MODUL PRAKTIKUM ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL 2015 AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA MODUL PRAKTIKUM ASUHAN KEGAWATDARURATAN PERSALINAN NAMA : ………………………………….. NIM : ………………………………….. PROGRAM STUDI : ………………………………….. AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA 2015 HALAMAN PENGESAHAN Modul praktikum : Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Penanggung Jawab : Sugiarti, SKM. M.Kes Tim Penyusun : 1. 2. Disahkan pada tanggal Mengetahui, Ketua Prodi DIII Kebidanan AKBID Griya Husada Surabaya Henny Juaria, SKM., M.Kes NIP. 0468011016 : KETRAMPILAN KLINIK PERTOLONGAN PERSALINAN SUNGSANG I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan dilakukan oleh peserta ketika melakukan pertolongan persalinan sungsang. Tujuan Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini ditujukan untuk: Membantu peserta dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai peserta memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency) Metode Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membehas terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan pertolongan persalinan sungsang dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan pertolongan persalinan sungsang dengan menggunakan model anatomik. Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap peserta untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya. Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hati-hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut : 0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa 1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau ada langkah yang 2 Mampu 3 Mahir dihilangkan : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat dan atau pembimbing perlu mengingatkan peserta tentang halhal kecil yang tidak terlalu penting : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan Pengertian Presentasi sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri. Presentasi sungsang terjadi bila panggul atau ekstremitas bawah janin berada di pintu atas panggul. Dengan insidensi angka kejadian 3-4% (Cunningham, 2005). Klasifikasi Terdapat tiga jenis persalinan sungsang : 1. Frank breech atau bokong murni (50-70%) yaitu tampak ekstremitas bawah mengalami fleksi pada sendi panggul dan ekstensi pada sendi lutut sehingga kaki berdekatan dengan kepala. 2. Complete breech atau bokong sempurna (5-10%) yaitu satu atau kedua lutut dalam keadaan fleksi. 3. Foot ling atau incomplit atau presentasi kaki (10-30%) yaitu satu atau kedua kaki atau lutut terletak dibawah bokong sehingga kaki atau lutut bayi terletak paling bawah pada jalan lahir. Etiologi Etiologi persalinan sungsang : 1. Kehamilan premature 2. Hidramnion, olihidramnion 3. Kelainan uterus (uterus bikornus atau uterus septum) 4. Tumor panggul 5. Riwayat presentasi bokong 6. Multiparitas 1 7. Panggul sempit 8. Hidosephalus, anensephalus 9. Kehamilan kembar Penyulit Pada presentasi bokong persisten terjadi peningkatan frekuensi penyulit, yaitu: 1. Morbiditas dan mortalitas perinatal akibat pelahiran yang sulit 2. Berat lahir rendah pada kelahiran preterm, pertumbuhan terhambat atau keduanya 3. Prolaps tali pusat 4. Plasenta previa 5. Anomali janin, neonates dan bayi 6. Anomali dan tumor uterus 7. Janin multiple Diagnosis Diagnosis letak sungsang : 1. Palpasi dan balotement : Leopold I (teraba kepala/ balotement di fundus uteri 2. Vaginal toucher : teraba bokong yang lunak dan ireguler 3. X-ray : dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain 4. Ultrasonografi : dapat menentukan presentasi, ukuran, jumlah kehamilan, lokasi plasenta, jumlah cairan amnion, malformasi jaringan lunak atau tulang janin Persalinan pervaginam letak sungsang Mekanisme persalinan sungsang pervaginam berlangsung melalui seven cardinal movement yang terjadi pada masing-masing tahapan persalinan sungsang pervaginam : 1. Persalinan bokong 2. Persalinan bahu 3. Persalinan kepala Persalinan sungsang pervaginam (sungsang “Bracht”) dapat dibagi menjadi 3 tahap : 1. Fase lambat pertama Tahapan persalinan dari bokong sampai umbilicus Disebut fase lambat karena pada fase ini umumnya tidak terdapat hal-hal yang membahayakan jalannya persalinan Pada fase ini, penolong bersikap pasif menunggu jalannya persalinan 2. Fase cepat Tahapan persalinan dari umbilicus sampai mulut Disebut fase cepat oleh karena dalam waktu < 8 menit (1-2 kali kontraksi 2 uterus) fase ini harus sudah berakhir Pada fase ini, tali pusat berada diantara kepala janin dengan PAP sehingga dapat menyebabkan asfiksia janin 3. Fase lambat kedua Tahapan persalinan dari mulut sampai seluruh kepala Pertolongan persalinan pada tahap ini tidak boleh tergesa-gesa oleh karena persalinan kepala yang terlalu cepat pada presentasi sungsang dapat menyebabkan terjadinya dekompresi mendadak pada kepala janin yang menyebabkan perdarahan intracranial Tahapan persalinan sungsang pervaginam Mekanisme Presentasi sungsang dengan sacrum kanan depan 1. bitrochanteric bokong masuk panggul pada transversal panggul ibu 2. Pada saat dilatasi servik lengkap, bokong mengalami desensus lebih lanjut kedalam panggul. 3. Pada saat bokong mencapai dasar panggul , saluran jalan lahir menyebabkan bokong mengalami PPD (putar paksi dalam) sehingga bitrochanterika berada pada anteroposterior PBP (pintu bawah panggul). 3 4. Bokong depan nampak di vulva 5. Dengan his berikutnya, bokong akan meregang PBP (pintu bawah panggul) 6. Terjadi laterofleksi tubuh janin dan bahu berputar sehingga akan melewati PAP (pintu atas panggul) 7. Pada saat ini penolong persalinan mengenakan perlengkapan persalinan dan dan siap menolong persalinan 8. Bokong sudah lahir dan bahu saat ini masuk pada transversa PAP 9. Gerakan ini menyebabkan PPL (putar paksi luar) bokong sehingga punggung anak menghadap atas 4 10. Bahu anak melewati saluran jalan lahir dan mengalami PPD (putar paksi dalam) sehingga bis achromial menempati anteroposterior PBP. 11. Secara serempak bokong berputar keanterior sejauh 900 (restitusi) 12. Kepala janin sekarang memasuki (engagement) PAP dengan sutura sagitalis berada pada traversalis PAP 13. Desensus kedalam pelvis terjadi dengan kepala dalam keadaan fleksi 14. Bahu depan lahir dari belakang simfisis pubis melalui gerakan laterofleksi 5 15. Anak dibiarkan tergantung beberapa saat didepan vulva. Dilakukan tekanan pada daerah suprasimfisis untuk menambah fleksi kepala (bukan mendorong fundus uteri). Bila tengkuk anak sudah terlihat, penolong persalinan memegang kaki anak dan melakukan gerakan melingkar keatas. 16. Maneuver ini menggunakan referensi tepi bawah sacrum, menarik kepala anak kebawah dan memutar melalui PBP sehingga dagu, hidung dan dahi Nampak dan lahir didepan vulva. Tehnik pertolongan sungsang spontan pervaginam (spontan BRACHT ) 1. Pertolongan dimulai setelah bokong nampak di vulva dengan penampang sekitar 5 cm. 2. Suntikkan 5 unit oksitosin i.m dengan tujuan bahwa dengan 1–2 his berikutnya fase cepat dalam persalinan sungsang spontan pervaginam akan terselesaikan. 3. Dengan menggunakan tangan yang dilapisi oleh kain setengah basah, bokong 6 janin dipegang sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada pada bagian belakang pangkal paha dan empat jari-jari lain berada pada bokong janin Pegangan panggul anak pada persalinan spontan Bracht 4. Pada saat ibu meneran, dilakukan gerakan mengarahkan punggung anak ke perut ibu ( gerak hiperlordosis )sampai kedua kaki anak lahir . 5. Setelah kaki lahir, pegangan dirubah sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari berada pada pinggang janin Pegangan bokong anak pada persalinan spontan Bracht 6. Dengan pegangan tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis dilanjutkan ( gerak mendekatkan bokong anak pada perut ibu ) sedikit kearah kiri atau kearah kanan sesuai dengan posisi punggung anak. 7. Gerakan hiperlordosis tersebut terus dilakukan sampai akhirnya lahir muluthidung-dahi dan seluruh kepala anak. 8. Pada saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin 7 9. Setelah anak lahir, perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti pada persalinan spontan pervaginam pada presentasi belakang kepal Prognosis Prognosis lebih buruk dibandingkan persalinan pada presentasi belakang kepala. Prognosa lebih buruk oleh karena: o Perkiraan besar anak sulit ditentukan sehingga sulit diantisipasi terjadinya peristiwa “after coming head”. o Kemungkinan ruptura perinei totalis lebih sering terjadi Sebab kematian anak: 1. Talipusat terjepit saat fase cepat. 2. Perdarahan intrakranial akibat dekompresi mendadak waktu melahirkan kepala anak pada fase lambat kedua. 3. Trauma collumna vertebralis. 4. Prolapsus talipusat. 3 teknik persalinan bahu pada letak sungsang : 1) Persalinan bahu dengan cara Lovset Prinsip : memutar badan janin setengah lingkaran (1800) searah dan berlawanan arah jarum jam sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu yang semula dibelakang akan lahir didepan ( dibawah simfisis). Dilakukan pemutaran 1800 sambil melakukan traksi curam kebawah sehungga bahu belakang menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan. 8 Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar 1800 kearah yang berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan Tubuh janin diputar kembali 1800 kearah yang berlawanan sehingga bahu belakang kembali menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset : 1. Teknik sederhana 2. Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin 3. Kemungkinan infeksi intrauterine minimal 2) Persalinan bahu dengan cara Klasik (teknik Deventer): Prinsip : melahirkan lengan belakang lebih dulu ( oleh karena ruang panggul sebelah belakang/ sacrum relative lebih lebih luas) dan kemudian melahirkan lengan depan dibawah arcus pubis. Dipilih bila bahu tersangkut diatas PAP. Tehnik : 9 Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK Melahirkan lengan depan pada teknik melahirkan bahu cara Klasik : 1. Kedua pergelangan kaki dipegang dengan ujung jari tangan kanan penolong berada diantara kedua pergelangan kaki anak, kemudian dielevasi sejauh mungkin dengan gerakan mendekatkan perut anak pada perut ibu. 2. Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir, jari tengah dan telunjuk tangan kiri menyelusuri bahu sampai menemukan fosa cubiti dan kemudian dengan gerakan “mengusap muka janin” lengan posterior bawah bagian anak dilahirkan. 3. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diubah. Dengan tangan kanan penolong, pergelangan kaki janin dipegang dan sambil dilakukan traksi curam bawah melakukan gerakan seperti “mendekatkan punggung janin pada punggung ibu” dan kemudian lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama. Bila dengan cara no.3 diatas lengan depan sulit untuk dilahirkan, maka lengan tersebut diubah menjadi lengan belakang dengan cara : 1. Bahu dan lengan bayi yang sudah lahir di pegang dengan kedua tangan 10 penolong sehingga kedua ibu jari penolong terletak dipunggung anak dan sejajar denagn sumbu badan janin, sedangkan jari-jari lain didepan dada. 2. Dilakukan pemutaran tubuh anak kearah perut dan dada anak sehingga lengan depan menjadi terletak dibelakang dan dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada no.2 Keuntungan : Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan bahu Kerugian : Masuknya tangan kedalam jalan lahir menimbulkan faktor resiko infeksi 3) Persalinan bahu dengan cara Mueller : Prinsip : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis melalui ekstraksi kemudian melahirkan lengan belakang di belakang (depan sacrum). Dipilih bila bahu tersangkut di Pinti Bawah Panggul. Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong dan bila perlu dibantu dengan telunjuk jari tangan kanan untuk mengeluarkan lengan depan 11 Melahirkan lengan belakang (inset : mengait lengan atas dengan telunjuk jari tangan kiri penolong) Tekniknya : 1. Bokong dipegang dengan pegangan femuropelvik 2. Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah pada tubuh janin sampai bahu depan lahir dibawah arcus pubis dan selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan depan bagian bawah. 3. Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan tangan kanan dan dilakukan elevasi dan traksi keatas. Traksi dan elevasi sesuai arah tanda panah sampai bahu belakang lahir dengan sendirinya. Bila tidak dapat lahir dengan sendirinya, dilakukan kaitan untuk melahirkan lengan belakang anak. Keuntungan : Penggunaan teknik ini adalah oleh karena tangan penolong tidak masuk terlalu jauh kedalam jalan lahir, maka resiko infeksi berkurang. Melahirkan LENGAN MENUNJUK. Nuchal Arm Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah bila pada persalinan sungsang, salah satu lengan anak berada dibelakang leher dan menunjuk kesatu arah tertentu. Pada situasi seperti ini, persalinan bahu tidak dapat terjadi sebelum lengan yang bersangkutan dirubah menjadi didepan dada. Lengan menunjuk ( “ nuchal arm”) Bila lengan yang menunjuk adalah lengan posterior : (dekat dengan sakrum) 1. Tubuh janin dicekap sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada dipunggung anak sejajar dengan sumbu tubuh anak dan jari-jari lain didepan dada. 12 2. Badan anak diputar 1800 searah dengan menunjuknya lengan yang dibelakang leher sehingga lengan tersebut akan menjadi berada didepan dada (menjadi lengan depan). 3. Selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan tehnik persalinan bahu cara KLASIK. Lengan kiri menunjuk kekanan Tubuh anak diputar searah dengan menunjuknya lengan (kekanan) 13 Menurunkan lengan anak Bila lengan yang menunjuk adalah lengan anterior : (dekat dengan sinfisis) maka: Penanganan dilakukan dengan cara yang sama, perbedaan terletak pada cara memegang tubuh anak dimana pada keadaan ini kedua ibu jari penolong berada didepan dada sementara jari-jari lain dipunggung janin. Melahirkan LENGAN MENJUNGKIT Yang dimaksud dengan lengan menjungkit adalah suatu keadaan dimana pada persalinan sungsang pervaginam lengan anak lurus disamping kepala. Keadaan ini menyulitkan terjadinya persalinan spontan pervaginam. Cara terbaik untuk mengatasi keadaan ini adalah melahirkan lengan anak dengan cara LOVSET. Melahirkan lengan menjungkit Bila terjadi kemacetan bahu dan lengan saat melakukan pertolongan persalinan sungsang secara spontan (Bracht), lakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan bahwa kemacetan tersebut tidak disebabkan oleh lengan yang menjungkit. PERSALINAN KEPALA 14 ~ After Coming Head Pertolongan untuk melahirkan kepala pada presentasi sungsang dapat dilakukan dengan berbagai cara : 1. Cara MOURICEAU 2. Cara PRAGUE TERBALIK 1. Cara MOURICEAU ( Viet – Smellie) Dengan tangan penolong yang sesuai dengan arah menghadapnya muka janin, jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin dan jari telunjuk serta jari manis diletakkan pada fosa canina. 15 1. Tubuh anak diletakkan diatas lengan anak, seolah anak “menunggang kuda”. 2. Belakang leher anak dicekap diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain. 3. Assisten membantu dengan melakukan tekanan pada daerah suprasimfisis untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin. 4. Traksi curam bawah terutama dilakukan oleh tangan yang dileher. 2. Cara PRAGUE TERBALIK 1) Dilakukan bila occiput dibelakang (dekat dengan sacrum) dan muka janin menghadap simfisis. 2) Satu tangan mencekap leher dari sebelah belakang dan punggung anak diletakkan diatas telapak tangan tersebut. 3) Tangan penolong lain memegang pergelangan kaki dan kemudian di elevasi keatas sambil melakukan traksi pada bahu janin sedemikian rupa sehingga perut anak mendekati perut ibu. 4) Dengan larynx sebagai hypomochlion kepala anak dilahirkan. Persalinan kepala dengan tehnik Prague terbalik Prognosis Dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala, morbiditas dan mortalitas ibu dan atau anak pada persalinan sungsang pervaginam lebih besar. Morbiditas maternal : lebih tingginya frekuensi persalinan operatif pada presentasi sungsang termasuk Sectio Caesar menyebabkan morbiditas ibu antara lain : a. Morbiditas infeksi b. Rupture uteri c. Laserasi serviks d. Luka episiotomy yang meluas e. Atonia uteri akibat penggunaan analgesic Morbiditas dan mortalitas perinatal : lebih tinggi dibandingkan pada presentasi belakang kepala (vertex) Trauma persalinan : 16 Komplikasi a. Fraktur humerus dan klavikula b. Cedera pada muskulus sternocleiodomastoideus c. Paralisis tangan akibat cedera pada pleksus brachialis saat melahirkan bahu Mortalitas perinatal terutama akibat : a. Persalinan preterm b. Asfiksia intrapartum c. Kelainan kongenital Komplikasi ibu : 1. Perdarahan 2. Trauma jalan lahir 3. Infeksi Komplikasi anak : Sufokasi / aspirasi : Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia. Keadaan ini merangsang janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan terjadinya aspirasi. Asfiksia : Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat pada fase cepat Trauma intrakranial: Terjadi sebagai akibat : Panggul sempit Dilatasi servik belum maksimal (after coming head) Persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat kedua terlalu cepat) Fraktura / dislokasi: Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif Fraktura tulang kepala Fraktura humerus Fraktura klavikula Fraktura femur Dislokasi bahu Paralisa nervus brachialis yang menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat tekanan pada pleksus brachialis oleh jari-jari penolong saat melakukan traksi dan juga akibat regangan pada leher saat membebaskan lengan. Referensi 17 CEK LIST PERTOLONGAN PERSALINAN SUNGSANG : NAMA : NIM KELOMPOK : : TANGGAL Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus berurutan) 2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil yang tidak terlalu berarti 3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan) T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan Penilaian KEGIATAN 1 2 3 PERSIAPAN 1. Memperkenalkan diri dan memberi salam pada pasien 2. Mempersiapkan persetujuan tindakan medik pada keluarga pasien 3. Menenangkan pasien 4. Mempersiapkan pasien untuk tindakan 5. Mempersiapkan alat – alat dan obat – obat yang diperlukan 6. Memakai perlengkapan pertolongan persalinan lengkap 7. Cuci tangan hingga siku dengan sabun di bawah air mengalir lalu keringkan. 8. Pakai sarung tangan DTT/ steril. TINDAKAN PERTOLONGAN SUNGSANG 1. Memasang duk 2. Melakukan pemeriksaan dalam ulang untuk penilaian terakhir 3. Memimpin pasien meneran yang benar 4. Ibu diatur dalam posisi lithotomi 5. Penolong berdiri di depan vulva Melahirkan bayi: Cara bracht (memakai tenaga mengejan ibu) 1. 2. 3. 4. Menunggu bokong lahir sambil membantu membuka vulva Saat bokong membuka vulva, berikan injeksi oksitosin 2 - 5 unit /IM Lakukan episiotomi saat bokong membuka vulva Memegang bokong secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari – jari lain memegang panggul 5. Pada saat his, ibu dipimpin mengejan 6. Saat tali pusat terlihat, longgarkan 7. Ketika skapula lahir, melakukan hiperlordosis ke arah ibu, asisten 18 memulai Kristeller. Nilai apakah kedua bahu dapat lahir spontan. Bila kedua bahu lahir spontan, Bracht dilanjutkan 8. Dengan gerakan hiperlordosis berturut – turut lahirlah pusar, perut, bahu, lengan, dagu, mulut, dan akhirnya seluruh kepala. 9. Letakkan bayi di perut ibu. 10. Memotong tali pusat bayi 11. Melakukan resusitasi bayi baru lahir Cara Klasik/ Deventer (melahirkan bahu belakang lalu bahu depan) 1. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu. 2. Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fosa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin. 3. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu. 4. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan 5. Bila lengan depan susah dilahirkan, lengan depan harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkam dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain mencengkam dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin, sehingga lengan depan terletak di belakang. Kemudian lengan belakang dilahirkan dengan cara yang sama. Cara Muller (melahirkan bahu depan dulu baru bahu belakang) 1. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krista iliaka dan jari-jari lain mencengkam paha bagian depan. 