sebesar latar belakang
pendidikan dan pekerjaan orangtua.

Aktivitas non-akademik di luar sekolah juga memrediksi nilai UN, namun secara
berbeda-beda tergantung pada jenis aktivitasnya. Secara keseluruhan, membaca
dan bermain gadget terkait secara positif dengan nilai UN, dengan selisih nilai 7
sampai 10 poin antar kelompok terendah dan tertinggi. Sebaliknya, menonton
TV, berkumpul dengan teman, dan olahraga jika dilakukan secara berlebihan.
Dampak menonton TV dan berkumpul dengan teman relatif kecil (selisih sekitar
2-3 poin antar kelompok), sedangkan dampak olahraga sedikit lebih kuat (selisih
6-7 poin antar kelompok).
4
1. Responden Survei
Laporan ini didasarkan pada analisis data survei 1300 siswa SMA dan SMK yang
menjadi peserta Ujian Nasional 2016. Karakteristik responden ditampilkan pada
Tabel 1. Analisis ini terfokus pada variabel-variabel terkait lingkungan keluarga yang
berpotensi menjadi prediktor nilai Ujian Nasional siswa. Ini mencakup tingkat
pendidikan orangtua, jenis pekerjaan orangtua, iklim positif keluarga, keterlibatan
orangtua dalam aktivitas belajar anak, dan frekuensi aktivitas non-akademik siswa di
rumah.
Table 1. Karakteristik responden survei
Variabel
Jenis kelamin
Jenjang
Status sekolah
Provinsi
n
%
Laki-laki
595
45.8%
Perempuan
705
54.2%
SMK
650
50.0%
SMA
650
50.0%
Negeri
804
61.8%
Swasta
496
38.2%
Aceh
21
1.6%
Bangka Belitung
128
9.8%
DI Yogyakarta
173
13.3%
Jawa Barat
21
1.6%
Jawa Timur
644
49.5%
Kalimantan
5
0.4%
Kepulauan Riau
74
5.7%
Lampung
41
3.2%
Maluku
58
4.5%
Papua
83
6.4%
Sulawesi Barat
32
2.5%
Sumatera Barat
20
1.5%
5
2. Peran Lingkungan Rumah
2.1. Tingkat Pendidikan Orangtua
Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu indikator utama status sosialekonomi, sebuah variable yang diketahui memiliki kaitan erat dengan prestasi
akademik anak. Dalam survei ini pendidikan orang tua dibedakan menjadi empat
tingkat, mulai dari sekolah dasar (atau tidak sekolah), sekolah menengah, diploma,
dan sarjana/pasca-sarjana. Secara umum data survei menunjukkan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan orangtua, semakin tinggi pula prestasi siswa pada UN 2016.
Kesenjangan ini tampak lebih besar pada siswa yang berasal dari sekolah dengan
indeks integritas tinggi (lihat Lampiran). Dengan kata lain, ada kemungkinan bahwa
praktik kurang jujur menyamarkan kesenjangan prestasi antar kelompok siswa
berdasarkan tingkat pendidikan orangtuanya. Uraian selanjutkan akan terfokus pada
siswa yang berasal dari sekolah berintegritas tinggi.
Table 2. Perbedaan nilai UN berdasarkan tingkat pendidikan ayah
Pelajaran
Pend. ayah
Bahasa Indonesia
Tidak tamat SD/tidak sekolah
Bahasa Inggris
Matematika
Jumlah
resp.
245
66.20
Simp.
Baku
14.39
Nilai UN
Uji beda
p<0.05
Tamat SMP/SMA
534
66.37
13.89
(sig.)
Tamat D1/D2/D3/Akademi
56
68.50
14.32
Tamat sarjana S1/S2/S3
151
70.05
12.99
Total
986
67.01
13.96
Tidak tamat SD/tidak sekolah
245
47.38
16.01
p<0.01
Tamat SMP/SMA
534
50.75
17.19
(sig.)
Tamat D1/D2/D3/Akademi
56
51.93
15.13
Tamat sarjana S1/S2/S3
151
56.12
17.15
Total
986
50.80
16.98
Tidak tamat SD/tidak sekolah
245
39.14
18.83
p<0.01
Tamat SMP/SMA
534
42.44
21.72
(sig.)
Tamat D1/D2/D3/Akademi
56
42.59
21.84
Tamat sarjana S1/S2/S3
151
51.57
23.96
Total
986
43.03
21.73
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai UN yang
signifikan antar kelompok pendidikan ayah. Pola umumnya bersifat linear: semakin
6
tinggi pendidikan ayah, semakin tinggi pula nilai UN siswa pada pelajaran bahasa
Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Namun demikian, terdapat perbedaan
yang lebih tajam untuk nilai pelajaran bahasa Inggris dan matematika, dengan
perbedaan skor berkisar 10 poin antara siswa yang ayahnya berpendidikan SD
dengan yang berpendidikan sarjana/pascasarjana. Pada pelajaran bahasa Indonesia,
perbedaan skor antar kelompok pendidikan ayah yang terendah dan tertinggi hanya
mendekati 4 poin.
