Sains Medika

advertisement
Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis
71
Hubungan Antara Lama Kerja dengan Terjadinya Noise
Induced Hearing Loss (NIHL) pada Masinis DAOP-IV Semarang
Correlation between working period and prevelence of Noise Induced
Hearing Loss (NIHL) on Machinist in DAOP-IV Semarang
Agung Sulistyanto1, Yuslam Samihardja2, Suprihati2
ABSTRACT
Background: Noise Induced Hearing Loss (NIHL) is a hearing loss due to long-term exposure to noise. In industrial
environment, NIHL is in first place compare to another occupational disease. However studies on prevelance
of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ocaused by locomotive machine are in fact very rare. This study was
conducted to determine the prevalence of NIHL for machinist and to find out the correlation between NIHL
and working perod and machinist age.
Design and Method: This study was analytic descriptive with Cross Sectional Design. Machinists of P.T Kereta
Api Daop IV Semarang who fulfilled the inclusion and exclusion criteria were tested the audiometric after 12
hours free of noise.
Result: The prevalence of NIHL among machinists at P.T. Kereta Api was 20.4%. Prevalence was found to be
higher (18.9% or 26 workers) among the engineers serving for more than or equal to 10 years as compared to
those who served less than 10 years (1.4% or 2 workers). The prevalence for the age group of less than 40 year,
40-50 year, and above 50 year were 4 workers (2.9%), 10 workers (7.3%), 14 workers (10.2%, respectively.
Relative risk of NIHL prevalence on machinists after serving for 10 years increased 4 times.
Conclusion: There was significant correlation between prevalence of NIHL and working period and tendency
of the increase in NIHL with age, (Sains Medika, 1 (1) : 71-80).
Keywords: machinist, NIHL prevelance, working period, noise
ABSTRAK
Pendahuluan: Kurang pendengaran akibat bising atau “noise induced hearing loss” (NIHL) adalah kurang
pendengaran akibat pengaruh bising dalam waktu lama/kronik. Di lingkungan industri, NIHL menduduki
peringkat pertama dalam golongan penyakit akibat kerja. Akan tetapi, studi tentang NIHL yang diakibatkan
oleh mesin lokomotif pada masinis kereta api jarang dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung
prevalensi NIHL pada masinis kereta api dan mencari hubungan antara NIHL dan lamanya bekerja serta umur
masinis kereta api.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian Cross sectional pada masinis kereta api di DAOP IV Semarang
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan pengukuran audiometrik setelah 12 jam bebas paparan
bising.
Hasil Penelitian: Prevalensi NIHL pada masinis kereta api di Daop IV Semarang adalah 20,4%. Prevalensi lebih
tinggi (18,9% atau 26 orang) antara masinis yang telah bekerja lebih dari atau sama dengan 10 tahun
dibandingkan masinis yang bekerja kurang dari 10 tahun (1,4% atau 2 orang). Prevalensi pada kelompok umur
kurang dari 40 tahun, 40-49 tahun, dan di atas 50 tahun adalah berturut-turut adalah 4 orang (2.9%), 10 orang
(7.3%), dan 14 orang (10.2%). Risiko relatif masinis yang bekerja lebih dari 10 tahun meningkat 4 kali lipat
dibandingkan dengan masinis yang bekerja kurang dari 10 tahun.
Kesimpulan: Ada hubungan secara signifikan antara prevalensi NIHL dengan lama kerja dan umur masinis,
(Sains Medika, 1 (1) : 71-80).