2. Badan janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya. 3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, badan janin yang masih dipegang secara femuro-pelvik ditarik ke atas sampai bahu belakang lahir. 4. Bila bahu belakang tidak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong. Cara Lovset 1. Setelah bokong dan kaki bayi lahir, badan bayi dipegang secara femuropelvik dengan kedua tangan. 2. Memutar bayi 1800 sehingga bahu belakang menjadi bahu depan. 3. Memutar kembali 1800 ke arah yang berlawanan ke kiri/ kanan beberapa kali hingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan. 4. Bila lengan tidak dapat lahir dengan sendirinya, maka lengan janin 19 dapat dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan jari penolong. Teknik Ekstraksi Kaki 1. Tangan kanan masuk secara obstetrik mencari kaki depan dengan menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi, tangan yang lain mendorong fundus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki dipegang dengan dua jari dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. 2. Kedua tangan penolong memegang betis janin, yaitu kedua ibu jari diletakkan di belakang betis sejajar sumbu panjang paha dan jari-jari lain di depan betis, kaki ditarik curam ke bawah sampai pangkal paha lahir. 3. Pegangan dipindah ke pangkal paha, sejajar sumbu panjang paha dan jari lain di depan paha. 4. Pangkal paha ditarik curam ke bawah sampai trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi ke atas hingga trokhanter belakang lahir. Bila kedua trokhanter telah lahir berarti bokong lahir. 5. Sebaliknya bila kaki belakang yang dilahirkan lebih dahilu maka yang lahir lebih dahulu adalah trokhanter belakang dan untuk melahirkan trokhanter depan maka pangkal paha ditarik terus curam ke bawah. Bila terjadi kemacetan kepala Cara Mauriceau 1. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari keempat mencengkam fosa kanina. Jari telunjuk dan jari ketiga tangan yang lain mencengkam leher janin dari arah punggung. 2. Menugaskan seorang asisten menekan fundus uteri secara Kristeler. 3. Bersamaan dengan his dan asisten menekan fundus uteri, penolong melakukan tarikan ke bawah sesuai arah sumbu jalan lahir dibimbing jari yang dimasukkan untuk menekan dagu/ mulut. Bila sub oksiput tampak di bawah simpisis kepala janin dielevasi ke atas dengan sub oksiput sebagai hipomoklion sehingga lahir dagu, mulut, dan keseluruhan kepala. 4. Pengeluaran kepala bayi dengan forsep Piper dikerjakan bila pengeluaran kepala bayi gagal. Caranya tangan dan badan bayi dibungkus kain steril, diangkat ke atas, atau minta asisten untuk memegang kaki bayi. Forsep Piper dipasang melintang terhadap panggul dan kepala kemudian ditarik. Menolong kelahiran bayi Memotong dan mengikat tali pusat Melakukan asuhan penanganan Bayi Baru Lahir. Menyuntikkan sisa oksitosin 5 unit 20 Menjahit luka jalan lahir jika ada Mengajari ibu untuk melakukan masase fundus uteri sendiri Merapikan pasien Membereskan alat – alat Mencuci tangan DOKUMENTASI 1. Mencatat seluruh hasil pengkajian dalam partograf 2. Mencatat seluruh tindakan dan hasil evaluasi dalam catatan perkembangan (SOAP) 21 KETRAMPILAN KLINIK PENATALAKSANAAN PADA DISTOSIA BAHU II. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penatalaksanaan pada Distosia Bahu Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini ditujukan untuk: Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency) Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penatalaksanaan pada distosia bahu, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan tindakan penataksanaan pada distosia bahu dengan menggunakan model anatomik. Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertamatama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya. Kedua penuntun belajar 23 ini digunakan dalam usaha untuk Pengertian Etiologi Penilaian Klinik meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hati-hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut : 0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa 1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau ada langkah yang dihilangkan 2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat dan atau pembimbing perlu mengingatkan peserta tentang hal-hal kecil yang tidak terlalu penting 3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Jadi distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) ,disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul. 1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva 2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar 3. Dagu tertarik dan menekan perineum 24 Faktor Resiko Komplikasi 4. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga tampakmasuk kembali ke dalam vagina. 5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang symphisis 1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional (Keller, dkk). Pada ibu diabetes yang pelahiran sebelumnya dipersulit dengan distosia bahu akan terdapat peningkatan resiko berulangnya hal tersebut sampai 9,8%, pada populasi umum, resiko berulangnya distosia bahu adalah 0,58% (Smih et al 1994 dalam Myles, 2011). 2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran distosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g. 3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar 4. Ibu dengan obesitas (BB lebih dari 90 kg saat pelahiran) : perempuan yang memiliki 125 kg diperkirakan berisiko mengalami distosia bahu delapan kali lipat lebih besar. 5. Multiparitas 6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu. 7. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu, akan terdapat peningkatan risiko berulangnya hal tersebut sampai 9,8%. Terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994) 8. Cephalopelvic disproportion Komplikasi maternal : Perdarahan pasca persalinan Fistula Rectovaginal Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy” Robekan perineum derajat III atau IV Rupture Uteri Komplikasi janin : Brachial plexus palsy Fraktura Clavicle 25 Kematian janin Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen Fraktura humerus Tatalaksana Tatalaksana Umum Minta bantuan tenaga kesehatan lain (Help), untuk menolong persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah juga untuk kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan perineum setelah tatalaksana. Lakukan Episiotomi Harus diingat bahwa masalah yang dihadapi bidan adalah obstruksi pintu atas pelvis dan distosia tulang, bukan obstruksi akibat jaringan lunak, walaupun episiotomy tidak akan membantu melepaskan bahu, bidan harus tetap melakukannya untuk memberikan akses pada janin (Myles, 2011). Pertimbangkan episiotomy mediolateral 26 atau episioproktotomi, dapat memberikan ruang di posterior (Cunningham, 2013). Lakukan manuver McRobert (Leg). Dalam posisi ibu berbaring terlentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada. Gonok (1983) dalam Manuaba (2007) menyatakan pada perasat McRobert, paha ibu ditarik sekuatnya mendekati badan ibu hal ini menyebabkan : Sakrum bertambah luas Memutar simfisis pubis ke arah kepala ibu Mengurangi sudut inklinasi tulang pelvis Membebaskan bahu depan dari cengkraman simfisis pubis Penarikan paha ke arah badan dapat mengurangi kekuatan tarikan pada kepala bayi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah suprasimfisis (External Pressure Suprapubic/ Massanti maneuver) untuk membantu persalinan bahu. 27 Tatalaksana Khusus Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin akan melukainya. Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk memberikan sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri. Tekanan harus dilakukan pada sisi punggung bayi, ke arah dada bayi. Perasat ini membantu adupsi bahu dan mendorong bahu anterior menjauh dari simfisis pubis (Myles, 2011). Perhatian! Langkah tatalaksana distosia bahu selanjutnya harus dilakukan oleh penolong yang terlatih Jika bahu masih belum dapat dilahirkan, gunakan teknik (Enter: Rotation Manuver) : Rubin Maneuver (1964) Prinsipnya : mengecilkan diameter bahu (12 cm) menjadi lebih kecil sehingga dapat lahir atau keluar dari terperangkap di simfisis. 2 tahan perasat Rubin : 1) Kecilkan diameter bahu dengan jalan menekannya vertical melalui dinding abdomen. Sementara itu kepala bayi ditarik seperti biasa dalam proses persalinan. 2) Jika tindakan diatas tidak berhasil, lakukan dengan jalan memasukkan tangan yang paling dekat dengan bahu, menelusurinya, dan dada bayi ditekan. Dengan demikian 28 diharapkan diameter bahu akan menjadi lebih kecil dan persalinan dapat berlangsung. Rubin Manuver Wood Corkscrew 1) Bahu belakang sudah diharapkan berada di daerah sacrum dengan ruang yang lebih luas dan posisi yang lebih rendah. 2) Tangan dimasukkan di belakang bahu belakang. Selanjutnya diputar sebesar 1800 (menjadi bahu depan searah jarum jam), diharapkan kedua bahu akn lahir dengan sendirinya. 3) Setelah kedua bahu lahir badan bayi dilahirkan seperti biasa. Teknik Woods Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan di atas lakukan perasat : 29 1) Remove The Posterior Arm (pelahiran lengan posterior :r) o Untuk melahirkan lengan posterior, bidan harus memasukkan tanggannya ke dalam vagina dengan menggunakan ruang yang diciptakan oleh lubang sacrum. Kemudian dua jari membelat humerus lengan posterior, memfleksikan siku, dan menggeser lengan bawah melewati dada untuk melahirkan tangan. Jika proses pelahiran kemudian tidak selesai, lengan kedua dapat dilahirkan setelah rotasi bahu menggunakan perasat Woods atau Rubin (Myles,2011). 2) Roll The Patient To Her Hand and Knees Gaskin Manuver, dengan melakukan perubahan posisi yaitu saat ibu dalam posisi berbaring, si ibu langsung diminta untuk berputar dan mengubah menjadi posisi merangkak. 30 Langkah dari Gaskin maneuver ini sering di sebut FlipFLOP Flip = memutar ibu dari posisi berbaring menjadi merangkak FLOP = F Flips Mom Over (memutar ibu dari posisi berbaring menjadi merangkak). Setelah ibu posisi terbalik menggunakan Gaskin's Manuver kebanyakan bayi akan lahir spontan. Namun, jika bayi tidak lahir segera, bidan atau asistennya mengarahkan langkah berikutnya dilakukan ketika kontraksi berikutnya terjadi atau sebelum ada kontraksi. L Lift Legs, Dengan di bantu bidan, mintalah ibu mengangkat satu kaki, arahkan ke depan posisi ini persis seperti posisi ketika atlet lari hendak bersiap-siap untuk mulai balapan lari. Jadi posisinya seperti gambar berikut ini: Perhatikan posisi kaki, sehingga lutut tidak terlalu jauh dari tubuhnya. 