perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id RESPON PROLIFERASI LIMFOSIT PADA ORGAN LIMPA DAN TIMUS MENCIT BALB/C YANG TERINFEKSI BAKTERI Salmonella thypi PADA PEMBERIAN EKSTRAK MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria) TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Magister Sains Program Studi Biosains Oleh Ifandari NIM: S900809008 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN ORININALITAS DAN PUBLIKASI TESIS Saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul:“Respon Proliferasi Limfosit pada Organ Limpa dan Timus Mencit Balb/C yang Terinfeksi Bakteri Salmonella thypi pada Pemberian Ekstrak Meniran Merah (Phyllantus urinaria )“ ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan unsur – unsur jiplakan, maka saya bersedia Tesis beserta gelar MAGISTER saya dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan pasal 70). 2. Tesis ini merupakan hak milik Prodi Biosains PPs-UNS. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada Jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin Ketua Prodi Biosains PPs-UNS dan minimal satu kali publikasi menyertakan tim pembimbing sebagai Author. Apabila sekurang – kurangnya satu semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan isi Tesis ini, maka Prodi Biosains PPs-UNS berhak mempubilkasikanya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Biosains PPs-UNS dan atau media yang ditunjuk. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 23Agustus 2011 Mahasiswa Ifandari S900809008 commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id RESPON PROLIFERASI LIMFOSIT PADA ORGAN LIMPA DAN TIMUS MENCIT BALB/C YANG TERINFEKSI BAKTERI Salmonella thypi PADA PEMBERIAN EKSTRAK MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria) Ifandari, Suranto dan Y Nining Sri Wuryaningsih Program Studi Magister Biosains, PPS-UNS Surakarta Abstrak Meniran merah merupakan salah satu anggota dalam genus Phyllanthus. Anggota dalam genus ini memiliki variasi karakter morfologi dimana beberapa diantaranya telah digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Meniran merah digunakan dalam penelitian sebagai diuretik dan hipoglikemik. Akan tetapi kemanfaatan tanaman ini sebagaii immunomodulator belum digali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proliferasi limfosit pada organ Limpa dan Timus Mencit Balb/C yang diinfeksi bakteri Salmonella thypi akibat pemberian ekstrak meniran merah dan mengetahui pengaruh variasi dosis ekstrak meniran merah terhadap respon proliferasi limfosit. Penelitian ini menggunakan rancangan the post test-only control group terhadap 48 ekor mencit Balb/C yang terbagi dalam 8 kelompok dan dilakukan selama 10 hari. Kelompok kontrol negatif, kontrol positif, kelompok perlakuan dengan variasi dosis masing-masing 3x 0,065 mg/hr, 3x 0,130 mg/hr dan 3x 0,260 mg/hr untuk tiap jenis ekstrak meniran merah dan hijau. Mencit diinfeksi pada hari ke-4 S. typhi dan hari ke-11 dikorbankan. Limfosit diisolasi dari organ limpa dan timus, kemudian dihitung jumlahnya dan viabilitas dalam berproliferasi dengan metode MTT assay. Data dianalisis dengan T test untuk melihat perbedaanya dan kurva estimasi untuk korelasinya. Pemberian ekstrak meniran merah mampu menguatkan respon proliferasi limfosit ke arah lebih baik dengan meningkatkan proliferasi limfosit pada organ Limpa dan pada organ Timus menekan. Variasi penambahan dosis ekstrak meniran merah cenderung menguatkan respon proliferasi limfosit. Waktu inkubasi 48 jam merupakan waktu terbaik untuk pengamatan proliferasi limfosit. Kata kunci: Phyllanthus urinaria, Respon, Proliferasi, Limfosit,. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id LYMPHOCYTE PROLIFERATION RESPONS ON SPLEEN AND THYMUS ORGANS OF MICE BALB/C INFECTED WITH Salmonella thypi in Phyllanthus urinaria EXTRACT TREATMENTS Ifandari, Suranto and Y Nining Sri Wuryaningsih Program Study of Biosains, Post Graduate Program Sebelas Maret University of Surakarta Abstract Phyllanthus urinaria is one of the species in the genus of Phyllanthus, which has variety of the morphologycal characters and ussually used as herb medicines traditionally. Now days, this plant has been intensivelly treated for laboratory experiment especially for diuretic and hipoglicemic. The aims of this study were to investigated the lymphocyte proliferation in spleen and thymus organs of mice Balb/C infected after treated by Salmonella thypi with P urinaria extract treatments. Beside the above, and studies effect dosage variety of P,urinaria extracts to the lymphocyte proliferation respons was also conducted. The study designed with post test only control group to 48 Balb/C mice. The groups of experiment was 8 groups consist of control negative, control positive, groups of treatment with variety dosage 3x0,065 mg/day, 3x0,130 mg/day and 3x0,260 mg/day for P.urinaria and P.niruri. The experiment was doing 10 days with orally treatments, and Salmonella infection injected in mice at 4th. At day 11th day mice were killed and isolated the lymphocyte from spleen and Thymus. Lymphocyte were counted and cultured. The culture cell tested proliferation capability with MTT assay method. The results showed, P.urinaria treatments has resulted increased lymphocyte proliferation on spleen but descreassion on the thymus organ therefore lymphocyte proliferation respons strongher on mice Balb/C. The best time for counting the proliferation lymphocyte cell as 48 hour. Key Words: Phyllanthus urinaria, Response, Proliferation, Lymphocyte, commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ilmiyah ini dipersembahkan kepada Almamater tercinta sebagai wujud peran sertaku dalam Ilmu Pengetahuan Ayah Bundaku tercinta Anak dan suamiku tercinta commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, atas limpahan rahmad dan hidayah-Mu penulis dapat menyajikan tulisan tesis yang berjudul ”Respon Proliferasi Limfosit pada organ Limpa dan Timus Mencit Balb/C yang terinfeksi Bakteri Salmonella thypi pada Pemberian Meniran Merah (Phyllantus urinaria)“. Dalam tulisan ini, disajikan pokok pokok bahasan yang meliputi efek dari perlakuan ekstrak Meniran Merah secara in vivo dengan jumlah limfosit dari organ limpa dan Timus, viabilitas sel untuk berproliferasi akibat perlakuan meniran merah diperbandingkan dengan perlakuan meniran hijau dan keberhasilan kultur sel dengan variasi lama waktu inkubasi. Nilai penting dari penelitian ini adalah menggali potensi meniran merah dalam pemanfaatanya sebagai immunomodulator dengan membandingkanya dengan efek imunomodulator pada pemberian meniran hijau. Dari penelitian ini ditemukan adanya perbedaan respon proliferasi limfosit dari kedua jenis meniran sehingga dapat memberikan masukan kepada peneliti bagaimana potensi dari meniran merah yang perlu digali. Adapun kendala yang ada dalam penelitian ini adalah faktor fasilitas penunjang seperti ketersediaan hewan coba dan fasilitas laboratorium hewan yang masih kurang sehingga waktu penelitian harus mundur sehingga nantinya dapat diperbaiki dengan pengaturan waktu yang sesuai. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian maupun penulisan, walaupun telah diupayakan dengan sekuat tenaga untuk dapat memberikan kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap segala saran yang bersifat membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih setulusnya kami sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Sebelas Maret Prof.Dr. Ravik Karsidi,M.S yang berkenan menerima penulis sebagai Mahasiswa S2 2. Direktur Program Pasca sarjana Prof. Drs. Suranto,M.Sc.Ph.D atas fasilitas dan ijinya dalam menepuh semua proses pembelajaran S2 3. Ketua Program Studi Biosain Dr. Sugiyarto, M.Si. atas segala fasilitas dan arahanya dalam proses penelitian maupun pembelajaran 4. Prof. Drs. Suranto,M.Sc.Ph.D dan Dr. Y Nining Sri Wuryaningsih dr.Sp PK selaku pembimbing atas segala curahan pemikiran dalam membimbing Penelitian dan penulisan Tesis. 5. Dr.Edwi Mahajoeno atas bantuan informasi dan saran dalam penelitian dan penulisan Tesis 6. Laboratorium LPPT UGM atas ijin penggunaan laboratorium sebagai tempat penelitiam 7. Laboratorium Hewan Coba PAU Bioteknologi UGM atas bantuanya sebagaii tempat pemeliharaan hewan. 8. Laboratorium Pusat sub lab Kimia atas ijin sebagai tempat penelitian 9. Seluruh teknisi LPPT UGM atas bimbingan teknis pelaksanaan penelitian 10. Tim penelitian Bapak Amar Ibhn Lash dan Bapak Pariyanto atas kerjasamanya dalam penelitian 11. Teman – teman prodi Biosain angkatan 2009 atas semangat dan segala bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini 12. Dr. R.C Hidayat Soesilohadi, M.S yang telah memberikan bimbingan analisis statistik. 13. Ibu Daning Nuriliani M.Kes atas diskusi keilmuan dan teknis penelitian 14. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala bantuan dalam penelitian ini. commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL.............................. ............................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS........................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................... iv HALAMAN ABSTRAK............................................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................. vii HALAMAN KATA PENGANTAR............................................................................ viii HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH................................................................... ix DAFTAR ISI........................................... ............................................................... x DAFTAR TABEL................................... ............................................................... xi DAFTAR GAMBAR............................... ............................................................... xii DAFTAR SINGKATAN......................... ............................................................... xiii Bab I Pendahuluan a. Latarbelakang................... ..... .............................................................. 1 b. Rumusan masalah.................. ................................................................ 4 c. Tujuan penelitian..................... ................................................................ 4 d. Manfaat penelitian.................. ................................................................ 4 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Konsep Penelitian A. Tinjauan Pustaka 1. Meniran.................... ........ ................................................................ 5 2. Salmonella thypi............... ................................................................ 10 3. Demam Tifoid.................. ................................................................ 11 4. Sistem pertahanan tubuh.. ............................................................... 13 5. Immunomodulator............ ............................................................... 16 B. Kerangka penelitian................ ............................................................... 17 C. Hipotesa ................................. ............................................................... 17 Bab III Metodologi Penelitian A. Waktu dan tempat penelitian.... ................................................................ 18 B. Rancangan penelitian.............. ................................................................ 18 C. Alat dan bahan penelitian........ ............................................................... 20 D. Prosedur penelitian................. ................................................................ 20 commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id E. Analisis data ........................... ................................................................ 26 Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil........................................................................................................... 27 B. Pembahasan........................... ................................................................ 48 Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan............................ ................................................................ 61 B. Saran..................................... ............................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA............................ ................................................................ 62 LAMPIRAN........................................ ................................................................ 67 commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Jumlah sel Limfosit mencit hasil isolasi organ Limpa……………………. 27 Tabel 2. Jumlah sel Limfosit mencit hasil isolasi organ Timus……………………. 31 Tabel 3. Nilai Kerapatan Optik Kultur Limfosit mencit hasil isolasi organ Limpa 36 Tabel 4. Nilai Kerapatan Optik Kultur Limfosit mencit hasil isolasi organ Timus 39 Tabel 5. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Meniran Hijau dan Merah…. 43 Tabel 6. Nilai Rf yang ada pada senyawa aktif pada Meniran Hijau dan Merah 44 commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Meniran Hijau (Phyllanthus niruri )………...................... Hal ………….... 6 Gambar 2. Meniran Merah (Phyllanthus urinaria)……………………. ……………. 7 Gambar 3. Kerangka Penelitian……………………………………….. ……………… 17 Gambar 4. Alur penelitian………………………………………………………………. 