Kata kunci: bising, masinis, prevalensi NIHL, lama bekerja
PENDAHULUAN
Bising secara subyektif adalah suara yang tidak disukai atau tidak dikehendaki
oleh seseorang. Secara obyektif bising adalah suara yang komplek, yang terdiri dari
1
2
Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, ([email protected])
Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
72
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
beragam frekuensi serta intensitas (Oedono, 1996). Kurang pendengaran akibat bising
atau Noise Induced Hearing Loss (NIHL) adalah kurang pendengaran akibat kerusakan
organ sensorineural telinga yang menetap oleh pengaruh bising dalam waktu lama/kronik
(Oedono, 1996). Telah lama diketahui bahwa bising dapat mengakibatkan kurang
pendengaran. Bising dengan intensitas diatas 85 dB dan berlangsung lama akan
mengakibatkan kerusakan organon korti yang menetap dan irreversibel. Kerusakan inilah
yang menjadi dasar terjadinya NIHL (Soekirman & Ulfah, 1996).
NIHL sudah sering dipublikasikan baik di luar maupun di dalam negeri, namun
angka kejadian secara pasti di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Di lingkungan
industri, NIHL menduduki peringkat pertama dalam golongan penyakit akibat kerja
(Suheryanto, 1996).
Masinis PT. Kereta api DAOP-IV Semarang mendapat paparan bising mesin kereta
api di dalam loko berkisar 70 dB – 100 dB, sedangkan paparan bising yang diterima
penumpang di dalam gerbong berkisar 60 dB – 80 dB tergantung jenis kereta apinya.
Instensitas paparan bising yang diterima masinis ini melebihi standar kebisingan yang
dianjurkan, yaitu sebesar 85 dB (Oedono, 1996). Lama waktu paparan yang diterima
masinis saat bekerja di dalam loko rata-rata 6 – 8 jam/hari atau kurang dari 40 jam dalam
satu minggu dengan istirahat selama 2 hari, sedangkan masa kerja masinis rata – rata di
atas 10 tahun.
Pengaruh kebisingan pada pendengaran dibedakan menjadi dua yaitu, yang
bersifat sementara dan yang bersifat menetap. Yang bersifat menetap ada 2 jenis yaitu
trauma akustik dan NIHL (Garth, 1994). Trauma akustik, dahulu diartikan sebagai semua
ketulian yang disebabkan suara bising. Pada saat ini, trauma akustik diartikan sebagai
rusaknya sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh letusan atau
suara yang dahsyat seperti, letusan senjata api atau ledakan bom. Trauma akustik berarti
kerusakan pada elemen saraf di telinga dalam, terutama kerusakan pendengaran yang
mendadak disebabkan oleh satu atau beberapa pemaparan energi akustik yang kuat
dan tiba-tiba yang dihasilkan oleh ledakan, dentuman keras, bunyi tembakan atau trauma
langsung ke kepala atau telinga (Fox, 1997).
NIHL adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang
bersifat menetap, mengenai satu atau dua telinga yang disebabkan oleh bising yang terus
Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis
73
menerus di lingkungan sekitarnya (Fox, 1997). Laporan mengenai histologi ketulian akibat
bising dan penelitian post mortem dari ketulian akibat bising pada manusia sangat sedikit.
Kerusakan telinga dalam sangat bervariasi dari kerusakan ringan sel rambut sampai
kerusakan total organ corti. Proses pasti kejadian tersebut belum diketahui secara lengkap,
tetapi agaknya stimulasi berlebihan oleh bising dalam jangka waktu lama mengakibatkan
perubahan metabolik dan vaskuler yang akhirnya mengakibatkan perubahan degeneratif
pada bentuk sel sensorik (Fox, 1997).
Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa nada murni dengan frekuensi
tinggi dan intensitas tinggi akan merusak struktur di ujung tengah basal (mid basal end)
koklea dan frekuensi rendah merusak struktur dekat apeks koklea. Bising dengan spektrum
lebar dan intensitas tinggi akan menyebabkan perubahan struktur di putaran basal koklea
pada daerah yang melayani nada sekitar 4000 Hz. Teori yang paling populer menyatakan
bahwa struktur anatomi di daerah tersebut lebih lemah dan hal itu sebagai akibat
ketajaman pendengaran (auditory acuity) dan spektrum dari stimulus suara. Dikatakan
bahwa ketulian yang paling dini terjadi pada sekitar satu oktaf di atas skala frekuensi
nada stimulator. Ambang pendengaran yang paling peka pada nada diantara 1000 dan
3000 Hz, sehingga beralasan untuk menduga bahwa NIHL karena spektrumnya akan
menyebabkan kerusakan paling dini pada frekuensi diantara 3000 dan 4000 Hz (Fox,
1997).