Selain itu, analisis lebih lanjut menemukan bahwa tidak ada perbedaan nilai
UN bahasa Inggris dan matematika UN antar kelompok siswa yang ayahnya
berpendidikan SMP/SMA dengan yang ayahnya perpendidikan diploma. Perbedaan
tingkat pendidikan ayah yang berpengaruh adalah antara SD dengan tingkat yang
lebih tinggi, serta antara sarjana/pascasarjana dengan tingkat yang lebih rendah.
Untuk nilai UN bahasa Indonesia, berbedaan yang signifikan hanyalah antara siswa
yang ayahnya berpendidikan SD dengan yang ayahnya berpendidikan
sarjana/pascasarjana.
Table 3. Perbedaan nilai UN berdasarkan tingkat pendidikan ibu
Pelajaran
Pend. ibu
Bahasa Indonesia
Tidak tamat SD/tidak sekolah
Bahasa Inggris
Matematika
Jumlah
resp.
288
64.47
Simp.
Baku
14.38
Nilai UN
Tamat SMP/SMA
528
67.15
13.91
Tamat D1/D2/D3/Akademi
58
69.38
13.02
Tamat sarjana S1/S2/S3
84
73.38
10.09
Uji beda
p<0.01
(sig.)
Total
958
67.03
13.90
Tidak tamat SD/tidak sekolah
288
45.71
16.37
p<0.01
Tamat SMP/SMA
528
51.91
16.83
(sig.)
Tamat D1/D2/D3/Akademi
58
54.90
15.06
Tamat sarjana S1/S2/S3
84
60.57
16.44
Total
958
50.99
17.06
Tidak tamat SD/tidak sekolah
288
36.88
18.59
p<0.01
Tamat SMP/SMA
528
44.47
22.19
(sig.)
Tamat D1/D2/D3/Akademi
58
44.31
21.04
Tamat sarjana S1/S2/S3
84
54.35
22.93
Total
958
43.05
21.70
Pola serupa ditemukan pada kaitan antara prestasi dengan tingkat
pendidikan ibu, yakni bahwa siswa yang ibunya berpendidikan lebih tinggi juga
7
memerolah nilai lebih tinggi pada UN bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan
matematika. Kesenjangan prestasi antar siswa dari kelompok tingkat pendidikan ibu
lebih tinggi dibandingkan kelompok tingkat pendidikan ayah. Perbedaan skor antar
siswa dari kelompok tingkat pendidikan ibu terendah dan tertinggi adalah mendekat
10 poin untuk bahasa Indonesia, mendekati 15 poin untuk bahasa Inggris, dan
mendekati 20 poin untuk matematika. Dengan kata lain, tampaknya pendidikan ibu
memiliki peran lebih kuat dalam prestasi siswa SMA/SMK.
Dengan demikian, hasil analisis ini menunjukkan adanya kesenjangan prestasi
antar kelompok tingkat pendidikan orangtua, terutama pada pelajaran bahasa
Inggris dan matematika. Selain itu, dibanding pendidikan ayah, pendidikan ibu
tampaknya lebih berpengaruh terhadap prestasi siswa di Ujian Nasional.
2.2. Profesi Orangtua
Selain tingkat pendidikan orangtua, penanda lain dari status sosial-ekonomi adalah
profesi orangtua. Dalam survei UN 2016, profesi orangtua dibagi ke dalam tiga
kategori: pegawai/karyawan, pengusaha/wiraswasta/pedagang, dan petani/nelayan/
pengrajin/buruh. Secara umum, diduga bahwa kelompok terakhir mewakili
masyarakat dengan status sosial-ekonomi yang relatif rendah. Kelompok pertama
dan kedua mencakup masyarakat dengan status sosial-ekonomi beragam, karena
mencampurkan pegawai/pengusaha dari berbagai jenjang (misalnya, pemilik
restoran dan pedagang kaki lima). Meski demikian, kedua kelompok tersebut secara
rata-rata dapat diasumsikan memiliki status sosial-ekonomi lebih tinggi dibanding
rata-rata petani, nelayan, pengrajin dan buruh. Dengan demikian, siswa dari yang
profesi orangtuanya tergolong dalam kelompok ketiga diduga memiliki prestasi
paling rendah.
Table 4. Perbedaan nilai UN antar jenis pekerjaan ayah
Jumlah
resp.
Nilai UN
Simp.
Baku
Uji beda
Pegawai/karyawan
235
68.87
14.14
p<0.01
Pengusaha/wiraswasta/pedagang
308
67.92
12.47
(sig.)