19 Gambar 5. Jumlah sel limfosit hasil isolasi dari organ limpa dan simpangan bakunya………………………………………………………………… Gambar 6. Pola Kecenderungan antara kenaikan dosis ekstrak Meniran Hijau P. niruri dengan jumlah Sel Limfosit pada organ Limpa…………… Gambar 7. Pola kecenderungan antara kenaikan dosis ekstrak Meniran Merah P. urinaria dengan jumlah Sel Limfosit pada organ Limpa………….. Gambar 8. Jumlah sel hasil isolasi dari organ Timus dan simpangan bakunya…………………………………………………………………… Gambar 9. Pola kecenderungan jumlah limfosit Timus mencit terhadap dosis ekstrak meniran hijau P.niruri yang diberikan………………………… Gambar 10. Pola kecenderungan jumlah limfosit Timus mencit terhadap dosis ekstrak meniran merah P.urinaria yang diberikan……………………. Gambar 11. Limfosit dari limpa berproliferasi……………………………………….. 28 29 29 32 33 33 35 Gambar 12. Limfosit dari Timus berproliferasi……………………………………… 35 Gambar 13.Nilai Kerapatan Optik Kultur Limfosit hasil isolasi dari organ Limpa 38 Gambar 14.Nilai Kerapatan Optik Kultur Limfosit hasil isolasi dari organ Timus… 40 Gambar 15. Pemisahan senyawa aktif pada lempeng silica gel metode Kromatografi lapis Tipis…………………………………………………... 42 Gambar 16. Kultur limfosit dari Limpa pada inkubasi 24 jam……………………… 45 Gambar 17. Kultur limfosit dari Timus pada Inkubasi 24 jam……………………… 45 Gambar 18. Kultur limfosit dari Limpa pada inkubasi 48 jam……………………… 46 Gambar 19. Kultur limfosit dari Timus pada Inkubasi 48 jam……………………. 46 Gambar 20. Kultur limfosit dari Limpa pada inkubasi 72 jam……………………… 47 Gambar 21. Kultur Limfosit dari Timus yang diinkubasi selama 72jam………….. 47 commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hitung Jumlah sel limfosit dari organ limpa……………………………. Hal 65 Lampiran 2. Analisa T Test Sel Limfosit Hasil Isolasi dari Limpa………………….. 66 Lampiran 3. Hitung Jumlah sel limfosit dari organ Timus…………………………… 67 Lampiran 4. Analisa T Test Sel Limfosit Hasil Isolasi dari Timus………………….. 69 Lampiran 5. Analisa nilai kerapatan optic limfosit dari organ limpa……………….. 70 Lampiran 6 Tabel Nilai Signifikasi Hasil Uji T Test Nilai Kerapatan Optik Kultur limfosit 71 Hasil Isolasi Organ Limpa Dengan waktu inkubasi 24 jam………………….. Lampiran 7 Tabel Nilai Signifikasi Hasil Uji T Test Nilai Kerapatan Optik Kultur limfosit Hasil Isolasi Organ Limpa Dengan waktu inkubasi 48 jam………………….. Lampiran 8 Tabel Nilai Signifikasi Hasil Uji T Test Nilai Kerapatan Optik Kultur limfosit Hasil Isolasi Organ Limpa Dengan waktu inkubasi 72 jam………………….. Lampiran 9 Estimasi Kurva Pola Kecenderungan Besarnya Kerapatan Optik Dengan Besarnya Dosis Pada Waktu Inkubasi 48 Iam……………………. Lampiran 10 Hasil Kerapatan Optik Kultur Limfosit dari Organ Timus,…………………… Lampiran 11 Tabel Nilai Signifikasi Hasil Uji T Test Nilai Kerapatan Optik Kultur limfosit 72 72 73 76 77 Hasil Isolasi Organ timus Dengan waktu inkubasi 24 jam…………………. Lampiran 12 Tabel Nilai Signifikasi Hasil Uji T Test Nilai Kerapatan Optik Kultur limfosit Hasil Isolasi Organ timus Dengan waktu inkubasi 48 jam…………………. Lampiran 13 Tabel Nilai Signifikasi Hasil Uji T Test Nilai Kerapatan Optik Kultur limfosit Hasil Isolasi Organ timus Dengan waktu inkubasi 72 jam…………………. Lampiran 14 Estimasi Kurva Pola Kecenderungan Besarnya Kerapatan Optik Dengan Besarnya Dosis Pada Waktu Inkubasi 48 Iam………………….. 78 78 79 Lampiran 15 Keterangan Kelaikan Etik……………………………………………….. 82 Lampiran 16 Surat Ijin penelitian……………………………………………………… 83 Lampiran 17 Biodata Mahasiswa……………………………………………………… 85 commit to user xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR SINGKATAN CFU : colony forming unit DC : Dendritik cel Fetal Bovine serum FBS HIV : Human immunodeficiency virus IFNγ : Interferon gamma KLT Kromatografi lapis tipis LPPT Laboratorium penelitian dan pengijian terpadu M.H : Meniran Hijau M.M : meniran Merah SB : Simpangan Baku commit to user xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Indonesia sebagai pemilik kekayaan plasma nutfah yang besar, menyimpan keberagaman jenis tanaman obat. Tanaman obat merupakan salah satu unsur penting dalam penanganan kesehatan. Jenis – jenis tanaman obat telah digunakan oleh masyarakat tradisional dalam penanganan kesehatan. Seiring dengan berubahnya pola hidup masyarakat yang kembali ke alam, maka tanaman obat sekarang ini banyak digunakan kembali. Seiring dengan perkembangan penelitian mengenai fitokimia, telah diketemukan senyawa – senyawa aktif yang berpotensi sebagai obat. Senyawa aktif dari tumbuhan dapat berperan sebagai anti bakteri, anti viral, antiplasmodial, anti oksidan, antiinflamasi, anti alergi, anti kanker, immunomodulator dan lain sebagainya. Kelompok senyawa aktif yang umum dijumpai pada tanaman antara lain : kelompok Alkaloid, Terpenoid, Flavonoid, Saponin, Polifenol, Vitamin, Polisakarida dan lain sebagainya. Penelitian tentang kandungan fitokimia dari jenis – jenis tumbuhan masih sangat kecil dibandingkan jumlah spesies tumbuhan yang ada, oleh karena itu diperlukan penelitian yang menggali potensi spesies – spesies tumbuhan. Penelitian tentang immunomodulator banyak dilakukan pada akhir – akhir ini. Hal ini didorong oleh adanya sistem penyembuhan penyakit yang meminimalkan penggunaan obat kimia dengan meningkatkan sistem imunitas tubuh. Sistem imunitas yang meningkat dapat menanggulangi berbagai macam jenis penyakit. Dengan menggunakan senyawa yang berperan sebagai immunomodulator, efek negatif dari suatu pengobatan dapat commit to immunomodulator user diminimalkan. Penggunaan senyawa sering digunakan 1 2 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebagai pendamping pengobatan yang bersifat intensif (Radityawan,2005). Jenis tumbuhan yang telah diteliti sebagai peningkat daya immunomodulator salah satunya adalah Meniran Hijau. Penelitian mengenai manfaat Meniran hijau telah banyak dilakukan. Jenis ini telah diteliti berperan sebagai anti hepatotoksik, anti litik, anti hipersensitif, anti HIV, tuberkulosis (Radityawan, 2005) dan anti hepatitis B (Bagalkotkar et al. 2006) dan juga sebagai immunomodulator (Ma’at, 1997). Bentuk keragaman spesies yang terdapat dalam genus Phyllanthus, membuat meniran ini dibagi menjadi beberapa spesies berdasarkan karakter morfologi. Berdasarkan klasifikasi Hadad, Meniran dibedakan menjadi tiga macam yaitu Meniran Merah, Meniran Kuning dan meniran Hijau (Hidayat dkk. 2008). Untuk Meniran merah dengan nama latin Phyllanthus urinaria dan meniran Hijau dengan nama Phyllanthus niruri. Berdasarkan perbedaan spesies dalam satu genus maka dimungkinkan ada perbedaan kandungan fitokimianya. Penelitian tentang manfaat meniran hijau telah banyak dilakukan, salah satunya berperan sebagai immunomodulator. Berdasarkan penelitian Lestarini (2008), Pemberian ekstrak Meniran Hijau diketahui mempunyai efek peningkatan respons imun seluler terhadap mencit yang diinfeksi dengan Bakteri S. thypmurium. Sedangkan bagaimana potensi Meniran Merah sebagai immunomodulator belum banyak digali. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui potensi daya immunomodulator yang dimiliki meniran merah dibandingkan meniran hijau dalam mengatasi infeksi bakteri S. typhi. Demam tifoid atau sering disebut sebagai tifus, merupakan penyakit pada saluran pencernaan. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella commit to user 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id enterica serovar typhi atau sering disebut Salmonella typhi. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui jalan oral dan menyebar setelah masuk pada sistem pencernaan (Widoyono, 2008). Penyakit demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita masyarakat pada negara berkembang. Menurut laporan WHO terdapat 5 negara berkembang yang tercatat penderita demam tifoid besar adalah: Cina, India, Pakistan, Vietnam dan Indonesia. Kasus demam tifoid diperkirakan mencapai 16 hingga 33 juta pertahun di dunia. Dari jumlah kasus ini diperkirakan 600.000 penderita mengalami kematian (Chatterjee,2010). Penyakit ini berkaitan secara langsung dengan kebersihan makanan, air dan lingkungan Oleh karena itu, penyakit ini frekuensinya tinggi pada negara berkembang. Hal ini berkaitan dengan tingkat kebersihan lingkungan dan pola hidup masyarakat yang kurang bersih. Usaha penanggulangan dari penyakit demam tifoid dilakukan dengan pemberian antibiotik dan vaksinasi. Penggunaan antibiotik paling luas digunakan untuk menganggulangi penyakit ini. Di Indonesia, antibiotik yang digunakan untuk pengobatan penyakit ini adalah Kloramfenikol (Widoyono, 2008). Akan tetapi penggunaan antibiotik ini tidak bisa digunakan dalam jangka relatif panjang karena menimbulkan resistensi (Triadmodjo, 1989). Selain penggunan antibiotik, dilakukan pula pencegahan dengan penggunaan vaksin (Azze et al, 2003). Dengan penggunaan meniran hijau sebagai penanggulangan deman tifoid mampu memberikan solusi dari permasalahan ini. Meniran hijau dan merah masih dalam genus yang sama, apakah respon yang ditimbulkan sama atau tidak dalam mengatasi penyakit demam tifoid. commit to user 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah respon proliferasi limfosit pada organ Limpa dan Timus mencit Balb/C yang terinfeksi bakteri Salmonella thypi akibat pemberian ekstrak Meniran merah (Phyllanthus urinaria) 2. Bagaimanakah pengaruh variasi penambahan dosis ekstrak meniran merah terhadap respon proliferasi limfosit tubuh mencit Balb/C yang terinfeksi bakteri S. thypi C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui respon proliferasi limfosit pada organ Limpa dan Timus Mencit Balb/C yang diinfeksi bakteri Salmonella thypi dengan pemberian ekstrak meniran merah (Phyllanthus urinaria) . 2. Mengetahui pengaruh variasi penambahan dosis ekstrak meniran merah terhadap respon proliferasi limfosit tubuh mencit Balb/C yang diinfeksi bakteri S. thypi D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki kemanfaatan baik secara teoritis maupun praktis. Kemanfaatan secara teoritis diharapkan: memberikan informasi tentang efek immunomodulator ekstrak meniran Merah. Kemanfaatan secara praktis diharapkan : pemberian ekstrak meniran merah dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk meningkatkan daya immunomodulator untuk penyakit demam tifoid maupun infeksi penyakit lain. commit to user 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka 1. Meniran Tumbuhan Meniran merupakan salah satu tumbuhan obat yang berbentuk herba dan tumbuh secara liar. Tumbuhan ini memiliki karakter morfologis berbeda. Dari perbedaan karakter morfologinya, meniran diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu Meniran Merah, Meniran Kuning dan Meniran Hijau. Dari ketiga jenis meniran tersebut, meniran hijau dan merah saja yang sering dijumpai disekitar kita. Oleh karena itu, meniran hijau dan merah yang dipilih dalam penelitian ini. a. Taksonomi Tumbuhan Meniran dalam nama latinnya Phyllanthus spp memiliki kedudukan dalam system taksonomi menurut Tjitrosoepomo (1989) adalah: Kingdom : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Euphorbiales Familia : Euphorbiaceae Genus : Phyllanthus Spesies : Phyllanthus niruri L., Phyllanthus urinaria Lin. Meniran memiliki variasi warna batang, meniran hijau dengan nama latin Phyllanthus niruri L dan meniran merah dengan nama latin Phyllanthus urinaria Lin. Perbedaan warna batang pada kedua jenis ini commit to user 5 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id merupakan salah satu pembeda menurut klasifikasi yang dibuat oleh Hadad dkk pada tahun 1993 (Hidayat dkk, 2008). b. Deskripsi Morfologi Meniran secara umum berbentuk tumbuhan terna dengan tinggi antara 50 - 100 cm. Tumbuhan ini berumah satu dan bunganya berkelamin tunggal. Tumbuhan ini memiliki daun majemuk dengan helaian berbentuk bulat lonjong. Bunga mempunyai antera memecah secara horizontal. Buah bertekstur licin, menempel pada bawah tangkai anak daun. Bunga berukuran kecil berwarna putih dan letaknya sama dengan munculnya buah. Batang dan tangkai daun berwarna sama. Meniran mempunyai variasi karakter morfologi yang besar. Terutama warna batang dan cabang. (Hidayat dkk. 2008). Pada meniran hijau warna batang dan cabang hijau (Gambar 1), sedangkan pada meniran merah berwarna merah (Gambar 2). commit to user Gambar 1. Meniran Hiaju (Phyllanthus niruri L.) 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 2. Meniran Merah (Phyllanthus urinaria Lin). Secara umum kedua meniran memiliki struktur histologi yang sama. Struktur primer akar memiliki pola jaringan pembuluh diark. Pola ikatan pembuluh pada batang, cabang dan daun adalah kolateral. Bentuk kristal prisma dan druse terdapat di batang muda. Tipe jalan daun kedua species ini adalah unilakunar. Epidermis daun memiliki papila. Kedua spesies ini memiliki dua tipe stomata yaitu parasitik dan anisositik. Kristal druse pada daun dapat ditemukan pada jaringan palisade. Perbedaan yang ditemukan dari kedua species meniran terdapat pada : bentuk batang muda, bentuk cabang, bentuk dan penyebaran kristal, serta ada tidaknya trikoma pada tepi daun (Qonit, 2010). Meniran hijau memiliki warna batang dan tangkai daun hijau dengan bentuk sayatan batang muda bulat. Jenis ini tidak memiliki bentuk Kristal polyhedral. Bentuk sayatan cabang berbentuk bulat commit to user berlekuk tiga. Kristal druse pada daun dapat ditemukan hanya pada 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id jaringan palisade. Jenis ini tidak memiliki trikoma uniseluler (Qonit, 2010). Meniran merah memiliki warna batang dan tangkai daun merah walaupun kadang agak kehijauan. Sayatan batang muda berbentuk persegi lima . Jenis ini memiliki bentuk kristal polihedral. sayatan cabang berbentuk pipih bersayap. Bentuk Meniran merah memiliki