Diagnosis NIHL ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa audiometri. Anamnesis pernah bekerja atau sedang
bekerja di lingkungan bising dalam waktu lama. Pada pemeriksaan fisik/otoskopi tidak
ditemukan kelainan, sedang pada pemeriksaan audiometri nada murni diketahui tuli
sensuroneural pada frekuensi antara 3000 Hz – 6000 Hz dan terutama pada frekuensi
4000 Hz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini (Soetirto
& Hendarmin, 1997). Suheryanto (1996) melaporkan bahwa pada penelitian terhadap
karyawan pabrik tekstil di Jawa Timur membagi kelompok uji dengan masa kerja selisih
5–9 tahun, 10-14 tahun dan 15-19 tahun. Angka kejadian NIHL bertambah sesuai masa
kerja setelah 5 tahun bekerja.
Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah adakah hubungan antara
lama kerja dengan terjadinya NIHL pada masinis DAOP-IV Semarang. Penelitian ini
74
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
bertujuan untuk mengetahui apakah bising kereta api dapat menyebabkan terjadinya
NIHL pada masinis DAOP-IV Semarang dan apakah kejadian NIHL tersebut dipengaruhi
lama kerja masinis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang
pengaruh masa kerja masinis terhadap NIHL dan bisa menjadi masukan bagi PT. Kereta
Api (Persero) dalam upaya memelihara kesehatan pendengaran para masinisnya.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Juli
sampai dengan Oktober 2003 di PT. Kereta Api (Persero) DAOP-IV Semarang. Penelitian
dimulai dengan membagikan informed consent kepada seluruh masinis untuk
ditandatangani sebagai persetujuan untuk pengambilan data. Data personal diperoleh
melalui anamnesis, pemeriksaan klinis THT dan pemeriksaan tekanan darah pada seluruh
masinis yang memenuhi kriteria sampel. Masinis yang diperiksa adalah yang tidak sedang
bekerja atau sudah bebas dari pemaparan bising minimal 12 jam sebelum pemeriksaan.
Setelah telinga dibersihkan, dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni dengan
Audiometer merk Maico M 42 pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000, 6000, dan 8000 Hz
di dalam ruang Balai Pengobatan PT. Kereta Api yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan
Audiometri.
Sampel penelitian ini adalah seluruh masinis PT. Kereta api DAOP-IV Semarang
yang aktif dan memenuhi kriteria inklusi dan bebas dari pemaparan bising minimal 12
jam untuk menghindari dampak stimulasi bising. Kriteria inklusi penelitian ini adalah
masih aktif sebagai masinis kereta api, usia kurang dari 55 tahun, dan bersedia menjadi
sampel penelitian. Kriteria eksklusi meliputi masinis yang mempunyai riwayat diabetes
millitus (DM) atau mengkonsumsi obat ototoksik, mempunyai riwayat ketulian pada
keluarga, mempunyai riwayat terpapar ledakan sebelumnya, dan sampel yang pada
pemeriksaan otologi menunjukkan subyek menderita atau pernah menderita otitis media
kronik (OMK).
Intensitas bising dan lama kerja merupakan variabel bebas, sedangkan ada
tidaknya NIHL dan derajat NIHL merupakan variabel tergantung. Data yang terkumpul
kemudian dianalisa dengan Chi Square test, Mann Whitney U-Wilcoxon Rank Sum Wtest menggunakan software SPSS 9.0 for Windows.
Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis
75
HASIL PENELITIAN
Hasil pengukuran intensitas kebisingan loko dan gerbong KA disajikan pada Tabel
1. Hasil pemeriksaan pada 145 masinis, 8 orang dikeluarkan dari penelitian karena tidak
memenuhi kriteria inklusi. Delapan orang ini terdiri dari 4 orang menderita DM, 2 orang
dengan hipertensi dan 2 orang lainnya menderita OMK, sehingga masinis yang dapat
dimasukkan dalam penelitian ini sebanyak 137 orang. Distribusi umur termuda 25 tahun
dan tertua 54 tahun dengan rerata umur 41,80 tahun dan SD ± 9,76.
Hasil pemeriksaan Audiometri sebagaimana disajikan pada Tabel 2. diketahui
bahwa sebanyak 28 orang (20,4%) mengalami gangguan pendengaran berupa kurang
pendengaran tipe NIHL, 93 orang (67,9 %) normal dan sisanya 16 orang (11,7 %)
mengalami kurang pendengaran tipe lainnya berupa trauma akustik sebanyak 6 orang
(4,4%), tuli konduktif (CHL) sebanyak 7 orang (5,1%), dan tuli saraf (SNHL) dengan derajat
ringan – sedang sebanyak 3 orang (2,2%).
Hasil pemeriksaan Audiometri, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
menunjukkan bahwa 28 orang masinis (20,4 %) menderita NIHL dari 137 orang sampel
yang diperiksa, semuanya terjadi pada kedua telinga (bilateral) dan hanya satu orang
yang mengalami NIHL pada telinga kiri saja. Selain itu terdapat gangguan pendengaran
yang lain berupa trauma akustik (TA) pada 6 orang masinis (4,4 %), masing-masing 3
pada telinga kanan dan 3 pada telinga kiri. Masinis yang mengalami CHL sebanyak 7
orang (5,1 %), dengan pembagian 3 orang mengalami CHL pada telinga kanan, 1 orang
telinga kiri, dan 3 orang terkena keduanya (bilateral). SNHL ditemukan pada 3 orang (2,2
%) yang kesemuanya hanya mengenai telinga kiri, sedangkan sisanya 93 orang (67,9 %)
mempunyai pendengaran normal.
Hampir semua masinis yang menderita NIHL tidak mengeluh menderita kurang
pendengaran. Kurang pendengaran hanya ditemukan pada satu orang masinis (0,73 %)
dan 27 orang (19,7%) lainnya tidak. Pada kelompok Non NIHL terdapat 11 orang (8,0 %)
mengeluh kurang pendengaran sedangkan 98 orang (71,6 %) tidak (Tabel 4).
Keluhan tinitus yang menyertai kejadian NIHL pada masinis sebanyak 4 orang
(2,9%), sedangkan pada kelompok non NIHL ada 7 orang (5,1 %). Masinis pada kelompok
NIHL yang tidak mengeluh adanya tinitus sebanyak 24 orang (17,5%), sedangkan pada
76
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
kelompok non NIHL sebanyak 102 orang (74,5%). Seluruh masinis yang mengikuti
penelitian ini tidak ada yang mengeluh menderita gangguan vertigo. Pemeriksaan
otoskopi pada kedua telinga masinis yang mengalami NIHL tidak ditemukan adanya
kelainan. Ditemukan adanya serumen pada 9 orang (6,6 %) kelompok non NIHL yang
dibersihkan sebelum dilakukan pemeriksaan Audiometri (Tabel 5).
Distribusi masa kerja dari 137 orang masinis yang diteliti paling sedikit adalah 1
tahun dan paling lama 38 tahun dengan rata-rata masa kerja 18,70 tahun dan SD ± 9,76.
Masa kerja dikelompokkan menjadi 10 tahunan yaitu kurang dari 10 tahun, terdiri dari
48 orang (35 %) kelompok 10 tahun sampai 19 tahun sebanyak 11 orang (8 %), kelompok
20 tahun sampai 29 tahun sebanyak 63 orang (46 %) dan kelompok 30 tahun lebih ada
15 orang (11%). Berdasarkan pembagian kelompok ini diketahui hubungan antara masa
kerja dengan hasil pemeriksaan Audiometri kelompok NIHL dan non NIHL sebagaimana
disajikan pada Tabel 6.