Petani/nelayan/pengrajin/buruh
400
65.20
14.96
Tidak bekerja
41
61.85
17.94
Total
984
66.79
14.27
Pelajaran
Bahasa Indonesia
Pekerjaan Ayah
8
Bahasa Inggris
Matematika
Pegawai/karyawan
235
53.16
17.46
p<0.01
Pengusaha/wiraswasta/pedagang
308
54.00
16.54
(sig.)
Petani/nelayan/pengrajin/buruh
400
46.69
16.33
Tidak bekerja
41
50.00
20.49
Total
984
50.66
17.17
Pegawai/karyawan
235
47.33
22.42
p<0.01
Pengusaha/wiraswasta/pedagang
308
44.47
22.85
(sig.)
Petani/nelayan/pengrajin/buruh
400
39.05
19.83
Tidak bekerja
41
40.06
21.01
Total
984
42.77
21.73
Table 5. Perbedaan nilai UN antar jenis pekerjaan ibu
Pelajaran
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Matematika
Pekerjaan Ibu
Pegawai/karyawan
Jumlah
resp.
116
69.12
Simp.
Baku
13.22
p<0.01
(sig.)
Nilai UN
Uji beda
Pengusaha/wiraswasta/pedagang
190
66.86
12.92
Petani/nelayan/pengrajin/buruh
234
64.15
15.16
Tidak bekerja
432
67.69
14.21
Total
972
66.85
14.16
Pegawai/karyawan
116
56.21
16.70
p<0.01
(sig.)
Pengusaha/wiraswasta/pedagang
190
51.65
16.09
Petani/nelayan/pengrajin/buruh
234
43.93
16.20
Tidak bekerja
432
52.92
17.13
Total
972
50.90
17.13
Pegawai/karyawan
116
48.49
22.44
p<0.01
Pengusaha/wiraswasta/pedagang
190
41.39
21.12
(sig.)
Petani/nelayan/pengrajin/buruh
234
35.20
16.72
Tidak bekerja
432
46.13
23.09
Total
972
42.85
21.76
Hasil analisis menunjukkan adanya kesenjangan prestasi antar kelompok
profesi ayah maupun ibu pada UN bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa
matematika. Membandingkan antar pelajaran, kesenjangan prestasi tampak lebih
tajam pada matematika dan bahasa Inggris, di mana terdapat perbedaan nilai antara
8 sampai 13 poin antar kelompok terendah dan tertinggi. Pada pelajaran bahasa
Indonesia, nilai UN kelompok siswa terendah dan tertinggi terpaut sekitar 3 sampai 5
poin. Membandingkan jenis pekerjaan, analisis posthoc menunjukkan bahwa siswa
yang orangtuanya berprofesi sebagai petani, nelayan, pengrajin, atau buruh secara
konsisten memiliki nilai UN lebih rendah dibanding siswa yang orangtuanya memiliki
pekerjaan lainnya. Namun demikian, terdapat sedikit pola antara ayah dan ibu. Siswa
9
yang ayahnya tidak bekerja memeroleh nilai UN yang relatif rendah dibanding siswa
yang ayahnya bekerja sebagai pegawai dan pedagang. Hal ini tidak terjadi pada ibu:
siswa yang ibunya tidak bekerja memeroleh nilai UN yang tak jauh berbeda dari
siswa yang ibunya bekerja sebagai pegawai dan pedagang. Hal ini menunjukkan
perbedaan status “tidak bekerja” antara ayah dan ibu. Pada ibu, status tersebut
belum tentu mencerminkan kondisi sosial-ekonomi yang rendah. Pada sebagian
keluarga, ibu yang tidak bekerja justru menunjukkan bahwa penghasilan ayah sudah
dirasa memadai.
Temuan ini mengonfirmasi dampak status sosial-ekonomi keluarga terhadap
prestasi siswa. Melihat besarnya kesenjangan, tampak bahwa terdapat kesenjangan
lebih besar dalam prestasi matematika ddan bahasa Inggris, dibanding bahasa
Indonesia. Selain itu, status profesi ibu tampaknya lebih berdampak dibanding ayah.
Implikasi praktis dari temuan ini adalah bahwa guru dan sekolah perlu memberi
perhatian khusus pada siswa yang orangtuanya berprofesi sebagai petani, nelayan,
pengrajin, dan buruh, terutama terkait dengan pelajaran matematika dan bahasa
Inggris.
2.3. Iklim Keluarga
Iklim keluarga diukur melalui empat butir, mulai dari perasaan nyaman, disayang,
diperlakukan adil, dan keharmonisan. Untuk tiap pertanyaan, responden dapat
memilih di antara tiga pilihan: tidak pernah, kadang-kadang, dan selalu. Perbedaan
nilai UN antara kelompok responden pada tiap pilihan jawaban ditampilkan dalam
Tabel 5. [Catatan: respon terhadap kelima pertanyaan ini tidak dikelompokkan
menjadi satu indeks karena memiliki reliabilitas atau konsistensi antar butir yang
rendah.]
