BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Proses pembangunan meliputi berbagai perubahan untuk masing-masing aspek yang berbeda seperti halnya aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi kelangsungan suatu negara (Baeti, 2013). Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara yang menerapkan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi. Tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan indikator gross domestic product/gross national product (GDP/GNP). Maka, dalam hal ini, disadari atau tidak disadari, manusia adalah sebagai input dalam proses pertumbuhan, bukan sebagai sasaran pertumbuhan ekonomi (Ginting et al., 2008). Suatu upaya yang paling ambisius dan terbaru dalam menganalisis perbandingan status pembangunan sosial ekonomi, baik di negara sedang berkembang (NSB) maupun negara maju telah dilakukan oleh UNDP (United Nations Development Program) secara sistematis dan komperhensif (Kuncoro, 1997). Pada tahun 1990, UNDP memperkenalkan Human Development Indeks (HDI) dan menerbitkan seri tahunan dalam publikasi berjudul Human Development Reports (HRDs). Dalam kata pengantar pada publikasi tersebut, dinyatakan bahwa munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan manusia (Drapper, 1990 dalam Ginting et al., 2008). Pembangunan juga merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kapabililtas masyarakat untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Dalam meningkatkan kesejahteraan manusia tidak sekedar memerlukan atau tidak hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi dalam produksi barang dan jasa yang disertai dengan perkembangan pada pendapatan per kapita, tapi lebih kepada kemudahan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar agar mempunyai kehidupan sosial yang produktif dan bermakna (Sen, 1985; Dasgupta, 1993; UNDP,1990 dalam Ghosh, 2006). Pembangunan berawal dan bertitik tolak dari manusia, dilakukan oleh manusia, maka sudah semestinya ditunjukkan pula untuk manusia. Di dalam konsep IPM terdapat perpaduan antara aspek-aspek sosial dan ekonomi (Arsyad, 2010). Selain itu, pembangunan manusia menurut definisi UNDP adalah proses memperluas pilihan-pilihan masyarakat (people’s choices). Dari beberapa pilihan, terdapat tiga pilihan yang dianggap paling penting, yaitu panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan standar hidup yang layak. Pilihan lain yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik, hak asasi manusia, dan penghormatan hak pribadi (HDR’s, 1990 dalam Ginting et al., 2008). Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan tiga indikator, yaitu angka harapan hidup pada waktu lahir (life expectancy at birth), angka melek huruf penduduk dewasa (adult literacy rate) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), serta kemampuan daya beli (purchasing power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan, sedangkan indikator angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan, dan yang terakhir untuk indikator daya beli digunakan mengukur standar hidup. Pendapatan per kapita riil umumnya dianggap sebagai sebuah hal yang mencerminkan hidup layak dan menangkap atau menggunakan semua variabel yang menggambarkan aspek-aspek dari kesejahteraan, namun tidak merepresentasikan harapan hidup dan melek huruf. Meskipun pendapatan per kapita tidak menggambarkan aspek yang lebih luas dari kesejahteraan seperti halnya IPM, pendapatan per kapita merupakan hal yang sangat penting dalam perbaikan pembangunan manusia. Pada dasarnya, hubungan yang erat antara pertumbuhan ekonomi (yang diukur dengan kenaikan pendapatan per kapita) dan pembangunan manusia merupakan hal yang diharapkan. Pertumbuhan ekonomi menyediakan sumber daya untuk mencapai perbaikan dalam pembangunan manusia, sedangkan perbaikan dalam modal manusia memiliki peran penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi (Ghosh, 2006). Kuncoro (1997) juga menyatakan bahwa indikator IPM jauh melebihi pertumbuhan konvensional. Memang suatu pertumbuhan ekonomi adalah penting untuk mempertahankan kesejahteraan