kristal druse pada jaringan palisade dan tulang daun. Pada tepi daun meniran merah dapat ditemukan trikoma uniseluler (Qonit, 2010). c. Kandungan Kimia Kandungan kimia Meniran yang telah diteliti adalah kandungan kimia Meniran hijau, sedangkan untuk kandungan kimia Meniran merah belum diteliti. Kandungan kimia meniran Hijau berupa kelompok Lignan, Terpen, Flavanoid, Lipid, Benzoid, Alkaloid, Steroid, Alcanes dan senyawa lain seperti Vitamin C, Tannin, Saponin (Bagalkotkar et al. 2006). d. Habitat Meniran dapat kita temui pada tempat terbuka. Tumbuhan ini dapat hidup baik pada dataran rendah maupun tinggi. Selama ini tumbuhan ini tumbuh secara liar dan belum dibudidayakan. Hal ini dikarenakan tumbuhan ini cepat tumbuh dan berkembangbiak. Meniran memiliki daerah distribusi yang luas, meliputi Asia, Australia, Amerika, dan Afrika ( Unader et al dalam Hidayat dkk. 2008) commit to user 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Meniran hijau banyak ditemukan pada lahan yang agak teduh. Jenis ini mendominasi pada lingkungan sekitar rumah, kebun dan tepi jalan, akan tetapi pada lingkungan persawahan dan ladang sangat sedikit keberadaannya. Meniran merah banyak ditemukan pada lahan terbuka yang langsung terpapar sinar matahari seperti sawah dan ladang, walaupun kadang dijumpai disekitar rumah dan kebun dengan jumlah yang relative kecil. e. Kegunaan Meniran hijau dapat berguna sebagai anti viral jenis infeksi virus morbili, influenza, bronkhitis, rhinovirus, pneumonia dan bahkan virus HIV dapat dihambat replikasinya dengan ekstrak tumbuhan ini (Naik and Juvekar. 2003). Menurut penelitian Maat (1997), ekstrak meniran hijau mempengaruhi fungsi dan aktivitas komponen sistem imun. Hasil yang sama pada penelitian yang dilakukan oleh Lestarini (2008). Pemberian ekstrak Meniran Hijau diketahui mempunyai efek peningkatan respons imun seluler terhadap mencit yang diinfeksi dengan Bakteri S. thypmurium. Penyakit gangguan pencernaan seperti kondisi dispepsia, kolik, diare dan disentri meniran hijau dapat digunakan (Khatoon et al. 2006). Selain itu, ekstrak meniran hijau yang diberikan ke sel mononuklear, dapat menurunkan viabilitas sel tumor (Chodijah, 2003). Manfaat meniran merah yang telah diteliti adalah bersifat diuretic, hopoglikemik, mempengaruhi apoptosis sel kanker paru – paru (Huang et al. 2004) dan anti viral herpes simplek (Yang et al, 2007), sedangkan kegunaan sebagai immunomodulator belum diteliti. commit to user 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Salmonella thypi a. Taksonomi Salmonella thypi dalam kedudukan pada system taksonomi menurut Kauffman and Edwards (1952) (dalam Pelczar and Chan 1988) digolongkan dalam: Kingdom: Eubacteria Phylum: Proteobacteria Class: Gammaproteobacteria Order: Enterobacteriales Family: Enterobacteriaceae Genus: Salmonella Species: Salmonella enteriditis Dalam satu spesies Salmonella enteriditis, terdapat beberapa serotipe yaitu Salmonella enteriditis bioserotipe paratyphi A atau S. paratyphi A, Salmonella enteriditis bioserotipe paratyphi B atau S. paratyphi B, Salmonella enteriditis bioserotipe paratyphi C atau S. paratyphi C (Kresno,1996). b. Deskripsi Morfologi Salmonella typhii merupakan bakteri gram negatif, baciliform, pendek, fakultatif anaerob intraseluler yang dapat hidup bahkan berkembang biak dalam makrofag, tahan terhadap enzim-enzim lisosom, mempunyai kemampuan untuk mencegah fusi lysosome phagosome- sehingga sulit dibunuh. Salmonella bersifat motil dengan commit to user peritrichous flagella dan mempunyai faktor virulensi utama yang berupa 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lipopolisakarida (LPS) yang dapat menstimulasi respons imun pada inang (Bauman,2006: Talaro, 2008). c. Biologi Salmonella thypi Salmonella bersifat motil dan patogenik. Bakteri ini mempunyai karateristik memfermentasikan glukosa dan tidak memproduksi laktosa, sukrosa dan indol. Bakteri ini hidup optimum pada rentang suhu 350C – 370C, pH 3.8 – 9,5. S. thypi hidup pada air, atau media lain seperti makanan Sebagian besar Salmonella memproduksi gas H2S dan mereduksi nitrat. Salmonella tahan terhadap bahan kimia tertentu seperti brilliant green, sodium tetrathionat dan sodium dioksilat, yang menghambat bakteri lain sehingga senyawa tersebut sering ditambahkan pada media untuk mengkultur Salmonella (Pelczar and Chan,1988). 3. Penyakit Demam Tifoid a. Agen pernyebab Demam Tifoid atau sering disebut Tifus merupakan penyakit infeksi pada usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar (Widoyono, 2008). Penyebaran penyakit ini berkaitan erat dengan kebersihan lingkungan dan makanan. Masa inkubasi penyakit ini 8 sampai 48 jam. Sebagian bakteri ini dapat dimusnahkan oleh asam lambung tetapi masih ada yang masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid dan bersarang di jaringan tersebut, selain itu bakteri ini juga bersarang di limpa, hati dan bagian- commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bagian lain system retikulo endotelial. Endotoksin atau racun dari S. typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri tersebut berkembang biak. S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis, pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam (Bauman, 2006). Gejala-gejala yang muncul bervariasi, dalam minggu pertama sama dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, sakit kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,hilang nafsu makan, diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk dan peningkatan suhu badan. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, perforasi dinding usus dan peritonitis (Bauman, 2006). b. Mekanisme penyerangan Mekanisme penyerangan S. thypi berlangsung dalam beberapa stadium. Pada stadium awal bersifat asimtomatik. Pada fase ini bakteri tersebar pada system retikulo endhotelial dan mengivasi makrofag. Sedang pada minggu kedua mulai terbentuk bintik merah, abdominal pain dan spenomegaly. Pada minggu ketiga mulai terjadi inflamasi usus halus yang akut dan kadang terjadi perforasi dan haemoragi. Pada hari 7 – 14 terjadi poliferasi dan penyebaran bakteri dari aliran darah menuju system retikulo endotelial pada hati, limpa, sumsum tulang dan empedu (Bauman, 2006) d. Penanggulangan penyakit Penaggulangan demam tifoid banyak dilakukan dengan penggunaaan antibiotic. Jenis antibiotic yang paling banyak digunakan di Indonesia yaitu Kloramfenikol (Widoyono, 2008). commit to user 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Selain pada pengobatan, tahap penanggulangan juga dilakukan pada taraf pencegahan. Pencegahan dilakukan dengan kebersihan lingkungan dan juga kebersihan dari makanan. 