Table 6. Iklim keluarga dan nilai UN siswa
Indikator iklim
keluarga
Saya merasa
nyaman di
tengah
keluarga saya
Respon
Jumlah
resp.
Bahasa Indonesia
Nilai
Simp.
UN
Baku
54.67
28.31
Bahasa Inggris
Nilai
Simp.
UN
Baku
36.67
10.07
Matematika
Nilai
Simp.
UN
Baku
21.67
3.82
Tidak pernah
3
Kadang-kadang
180
65.31
13.95
49.42
17.72
37.21
17.59
Selalu
1079
67.31
14.00
51.00
16.96
43.86
22.09
Total
1262
67.00
14.05
50.75
17.06
42.88
21.64
10
Tidak pernah
7
58.00
20.47
43.00
11.37
31.67
18.55
Kadang-kadang
147
63.23
14.51
48.44
19.29
37.61
17.62
Selalu
1105
67.65
13.72
51.14
16.75
43.59
22.04
Total
1259
67.12
13.92
50.80
17.04
42.88
21.66
Saya
diperlakukan
TIDAK adil di
keluarga
Tidak pernah
859
68.40
13.42
51.36
16.62
43.68
22.26
Kadang-kadang
307
65.30
14.27
50.42
18.05
42.42
20.66
Selalu
82
61.80
15.34
46.00
17.08
36.99
18.01
Total
1248
67.22
13.88
50.81
17.05
42.97
21.67
Saya ingin
memiliki
keluarga
harmonis
Tidak pernah
350
70.39
12.25
54.13
16.97
47.70
20.49
Kadang-kadang
320
69.53
13.39
53.96
17.76
48.22
24.17
Selalu
573
64.23
14.31
47.30
15.84
37.30
19.49
Total
1243
67.28
13.82
50.88
16.98
42.93
21.65
Saya merasa
disayang oleh
keluarga saya
Secara umum, terlihat bahwa semakin positif iklim keluarga yang dirasakan
oleh siswa, semakin tinggi pula prestasinya pada Ujian Nasional. Siswa yang selalu
merasa nyaman di tengah keluarganya memiliki prestasi matematika lebih tinggi
(sekitar 5 poin) daripada yang kadang-kadang merasa tidak nyaman. Siswa yang
merasa disayang keluarga memiliki prestasi lebih tinggi pada pelajaran bahasa
Indonesia (sekitar 4 poin) dan matematika (sekitar 6 poin) daripada siswa yang
kadang-kadang merasa tak nyaman di keluarganya.
Persepsi tentang perlakuan tidak adil dan keharmonisan keluarga berdampak
pada semua pelajaran. Siswa yang merasa selalu diperlakukan tidak adil memiliki
nilai lebih rendah pada bahasa Indonesia (sekitar 7 poin), bahasa Inggris (sekitar 5
poin), dan matematika (sekitar 7 poin) dibanding siswa yang merasa diperlakukan
lebih adil. Siswa yang ingin memiliki keluarga yang harmonis juga memiliki nilai lebih
rendah pada bahasa Indonesia (sekitar 6 poin), bahasa Inggris (sekitar 7 poin), dan
matematika (sekitar 10 poin) dibanding siswa yang merasa keluarganya relatif lebih
harmonis.
Membandingkan antar mata pelajaran, iklim keluarga tampaknya lebih
terkait dengan prestasi pada matematika dibanding bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris. Secara keseluruhan, keterkaitan iklim keluarga dengan nilai UN tampaknya
lemah dibanding keterkaitan tingkat pendidikan dan pekerjaan orangtua (terutama
ibu) dengan nilai UN.
Mengapa iklim positif keluarga terkait dengan prestasi siswa? Secara teoretis,
iklim positif keluarga merupakan prasayarat bagi terpenuhinya kebutuhan psikologis
11
yang mendasar berupa belongingness (merasa diterima dalam sebuah komunitas).
Pemenuhan kebutuhan psikologis ini menjadi landasan kesejahteraan psikologis
(well being). Seseorang yang tidak terpenuhi kebutuhan psikologis dasarnya dari
keluarga akan mencari kompensasinya dari komunitas atau sumber-sumber lain.
Pada remaja, seringkali hal ini mewujud dalam keterikatan kuat pada kelompokkelompok sejawat (peer group) yang tidak selalu positif. Setidaknya, pada siswa yang
merasa tidak diterima oleh keluarganya, kebutuhan untuk diterima oleh rekan-rekan
sejawat menjadi lebih penting daripada tuntutan akademik di sekolah.