Hubungan masa kerja dengan kejadian NIHL diperoleh dengan membandingkan
masa kerja kurang dari 10 tahun dan masa kerja 10 tahun atau lebih, sebagaimana
disajikan pada Tabel 7. Sebanyak 48 orang (35 %) masinis dengan masa kerja kurang dari
10 tahun, yang menderita NIHL sebanyak 2 orang (1,4 %) dan 46 orang (33,7 %) masuk
kelompok non NIHL. Kelompok masinis dengan masa kerja 10 tahun atau lebih terdiri
dari 26 orang (19 %) yang menderita NIHL sedangkan sisanya 63 orang (45,9 %) menderita
non NIHL.
Kejadian NIHL berdasarkan umur masinis dikelompokkan berdasarkan selisih
umur 10 tahun, kurang dari 40 tahun, 40 sampai 49 tahun dan lebih dari 50 tahun,
sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Pembagian ini berdasarkan teori bahwa orang yang
bekerja dilingkungan bising untuk pertama kali setelah berumur 40 tahun ada
kecenderungan lebih rentan terkena NIHL. Angka kejadian NIHL pada masinis kelompok
umur kurang dari 40 tahun sebanyak 4 orang (2,9 %), umur 40-49 tahun sebanyak 10
orang (7,3 %), dan umur lebih dari 50 tahun sebanyak 14 orang (10,2 %).
Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis
Tabel 1.
77
Hasil pengukuran intensitas kebisingan loko dan gerbong KA
Sumber : PT. Kereta Api DAOP- IV Semarang
Tabel 2.
Distribusi kejadian NIHL pada masinis
Tabel 3.
Distribusi NIHL dan Non NIHL hasil pemeriksaan Audiometri serta lokasi
kelainannya
Tabel 4.
Hubungan keluhan kurang pendengaran dengan kejadian NIHL
Tabel 5.
Hubungan keluhan tinitus dengan kejadian NIHL
78
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
Tabel 6.
Distribusi masa kerja dengan hasil pemeriksaan Audiometri
Tabel 7.
Hubungan masa kerja dengan kejadian NIHL
X 2 = 1,43 ; p = 0,01 ( p < 0,05)
Tabel 8.
Distribusi umur masinis dengan hasil pemeriksaan Audiometri
PEMBAHASAN
Masinis kereta api mempunyai resiko tinggi mengalami NIHL akibat bising mesin
kereta api. Mereka bekerja di dalam lingkungan dengan intensitas kebisingan yang tinggi
yaitu diatas 85 dB dalam waktu 6 – 8 jam perhari atau sekitar 40 jam per minggu.
Penelitian ini dilakukan pada masinis PT. Kereta Api (Persero) Daerah OperasiIV Semarang, dengan distribusi umur termuda 25 tahun dan tertua 54 tahun dan lama
kerja yang berbeda. Dari 137 masinis yang ikut dalam penelitian didapatkan hasil 28
orang (20,4%) menderita NIHL. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil
penelitian terhadap bising mesin industri PT. Petro Kimia seperti yang dilakukan Wiyadi
(1985) yaitu 56,7%. Suheryanto (1996) melaporkan bahwa sebanyak 71,4% karyawan
pabrik tekstil di Jawa Timur menderita NIHL. Tingginya angka kejadian NIHL di lingkungan
industri diakibatkan oleh tingginya frekuensi bising dan kurangnya pengetahuan tentang
akibat bising lingkungan sehingga masih banyak karyawan yang tidak memakai pelindung
telinga.