rakyatnya. Namun pertumbuhan bukan merupakan akhir dari pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi hanyalah satu alat yang penting, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi digunakan untuk memperbaiki kapabilitas manusianya, dan pada gilirannya bagaimana rakyat menggunakan kapabilitasnya. Amartya Sen dalam Kuncoro (1997), seorang ahli ekonomi dari Havard, menegaskan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya diterjemahkan sebagai suatu proses ekspansi dari kebebasan positif yang dinikmati oleh masyarakat. Beliau mengamati bahwa masalah riil di NSB adalah menurunnya kualitas kehidupan daripada rendahnya pendapatan. Sen menginterpresentasikan pembangunan sebagai proses yang memperluas entitlement dan kapabiltas manusia untuk hidup sesuai dengan yang diinginkannya. Entitlement adalah sejumlah komoditi yang dapat diperoleh seseorang dalam masyarakat dengan menggunakan seluruh hak dan peluang yang dia miliki. Kapabilitas diartikan sebagai mencakup apa yang dapat maupun tidak dapat dilakukan, misalnya bebas dari kelaparan, dari kekurangan gizi, partisipasi dalam masyarakat, bebas bepergian menengok teman, memperoleh tempat tinggal yang memadai, dan lainlain. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, faktor tingkat pendapatan sejatinya merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan pembangunan manusia, namun faktor-faktor lain seperti halnya distribusi pendapatan dalam masyarakat, termasuk perempuan dan peran pemerintah juga menjadi faktor pendukung dalam pencapaian pembangunan manusia. Brata (2002) mengemukakan pendapatnya bahwa kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersih mereka untuk barang-barang yang memliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia (seperti makanan, air, pendidikan, dan kesehatan) tergantung dari sejumlah faktor seperti tingkat dan distribusi pendapatan antar rumah tangga dan juga pada siapa yang mengontrol alokasi pengeluaran dalam rumah tangga. Seperti yang sudah umum diketahui bahwa penduduk miskin menghabiskan porsi pendapatannya lebih banyak dibandingkan penduduk kaya untuk kebutuhan pembangunan manusia. Dicatat pula bahwa perempuan yang berpendidikan baik dapat menyediakan kondisi sanitasi yang lebih baik bagi seluruh anggota keluarga dan makanan yang lebih bergizi (Meier dan Rauch, 2000 dalam Brata, 2002). Oleh sebab itu, makin tinggi pendidikan perempuan akan makin positif pula manfaatnya bagi pembangunan manusia. Menurut Bagi (2007) secara umum perawatan kesehatan dan pendidikan diyakini mempengaruhi pembangunan manusia. Informasi atau pengetahuan terhadap hubungan antara pengeluaran publik dan pembangunan manusia merupakan hal yang penting dalam meningkatkan pembangunan manusia, khususnya di negara dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi dan rendah. Penekanan pada peningkatan pengeluaran publik untuk pendidikan dan kesehatan tersebut berdasarkan atas fakta bahwa pengeluaran publik untuk keduanya akan meningkatkan potensi masyarakat dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan pandangan Arsyad (2010) yang menjelaskan bahwa nilai IPM suatu negara atau daerah sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan internal pemerintah suatu negara atau daerah terkait mengenai aspek pembangunan manusianya, bukan hanya pada tinggi rendahnya pendapatan per kapita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung aspek pembangunan manusia dapat dilihat dari proporsi anggaran pemerintah untuk pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Besarnya proporsi anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk kedua sektor tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap aspek pembangunan manusia. Pembangunan manusia masih perlu mendapat perhatian disebabkan oleh berbagai hal seperti halnya banyak negara berkembang (termasuk Indonesia) berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan. Hal kedua yaitu banyak negara maju yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti penyalahgunaan obat, AIDS, ketergantungan terhadap alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Terakhir adalah beberapa negara mampu mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi, karena mampu menggunakan secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar manusia (Ginting et al., 2008). Pada umumnya, negara-negara berkembang, khususnya seperti Indonesia cenderung memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun di sisi lain dihadapkan pada persoalan rendahnya pembangunan manusia dan tingginya angka kemiskinan (BPS, 2013 dalam Novitasari, 2015). Tingkat pencapaian suatu pembangunan untuk setiap Provinsi maupun kabupaten/kota memiliki perbedaan. Indonesia memiliki 34 Provinsi dan 514 kabupaten/kota, salah satu yang ada di dalamnya adalah Provinsi Bali. Angka Indeks Pembangunan Manusia pada tahun 2009 sampai dengan 2013 yang dimiliki oleh Provinsi Bali terus-menerus mengalami peningkatan (Gambar 1.1), namun masih terdapat ketimpangan antar kabupaten/kota yang dikarenakan oleh perbedaan pola dan struktur perekonomian, serta pengaruh sosial dan budaya di setiap kabupaten/kota. Berdasarkan grafik tersebut PDRB per kapita Provinsi Bali selama lima tahun juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan PDRB per kapita tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Bali telah cukup berhasil menjalankan program otonomi daerah (Dewi & Sutrisna, 2014). Dengan adanya penelitian ini akan melihat apakah peningkatan dalam PDRB per kapita tersebut mampu merefleksikan atau dapat membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia. Gambar 1.1 PDRB Per Kapita dan Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bali tahun 2009-2013 9000000,00 74,50 74,00 8500000,00 73,50 8000000,00 73,00 72,50 7500000,00 72,00 7000000,00 PDRB Per Kapita IPM 71,50 71,00 6500000,00 70,50 6000000,00 70,00 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: Badan Pusat Statistik Bali, 2015 (diolah) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga diketahui sebagai acuan untuk mengukur proses pencapaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Oleh karena itu, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar (BPS). Dimensi tersebut terdiri dari: Tabel 1.1 Dimensi, Indikator, dan Indeks Berdasarkan BPS Dimensi Indikator Indeks Umur Panjang dan Sehat - Angka Harapan Indeks Harapan Hidup Hidup Pengetahuan - Angka Melek Indeks Pendidikan Huruf - Rata-Rata Lama Sekolah Standar Layak Hidup - Pengeluaran Per Indeks Pendapatan kapita Riil yang Disesuaikan (PPP Rupiah) Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia merupakan suatu indeks yang juga dipergunakan oleh UNDP (United Nations Developments Programmes), dimana angka IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar, namun pendekatan dimensi tersebut memiliki sedikit perbedaan dari yang dikemukakan oleh BPS: Tabel 1.2 Dimensi, Indikator, dan Indeks IPM Berdasarkan United Nations Developments Programmes Dimensi Indikator Indeks Umur Panjang - Angka Harapan Indeks Harapan Hidup Hidup pada saat Lahir Pengetahuan - Angka Melek Indeks Pendidikan Huruf - Rasio Gabungan Partisipasi Sekolah di Tingkat Dasar, Menengah, dan Tinggi. Standar Layak Hidup - GDP Per kapita Indeks Pendapatan yang disesuaikan (PPP US$) Sumber: UNDP, 1990 Indikator-indikator tersebut untuk setiap tahunnya memiliki angka yang berbeda-beda. Untuk itu, beberapa diagram batang di bawah ini akan menunjukkan perubahaan angka yang dimiliki untuk setiap indikator dari tahun ke tahun di Provinsi Bali: Gambar 1.2 Angka Harapan Hidup Provinsi Bali 2009-2013 (Tahun) 2009 2010 2011 2012 2013 71,20 70,84 70,78 70,72 70,67 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah) Sesuai yang ditunjukkan pada diagram batang di atas, indikator angka harapan hidup yang mencerminkan kualitas kesehatan di Provinsi Bali mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan dari tahun 2009-2013. Angka harapan hidup tertinggi ditunjukkan pada tahun 2013, yaitu sebesar 71,20. Hal itu menunjukan bahwa pada tahun tersebut masyarakat di Bali mulai memperhatikan kesehatannya dengan cara hidup bersih yang