Tentu ada berbagai hal yang dapat menyebabkan seorang anak merasa tidak
nyaman dan tidak disayang oleh keluarganya. Misalnya, jawaban “merasa tidak
nyaman dan tidak disayang keluarga” mungkin disebabkan oleh sedikitnya waktu
yang dimiliki orangtua untuk berinteraksi dengan anak. Kemungkinan penyebab lain
adalah sebagian orangtua tidak mengetahui cara membangun hubungan yang baik
dengan anak remajanya, meski sebenarnya memiliki waktu yang cukup untuk itu.
Atau, sebagian responden hal itu mungkin mencerminkan relasi abusive dari
orangtua dan/atau anggota keluarga yang lain. Survei ini tidak dapat mengungkap
kemungkinan penyebab mana yang lebih banyak terjadi. Meski demikian, apapun
akar masalahnya, dapat disimpulkan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan sense of
belonging dari keluarga dapat menjadi hambatan serius bagi prestasi siswa.
Sebagaimana terlihat dalam data ini, hal ini bahkan memiliki dampak yang lebih
besar daripada tingkat pendidikan orangtua.
2.4. Keterlibatan Orangtua dalam Kegiatan Belajar
Keterlibatan orangtua dalam kegiatan belajar siswa diukur melalui tujuh indikator
yang sebagian terkait dengan bantuan pengerjaan tugas/PR (3 butir), pemberian
perhatian terhadap aktivitas belajar (3 butir), dan diskusi tentang bacaan (1 butir).
Pada beberapa indikator, kaitan antara keterlibatan orangtua dengan prestasi
bersifat tidak liner. Ketujuh butir cukup konsisten untuk membentuk sebuah indeks
keterlibatan orangtua (alpha Cronbach = 0.79).
Secara teoretis, keterlibatan orangtua dalam kegiatan belajar siswa
seharusnya berkorelasi positif dengan prestasi siswa. Bertentangan dengan prediksi
ini, uji korelasi non-parametrik (Spearman) menunjukkan adanya hubungan negatif
12
antara keterlibatan orangtua dengan nilai UN bahasa Indonesia, matematika, dan
bahasa Inggris. Namun demikian, koefisien korelasi tersebut mendekati nol, sehingga
meski signifikan secara statistik (pada bahasa Indonesia), dapat dikatakan bahwa
hubungan antara keterlibatan orangtua dan prestasi tidak bermakna secara praktis.
Dengan demikian, hasil uji korelasi tidak mendukung dugaan teoretis.
Table 7. Korelasi antara nilai UN dan indeks keterlibatan orangtua dalam kegiatan belajar
Korelasi
Sig. (1-tailed)
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Matematika
-.089**
-.067*
-.090**
0.002
0.016
0.002
Untuk mengeksplorasi kaitan antara masing-masing bentuk keterlibatan
orangtua, dilakukan analisis varians yang membandingkan nilai UN antar kelompok
siswa pada masing-masing butir keterlibatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tiap
bentuk keterlibatan memiliki pola kaitan yang berbeda dengan prestasi.
Hanya satu bentuk keterlibatan orangtua yang berdampak positif pada nilai
UN matematika, yakni berdiskusi tentang apa yang dibaca anak. Secara rata-rata,
siswa yang orangtuanya setiap hari mendiskusikan bacaan mereka memiliki nilai UN
matematika sekitar 5 poin lebih tinggi daripada siswa yang orangtuanya tidak pernah
melakukan hal tersebut.
Sebaliknya, keterlibatan yang tinggi (“setiap hari”) pada beberapa bentuk
keterlibatan justru terasosiasi dengan prestasi yang rendah. Misalnya, siswa yang
setiap hari dibantu orangtuanya dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah cenderung
memiliki nilai lebih rendah pada UN bahasa Indonesia (sekitar 5 poin) dan bahasa
Inggris (sekitar 6 poin) dibanding siswa lain. Siswa yang orangtuanya setiap hari
menanyakan apa yang dipelajari di sekolah juga cenderung memeroleh nilai lebih
rendah pada UN bahasa Indonesia (sekitar 7 poin), bahasa Inggris (sekitar 4 poin),
maupun matematika (sekitar 5 poin) dibanding siswa lain. Selain itu, siswa yang
orangtuanya setiap hari menanyakan kejadian-kejadian di sekolah cenderung
mendapat nilai lebih rendah, namun hanya pada UN bahasa Indonesia (terpaut
sekitar 4 poin).
13
Untuk perilaku memeriksa PR, keterlibatan pada level moderat (“kadangkadang”) pun sudah berdampak negatif pada nilai UN tiga mata pelajaran. Siswa
yang orangtuanya kadang atau setiap hari terlibat memeriksa PR memiliki nilai lebih
rendah pada UN bahasa Indonesia (sekitar 6 poin), bahasa Inggris (sekitar 6 poin),
maupun matematika (sekitar 4 poin).
