BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka berkembang pula dengan pesat bidang industri yang berdampak positif guna untuk peningkatan kesejahteraan manusia melalui produk-produknya. Di sisi lain dapat membawa dampak negatif, yaitu menurunkan kualitas lingkungan akibat kegiatan proses industri yang menghasilkan limbah. Kemajuan di bidang industri di masa sekarang ini mengakibatkan banyaknya aktivitas manusia yang menyebabkan dampak pencemaran lingkungan di sekitarnya meningkat. Pertambahan jumlah industri dan penduduk membawa akibat bertambahnya beban pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan limbah industri dan domestik. Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Logam berat banyak digunakan karena sifatnya yang dapat menghantarkan listrik dan panas serta dapat membentuk logam paduan dengan logam lain. Pada umumnya semua logam berat tersebar di seluruh permukaan bumi, tanah, air, maupun udara. Beberapa diantaranya berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup dan disebut sebagai hara mikro esensial. Secara biologis beberapa logam dibutuhkan oleh makhuk hidup pada konsentrasi tertentu dan dapat berakibat fatal apabila tidak dipenuhi. Oleh karena itu logam-logam tersebut dinamakan mineral-mineral esensial tubuh, tetapi jika logam-logam esensial masuk dalam tubuh dalam jumlah berlebihan, akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh. Semua logam berat dapat menjadi racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup (Palar, 2008). 1 2 Logam berat yang dibuang dan masuk ke perairan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan perairan dan mengakibatkan terganggunya ekosistem. Pencemaran logam berat pada perairan merupakan salah satu pencemaran yang dapat membahayakan baik organisme maupun manusia yang mengkonsumsi organisme tercemar. Limbah cair sebagai hasil samping dari aktivitas industri sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Pencemaran air oleh logam-logam berat dapat berasal dari proses-proses industri seperti industri metalurgi, industri penyamakan kulit, industri pembuatan fungisida, industri cat dan zat warna tekstil (Vargas et al., 2011). Kromium merupakan logam yang banyak digunakan dalam berbagai macam aplikasi, yaitu pada proses penyamakan kulit, finishing logam, elektroplating dan industri pewarna. Kromium terdapat di lingkungan dalam bentuk kromium(III) dan dalam bentuk kromium(VI). Kromium heksavalen dalam jumlah yang relatif sedikit memiliki efek yang bersifat racun pada makhluk hidup dan dapat merusak paru-paru, hati dan ginjal. Kromium(VI) bersifat mutagenik, karsinogenik dan teratogenik (Gupta et al., 2013). Keputusan menteri lingkungan hidup no. 51 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair untuk Cr(VI) adalah 0,1-0,5 mg/L, sedangkan untuk Cr total adalah 0,5-1 mg/L. Kromium memiliki beberapa bilangan oksidasi, tetapi bilangan oksidasi 3 dan 6 yang paling stabil. Cr(III) dapat teroksidasi menjadi Cr(VI) yang memiliki tingkat bahaya yang lebih tinggi. Cr(VI) bersifat beracun, karsinogenik dan mutagenik untuk hewan dan manusia. Bahayanya juga dikaitkan dengan menghambat pertumbuhan tanaman dan perubahan morfologi tanaman (Aravindhan et al., 2012). Cr(VI) merupakan bahan yang penting dibutuhkan dalam bidang industri. Efek dari Cr(VI) dengan kadar tinggi pada tubuh adalah kerusakan akut pada tubular and glomelural. Kerusakan pada ginjal akibat Cr(VI) dengan konsentrasi 3 rendah juga sudah terbukti. Bagaimanapun, Cr(VI) bersifat korosif dan menyebabkan luka kronis and membuat nasal septum berlubang, sebagaimana luka kronis yang mungkin terjadi pada bagian kulit