diterapkan pada diri sendiri dan juga tidak mengabaikan keadaan lingkungan sekitar yang menjadi pendukung kualitas kesehatan masyarakat di Provinsi Bali. Selain itu, peran pemerintah juga turut memberi dampak positif pada kualitas kesehatan yang ada di Provinsi Bali, seperti halnya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, contohnya melalui program asuransi kesehatan keluarga miskin untuk keluarga miskin. Untuk dimensi pengetahuan atau pendidikan, kombinasi antara indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah digunakan dalam mengukur salah satu pendekatan dimensi dari Indeks Pembangunan Manusia. Dapat dilihat pada kedua diagram batang di bawah ini bagaimana angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang telah dicapai oleh Provinsi Bali dari tahun 2009-2013. Kedua indikator tersebut akan mencerminkan kualitas pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat Provinsi Bali. Gambar 1.3 Angka Melek Huruf Provinsi Bali 2009-2013 (%) 2009 2010 2011 2012 2013 91,03 90,17 89,17 88,40 87,22 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah) Gambar 1.4 Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Bali 2009-2013 (Tahun) 2009 2010 2011 2012 2013 8,57 8,58 8,35 8,21 7,83 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah) Sesuai dengan data yang tertera di atas, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah sama-sama memiliki angka tertinggi pada tahun 2013. Pada tahun tersebut menyiratkan bahwa masyarakat di Provinsi Bali mulai sadar akan pentingnya meningkatkan kualitas diri agar dapat meningkatkan taraf hidupnya. Hal tersebut juga didukung dengan peningkatan sarana prasana dalam pendidikan, seperti halnya peningkatan kualitas guru, alat-alat belajar mengajar, dan peningkatan materi. Sementara itu, dalam mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili pencapaian pembangunan untuk hidup layak. Melalui diagram batang di bawah ini, kemampuan daya beli masyarakat di Provinsi Bali akan diketahui setiap tahunnya: Gambar 1.5 Pengeluaran Per Kapita yang Disesuaikan (Purchasing Power Parity) Provinsi Bali 2009-2013 (Rp) 2009 2010 2011 2012 2013 643,78 640,86 637,86 634,67 632,15 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah) Dengan melihat diagram batang di atas, pengeluaran per kapita yang disesuaikan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan pengeluaran per kapita yang terus-menerus dapat terjadi karena tingkat konsumsi dari masyarakat Provinsi Bali yang juga meningkat disertai dengan tingkat pendapatan yang juga mengalami peningkatan. Data-data yang sudah tertera di atas menggambarkan bahwa angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi, tentunya disebabkan oleh beberapa faktor. Dengan adanya hal tersebut, mengetahui beberapa faktor seperti PDRB per kapita, belanja pendidikan, dan belanja kesehatan sangatlah diperlukan untuk melihat seberapa besar pengaruh ketiganya dalam proses pencapaian suatu pembangunan di Indonesia, khususnya di Provinsi Bali. 1.2 Rumusan Masalah IPM adalah suatu indeks yang dipergunakan oleh UNDP untuk mengetahui sejauh apa proses pencapaian dari suatu pembangunan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, di dalam konsep IPM terdapat perpaduan antara aspekaspek sosial dan ekonomi. Aspek ekonomi seperti halnya pertumbuhan ekonomi merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pencapaian pembangunan manusia. Kendati begitu, aspek-aspek lainnya seperti aspek pendidikan dan kesehatan juga memiliki peranan penting dalam meningkatkan pembangunan manusia. Adanya pengeluaran pemerintah untuk kedua sektor tersebut sangat diperlukan dalam menunjang kualitas dari pendidikan dan kesehatan di suatu negara atau daerah. Untuk itu, selain memperhatikan aspek ekonomi, hal-hal lainnya seperti kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan pengeluaran publik untuk aspek pendidikan dan kesehatan juga tidak dapat diacuhkan begitu saja. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ghosh (2006), penelitan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB per kapita atas dasar harga konstan mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap seluruh indikator pembangunan manusia. Selain itu, pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa pengeluaran sektor sosial memiliki kontribusi yang signifikan terhadap variabel pembangunan manusia. Beberapa penelitian lainnya, seperti yang dilakukan oleh Hojman (1996) menemukan bahwa belanja publik yang digunakan untuk kesehatan secara statistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kesehatan. Lain halnya penelitian yang dilakukan oleh Bagi (2007), secara keseluruhan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pengeluaran publik untuk pendidikan lebih efektif dibandingkan pengeluaran publik yang dialokasikan untuk kesehatan terhadap pencapaian tingkat pembangunan manusia. Hal tersebut khususnya terjadi pada negara-negara yang memiliki tingkat pembangunan manusia yang menengah dan rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, hasil yang ditunjukkan oleh setiap penelitian berbeda-beda. Di Indonesia, khususnya Provinsi Bali, penelitian dengan topik yang serupa masih sedikit dilakukan. Dengan alasan itu, penelitian dengan pembahasan yang serupa masih perlu dilakukan kembali. Beberapa diagram batang di atas juga telah menggambarkan bagaimana perkembangan yang ditunjukkan oleh masing-masing pendekatan dimensi yang dimiliki oleh Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Bali. Dengan adanya perkembangan yang sedemikian rupa, sangatlah penting untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkembangan oleh setiap dimensi yang telah membentuk Indeks Pembangunan Manusia. Maka dari itu, dengan adanya penelitian ini akan diketahui bagaimana pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dengan PDRB per kapita atas dasar harga konstan, belanja pendidikan, dan belanja kesehatan akan mempengaruhi proses pencapaian suatu pembangunan. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah pengaruh PDRB per kapita terhadap pembangunan manusia di Provinsi Bali tahun 2009-2013? 2. Bagaimanakah pengaruh belanja pendidikan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Bali tahun 2009-2013? 3. Bagaimanakah pengaruh belanja kesehatan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Bali tahun 2009-2013? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh PDRB per kapita terhadap pembangunan manusia di Provinsi Bali tahun 2009-2013. 2. Untuk menganalisis pengaruh belanja pendidikan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Bali tahun 2009-2013. 3. Untuk menganalisis pengaruh belanja kesehatan terhadap pembangunan manusia di Provinsi Bali tahun 2009-2013. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang tercermin dari penduduk yang memiliki kualitas kesehatan yang baik dan memiliki umur panjang, mempunyai kualitas pendidikan yang tinggi serta terampil. 2. Saran untuk pihak pemerintah Provinsi Bali sebagai pendukung bagi perencanaan agar lebih memperhatikan setiap dimensi pembangunan manusia 3. Memberikan petunjuk mengenai pencapaian sasaran untuk setiap sektor yang memiliki peranan penting bagi perumusan dan pengambilan kebijakan. 4. Sebagai suatu kritik ataupun pembenahan pembangunan dalam menetapkan suatu hakikat pembangunan 1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini memiliki sistematika penulisan skripsi yang terdiri dari lima bab, yaitu Bab 1 perihal pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitan, serta sistematika penulisan. Bab 2 mengenai penjelasan landasan teori yang digunakan dalam suatu penelitian maupun studi literatur yang memuat penelitian – penelitian sebelumnya dengan bahasan atau tema serupa untuk memperkuat penelitian ini, dan hipotesis. Sedangkan bab 3, menjelaskan metodologi penelitian yang terdiri dari jenis dan sumber data, model penelitian, variabel penelitian, alat analisis, pemilihan model estimasi, uji asumsi klasik, serta uji signifikansi. Pada bab 4 mencakup hasil penelitian dan pembahasan. Selanjutnya dalam bab akhir, yaitu bab 5 berisi tentang kesimpulan dan saran setelah melakukan penelitian ini.