Table 8. Keterlibatan orangtua dalam kegiatan belajar anak
Bentuk
keterlibatan
orangtua
Saya mendiskusikan
hal-hal yang saya
baca dengan orang
tua
Ortu saya
menanyakan apa
yang saya pelajari di
sekolah
Ortu membantu
saya dalam tugastugas
sekolah/latihan soal
Ortu menanyakan
kejadian-kejadian di
sekolah
Ortu saya
memeriksa hasil PR
saya
Ortu mengingatkan
untuk mengerjakan
PR
Ortu ingin tahu apa
yang saya lakukan
sepulang sekolah
Tidak pernah
303
Bahasa
Indonesia
Nilai
Simp.
UN
Baku
65.83
15.10
Kadang-kadang
776
67.71
13.08
51.24
16.45
43.42
21.21
Setiap hari
181
66.46
15.71
51.31
18.34
45.56
23.96
Total
1260
67.03
14.05
50.78
17.04
42.87
21.65
Tidak pernah
155
67.40
13.02
51.47
17.80
43.93
21.18
Kadang-kadang
768
69.04
12.57
52.07
16.82
44.34
21.98
Setiap hari
341
62.48
16.31
47.68
16.74
39.11
20.88
Total
1264
67.01
14.04
50.77
17.02
42.84
21.68
Tidak pernah
499
66.82
14.48
50.40
17.76
43.10
22.03
Kadang-kadang
705
67.77
13.16
51.66
16.45
43.12
21.26
Setiap hari
54
62.80
16.53
45.33
15.45
39.17
22.91
Total
1258
67.16
13.90
50.86
17.00
42.94
21.65
Tidak pernah
224
68.31
11.42
51.32
15.45
43.37
20.82
Kadang-kadang
782
67.23
14.18
50.93
17.64
43.31
21.87
Respon
Jumlah
resp.
Bahasa Inggris
Matematika
Nilai
UN
49.48
Simp.
Baku
17.59
Nilai
UN
40.22
Simp.
Baku
21.14
Setiap hari
256
65.59
15.22
49.75
16.58
41.17
21.72
Total
1262
67.08
13.97
50.76
17.04
42.88
21.65
Tidak pernah
570
69.45
12.31
53.38
16.55
46.00
21.36
Kadang-kadang
608
65.50
14.37
48.79
17.12
40.13
21.08
Setiap hari
80
63.15
18.09
47.97
17.47
41.94
24.86
Total
1258
67.14
13.94
50.82
17.03
42.93
21.66
Tidak pernah
130
67.08
15.40
50.77
18.15
45.11
22.04
Kadang-kadang
670
67.56
13.35
51.09
17.20
43.26
21.68
Setiap hari
462
66.48
14.39
50.51
16.42
41.75
21.48
Total
1262
67.10
13.98
50.83
17.00
42.89
21.65
Tidak pernah
149
68.44
12.98
49.71
16.80
43.82
22.00
Kadang-kadang
635
67.10
13.55
51.55
17.27
43.48
21.44
Setiap hari
478
66.63
14.71
50.04
16.86
41.73
21.85
Total
1262
67.09
13.93
50.73
17.06
42.86
21.67
14
Di sisi lain, ada dua bentuk keterlibatan orangtua yang tidak terkait dengan
prestasi siswa pada pelajaran apa pun: mengingatkan anak untuk mengerjakan PR
meningkatkan ataupun menurunkan nilai UN, dan menanyakan apa dilakukan siswa
sepulang sekolah.
Secara keseluruhan, peran keterlibatan orangtua dalam kegiatan belajar anak
tidak sejalan dengan prediksi. Pada sebagian besar indikator, keterlibatan orangtua
justru terkait dengan nilai UN yang lebih rendah. Keterlibatan yang terlalu intens
(misalnya, setiap hari membantu mengerjakan tugas atau memeriksa hasil
pengerjaan PR) justru berdampak buruk pada prestasi.
Mengapa pola ini terjadi? Setidaknya terdapat dua kemungkinan penjelasan.
Pertama, pola ini mungkin mencerminkan rendahnya kemampuan orangtua dalam
memfasilitasi proses belajar siswa SMA. Karena itu, cara orangtua membantu
mengerjakan tugas, memeriksa PR, dan memberi perhatian pada kegiatan belajar
tidak efektif dan justru merugikan jika dilakukan terlalu sering. Kemungkinan kedua
adalah bahwa keterlibatan orangtua mencerminkan persepsi mereka tentang
kemampuan anaknya. Orangtua yang merasa anaknya memiliki kemampuan rendah
(atau belum siap menghadapi ujian, apa pun alasannya), akan terdorong untuk lebih
sering memotivasi, mengingatkan, memeriksa PR, dan membantu pengerjaan tugas
anaknya. Dengan kata lain, siswa yang orangtuanya terlibat secara lebih intens
adalah siswa yang memang memiliki kemampuan dan/atau kesiapan rendah.