4. Sistem pertahanan Tubuh. Tubuh organisme khususnya manusia mempunyai suatu mekanisme kekebalan atau imunitas. System ini menjamin tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh pathogen. System pertahanan tubuh dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan fungsinya. a. Respon Imun Non-spesifik Respon Imun non-spesifik merupakan bentuk respon yang dapat dilakukan oleh system imun tubuh walaupun belum pernah terpapar benda asing sebelumnya. System respon ini merupakan bawaan (innate) dalam tubuh (Bellanti, 1993). Bentuk respon ini bersifat sama tanpa pembedaan jenis antigen yang masuk. Sifat imunitas ini merupakan bawaan langsung tubuh tanpa rekayasa sebelumnya. Bentuk dari respon ini dapat berupa proses fagositosis dan reaksi inflamasi. Fagositosis merupakan suatu proses penghancuran antigen dengan cara menelan dalam sel fagosit. Sel yang berperan dalam proses ini antara lain: makrofag, neutrofil dan monosit (Kresno, 1996). Makrofag merupakan sel jaringan dalam proses fagosit mononuclear yang utama di fagositosis. Makrofag diproduksi di sumsum tulang belakang dari sel induk mieloid yang mengalami proliferasi dan dilepaskan ke dalam darah sesudah atau satu periode melalui fase monoblas-fase promonosit-fase monosit. commit to user Monosit yang telah 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id meninggalkan sirkulasi darah akan mengalami perubahan-perubahan untuk kemudian menetap di jaringan sebagai makrofag (Bellanti, 1993). Neutrofil merupakan granulosit dalam aliran darah. Sel ini dapat bergerak menuju daerah inflamasi. Rangsang yang menggerakan neutrofil adanya kemotaktik yang dikeluarkan oleh komplemen atau limfosit teraktivasi. Sel ini berfungsi untuk memfagositosis antigen (Bellanti, 1993). b. Respon Imun spesifik Respon imun spesifik merupakan bentuk respon tubuh yang dapat mengenali jenis antigen. Respon ini hanya terjadi bila sebelumnya telah terpapar dengan jenis antigen tertentu. Respon imun spesifik ini diperankan oleh sel – sel limfosit (Bellanti, 1993). Sel limfosit mampu mengenali setiap jenis antigen baik secara intraseluler maupun ekstraseluler. Sel limfosit dibedakan menjadi dua yaitu sel limfosit T dan sel Limfosit B. Pembedaan ini berdasarkan fungsinya. Sel limfosit T bertanggungjawab pada respon imun seluler dan limfosit B bertanggungjawab terhadap respon imun humoral (Bellanti, 1993). Limfosit T mempunyai peran utama dalam mengontrol dan mengatasi infeksi intraseluler pathogen dengan memproduksi sitokin. Limfosit T dapat memediasi secara langsung proses pelisisan sel yang terinfeksi. Infeksi Salmonella dapat memberikan penghambatan terhadap pembentukan sel Dendritik (DC). Sel Dendritik ini berperan secara langsung dalam proliferasi Limfosit T. Jika limfosit T terganggu, maka aktivasi limfosit B juga terganggu (Velden et al.2005). commit to user 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Walaupun respon imun dibedakan menjadi spesifik dan non spesifik, akan tetapi kedua bentuk respon imun ini saling melengkapi dan bekerja secara sinergis. Bentuk dari kerjasama ini akan membangun system imun tubuh yang optimal (Kresno, 1996). c. Organ Limfoid Sistem pertahanan tubuh dibangun oleh jaringan dan organ. Organ – organ yang berperan dalam memproduksi sel limfosit adalah organ limfoid. Organ limfoid dibagi menjadi dua yaitu organ limfoid primer dan sekunder. Organ limfoid primer adalah Timus dan sumsum tulang, sedangkan organ limfoid sekunder adalah Limpa dan Limfonodi. Timus sebagai organ limfoid primer berperan dalam pematangan sel limfosit T. Limfosit T yang terbentuk kemudian bermigrasi ke jaringan limfoid sekunder. Organ limpa berperan sebagai tempat pertemuan limfosit dengan antigen (Velden et al.2005). Contoh antigen yang dapat diamati pada organ limpa adalah koloni bakteri. Hasil penelitian Sunarno (2007) , jumlah koloni bakteri S. thypimurium pada organ limpa dapat dihitung dan pengaruh pemberian meniran hijau terhadap koloni bakteri dapat dilihat. 5. Immunomodulator Immunomodulator merupakan rangkaian reaksi tubuh untuk memperbaiki diri dari serangan pathogen. Pathogen yang menyerang dapat berupa virus, bakteri, protozoa, jamur dan antigen lain. Kemampuan ini dipegang sepenuhnya oleh sistem pertahanan tubuh baik secara seluler maupun humoral. Proses yang diperankan oleh sistem pertahanan tubuh commit to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dapat bekerja bila terdapat rangsang yang berupa antigen asing. Daya immunomodulator pada tubuh organism dapat berlangsung cepat atau juga lambat. Kecepatan kerja dari immunomodulator tergantung dari keadaan tubuh organism dan juga ketersediaan senyawa tertentu yang berguna sebagai imunostimulan. Respon immunologis terhadap antigen dipacu oleh terlepasnya senyawa sitokin dalam darah. Adanya sitokin dalam darah dipengaruhi oleh respon imun seluler yaitu limfosit. Respon proliferasi limfosit mempengaruhi kecepatan pengeluaran sitokin, Kecepatan pengeluaran sitokin merupakan indicator daya immunomodulator (Spelman et al, 2006). Jadi, respon proliferasi limfosit secara tidak langsung sebagai indicator daya immunomodulator. Stimulasi pengeluaran sitokin dapat dipacu oleh beberapa senyawa aktif. Jenis – jenis senyawa aktif banyak ditemukan pada tumbuhan. Penelitian mengenai flavanoid telah memberikan keterangan bahwa senyawa ini mampu sebagai immunostimulator dan antioksidan (Saraf et al 2007). commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Kerangka Penelitian Meniran Berdasarkan perbedaan karakter morfologi Meniran Hijau (Phyllanthus niruri ) Meniran Merah (Phyllanthus urinaria) Meningkatkan Daya Immunomodulator Belum ada penelitian mengenai efek Daya Immunomodulator Mencit yang diinfeksi Salmonella thypi Daya Immunomodulator setelah pemberian ekstrak dengan indicator proliferasi limfositnya sehingga meningkatkan respon imun seluler Proliferasi Limfosit Perlakuan Phyllanthus urinaria Lin Proliferasi Limfosit Perlakuan Phyllanthus niruri L Diperbandingkan Kesimpulan Gambar 3. Kerangka Penelitian C. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1. Respon proliferasi limfosit pada organ Limpa dan Timus pada mencit Balb/C yang diinfeksi bakteri Salmonella thypi dipengaruhi oleh pemberian ekstrak meniran Merah. 