Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis 71 Hubungan Antara Lama Kerja dengan Terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL) pada Masinis DAOP-IV Semarang Correlation between working period and prevelence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) on Machinist in DAOP-IV Semarang Agung Sulistyanto1, Yuslam Samihardja2, Suprihati2 ABSTRACT Background: Noise Induced Hearing Loss (NIHL) is a hearing loss due to long-term exposure to noise. In industrial environment, NIHL is in first place compare to another occupational disease. However studies on prevelance of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ocaused by locomotive machine are in fact very rare. This study was conducted to determine the prevalence of NIHL for machinist and to find out the correlation between NIHL and working perod and machinist age. Design and Method: This study was analytic descriptive with Cross Sectional Design. Machinists of P.T Kereta Api Daop IV Semarang who fulfilled the inclusion and exclusion criteria were tested the audiometric after 12 hours free of noise. Result: The prevalence of NIHL among machinists at P.T. Kereta Api was 20.4%. Prevalence was found to be higher (18.9% or 26 workers) among the engineers serving for more than or equal to 10 years as compared to those who served less than 10 years (1.4% or 2 workers). The prevalence for the age group of less than 40 year, 40-50 year, and above 50 year were 4 workers (2.9%), 10 workers (7.3%), 14 workers (10.2%, respectively. Relative risk of NIHL prevalence on machinists after serving for 10 years increased 4 times. Conclusion: There was significant correlation between prevalence of NIHL and working period and tendency of the increase in NIHL with age, (Sains Medika, 1 (1) : 71-80). Keywords: machinist, NIHL prevelance, working period, noise ABSTRAK Pendahuluan: Kurang pendengaran akibat bising atau “noise induced hearing loss” (NIHL) adalah kurang pendengaran akibat pengaruh bising dalam waktu lama/kronik. Di lingkungan industri, NIHL menduduki peringkat pertama dalam golongan penyakit akibat kerja. Akan tetapi, studi tentang NIHL yang diakibatkan oleh mesin lokomotif pada masinis kereta api jarang dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung prevalensi NIHL pada masinis kereta api dan mencari hubungan antara NIHL dan lamanya bekerja serta umur masinis kereta api. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian Cross sectional pada masinis kereta api di DAOP IV Semarang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan pengukuran audiometrik setelah 12 jam bebas paparan bising. Hasil Penelitian: Prevalensi NIHL pada masinis kereta api di Daop IV Semarang adalah 20,4%. Prevalensi lebih tinggi (18,9% atau 26 orang) antara masinis yang telah bekerja lebih dari atau sama dengan 10 tahun dibandingkan masinis yang bekerja kurang dari 10 tahun (1,4% atau 2 orang). Prevalensi pada kelompok umur kurang dari 40 tahun, 40-49 tahun, dan di atas 50 tahun adalah berturut-turut adalah 4 orang (2.9%), 10 orang (7.3%), dan 14 orang (10.2%). Risiko relatif masinis yang bekerja lebih dari 10 tahun meningkat 4 kali lipat dibandingkan dengan masinis yang bekerja kurang dari 10 tahun. Kesimpulan: Ada hubungan secara signifikan antara prevalensi NIHL dengan lama kerja dan umur masinis, (Sains Medika, 1 (1) : 71-80). Kata kunci: bising, masinis, prevalensi NIHL, lama bekerja PENDAHULUAN Bising secara subyektif adalah suara yang tidak disukai atau tidak dikehendaki oleh seseorang. Secara obyektif bising adalah suara yang komplek, yang terdiri dari 1 2 Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, ([email protected]) Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 72 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009 beragam frekuensi serta intensitas (Oedono, 1996). Kurang pendengaran akibat bising atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah kurang pendengaran akibat kerusakan organ sensorineural telinga yang menetap oleh pengaruh bising dalam waktu lama/kronik (Oedono, 1996). Telah lama diketahui bahwa bising dapat