Dua penjelasan ini bersifat komplementer. Siswa yang kurang mampu/siap
akan cenderung mendorong orangtua untuk lebih terlibat. Namun karena orangtua
tidak memiliki kemampuan memadai untuk membantu, keterlibatan mereka tidak
efektif atau justru berdampak negatif. Perlu penelitian lebih lanjut untuk
mengonfirmasi hal ini.
2.5. Kegiatan Non-akademik Siswa
Survei UN 2016 mengukur frekuensi lima kegiatan non-akademik siswa: menonton
TV, berkumpul teman, bermain gadget/komputer, membaca, dan berolahraga.
Untuk masing-masing kegiatan, responden diberi tiga pilihan jawaban, mulai dari 0-1
jam, 1-3 jam, sampai lebih dari 3 jam per hari. Analisis varians dilakukan untuk
15
membandingkan nilai UN bahasa Indonesia, matematika, dan bahasa Inggris pada
masing-masing butir/indikator kegiatan non-akademik siswa.
Table 9. Frekuensi siswa melakukan aktivitas-aktivitas non akademik
Aktivitas nonakademik
membaca
bermain tablet,
gadget, komputer
menonton TV
berkumpul
dengan teman di
luar jam sekolah
berolahraga
Bahasa Indonesia
Nilai
Simp.
UN
Baku
64.93
14.07
Bahasa Inggris
Nilai
Simp.
UN
Baku
48.29
16.76
Matematika
Nilai
Simp.
UN
Baku
38.60
20.29
12.77
51.32
16.99
44.40
21.26
70.42
14.95
57.13
16.32
52.53
23.06
1253
67.13
13.84
50.76
17.03
42.90
21.60
0-1 jam
345
63.46
14.67
45.44
16.46
37.15
19.40
1-3 jam
433
67.89
13.79
51.89
16.10
44.62
22.10
> 3 jam
451
70.51
11.73
55.48
16.67
47.13
21.70
Total
1229
67.51
13.66
51.26
16.89
43.31
21.57
0-1 jam
444
67.28
13.90
51.32
17.40
44.99
22.56
1-3 jam
547
66.59
14.23
50.44
16.41
41.53
20.90
> 3 jam
256
68.10
13.19
51.00
17.31
42.48
21.25
Total
1247
67.16
13.90
50.87
16.95
42.96
21.61
0-1 jam
343
67.42
14.86
49.74
17.84
44.02
21.77
1-3 jam
520
67.95
13.73
51.77
16.87
44.24
22.12
> 3 jam
382
65.70
13.45
50.64
16.53
40.26
20.73
Total
1245
67.10
13.99
50.84
17.05
42.94
21.65
0-1 jam
724
68.32
13.21
51.02
16.48
42.92
21.02
1-3 jam
361
67.36
13.41
52.65
17.31
45.92
23.25
> 3 jam
164
61.46
15.80
46.16
17.60
36.25
19.09
Total
1249
67.12
13.82
50.83
16.98
42.88
21.62
Waktu
per
minggu
Jumlah
resp.
0-1 jam
570
1-3 jam
507
68.49
> 3 jam
176
Total
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa frekuensi bermain gadget dan
membaca memiliki hubungan linear positif dengan prestasi pada ketiga pelajaran
yang ditelaah. Semakin sering siswa bermain gadget dan membaca, semakin baik
prestasinya pada Ujian Nasional 2016. Siswa yang membaca lebih dari 3 jam per hari
memeroleh nilai lebih tinggi pada UN bahasa Indonesia (sekitar 7 poin), bahasa
Inggris (sekitar 10 poin), dan matematika (sekitar 10 poin) dibanding siswa yang
jarang membaca. Temuan ini menarik karena menunjukkan bahwa membaca tidak
hanya berdampak pada pelajaran bahasa, tapi juga pada matematika.
Mirip dengan hal itu, semakin sering siswa bermain gadget, semakin tinggi
nilai UN-nya. Siswa yang mengaku bermain gadget lebih dari 3 jam per hari
memeroleh nilai lebih tinggi pada UN bahasa Indonesia (sekitar 7 poin), bahasa
16
Inggris (sekitar 10 poin), dan matematika (sekitar 10 poin) dibanding siswa yang
tidak atau jarang menggunakan gadget. Temuan ini perlu ditafsirkan dengan hatihati. Kemungkinan penjelasan pertama adalah bahwa aktivitas bermain gadget
memang secara langsung berdampak positif pada prestasi. Hal ini masuk akal jika
penggunaan gadget di sini mencakup aktivitas-aktivitas yang terkait dengan literasi
(misalnya, mengakses bacaan online, menulis blog, dll.). Penjelasan alternatifnya
adalah bahwa frekuensi menggunakan gadget lebih mencerminkan kemampuan
sosial-ekonomi keluarga. Dalam interpretasi ini, aktivitas bermain gadget itu sendiri
belum tentu memiliki dampak langsung pada prestasi.