2. Respon proliferasi limfosit dipengaruhi oleh variasi penambahan dosis commit pemberian ekstrak meniran merah.to user 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian laboratorik yang meliputi penelitian respon proliferasi limfosit secara in vivo dan in vitro. Adapun metode penelitian yang digunakan akan diuraikan dibawah ini. A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakasanakan mulai bulan Januari sampai dengan April 2011 . Adapun tempat penelitian dilakukan pada laboratorium Pusat sub unit Kimia UNS, Laboratorium PAU Bioteknologi UGM dan Laboratorium LPPT UGM. B. Rancangan Penelitian Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan the post test-only control groups . Subjek penelitian diambil dari populasi mencit Galur Balb/C dengan jenis kelamin jantan, berat badan 20 – 30 gr/ekor, aktif dan berumur 6 – 10 minggu. Pemilihan individu sebagai kelompok perlakuan dilakukan secara acak dari dalam satu populasi. Jumlah sampel 48 ekor mencit dengan 8 perlakuan dan 6 ulangan. Delapan perlakuan terdiri dari Kontrol negative, Kontrol positif, Ekstrak meniran merah dengan tiga variasi dosis dan Ekstrak meniran hijau dengan tiga variasi dosis. Variasi dosis yang dipakai dalam penelitian 3x0,130mg/hari dan 3x0,260mg/hari. commit to user 18 ini adalah: 3x0,065mg/hari, 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Mencit Balb/C Tanpa perlakuan Dengan perlakuan Pemberian pelarut ekstrak hari ke 1 -10 Pemberian ekstrak hari ke 1 - 10 Dipelihara 10 hari Diinfeksi S thypi hari ke -4 Dikorbankan hari ke-11 diisolasi limfositnya dan dihitung jumlahnya Dikultur dengan variasi waktu inkubasi 24, 48 dan 72 jam P K+ P H1 P H2 P H3 P M1 P M2 P M3 PK- Gambar. 4 Alur Penelitian Keterangan Gambar 4 : H1: kelompok perlakuan 1 (pemberian ekstrak meniran Hijau 3 x 0,065mg/hari) H2: kelompok perlakuan 2 (pemberian ekstrak meniran Hijau 3 x 0,130 mg/hari) H3: kelompok perlakuan 3 (pemberian ekstrak meniran Hijau 3 x 0,260 mg/hari) M1: kelompok perlakuan 1 (pemberian ekstrak meniran Merah 3 x 0,065 mg/hari) M2: kelompok perlakuan 2 (pemberian ekstrak meniran Merah 3 x 0,130 mg/hari) M3: kelompok perlakuan 3 (pemberian ekstrak meniran Merah 3 x 0,260 mg/hari) Kontrol negative: tanpa pemberian ekstrak maupun infeksi bakteri Kontrol positif : Diinfeksi bakteri dan diberikan pelarut ekstrak PH1:Proliferasi limfosit kelompok perlakuan meniran hijau 1 PH2: Proliferasi limfosit kelompok perlakuan meniran hijau 2 PH3: Proliferasi limfosit kelompok perlakuan meniran hijau 3 PM1: Proliferasi limfosit kelompok perlakuan meniran merah 1 PM2: Proliferasi limfosit kelompok perlakuan meniran merah 2 PM3: Proliferasi limfosit kelompok perlakuan meniran merah 3 PK-: Proliferasi limfositv kelompok perlakuan control negatif PK+: Proliferasi limfositv kelompok perlakuan control positif commit to user 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Alat dan Bahan Penelitian Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: tabung reaksi, shiringe,kandang pemeliharaan mencit,cawan petri,timbangan analitik,seperangkat alat ekstraksi sokhetasi,sonde lambung, spuit , kaca objek, mikroskop cahaya, seperangkat alat bedah steril, inkubator CO2 5%, laminar air flow, pipet eppendorf, sentrifugasi, microplate 96 well dasar rata, MTT assay, Eliza reader, Filter 0,2, Hemocytometer, bejana pengembang , dan pipa kapiler. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:hewan uji mencit, pellet, lempeng silica gel GF254, ekstrak meniran merah, ekstrak meniran hijau, medium trypticase soy broth, strain bakteri Salmonella thypi, NaCl isotonic, akuabides steril dan sampel berupa limfosit yang diambil dari kelenjar timus, dan limpa. Reagen yang digunakan adalah: alkohol 70%, methanol 90%, asam asetat 3%, Phosphate Buffered Saline(PBS), RPMI medium 1640, Penstrep, Fungasol, NaHC03, Hepes, CHCl3, ethyl asetat, Toluen, Diethylamina, Methanol, n-heksan dan sebagai bahan penyemprot uap ammonia, dragendrof, anisaldehid dan FeCl3. D. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan inokulum Inokula bakteri strain Salmonella thypi didapatkan dari laboratorium PAU Pangan dan Gizi UGM. Jumlah koloni yang diperlukan untuk proses infeksi adalah 105 CFU. Bakteri dihitung jumlah koloninya sebelum diinokulasi pada mediun garam fisiologis. Inokula bakteri dalam commit to user medium diletakkan pada botol kaca dan dibawa dengan thermafreezer. 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Peneliti dan teknisi menggunakan alat pelindung diri berupa jas lab, sarung tangan karet dan masker. 2. Penyiapan hewan uji Hewan uji merupakan mencit galur BaLB/C yang berumur 4 – 7 minggu dengan jenis kelamin jantan, aktif dan berat badan antara 20 – 30 gr/ekor. Sebanyak 48 ekor dengan setiap perlakuan 5 ulangan. Dasar dari perulangan menurut WHO dengan jumlah minimal 5 ekor ulangan tiap perlakuan. Mencit didapatkan dari Unit bidang praklinis UGM, sedangkan perlakuan penelitian pada laboratorium hewan coba PAU Bioteknologi. Mencit diletakkan pada kandang dengan jumlah maksimal 5 ekor per kandang. Pengelompokan didasarkan pada jenis perlakuan. Untuk kelompok control diletakkan pada bagian rak terpisah. Ruangan penelitian terpisah dengan hewan uji lain dan tertutup. Mencit dipelihara dan diberi makan pellet dan diberi minum secara reserve osmosis secara ad libitum. Sebelum perlakuan dilakukan aklimatisasi selama 7 hari. 3. Pembuatan Ekstrak meniran Tumbuhan meniran hijau didapatkan dari BPTO Tawangmanggu. Tumbuhan meniran kemudian diekstraksi dengan metode Sohxetasi. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70 %. Sedangkan meniran merah didapatkan di daerah Ngemplak, Boyolali. Tumbuhan tersebut kemudian di ekstraksi dengan metode Sohxletasi dengan pelarut etanol 70%. Ekstrak berupa pasta dan dicairkan dengan CMCMA 0,25% (LPPT UGM) dengan konsentrasi sesuai dosis. Untuk pemberian ekstrak per mencit sebanyak 0,5 mL untuk tiap dosisnya. commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4. Analisis Senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis. Senyawa kimia hasil ekstraksi dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Masing-masing ekstrak ditotolkan pada lempeng KLT dengan fase diam berupa gel GF254 dan dielusi dengan menggunakan fase gerak. Fase gerak berupa CHCl3 : Ethyl asetat (6:4) untuk mengelusi senyawa Flavonoid, Toluen: Ethyl asetat: diethylamina (7:2:1) untuk mengelusi senyawa Alkaloid, n-heksan dan etilasetat (3:7) untuk mengelusi senyawa Tanin ,CHCl3: Metanol: air (6:3:1) untuk mengelusi senyawa saponin dan Ethylasetat: Metanol: Air (10: 1,5:1) untuk mengelusi senyawa fenol dalam bejana pengembang. Setelah ekstrak meniran ditotolkan pada lempeng silic gel KLT, kemudian ditandai dengan pensil untuk titik startnya. Setelah itu, lempeng dimasukkan ke bejana pengembang yang berisi fase gerak dan ditunggu sampai fase gerak mencapai sisi atas lempeng. Waktu yang dibutuhkan sekitar 20 – 30 menit. Lempeng KLT kemudian diangkat dari bejana pengembang dan dilakukan penyemprotan dalam lemari asam. Senyawa penyemprot untuk mendeteksi senyawa Flavonoid adalah uap ammonia, senyawa Alkaloid adalah Dragendrof, Saponin adalah Anisaldehid, Tanin dan Fenol dengan FeCl3 . Setelah disemprot, lempeng dikeringkan dan dilihat pada lampu UV dan visible, setelah itu didokumentasikan. Hasil yang diperoleh merupakan spot dengan warna tertentu, setelah itu diukur jarak dan dihitung nilai Rf-nya. commit to