mengakibatkan kurang pendengaran. Bising dengan intensitas diatas 85 dB dan berlangsung lama akan mengakibatkan kerusakan organon korti yang menetap dan irreversibel. Kerusakan inilah yang menjadi dasar terjadinya NIHL (Soekirman & Ulfah, 1996). NIHL sudah sering dipublikasikan baik di luar maupun di dalam negeri, namun angka kejadian secara pasti di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Di lingkungan industri, NIHL menduduki peringkat pertama dalam golongan penyakit akibat kerja (Suheryanto, 1996). Masinis PT. Kereta api DAOP-IV Semarang mendapat paparan bising mesin kereta api di dalam loko berkisar 70 dB – 100 dB, sedangkan paparan bising yang diterima penumpang di dalam gerbong berkisar 60 dB – 80 dB tergantung jenis kereta apinya. Instensitas paparan bising yang diterima masinis ini melebihi standar kebisingan yang dianjurkan, yaitu sebesar 85 dB (Oedono, 1996). Lama waktu paparan yang diterima masinis saat bekerja di dalam loko rata-rata 6 – 8 jam/hari atau kurang dari 40 jam dalam satu minggu dengan istirahat selama 2 hari, sedangkan masa kerja masinis rata – rata di atas 10 tahun. Pengaruh kebisingan pada pendengaran dibedakan menjadi dua yaitu, yang bersifat sementara dan yang bersifat menetap. Yang bersifat menetap ada 2 jenis yaitu trauma akustik dan NIHL (Garth, 1994). Trauma akustik, dahulu diartikan sebagai semua ketulian yang disebabkan suara bising. Pada saat ini, trauma akustik diartikan sebagai rusaknya sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh letusan atau suara yang dahsyat seperti, letusan senjata api atau ledakan bom. Trauma akustik berarti kerusakan pada elemen saraf di telinga dalam, terutama kerusakan pendengaran yang mendadak disebabkan oleh satu atau beberapa pemaparan energi akustik yang kuat dan tiba-tiba yang dihasilkan oleh ledakan, dentuman keras, bunyi tembakan atau trauma langsung ke kepala atau telinga (Fox, 1997). NIHL adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat menetap, mengenai satu atau dua telinga yang disebabkan oleh bising yang terus Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis 73 menerus di lingkungan sekitarnya (Fox, 1997). Laporan mengenai histologi ketulian akibat bising dan penelitian post mortem dari ketulian akibat bising pada manusia sangat sedikit. Kerusakan telinga dalam sangat bervariasi dari kerusakan ringan sel rambut sampai kerusakan total organ corti. Proses pasti kejadian tersebut belum diketahui secara lengkap, tetapi agaknya stimulasi berlebihan oleh bising dalam jangka waktu lama mengakibatkan perubahan metabolik dan vaskuler yang akhirnya mengakibatkan perubahan degeneratif pada bentuk sel sensorik (Fox, 1997). Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa nada murni dengan frekuensi tinggi dan intensitas tinggi akan merusak struktur di ujung tengah basal (mid basal end) koklea dan frekuensi rendah merusak struktur dekat apeks koklea. Bising dengan spektrum lebar dan intensitas tinggi akan menyebabkan perubahan struktur di putaran basal koklea pada daerah yang melayani nada sekitar 4000 Hz. Teori yang paling populer menyatakan bahwa struktur anatomi di daerah tersebut lebih lemah dan hal itu sebagai akibat ketajaman pendengaran (auditory acuity) dan spektrum dari stimulus suara. Dikatakan bahwa ketulian yang paling dini terjadi pada sekitar satu oktaf di atas skala frekuensi nada stimulator. Ambang pendengaran yang paling peka pada nada diantara 1000 dan 3000 Hz, sehingga beralasan untuk menduga bahwa NIHL karena spektrumnya akan menyebabkan kerusakan paling dini pada frekuensi diantara 3000 dan 4000 Hz (Fox, 1997). Diagnosis NIHL ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa audiometri. Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam waktu lama. Pada pemeriksaan fisik/otoskopi tidak ditemukan kelainan, sedang pada pemeriksaan audiometri nada murni diketahui tuli sensuroneural pada frekuensi antara 3000 Hz – 6000 Hz dan terutama pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini (Soetirto & Hendarmin, 1997). Suheryanto (1996) melaporkan bahwa pada penelitian terhadap karyawan pabrik tekstil di Jawa Timur membagi kelompok uji dengan masa kerja selisih 5–9 tahun, 10-14 tahun dan 15-19 tahun. Angka kejadian NIHL bertambah sesuai masa kerja setelah 5 tahun bekerja. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah adakah hubungan antara lama kerja dengan terjadinya NIHL pada masinis DAOP-IV Semarang. Penelitian ini 74 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009 bertujuan untuk mengetahui apakah bising kereta api dapat menyebabkan terjadinya NIHL pada masinis DAOP-IV Semarang dan apakah kejadian NIHL tersebut dipengaruhi lama kerja masinis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang pengaruh masa kerja masinis terhadap NIHL dan bisa menjadi masukan bagi PT. Kereta Api (Persero) dalam upaya memelihara kesehatan pendengaran para masinisnya. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2003 di PT. Kereta Api (Persero) DAOP-IV Semarang. Penelitian dimulai dengan membagikan informed consent kepada seluruh masinis untuk ditandatangani sebagai persetujuan untuk pengambilan data. Data personal diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan klinis THT dan pemeriksaan tekanan darah pada seluruh masinis yang memenuhi kriteria sampel. Masinis yang diperiksa adalah yang tidak sedang bekerja atau sudah bebas dari pemaparan bising minimal 12 jam sebelum pemeriksaan. Setelah telinga dibersihkan, dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni dengan Audiometer merk Maico M 42 pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000, 6000, dan 8000 Hz di dalam ruang Balai Pengobatan PT. Kereta Api yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan Audiometri. Sampel penelitian ini adalah seluruh masinis PT. Kereta api DAOP-IV Semarang yang aktif dan memenuhi kriteria inklusi dan bebas dari pemaparan bising minimal 12 jam untuk menghindari dampak stimulasi bising. Kriteria inklusi penelitian ini adalah masih aktif sebagai masinis kereta api, usia kurang dari 55 tahun, dan bersedia menjadi sampel penelitian. Kriteria eksklusi meliputi masinis yang mempunyai riwayat diabetes millitus (DM) atau mengkonsumsi obat ototoksik, mempunyai riwayat ketulian pada keluarga, mempunyai riwayat terpapar ledakan sebelumnya, dan sampel yang pada pemeriksaan otologi menunjukkan subyek menderita atau pernah menderita otitis media kronik (OMK). Intensitas bising dan lama kerja merupakan variabel bebas, sedangkan ada tidaknya NIHL dan derajat NIHL merupakan variabel tergantung. Data yang terkumpul kemudian dianalisa dengan Chi Square test, Mann Whitney U-Wilcoxon Rank Sum Wtest menggunakan software SPSS 9.0 for Windows. Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis 75 HASIL PENELITIAN Hasil pengukuran intensitas kebisingan loko dan gerbong KA disajikan pada Tabel 1. Hasil pemeriksaan pada 145 masinis, 8 orang dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi kriteria inklusi. Delapan orang ini terdiri dari 4 orang menderita DM, 2 orang dengan hipertensi dan 2 orang lainnya menderita OMK, sehingga masinis yang dapat dimasukkan dalam penelitian ini sebanyak 137 orang. Distribusi umur termuda 25 tahun dan tertua 54 tahun dengan rerata umur 41,80 tahun dan SD ± 9,76. Hasil pemeriksaan Audiometri sebagaimana disajikan pada Tabel 2. diketahui bahwa sebanyak 28 orang (20,4%) mengalami gangguan pendengaran berupa kurang pendengaran tipe NIHL, 93 orang (67,9 %) normal dan sisanya 16 orang (11,7 %) mengalami kurang pendengaran tipe lainnya berupa trauma akustik sebanyak 6 orang (4,4%), tuli konduktif (CHL) sebanyak 7 orang (5,1%), dan tuli saraf (SNHL) dengan derajat ringan – sedang sebanyak 3 orang (2,2%). Hasil pemeriksaan Audiometri, sebagaimana disajikan pada Tabel 3. menunjukkan bahwa 28 orang masinis (20,4 %) menderita NIHL dari 137 orang sampel yang diperiksa, semuanya terjadi pada kedua telinga (bilateral) dan hanya satu orang yang mengalami NIHL pada telinga kiri saja. Selain itu terdapat gangguan pendengaran yang lain berupa trauma akustik (TA) pada 6 orang masinis (4,4 %), masing-masing 3 pada telinga kanan dan 3 pada telinga kiri. Masinis yang mengalami CHL sebanyak 7 orang (5,1 %), dengan pembagian 