Keluhan kurang pendengaran hanya dialami oleh seorang masinis (0,7%) pada
kelompok NIHL, sedangkan sisanya sebanyak 27 orang (19,7%) tidak mengeluh kurang
Hubungan Lama Bekerja dan NIHL pada Masinis
79
pendengaran. Minimnya keluhan kurang pendengaran pada kelompok masinis dengan
NIHL ini disebabkan oleh kerusakan saraf pendengarannya berada di luar frekuensi
pembicaraan sehari-hari yaitu di daerah frekuensi 4000 Hz. Hasil uji statistik menunjukkan
keluhan kurang pendengaran ini tidak bermakna (p > 0,05).
Hasil pemeriksaan fisik telinga pada kejadian NIHL menunjukkan pada umumnya
keadaan liang telinga dan membran timpani dalam batas normal. Pada penelitian ini
hanya ditemukan adanya serumen pada 9 orang (6,6%) masinis kelompok non NIHL yang
telah dibersihkan sebelum dilakukan pemeriksaan Audiometri. Beberapa penulis
mengatakan bahwa keberadaan serumen di liang telinga justru akan melindungi masinis
dari gangguan kurang pendengaran tipe sensuroneural.
Distribusi masa kerja sebagaimana Tabel 6 menunjukkan kecenderungan
meningkatnya kejadian NIHL dengan lamanya masa kerja setelah 10 tahun. Hubungan
masa kerja masinis dengan kejadian NIHL dibedakan antara masa kerja kurang dari 10
tahun dengan 10 tahun atau lebih. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang
bermakna antara masa kerja dengan kejadian NIHL (p < 0,05). Akan tetapi, hasil ini tidak
dapat digunakan sebagai patokan karena terjadinya NIHL dipengaruhi oleh banyak faktor.
Oleh karena itu, pada penelitian ini hasil pemeriksaan Audiometri dikelompokkan
menurut distribusi umur masinis dalam rangka menghindari kerancuan dengan awal
kejadian presbiakusis yang sesuai perkembangan perbaikan gizi seseorang kini bergeser
dari usia 40 – 50 tahun ke usia 50 – 60 tahun dan teori terakhir setelah umur 55 tahun.
KESIMPULAN
Kejadian NIHL pada masinis PT. Kereta Api (Persero) DAOP–IV Semarang sebanyak
28 orang (20,4%) dari 137 masinis. Kejadian NIHL pada masinis meningkat sesuai masa
kerja, dan pada umumnya terjadi setelah bekerja lebih dari 10 tahun.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, agar manfaat
penelitian ini dapat diaplikasikan maka: (1) Masinis kereta api diwajibkan memakai
pelindung telinga pada saat menjalankan tugas, (2) PT. Kereta Api wajib melaksanakan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. SE 01/MEN/1978 tentang nilai ambang bising dan
80
Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009
waktu pajanan yang dianjurkan, (3) Pemeriksaan Audiometri pada semua masinis perlu
dilakukan secara periodik selama masa kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Fox, M.S., 1997, Pemaparan bising industri dan kurang pendengaran, Dalam: Ballenger
J.J., Penyakit telinga hidung tenggorok, kepala dan leher, Ed 13. Jakarta, Binarupa
Aksara, hal. 305-331.
Garth, R.J.N., 1994, Blast injury of the auditory system: A review of the mechanism and
pathology, The journal of laryngology and otology, November, 108: 925-929.
Oedono T., 1996, Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang THT.
Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Batu-Malang: 91-99.
Soekirman dan Ulfah M., 1996, Audiometri nada murni terhadap pekerja rotary
perusahaan kayu PT. Astral Byna di Banjarmasin, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT
Perhati, Batu-Malang: 384-394.
Soetirto, I. dan Hendarmin H., 1997, Gangguan pendengaran, Dalam : Buku ajar ilmu
penyakit THT, Edisi III, FKUI, Jakarta, hal. 9-21.
Suheryanto R., 1996, Pengaruh kebisingan mesin pabrik textil terhadap pendengaran
karyawan. Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Batu-Malang, hal. 433-442.
Download