lain. Resiko dari terpapapar Cr(VI) juga dapat menyebabkan asma, atau yang lebih parah lagi dapat menyebabkan kanker. Mekanisme karsinogenetik dari Cr(VI) dalam paru-paru dipercaya tereduksinya menjadi Cr (III) dan turunan dari intermediet reaktif. Batas maksimum kromium total pada air minum yang direkomendasikan oleh WHO adalah 0,05 mg/L (Memon et al., 2009). Beberapa penelitian telah menggunakan cara konvensional untuk mengurangi dampak bahaya kromium, misalnya reduksi, presipitasi Cr(VI) menjadi Cr(OH)3 pada pH tinggi, dan pembuangan sludge, ataupun menggunakan berbagai adsorben untuk menyerap logam-logam Cr(VI) misalnya biomassa alga, zeolite, karbon aktif, magnetit, dll. Penggunaan biomassa alga sebagai adsorben memiliki kelemahan yaitu ukurannya kecil serta mudah rusak karena terjadi dekomposisi oleh mikroorganisme lain. Pengolahan limbah dengan adsorben karbon aktif dikenal secara luas karena keefektifannya dalam penyerapan logam berat, namun membutuhkan biaya besar (Sawitri dan Sutrisno, 2008). Beberapa kekurangan dari penggunaan cara konvensional untuk menangani krom ini diantaranya biayanya mahal untuk pembuangan sludge, butuh bahan kimia yang mahal untuk mereduksi Cr(VI), dan atau reduksi Cr(VI) yang kurang sempurna. Limbah yang mengandung krom dalam konsentrasi rendah biasaanya dilakukan dengan resin penukar ion, yang menawarkan banyak keuntungan untuk recovery asam kromat namun membutuhkan biaya mahal untuk pembelian bahannya. Oleh karena itu pada penelitian ini ditawarkan adsorben kulit pisang untuk menyerap krom dengan efektifitas yang tinggi dan harga yang murah. 4 Limbah kulit pisang merupakan biomassa yang melimpah di Indonesia karena di Indonesia sendiri produksi pisang cukup besar. Di Asia, 50% kebutuhan pisang dipenuhi oleh Indonesia, dan tiap tahun produksinya makin meningkat. Ketersediaan pisang yang cukup melimpah inilah yang turut menghasilkan limbah berupa kulit pisang yang biasanya hanya dianggap sebagai sampah. Pada penelitian ini kulit buah pisang dapat bersifat menjadi lebih ekonomis dengan memanfaatkannya sebagai adsorben. Kulit pisang ini sifatnya melimpah di alam, murah dan mudah didapatkan dalam kuantitas yang banyak. Penggunaan kulit pisang sebagai adsorben dikarenakan kandungan pektin dan selulosanya. Menurut Chanakya et al. (2008) kandungan kulit pisang sekitar 80% disusun oleh selulosa, hemiselulosa dan pektin. Selulosa dan pektin memiliki gugus hidroksil yang menyebabkan kulit pisang memiliki potensi yang cukup baik sebagai adsorben logam-logam berat. Pada penelitian ini kulit pisang akan digunakan sebagai adsorben untuk menyerap logam krom dari larutan kromat dan dikromat. Kulit pisang yang digunakan, yaitu kulit pisang raja yang banyak diperoleh dari masyarakat. I.2 Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana membuat limbah kulit pisang menjadi adsorben alami untuk mengadsorpsi krom dari larutan kromat dan dikromat karena kulit buah ini memiliki gugus aktif yaitu pektin dan selulosa yang mempunyai potensi mengadsorpsi logam berat. Dengan sumber larutan krom yang berbeda, tentu saja hasil adsorpsi dari kulit pisang ini akan berbeda pula. Penelitian diakukan pula dengan cara mengkondisikan pH pada pH optimumnya dengan menggunakan buffer. 5 I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari penggunaan adsorben kulit pisang sebagai adsorben krom dalam larutan 2. Menentukan efisiensi adsorpsi biomassa kulit pisang sebagai adsorben I.4 Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Memanfaatkan adsorben yang murah, ramah lingkungan dan tersedia di alam 2. Pemanfaatan adsorben alami sebagai alternatif untuk mengadsorb ion krom