31 Sekarang mulailah melakukan lekukan atau menggulung bahu anterior bayi dari tulang kemaluan hingga bergerak disamping simfisis pubis. pergeseran Pubis dari gerakan menempatkan kaki ke dalam posisi "Running Start" seperti diatas seolah-olah ini adalah seperti maneuver setengah McRoberts yang dilakukan dengan ibu di dalam posisi terlentang. Setengah dari tulang kemaluan yang terguling atau bergeser ketika kaki diangkat. Jika lengan tidak dapat diputar, pindah ke manuver berikutnya lebih cepat. O Oblique (Rotete Shoulder To Oblique) memutar bahu kearah oblique. jika bayi tidak langsung lahir ketika kontraksi setelah dilakukan perubahan posisi menjadi posisi "Running Start”, selipkan tangan bidan ke ibu sampai ia menemukan bagian belakang bahu posterior bayi. memutar bahu posterior ke arah dada bayi ke diameter miring dari panggul ibu. Ada ruangan yang paling dalam dari diameter miring (diameter oblique) panggul. Dengan demikian bayi akan mudah dari memutar bahu posterior ke diameter miring. Jika tetap gagal Lanjutkan upaya. P Posterior Arm To Get it. ini dilakukan dengan mencari lengan bayi dan mengeluarkannya menyapu tangan ke arah dada bayi . Sehingga lengan ini akan flexi, yang berarti itu akan membuat sebuah tikungan. Sekarang bidan dapat menangkap pergelangan tangan bayi, Kemudian seluruh lengan lalu goyangkan dengan hati-hati. Hal ini akan mengurangi diameter tubuh bayi sekitar 2 cm. Jika itu tidak cukup, bayi diputar 180 derajat sehingga lengan sebelumnya anterior sekarang posterior dan lengan dibawa keluar. Sekarang ibu bisa mendorong dan bayi akan keluar. Manuver Gaskin ini angka keberhasilannya cukup tinggi yaitu 80-90% Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, terdapat manuver-manuver lain yang dapat dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode sling atau manuver Zavanelli. Namun manuvermanuver ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih. Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985) Prinsipnya : mendorong kepala janin kembali menuju kavum abdominalis dan selanjutnya dilakukan seksio sesarea (Manuaba, 2007). Tekniknya : 1) Kembalikan posisi kepala janin sehingga oksiput berada di anterior atau posterior. 2) Berikan relaksan otot uterus sehingga mudah melakukan tindakan 32 (terbutaline 250 mg). 3) Lakukan fleksi kepala janin dan dorong perlahan-lahan ke arah kavum abdominalis. 4) Sementara itu, rencana seksio sesarea sudah mulai dilakukan untuk menghemat waktu sehingga mortalitas dan morbiditas dapat diturunkan. Komplikasi yang mungkin terjadi : a) Perdarahan b) Infeksi puerperium c) Ruptur uteri Perinatal morbiditas dan mortalitas : a) Keterbatasan waktu b) Teknik yang agak sulit terutama saat mendorong kepala kembali ke arah kavum abdominalis. Keterangan Lain : Upaya Pencegahan Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan elektif dengan induksi maupun seksio sesarea pada ibu dengan diabetes yang usia kehamilannya mencapai 38 minggu dan bayinya tumbuh normal. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu. 33 Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada janin 34 CEK LIST PENUNTUN BELAJAR PENATALAKSANAAN PADA DISTOSIA BAHU : NAMA : NIM KELOMPOK : : TANGGAL Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus berurutan) 2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil yang tidak terlalu berarti 3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan) T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan Penilaian KEGIATAN 1 2 3 SEBELUM TINDAKAN PERHATIKAN 1. Kandung kemih harus kosong 2. Kemungkinan tindakan episiotomy lebar/ luas 3. 4. 5. Baringkan ibu terlentang pada punggung Minta ibu untuk melipat kedua pahanya sehingga lututnya berada sedekat mungkin dengan dada. Gunakan kedua tangan untuk membantu flexi maksimal paha. Lahirkan bahu depan dengan menarik kepala bayi ke arah bawah sesuai dengan APN. 35 MANUVER MASSANTI/ EXTERNAL PRESSURE SUPRAPUBIC/ RUBIN I 6. Asisten menekan suprapubik (menekan ke bawah bahu janin) menggunakan telapak tangan bagian bawah. Oleh karena distosia bahu disebabkan karena bahu janin memasuki panggul pada posisi anteroposterior, maka penekanan bahu depan ke satu sisi akan mengubah posisi bahu menjadi oblique, sehingga bahu dapat dilahirkan. 7. Melahirkan bahu sesuai APN. MANUVER RUBIN 8. Menyusuri bahu depan menggunakan 2 jari. 9. Mendekatkan bahu depan ke arah dada (300) dengan menekan dinding belakang bahu depan. 10. Melahirkan bahu sesuai APN. 36 MANUVER CORKCREW (WOODS) 11. Memutar bahu belakang menjadi bahu depan untuk melepaskan bahu depan yang berada di bawah simfisis, sehingga menyebabkan fleksi bahu ke arah dada dan pemendeken jarak antara kedua bahu. 12. Melahirkan bahu sesuai APN 37 38 MANUVER SCHWARTZ & DIXON/ DELIVERY OF THE POSTERIOR ARM 13. Memasukkan jari tengah dan jari telunjuk mengikuti lengkung sacrum hingga mencapai fosa antecubiti. 14. Dengan tekanan jari tengah, lipat lengan bawah ke arah dada. 15. Setelah terjadi fleksi tangan, keluarkan lengan dari bayi dari vagina (menggunakan jari telunjuk untuk melewati dada dan kepala bayi atau seperti mengusap muka), kemudian tarik hingga bahu belakang dan seluruh lengan belakang dapat dilahirkan. 16. Bahu depan dapat lahir dengan mudah setelah bahu dan lengn belakang dilahirkan. 17. Bila bahu depan sulit dilahirkan, putar bahu belakang ke depan (jangan menarik lengan bayi tetapi dorong bahu posterior) dan putar bahu depan ke belakang (mendorong anterior bahu depan dengan telunjuk dan jari tengah operator) mengikuti arah panggung bayi sehingga bahu depan dapat dilahirkan. 18. Melanjutkan tindakan sesuai dengan APN. 39 40 MANUVER ZAVANELLI Jarang sekali dilakukan pada distosia bahu. Hanya dilakukan apabila persalinan dilakukan di meja operasi dan kondisi siap SC. Bayi dapat diselamatkan apabila tidak terjadi kompresi tali pusat 19. Mengembalikan kepala ke dalam jalan lahir 20. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior/posterior, sesuai dengan arah putaran paksi luar yang sudah terjadi 21. Membuat kepala anak menjadi fleksi secara perlahan, mendorong kepala ke arah vagina 41 DEKONTAMINASI DAN PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN PERAWATAN PASCA TINDAKAN 42 KETRAMPILAN KLINIK PENATALAKSANAAN PADA RETENSIO PLASENTA III. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penatalaksanaan pada Retensio Plasenta Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini ditujukan untuk: Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency) Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penatalaksanaan pada Retensio Plasenta, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan tindakan penataksanaan pada Retensio Plasenta dengan menggunakan model anatomik. Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara mahasiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya. Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hatihati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut : 0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa 1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar 43 Pengertian dan atau tidak sesuai urutannya atau ada langkah yang dihilangkan 2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat dan atau pembimbing perlu mengingatkan peserta tentang hal-hal kecil yang tidak terlalu penting 3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan Retensio plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit (Manuaba, 2007). Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Retensio plasenta merupakan diagnosis klinik yang dapat disebabkan oleh: 1. Plasenta adhesive : o Tipis sampai hilangnya lapisan jaringan Nitabush, sebagian atau seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya plasenta saat terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus 2. Plasenta akreta : o Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar Nitabush sehingga plasenta sebagian atau seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis o Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi otot uterus o Dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas o Plasenta manual sering tidak lengkap sehingga perlu diikuti dengan kuretase 3. Plasenta inkreta : o Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus sehingga tidak mungkin lepas sendiri o Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus diikuti kuretase tajam dan dalam juga histrektomi 4. Plasenta perkreta : o Jonjot plasenta menembus lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum kavum abdominalis. o Retensio plasenta tidak diikuti perdarahan o Plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan terjadi perdarahan 44 dan sulit dihentikan, atau pervorasi o Tindakan definitive : hanya histrektomi 5. Plasenta inkaserata : o Plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh karena kontraksi SBR Indikasi Indikasi melakukan manual plasenta : 1. Perdarahan mendadak sekitar 400-500 cc 2. Riwayat HPP habitualis 3. Post operasi : transvaginal, transabdominal 4. Penderita dalam keadaan narkosa atau anesthesia umum Predisposisi Predisposisi terjadinya retensio plasenta : 1. Grandemultipara 2. Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas 3. Kasus infertiitas, karena lapisan endometriumnya tipis 4. Plasenta previa, karena dibagian isthmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga perlu masuk jauh kedalam 5. Bekas operasi pada uterus Komplikasi Komplikasi plasenta manual diantaranya : 1. Perforasi, karena tipisnya tempat implantasi plasenta 2. Meningkatnya kejadian infeksi asenden 3. Tidak berhasil karena perlekatan plasenta dapat menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan. Persiapan : Prosedur Plasenta Manual 1. Pasang cairan infuse 2. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan 3. Lakukan anesthesia verbal atau analgesia per rectal 4. Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri : 1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong 2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-20 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai 3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat 45 4. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/ penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri 5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta 6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat) Melepas plasenta dari dinding uterus : 7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah posterior ibu) Bila di korpus depan pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu) 8. Setelah ujung-ujung jari masuk di antara plasenta dan dinding uterus 46 maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan ke kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus Mengeluarkan plasenta : 9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan ekslorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal 10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segme bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/ penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah) 11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus keraha dorsokranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan. Rangsangan taktil (masase) fundus uteri : 1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri 2. Jelaskan tindakan kepada ibu. Anjurka ibu untk menarik napas dalam dan perlahan serta rileks 47 3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri 4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh : o Periksa plasenta sisi maternal untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh o Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang o Periksa plasenta sisi foetal, untuk memastikan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata) o Evauasi selaput untuk memastikan kelengkapannya 5. Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi 6. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik 7. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pascapersalinan. 48 CEK LIST PENUNTUN BELAJAR PENATALAKSANAAN PADA PLASENTA MANUAL : NAMA : NIM KELOMPOK : : TANGGAL Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus berurutan) 2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil yang tidak terlalu berarti 3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan) T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan Penilaian KEGIATAN 1 2 3 PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN 1. PASIEN Infus dan cairan Oksitosin Verbal-anestesia atau analgesia per rektal Kateter nelaton steril dan penampung urin Klem penjepit atau kocker Kain alas bokong Tensimeter dan stetoskop 2. PENOLONG Sarung tangan panjang DTT (untuk tangan dalam) Sarung tangan DTT (untuk tangan luar) Topi, masker, kacamata pelindung, celemek PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN Kenakan pelindung diri (barrier protektif) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir Keringkan tangan dan pakai sarung tangan DTT Bersihkan vulva dan perineum dengan air DTT atau sabun antiseptic Pasang alas bokong yang bersih dan kering TINDAKAN PENETRASI KE KAVUM UTERI 1. Lakukan anesthesia-verbal atau analgesia per rektal sehingga perhatian ibu teralihkan dari rasa nyeri atau sakit 49 2. Lakukan kateterisasi kandung kemih Pastikan kateter masuk dengan benar Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan 3. Jepit klem tali pusat dg klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, regangkan dg tangan sejajar lantai (tangan kiri) 4. Secara obstetrik masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dg menelusuri sisi bawah tali pusat 5. Setelah tangan mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten untuk memegang klem dan menegangkan tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri 6. Sambil menahan fundus uteri, teruskan memasukkan tangan kanan sampai pada kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta. 7. Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk) MELEPAS PLACENTA DARI DINDING UTERUS 8. Tentukan daerah implantasi placenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah. Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tangan dalam tetap pada sisi bawah tali pusat. Bila implantasi di korpus depan, pindahkan tangan dalam ke sisi atas tali pusat dengan punggung tangan menghadap keatas. Implantasi di korpus belakang → lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian belakang (menghadap sisi bawah tali pusat). Implantasi di korpus depan → lakukan penyisipan ujung jari diantara plasenta dan dinding uterus dalam punggung tangan pada dinding dalam uterus bagian depan (mengahadap sisi atas tali pusat). 9. Kemudian gerakkan tangan ke kanan dan ke kiri sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal placenta terpisah dari dinding maternal placenta dapat terlepas Catatan : sambil melakukan, perhatikan keadaan ibu, lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyulit MENGELUARKAN PLACENTA 10. Sementara tangan kanan masih berada di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian placenta yang 11. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra symfisis (dorsokranial) untuk menahan uterus pada saat placenta dikeluarkan 12. Saat placenta terlepas seluruhnya dan yakin seluruh jaringan placenta terambil, keluarkan placenta secara perlahan 50 13. Instruksikan pada asisten untuk menarik tali pusat dg menggunakan klem 14. Setelah placenta keluar, letakkan placenta ke dalam wadah yg sudah disediakan 15. Lakukan sedikit pendorongan uterus (tangan kiri) ke dorsokranial setelah placenta keluar seluruhnya 16. Lakukan masase agar uterus tetap berkontraksi 17. Perikasa placenta untuk meyakinkan bahwa placenta lengkap dan perikasa robekan dan jumlah perdarahan 18. Lakukan penjahitan jalan lahir, jika ada robekan LANGKAH SETELAH PROSEDUR 15. Celup dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 16. Cuci tangan dg sabun dan air mengalir kemudian keringkan 17. Periksa kembali tanda vital pasien, dan observasi 2 jam PP (sesuai APN) dan segera lakukan tindakan apabila diperlukan 18. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yg tersedia 19. Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal penting untuk dipantau 20. Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai, tetapi masih perlu perawatan 21. Jelaskan pada petugas, tentang perawatan apa yg masih diperlukan, lama perawatan dan apa yang dilaporka Tutor, (…………………………………….) 51 KETRAMPILAN KLINIK PENATALAKSANAAN PADA ATONIA UTERI IV. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penatalaksanaan pada Atonia Uteri Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini ditujukan untuk: Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency) Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penatalaksanaan pada Atonia Uteri, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan tindakan penataksanaan pada Atonia Uteri dengan menggunakan model anatomik. Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya. Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hati-hati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa 52 Pengertian Tujuan KBI dan KBE pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut : 0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa 1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau ada langkah yang dihilangkan 2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat dan atau pembimbing perlu mengingatkan peserta tentang hal-hal kecil yang tidak terlalu penting 3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang akan keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (APN, 2008). Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan secara mekanik. Tujuan : Aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium (yang sementara waktu tidak berkontraksi) yang dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang pembuluh darah yang besar. Tanda dan gejala 1. Perdarahan pervaginam Perdarahan yang terjadi pada kasus Atonia Uteri angat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa yang terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. 2. Konsistensi rahim lunak Mrupakan gejala terpenting/ khas Atonia Uteri dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya 3. Fundus uteri naik 4. Terdapat tanda-tanda syok : nadi cepat dan lemak, tekanan darah rendah, pucat, keringat dingin, pernafasan cepat, gelisah, binggung, atau kehilangan kesadaran, urin sedikit. Etiologi 1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan difungsi intrinsic 53 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Faktor predisposisi uterus Penatalaksanaan yang salah pada kala III. Mencoba mempercepat kala III dengan dorongan dan pemijatan uterus sehingga mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan. Anetesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksas miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan perdarahan postpartum. Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraindikasi serta retraksi miometrium jika dalam kala III. Overdistensi uterus : uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibat keadaan bayi yang besar, kehamilan kembar, polihidramnion, cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek. Kelemahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah. Grande-multipara : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. Mioma iteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan retraksi miometrium uteri. Melahirkan dengan tindakan : keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti forsep dan versi ekstraksi. 1. Uterus yang teregang/distensi berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat besar (BB > 4000 gram) dan polihidramnion; 2. Kehamilan lewat waktu; 3. Partus lama; 4. Grande multipara; 5. Penggunaan uterus relaxants (Magnesium sulfat); 6. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ); 7. Perdarahan antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta); 8. Riwayat perdarahan postpartum; 9. Obesitas; 10. Umur > 35 tahun; 11. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam. 12. Persalinan cepat (partus presipitatus). 13. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi). 54 Pencegahan Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen Aktif Kala III, yaitu: 1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir; 2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali; 3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap berkontraksi. Penatalaksanaan 1. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan secara obstetric (menyatukan kelima jari) melalui introitus dan ke dalam vagina ibu. 2. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban/ bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara penuh. 3. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang. 4. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium berkontraksi. 5. Evaluasi keberhasilan : a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala 4. b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, 55 periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan. c) Jika uterus tiak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan KBE kemudian lakukan langkahlangkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan 6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprotrol 600-1000 mcg per rectal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena dapat menaikkan tekanan darah. 7. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. 8. Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan : KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi. 9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit. 10. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infuse cairan hingga ditempat rujukan. a) Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit b) Berikan tambahan 500 ml.jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan mancapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam. c) Jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 mm (botol kedua) cairan infuse dengan tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi 56 KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS Kompresi manual pada aorta harus dilakukan hanya pada kasus hemoragi yang berat, jika kompresi internal dan eksternal pada uterus tidak efektif. Kompresi aorta dilakukan hanya pada kondisi kedaruratan saat penyebab perdarahan sedang ditentukan. Langkah tindakan a) Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul penolong. b) Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki) dengan sedikit fleksi pada artikulasio koksae. c) Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan garis horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik. 57 d) Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi tersebut. e) Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus. f) Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah/ sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta). g) Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi arteri femoralis). Perhatikan: Tekanlah aorta abdominalis di atas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri, selama 5 sampai 7 menit. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik, sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah. Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik, usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak dapat 58 berkontraksi setelah pemberian prostatglandin, pertahankan posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan. Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai fasilitas rujukan. Bila kompresi sulit untuk dilakukan secara terus menerus maka lakukan pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang dan lakukan rujukan. Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik. Teruskan pemberian uterotonika h) Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik. 59 CEK LIST PENUNTUN BELAJAR PENATALAKSANAAN PADA ATONIA UTERI : NAMA : NIM KELOMPOK : : TANGGAL Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus berurutan) 2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil yang tidak terlalu berarti 3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan) T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan Penilaian KEGIATAN 1 2 3 1. PERSIAPAN a. Persiapan tempat : Ruangan tertutup, aman, nyaman, dan tenang b. Persiapan alat : O2 dan regulator Cairan infuse (kristaloid) Infuse set/blodd set Spuit 5ml dan jarum suntik no. 23 Abocath ukuran 16 atau 18 Kateter nelaton Povidon iodine 10% Kapas DTT Bengkok Korentang dan tempatnya Sarung tangan panjang DTT/steril 2 pasang Sarung tangan pendek DTT/steril 2 pasang Tensimeter Stetoskop Lampu sorot Uterotonika (oksitosin 10 IU/ml dan ergometrin 0,20 mg/ml) Antibiotic b. Persiapan pasien : Inform consent c. Persiapan petugas Mengunakan APD : apron, kacamata, masker, sepatu boaat, penutup 60 kepala, baju kamar tindakan 2. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik) 3. Bersihkan bekuan darah dan atauselaput ketuban dari vagina dan saluran serviks 4. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh atau dapat dipalpasi lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptic 5. Lakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit 6. KOMPRESI BIMANUAL INTERNA (KBI) 1) Penolong berdiri di depan vulva, pakai sarung tangan panjang DTT atau steril, basahi tangan kanan dg antiseptic, kemudian dg lembut masukkan secara obstetric (menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu 2) Perikasa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah dalam kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh 3) Kepalkan tangan dalam dan tempatkan dataran punggung jari telunjuk hingga jari kelingking pada forniks anterior dan tekan dinding anterior uterus (segmen bawah rahim) ke kranio anterior 4) Letakkan telapak tangan luar pada dinding perut (dinding posterior uterus), upayakan untuk mencakup bagian belakang korpus uteri seluas/sebanyak mungkin 5) Tekan uterus diantara kedua tangan (uterus ditekan dari arah depan dan belakang) dengan cara mendekatkan telapak tangan luar dg kepalan tangan dalam (kompresi selama 5 menit) 6) Evaluasi Keberhasilan : a. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan KBI selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau ibu secara ketat selama kala IV b. Jika uterus berkontraksi, tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan c. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk kompresi bimanual eksterna (KBE) kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Mintalah keluarga menyiapkan rujukan Catatan : Atonia uteri seringkali bisa diatasi dg KBI, jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain 7. KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNA (KBE) 1) Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu. Tekan ujung jari telunjuk, tengah dan manis tangan kanan di antara simfisi dan umbilicus pada korpus depan bawah sehingga fundus uteri naik ke arah dinding abdomen 61 2) Letakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uteri bagian belakang dan dorong uterus ke arah dinding abdomen 3) Geser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus dan ubah tangan kanan menjadi kepalan. Lalu dorong kepalan ke arah korpus uteri bagian depan 4) Lakukan kompresi korpus uteri dg jalan menekan dinding belakang dan dan dinding depan uterus dg telapak kiri dan kanan (saling mendekatkan tangan depan dan belakang), agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual 5) Sementara keluarga melakukan KBE, keluarkan tangan penolong dari vagina dg hati-hati 6) Celupkan sarung tangan panjang ke dalam larutan klorin 0,5% dan ganti sarung tangan pendek 8. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (kontra indikasi hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal 9. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc larutan ringer laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin (habiskan dalam waktu 10 menit) Jika Uterus Tetap Atonia Dan Atau Perdarahan Terus Berlangsung 10. Pakai sarung tangan panjang steril/DTT dan ulangi KBI Alasan : KBI dg ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi 11. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu 12. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infuse cairan 13. Lanjutkan infuse RL 500 cc + 20 unit oksitosin dg laju 500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yg diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam. Jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infuse dg tetesan sedang dan ditambah dg pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi 14. Evaluasi Keberhasilan : a. Jika uterus berkontraksi, lepaskan tangan perlahan-lahan, masukkan kedua tangan ke dalam wadah yg berisi larutan klorin 0,5% dan lepaskan. Cuci tangan lalu keringkan dg handuk bersih kering. Pantau kala IV persalinan dg cermat b. Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah kompresi aorta Catatan : Kompresi manual pada aorta adalah alternative untuk kompresi bimanual. Kompresi hanya boleh dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari. 15. KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS 1) Pakai sarung tangan steril/DTT 62 2) Baringkan ibu di atas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yg sama dg pinggul penolong 3) Tungkai diletakkan pada dasar yg rata dg sedikit fleksi pada artikulasio koksae 4) Raba pulsasi arteri femoralis dg jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipatan paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dg garis horizontal yg melalui titik 1 cm di atas dan sejajar d tepi atas simfisis pubis. Pastikan pulsasi arteri tersebut teraba dg baik 5) Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua jari dari titik pulsasi tersebut 6) Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis, dan kelingking melalui dinding perut ke atas aorta abdominalis yaitu pada umbilicus dan sedikit ke arah kiri dg arah tegak lurus 7) Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian tengah/sumbu badan ibu apabila tekanan tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yg dipantau dg ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan) akan berkurang/berhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta) 8) Lakukan kompresi selama 5 sampai 7 menit, kemudian lepaskan atau kurangi kompresi selama 1 menit agar bagian lain tidak kekurangan darah 9) Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan d perubahan pulsasi arteri femoralis) Perhatikan : a. Bila perdarahan berhenti sedangka uterus tidak berkontraksi dg baik, usahakan pemberian preparat prostaglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak berkontraksi setelah pemberian bahan tersebut, pertahankan posisi tersebut sehingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan. b. Apabila kontraksi membaik tetapi perdarahan tetap berlangsung, maka lakukan kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai tempat rujukan c. Bila kompresi sulit dilakukan secara terus menerus maka lakukan pemasangan kondom kateter d. Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dg baik. Teruskan pemberian uterotonika 16. Apabila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan masase hingga uterus berkontraksi dg baik 17. Masukkan kedua tangan ke dalam wadah yg berisi larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan secara terbalik dan rendam dalam wadah tersebut 18. Cuci tangan dg air mengalir dan sabun, keringkan tangan dg handuk 63 bersih dan kering 19. Perhatikan tanda vital, perdarahan dan kontraksi uterus setiap 10-15 menit atau pantau kala IV dg ketat 20. Berikan antibiotika jika terjadi tanda-tanda infeksi (gunakan antibiotika berspektrum luas, misalnya ampisilin 1 gr IM, diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam ditambah metronidazol 400-500 gr per oral setiap 8 jam selama 5 hari) Tutor, (…………………………………..) 64 KETRAMPILAN KLINIK PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR V. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan Tujuan Metode dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penanganan asfiksia bayi baru lahir. Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini ditujukan untuk: Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency) Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penanganan asfiksia bayi baru lahir, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan tindakan penanganan asfiksia bayi baru lahir penanganan asfiksia bayi baru lahir dengan menggunakan model anatomik. Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya. 65 Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hatihati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut : 0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa 1 Perlu perbaikan Pengertian Etiologi : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau ada langkah yang dihilangkan 2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat dan atau pembimbing perlu mengingatkan peserta tentang hal-hal kecil yang tidak terlalu penting 3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa raguragu atau tanpa perlu bantuan Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (APN, 2008). Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia bayi baru lahir (BBL). Keadaan ibu : Preeklampsia dan eklampsia Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan) Keadaan berikut ini berakibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia: Keadaan tali pusat : Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat 66 Pada keadaan berikutnya bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului tanda gawat janin: Keadaan bayi : Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep) Kelainan kongenital/ bawaan Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) Gawat Janin Banyak kemungkinan kenapa bayi mungkin tidak bernapas saat lahir. Seringkali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin, Akibat gawat janin bayi tidak menerima oksigen yang cukup. Apakah gawat janin? Reaksi janin pada kondisi dimana terjadi ketidakcukupan oksigen. Bagaimana mengetahui gawat janin? Gawat janin dapat diketahui dengan: Frekuensi bunyi jantung janin kurang 100 atau lebih 180 x / menit Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 x / hari) – ketika ibu sadar, bila ibu tidur gerak janin tidak diketahui Adanya air ketuban yang tercampur dengan mekonium atau berwarna kehijauan (pada bayi dengan presentasi kepala). Bagaimana mencegah gawat janin? Gunakan partograf untuk memantau persalinan Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan, ibu hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya. Bagaimana mengidentifikasi gawat janin dalam persalinan? Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap Periksa ada-tidaknya air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) – pada letak kepala. 67 Bagaimana menangani gawat janin? Jika terdapat gawat janin: Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara berikut: Mintalah ibu merubah posisi tidurnya (Anjurkan ibu hamil inpartu berbaring ke sisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya, Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu, coba posisi lain – miring ke kanan, posisi “sujud”. Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati gawat janin. Berikan cairan kepada ibu secara oral dan atau IV Berikan oksigen (bila tersedia) Periksa kembali denyut jantung janin setelah 10-15 menit tindakan di atas. Jika frekuensi bunyi jantung masih tidak normal: Rujuk Bila merujuk tidak mungkin, Siapkan untuk menolong BBL dengan asfiksia. 68 Resusitasi Persiapan Keluarga Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan. Persiapan Tempat Resusitasi Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi: Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau 69 pintu terbuka). Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan. Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu: Siapkan 3 lembar kain yang bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan, misalnya handuk, kain flanel dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung. Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi : Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa terlatih meletakkan bayi baru lahir di atas perut ibu, sebelum persalinan akan menyiapkan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi : Fungsi kain kedua adalah menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Kain kedua digelar di atas tempat resusitasi. Saat memulai resusitasi, bayi yang diselimuti kain kesatu akan diletakkan di tempat resusitasi, di atas gelaran kain kedua Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi : Fungsi kain ketiga adalah untuk ganjal bahu bayi. Kain digulung setebal kira-kira 2 cm dan dapat disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi (posisi menghidu). Kain untuk ganjal bahu bisa dibuat dari kain (handuk kecil, kaos dan selendang. Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet Alat ventilasi: tabung dan sungkup/ balon dan sungkup. Jika mungkin sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup bulan dan prematur. Kotak alat resusitasi Kotak alat resusitasi yang berisi alat penghisap lendir DeLee dan alat resusitasi tabung/ balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar mudah diambil sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL. Sarung tangan Jam atau pencatat waktu 70 Keterangan : Alat penghidap lendir DeLee adalah alat yang digunakan untuk menghisap lendir khusus untuk BBL Tabung dan sungkup/ balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting dalam tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril. Tabung/ balon serta sungkup dan alat penghisap lendir DeLee dalam keadaan steril, disimpan dalam kotak alat resusitasi. Persiapan Diri Pastikan penolong sudah menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi dari kemungkinan infeksi: Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik, masker, penutup kepala, kaca mata, sepatu tertutup). Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliserin. Mengeringkan dengan kain/ tissue bersih. Menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir Penilaian Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan? Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah : Apakah air ketuban jernih tidak bercampur mekonium (warna kehijauan)? Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan): Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap? Menilai apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif? Keputusan Memutuskan bayi perlu resusitasi jika: Bayi tidak cukup bulan dan/ atau Air ketuban bercampur mekonium Bayi megap-megap/ tidak bernapas dan/ atau Tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas Tindakan Mulai lakukan resusitasi segera jika: Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi mega-megap/ tidak bernapas 71 dan/ atau tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas Air Ketuban bercampur mekonium Tindakan Resusitasi Bayi Baru Lahir Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir. Segera setelah lahir, sambil meletakkan dan menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian cepat usaha napas dan tonus otot. Penilaian ini menjadi dasar apakah bayi perlu resusitasi. Jika bayi tidak cukup bulan dan tidak bernapas atau bernapas megamegap dan atau tonus otot tidak baik Sambil memulai langkah awal: Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan bernapas dan bahwa Anda akan menolongnya Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan. Tahap I: Langkah Awal (HAIKAAP) 1. Jaga bayi tetap hangat Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar 45 cm dari perineum Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat. Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2 yang telah digelar di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat. Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di bawah pemancar panas. 2. Atur posisi bayi Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu. 72 3. Isap lendir Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai berikut: Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu dimasukkan Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung jangan melewati cuping hidung. Jika dengan balon karet penghisap lakukan dengan cara sebagai berikut: 73 Tekan bola di luar mulut dan hidung Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan pada bola (lendir akan terisap) Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping hidung dan lepaskan. 