Di luar membaca dan bermain gadget, frekuensi menonton TV, berkumpul
dengan teman, dan berolahraga juga terkait dengan prestasi ketiga pelajaran yang
dikaji namun secara negatif. Frekuensi menonton TV terkait secara negatif dengan
prestasi pada UN matematika. Secara rata-rata, siswa yang mengaku jarang
menonton TV memeroleh nilai UN matematika sedikit lebih tinggi (sekitar 2-3 poin)
daripada mereka yang menonton TV lebih dari 1 jam per hari. Untuk aktivitas
berkumpul dengan teman di luar sekolah, yang merugikan adalah apabila hal itu
dilakukan secara berlebihan. Siswa yang mengaku berkumpul dengan teman lebih
dari 3 jam per hari memeroleh nilai yang sedikit lebih rendah pada UN bahasa
Indonesia (sekitar 2 poin) dan matematika (sekitar 4 poin). Mirip dengan hal itu,
frekuensi olahraga yang terlalu tinggi juga merugikan. Siswa yang mengaku
berolahraga lebih dari 3 jam sehari mendapat nilai paling rendah pada pelajaran
bahasa Indonesia (sekitar 7 poin), bahasa Inggris (sekitar 6 poin), maupun
matematika (sekitar 7 poin).
Secara keseluruhan, aktivitas membaca dan bermain gadget terkait secara
positif dengan nilai UN. Sebaliknya, menonton TV, berkumpul dengan teman, dan
olahraga jika dilakukan secara berlebihan.
17
3. Rekomendasi
Terkait status sosial-ekonomi (SES) keluarga, beberapa rekomendasi yang dapat
diterapkan adalah sebagai berikut:

Penilaian kinerja guru dan sekolah seyogyanya memerhatikan tingkat SES
keluarga yang dilayani oleh tiap sekolah. Mengingat kuatnya peran latar belakang
pendidikan dan pekerjaan orangtua terhadap nilai UN siswa, sekolah yang
melayani siswa dari keluarga dengan tingkat sosial-ekonomi rendah memiliki
tugas yang lebih berat dalam mencapai tingkat kompetensi lulusan yang sama.

Dalam rangka memberikan target kinerja yang lebih adil, pemerintah perlu
melakukan pemetaan tingkat SES orang tua secara lebih komprehensif (tidak
hanya mencakup tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan orang tua). Untuk itu,
diperlukan penelitian untuk merumuskan indeks SES sekolah. Metode penelitian
yang digunakan dapat diadaptasi dari kegiatan serupa yang sudah pernah
dilakukan oleh lembaga-lembaga survei internasional.

Pemerintah melalui sekolah sebaiknya mengambil peran lebih besar dalam
peningkatan kemampuan orangtua sebagai pendamping tumbuh kembang anak.
Hal ini penting dilakukan untuk orangtua yang memiliki tingkat pendidikan
rendah (terutama SD).

Pemerintah dapat melakukan kampanye public untuk mengoreksi pemahaman
keliru bahwa yang lebih perlu berpendidikan tinggi hanyalah ayah. Temuan
analisis ini justru menunjukkan pentingnya peran ibu dibanding ayah dalam
prestasi belajar siswa SMA/SMK.
Terkait iklim keluarga dan keterlibatan orangtua dalam aktivitas anak di luar sekolah,
rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

Peran orangtua yang terbukti paling bermanfaat untuk prestasi belajar anak
adalah menciptakan dan menjaga kehangatan keluarga. Iklim positif keluarga
jauh lebih positif dampaknya dibandingkan keterlibatan langsung orangtua
dalam tugas-tugas akademik anaknya (seperti mengawasi dan membantu
pengerjaan PR). Satu-satunya bentuk keterlibatan yang positif adalah berdiskusi
18
tentang bacaan yang bukan terkait langsung dengan pelajaran sekolah. Dengan
demikian, program pelatihan yang lebih perlu dikembangkan bagi orangtua
adalah merawat dan memerbaiki kualitas hubungan anggota keluarga secara
mendasar (bukan pelatihan yang sempit pada pembelajaran akademik).

Temuan bahwa frekuensi membaca dan penggunaan tablet/gadget menunjukkan
pentingnya aktivitas literasi yang tidak secara sempit terkait dengan tugas
sekolah. Dalam hal ini, pemerintah perlu mendukung program-program (seperti
perpustakaan komunitas dan perpustakaan kelas) yang membuka akses siswa
pada dunia buku dan aktivitas literasi. Mengenai kaitan antara frekuensi
penggunaan tablet, laptop, dan gadget digital dengan prestasi akademik, perlu
penyikapan bijak yang berpijak pada penelitian lebih lanjut agar dapat memberi
rekomendasi yang lebih tepat mengenai cara penggunaannya.
19
Download