3 orang mengalami CHL pada telinga kanan, 1 orang telinga kiri, dan 3 orang terkena keduanya (bilateral). SNHL ditemukan pada 3 orang (2,2 %) yang kesemuanya hanya mengenai telinga kiri, sedangkan sisanya 93 orang (67,9 %) mempunyai pendengaran normal. Hampir semua masinis yang menderita NIHL tidak mengeluh menderita kurang pendengaran. Kurang pendengaran hanya ditemukan pada satu orang masinis (0,73 %) dan 27 orang (19,7%) lainnya tidak. Pada kelompok Non NIHL terdapat 11 orang (8,0 %) mengeluh kurang pendengaran sedangkan 98 orang (71,6 %) tidak (Tabel 4). Keluhan tinitus yang menyertai kejadian NIHL pada masinis sebanyak 4 orang (2,9%), sedangkan pada kelompok non NIHL ada 7 orang (5,1 %). Masinis pada kelompok NIHL yang tidak mengeluh adanya tinitus sebanyak 24 orang (17,5%), sedangkan pada 76 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009 kelompok non NIHL sebanyak 102 orang (74,5%). Seluruh masinis yang mengikuti penelitian ini tidak ada yang mengeluh menderita gangguan vertigo. Pemeriksaan otoskopi pada kedua telinga masinis yang mengalami NIHL tidak ditemukan adanya kelainan. Ditemukan adanya serumen pada 9 orang (6,6 %) kelompok non NIHL yang dibersihkan sebelum dilakukan pemeriksaan Audiometri (Tabel 5). Distribusi masa kerja dari 137 orang masinis yang diteliti paling sedikit adalah 1 tahun dan paling lama 38 tahun dengan rata-rata masa kerja 18,70 tahun dan SD ± 9,76. Masa kerja dikelompokkan menjadi 10 tahunan yaitu kurang dari 10 tahun, terdiri dari 48 orang (35 %) kelompok 10 tahun sampai 19 tahun sebanyak 11 orang (8 %), kelompok 20 tahun sampai 29 tahun sebanyak 63 orang (46 %) dan kelompok 30 tahun lebih ada 15 orang (11%). Berdasarkan pembagian kelompok ini diketahui hubungan antara masa kerja dengan hasil pemeriksaan Audiometri kelompok NIHL dan non NIHL sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Hubungan masa kerja dengan kejadian NIHL diperoleh dengan membandingkan masa kerja kurang dari 10 tahun dan masa kerja 10 tahun atau lebih, sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Sebanyak 48 orang (35 %) masinis dengan masa kerja kurang dari 10 tahun, yang menderita NIHL sebanyak 2 orang (1,4 %) dan 46 orang (33,7 %) masuk kelompok non NIHL. Kelompok masinis dengan masa kerja 10 tahun atau lebih terdiri dari 26 orang (19 %) yang menderita NIHL sedangkan sisanya 63 orang (45,9 %) menderita non NIHL. Kejadian NIHL berdasarkan umur masinis dikelompokkan berdasarkan selisih umur 10 tahun, kurang dari 40 tahun, 40 sampai 49 tahun dan lebih dari 50 tahun, sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Pembagian ini berdasarkan teori bahwa orang yang bekerja dilingkungan bising untuk pertama kali setelah berumur 40 tahun ada kecenderungan lebih rentan terkena NIHL. Angka kejadian NIHL pada masinis kelompok umur kurang dari 40 tahun sebanyak 4 orang (2,9 %), umur 40-49 tahun sebanyak 10 orang (7,3 %), dan umur lebih dari 50 tahun sebanyak 14 orang (10,2 %). Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis Tabel 1. 77 Hasil pengukuran intensitas kebisingan loko dan gerbong KA Sumber : PT. Kereta Api DAOP- IV Semarang Tabel 2. Distribusi kejadian NIHL pada masinis Tabel 3. Distribusi NIHL dan Non NIHL hasil pemeriksaan Audiometri serta lokasi kelainannya Tabel 4. Hubungan keluhan kurang pendengaran dengan kejadian NIHL Tabel 5. Hubungan keluhan tinitus dengan kejadian NIHL 78 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009 Tabel 6. Distribusi masa kerja dengan hasil pemeriksaan Audiometri Tabel 7. Hubungan masa kerja dengan kejadian NIHL X 2 = 1,43 ; p = 0,01 ( p < 0,05) Tabel 8. Distribusi umur masinis dengan hasil pemeriksaan Audiometri PEMBAHASAN Masinis kereta api mempunyai resiko tinggi mengalami NIHL akibat bising mesin kereta api. Mereka bekerja di dalam lingkungan dengan intensitas kebisingan yang tinggi yaitu diatas 85 dB dalam waktu 6 – 8 jam perhari atau sekitar 40 jam per minggu. Penelitian ini dilakukan pada masinis PT. Kereta Api (Persero) Daerah OperasiIV Semarang, dengan distribusi umur termuda 25 tahun dan tertua 54 tahun dan lama kerja yang berbeda. Dari 137 masinis yang ikut dalam penelitian didapatkan hasil 28 orang (20,4%) menderita NIHL. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian terhadap bising mesin industri PT. Petro Kimia seperti yang dilakukan Wiyadi (1985) yaitu 56,7%. Suheryanto (1996) melaporkan bahwa sebanyak 71,4% karyawan pabrik tekstil di Jawa Timur menderita NIHL. Tingginya angka kejadian NIHL di lingkungan industri diakibatkan oleh tingginya frekuensi bising dan kurangnya pengetahuan tentang akibat bising lingkungan sehingga masih banyak karyawan yang tidak memakai pelindung telinga. Keluhan kurang pendengaran hanya dialami oleh seorang masinis (0,7%) pada kelompok NIHL, sedangkan sisanya sebanyak 27 orang (19,7%) tidak mengeluh kurang Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis 79 pendengaran. Minimnya keluhan kurang pendengaran pada kelompok masinis dengan NIHL ini disebabkan oleh kerusakan saraf pendengarannya berada di luar frekuensi pembicaraan sehari-hari yaitu di daerah frekuensi 4000 Hz. Hasil uji statistik menunjukkan keluhan kurang pendengaran ini tidak bermakna (p > 0,05). Hasil pemeriksaan fisik telinga pada kejadian NIHL menunjukkan pada umumnya keadaan liang telinga dan membran timpani dalam batas normal. Pada penelitian ini hanya ditemukan adanya serumen pada 9 orang (6,6%) masinis kelompok non NIHL yang telah dibersihkan sebelum dilakukan pemeriksaan Audiometri. Beberapa penulis mengatakan bahwa keberadaan serumen di liang telinga justru akan melindungi masinis dari gangguan kurang pendengaran tipe sensuroneural. Distribusi masa kerja sebagaimana Tabel 6 menunjukkan kecenderungan meningkatnya kejadian NIHL dengan lamanya masa kerja setelah 10 tahun. Hubungan masa kerja masinis dengan kejadian NIHL dibedakan antara masa kerja kurang dari 10 tahun dengan 10 tahun atau lebih. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian NIHL (p < 0,05). Akan tetapi, hasil ini tidak dapat digunakan sebagai patokan karena terjadinya NIHL dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, pada penelitian ini hasil pemeriksaan Audiometri dikelompokkan menurut distribusi umur masinis dalam rangka menghindari kerancuan dengan awal kejadian presbiakusis yang sesuai perkembangan perbaikan gizi seseorang kini bergeser dari usia 40 – 50 tahun ke usia 50 – 60 tahun dan teori terakhir setelah umur 55 tahun. KESIMPULAN Kejadian NIHL pada masinis PT. Kereta Api (Persero) DAOP–IV Semarang sebanyak 28 orang (20,4%) dari 137 masinis. Kejadian NIHL pada masinis meningkat sesuai masa kerja, dan pada umumnya terjadi setelah bekerja lebih dari 10 tahun. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, agar manfaat penelitian ini dapat diaplikasikan maka: (1) Masinis kereta api diwajibkan memakai pelindung telinga pada saat menjalankan tugas, (2) PT. Kereta Api wajib melaksanakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. SE 01/MEN/1978 tentang nilai ambang bising dan 80 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009 waktu pajanan yang dianjurkan, (3) Pemeriksaan Audiometri pada semua masinis perlu dilakukan secara periodik selama masa kerja. DAFTAR PUSTAKA Fox, M.S., 1997, Pemaparan bising industri dan kurang pendengaran, Dalam: Ballenger J.J., Penyakit telinga hidung tenggorok, kepala dan leher, Ed 13. Jakarta, Binarupa Aksara, hal. 305-331. Garth, R.J.N., 1994, Blast injury of the auditory system: A review of the mechanism and pathology, The journal of laryngology and otology, November, 108: 925-929. Oedono T., 1996, Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT. Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Batu-Malang: 91-99. Soekirman dan Ulfah M., 1996, Audiometri nada murni terhadap pekerja rotary perusahaan kayu PT. Astral Byna di Banjarmasin, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Batu-Malang: 384-394. Soetirto, I. dan Hendarmin H., 1997, Gangguan pendengaran, Dalam : Buku ajar ilmu penyakit THT, Edisi III, FKUI, Jakarta, hal. 9-21. Suheryanto R., 1996, Pengaruh kebisingan mesin pabrik textil terhadap pendengaran karyawan. Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Batu-Malang, hal. 433-442.