user 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Jenis senyawa penyusun diidentifikasi berdasarkan pada nilai Rf (retardation faktor) yang terbentuk pada kromatogram. Nilai Rf dirumuskan : Rf = Jarak gerakan zat terlarut Jarak gerakan pelarut 5. Perlakuan pada Hewan uji Mencit diberi makan dan minum dengan cukup. Sebelum perlakuan dilakukan aklimatisasi selama 7 hari. Setelah itu baru dilakukan perlakuan pemberian ekstrak. Pemberian ekstrak Meniran Hijau sesuai dosis selama 10 hari. Dengan dosis 3 x dosis perlakuan per hari dalam volume 0,5 cc. Dosis perlakuan baik Meniran Hijau maupun Meniran Merah adalah 3x0,065 mg/hari, 3x0,130mg/hari dan 3x0,260mg/hari. Mencit diberi ekstrak meniran dengan cara ekstrak dimasukkan ke dalam sonde lambung dengan ukuran jarum 2,5. Selanjutnya, hewan dipegang dengan tangan kiri (dihindari leher jangan sampai tercekik). Setelah dalam kondisi hewan terfiksir dengan benar dan tenang, dimasukkan sonde lambung sampai mendekati lambung atau bila seluruh jarum spuit masuk, ekstrak disuntikkan. Beberapa saat setelah penyuntikan, hewan diamati sampai beraktivitas kembali (Standart LPPT UGM). Proses penginfeksian dilakukan oleh teknisi dengan alat pelindung diri lengkap dan lingkungan aseptic. Mencit diberi ekstrak meniran mulai hari 1 sampai hari ke 10. Pada hari ke-4, mencit diinfeksi bakteri Salmonella typhi. Cara penginfeksian Bakteri Sallmonella thypi pada commit tomencit user teranesthesi. Mencit sebelum mencit dilakukan dalam keadaan 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id infeksi dianasthesi dengan Ketamin dengan dosis 10ml/kg BB sebanyak 0,1mL/ekor. Setelah mencit teranesthesi dengan sempurna, Mencit diinfeksi dengan bakteri Salmonella thypi secara intraperitoneal. Jumlah bakteri yang diinokulasi adalah 105/0,5 cc per ekor (Standard LPPT UGM). Pada hari ke-11, mencit dikorbankan. Proses terminasi dengan cara Mencit dikorbankan dengan narkose ether secara over dosis. Awalnya, Mencit yang akan dikorbankan dimasukkan ke dalam stoples, kemudian ditutup rapat. Selanjutnya, 10–20 ml ether dituang kedalam kapas dan dimasukkan ke dalam stoples yang telah dihuni mencit tersebut Dua sampai 5 menit kemudian, dilakukan pengamatan terhadap nafas, dan denyut jantung. Apabila mencit sudah tidak bernafas, tutup toples dibuka, hewan diletakkan di tempat nekropsi. Sebelum dilakukan pembedahan, dilakukan pengamatan kembali terhadap denyut jantung dan nafas untuk memastikan hewan telah benar-benar mati (Standard LPPT UGM). Setelah mencit diyakini mati kemudian direntangkan pada bak bedah dengan posisi terlentang. Kulit bagian perut dibuka dan dibersihkan selubung peritoneumnya dengan alcohol 70%. Kelenjar limpa yang berada disisi kiri atas dengan bentuk memanjang berwarna merah, diambil dengan cara mencari ujungnya dan digunting. Limpa dibersihkan dari selubung pengikatnya. Kelenjar timus yang berada diatas dada juga diambil dan diperlakukan yang sama dengan limpa. Limpa dan timus diletakkan dalam cawan petri diameter 50 mm yang berisi 5 mL RPMI. commit to user 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 6. Uji Proliferasi Limfosit Langkah pertama merupakan isolasi limfosit dari organ limfoid yaitu : timus dan limfa. Isolasi limfosit menggunakan medium RPMI. Media RPMI dipompakan ke dalam organ sehingga limfosit ikut keluar bersama media. Suspensi sel dimasukkan dalam tabung sentrifus 10 mL dan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Pelet yang didapat, disuspensikan ke dalam 2 mL Tris Buffered Ammonium Chloride untuk melisiskan eritrosit. Sel dicampur hingga homogen dan didiamkan pada suhu ruang selama 2 menit. Ditambahkan 1 mL FBS pada dasar tabung, campur, sentrifus pada 1200 rpm 4°C selama 5 menit dan supernatan dibuang. Pelet dicuci 2 kali dengan RPMI dan dilakukan proses seperti awal hingga didapatkan beningan dan sel limfosit disuspensikan dengan medium komplit. Sebelum dikultur, limfosit dihitung jumlahnya dengan hemositometer dengan pewarnaan biru tripan. Rumus yang dipakai adalah: N = A × FP × 104sel/mL Keterangan : N = jumlah sel limfosit/mL, A = Jumlah sel hidup rata-rata per bidang pandang FP = Faktor pengenceran Pengujian yang kedua adalah aktivitas limfosit atau disebut viabilitas sel limfosit. Untuk proses uji aktivitas limfosit sel ditepatkan jumlahnya menjadi 1,5 x 106 sel/mL. Uji Aktivitas limfosit dilakukan dalam sumuran-sumuran mikroplate 96-wells sesuai dengan masing-masing kelompok perlakuan dan diinkubasi selama 24, 48 dan 72 jam dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 pada suhu 37°C. Suspensi sel yang to user telah ditepatkan jumlanya,commit kemudian diambil sebanyak 100µL untuk tiap 1 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sumuran(well). Untuk tiap kelompok perlakuan dengan 2 replikasi. Tiap sumuran kemudian ditambahkan Phytohaemaglutinin (PHA) konsentrasi akhir 50µL/mL sebanyak 10 µL/sumuran dengan sebelum diinkubasikan. Setelah diinkubasi selama 24 jam, Kultur limfosit difoto setelah itu masing-masing sumuran ditambahkan larutan MTT dengan konsentrasi akhir 5 mg/mL sebanyak 10µL. Kultur kemudian diinkubasi lagi selama 4 jam pada suhu 37°C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk warna ungu. Reaksi dengan MTT dihentikan dengan menambah reagen stopper yaitu larutan SDS 10% dalam asam klorida 0,01N sebanyak 100µL pada tiap sumuran. Hasilnya dibaca dengan ELISA Reader dengan panjang gelombang 550 nm 24 jam setelah reaksi Stopper. Proses yang sama dilakukan untuk waktu inkubasi 48 jam dan 72 jam. E. Cara Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dilakukan editing, coding dan entry dalam file komputer. Setelah dilakukan clearing, data dianalisis secara statistik dengan bantuan program SPSS versi 12. Analisis deskriptif menampilkan nilai rerata dan simpangan baku dari variabel tergantung (jumlah limfosit aktif). Hasil dibuat dalam bentuk grafik error bar. Uji statistic yang digunakan adalah Independent T Test dan estimasi kurva untuk melihat pola kencenderungan dari perlakuan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan: 1. Pemberian ekstrak meniran merah berpengaruh lebih baik terhadap respon proliferasi limfosit dengan meningkatkan proliferasi limfosit pada organ Limpa dan pada organ Timus menekan mendekati proliferasi limfosit keadaan sehat. 2. Pemberian penambahan dosis ekstrak meniran merah cenderung menguatkan respon proliferasi limfosit. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut isolasi senyawa flavonoid dan saponin dari meniran merah dari segi kuantitas dan fungsinya dalam peningkatan daya immunomodulator. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai uji sitotoksisistas akibat perlakuan meniran merah 3. Perlu dilakukan penelitian fitofarmaka dari meniran merah. commit to user 61