4. Keringkan dan rangsang bayi Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang BBL mulai menangis Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang BBL mulai bernapas: Menepuk/ menyentil telapak kaki; atau Menggosok punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi dengan telapak tangan 74 5. Atur kembali posisi kepala bayi Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang kering dibawahnya. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi. Atur kembali posisi bayi menjadi posisi menghidu. Langkah penilaian bayi Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau megap-megap. Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi bayi. 75 Tahap II: Ventilasi Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur. Langkah-langkah: 1. Pasang sungkup Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung. 76 2. Ventilasi 2 kali Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air Tiupan awal tabung-sungkup atau remasan awal balon-sungkup sangat penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas. Lihat apakah dada bayi mengembang Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Jika tidak mengembang: Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu 77 Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan pengisapan Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm air, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya 3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik Ritme: Remas (pompa) Lepas (dua...tiga) Remas (pompa) Lepas (dua...tiga) Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan dan menangis. Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, 78 setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas. Jika bayi mulai bernapas/ tidak megap-megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap. Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah Hitung frekuensi napas per menit Jika bernapas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat: o Jangan ventilasi lagi o Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL o Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan Jangan tinggalkan bayi sendiri. Lakukan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi. 4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi, apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap 79 Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik. 5. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang Anda lakukan dan mengapa Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan 6. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan nilai ulang napas dan nilai jantung. Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, ventilasi 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan. Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen. Tahap III: Asuhan pasca resusitasi Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi (asuhan pasca resusitasi) yaitu: Jika resusitasi berhasil Jika perlu rujukan Jika resusitasi tidak berhasil Tindakan resusitasi BBL jika air ketuban bercampur mekonium Apakah mekonium itu? Mekonium adalah feses pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan 80 berwarna hijau kehitaman. Kapan mekonium dikeluarkan? Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan (12 – 24 jam pertama). Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum persalinan dan bercampur dengan air ketuban, hal ini menyebabkan cairan ketuban ebrwarna kehijauan. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan bayi pada posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena ini merupakan tanda bahaya. Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan? Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (gawat janin). Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus dan membuat relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan mekonium. Bayi-bayi dengan risiko lebih tinggi untuk gawat janin seringkali memiliki lebih sering pewarnaan air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan), misalnya bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi post matur. Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium? Mekonium yang dikeluarkan dan bercampur air ketuban dapat masuk ke dalam paru-paru janin di dalam rahim atau sewaktu bayi mulai bernapas saat lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian. Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat air ketuban bercampur mekonium? Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan ketuban bercampur mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi pada bayi baru lahir jika air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada: Setelah seluruh badan bayi lahir: penilaian apakah bayi menangis/ bernapas/ bernapas normal/ megap-megap/ tidak bernapas? 81 Jika menangis/ bernapas normal, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, lanjutkan dengan langkah awal. Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal. Keterangan: Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa tersedak (aspirasi) Asuhan Pasca resusitasi Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi yang diberikan baik kepada BBL ataupun ibu dan keluarga. Berbicaralah dengan ibu dan keluarga bayi tentang resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan. Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan BBL setelah menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada keadaan: Resusitasi berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah 82 menerima tindakan sesudah ventilasi Resusitasi belum/ kurang berhasil: bayi perlu rujukan yaitu sesudah resusitasi 2 menit belum bernapas atau megap-megap atau pada pemantauan didapatkan kondisinya memburuk Resusitasi tidak berhasil: sesudah resusitasi 10 menit dihitung dari bayi tidak bernapas dan detak jantung 0. Resusitasi Berhasil Ajari ibu atau keluarga untuk membantu bidan menilai keadaan bayi. Jelaskan mengenai pemantauan BBL dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila bayi mengalami masalah. Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi Tidak dapat menyusu Kejang Mengantuk atau tidak sadar Nafas cepat (>60/mnt) Merintih Retraksi dindin dada bawah Sianosis sentral "Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum dirujuk lakukan tindakan pra rujukan." Pemantauan dan perawatan tali pusat Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas betulkan oleh bidan Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau keluarga Jika bayi dan warna kulit normal Lakukan IMD Pencegahan hipotermi Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya Mendekap bayi (kontak kulit bayi ke kulit ibu) sesering mungkin Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam dan bayi stabil Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi 83 sebagian-sebagian. Pemberian vitamin K1 Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL. Pencegahan infeksi Memberikan salep/ tetes mata antibiotika Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 ml intramuskular di paha kanan, 1 jam setelah pemberian vitamin K1 Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik bayi pasca resusitasi harus lebih hati-hati. Pemeriksaan awal diutamakan pada pemeriksaan pernapasan dan jantung dengan monitoring tanda bahaya. Pemeriksaan lengkap sebaiknya dilakukan dalam 24 jam dan setelah bayi stabil. Pencatatan dan pelaporan Melakukan pencatatan kasus Sebagaimana pada setiap persalinan, isilah partograf secara lengkap yang mencakup identitas ibu, riwayat kehamilan, jalannya persalinan, kondisi ibu, kondisi janin dan kondisi BBL. Penting sekali dicatat denyut jantung janin, oleh karena seringkali asfiksia bermula dari keadaan gawat janin pada persalinan. Apabila didapatkan gawat janin tuliskan apa yang dilakukan. Saat ketuban pecah perlu dicatat pada partograf dan berikan penjelasan apakah air ketuban bercampur mekonium? Kondisi BBL diisi pula pada partograf. Bila mengalami asfiksia selain dicatat pada partograf perlu dibuat catatan khusus di buku harian/ buku catatan, cukup ditulis tangan. Usahakan agar mencatat ketuban secara lengkap dan jelas: Nama ibu, tempat, tanggal melahirkan dan waktunya Kondisi janin/ bayi: o Apakah ada gawat janin sebelumnya? o Apakah air ketuban bercampur mekonium? o Apakah bayi menangis spontan, bernapas teratur, megapmegap atau tidak bernapas? 84 Apakah tonus otot baik? Waktu mulai resusitasi Langkah resusitasi yang dilakukan Hasil resusitasi. o “Jika persalinan di rumah, sebaiknya bidan tinggal bersama keluarga bayi untuk memantau bayi minimal dua jam pertama pasca lahir” Pencatatan juga dilakukan pada buku KIA sebagai sumber informasi bagi keluarga Bayi Perlu Rujukan Konseling: o Jelaskan kepada ibu dan keluarga, bahwa bayinya memerlukan rujukan. Sebaiknya bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan o Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga perlu menemani selama rujukan o Beritahukan kepada tempat rujukan yang dituju (bila mungkin) tentang keadaan bayi dan perkirakan waktu tiba. Beritahukan juga bila ibu baru saja melahirkan o Bawa alat resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama rujukan. Melanjutkan resusitasi (bila diperlukan) Memantau tanda bahaya Memantau dan merawat tali pusat Jika bayi tetap hangat selama perjalanan, kenakan tutup kepala bayi dan bila mungkin lakukan perawatan bayi lekat Memberikan vitamin K1 jika keadaan bayi membaik, tidak diresusitasi Mencegah infeksi, yaitu memberikan salep/ tetes mata antibiotik, jika tidak diresusitasi Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya menyusui segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas dan kontra indikasi lainnya Membuat surat rujukan Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus. 85 Resusitasi Tidak Berhasil Bila bayi tidak bernapas setelah resusitasi selama 10 menit dan denyut jantung 0, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. Biasanya bayi tersebut tidak tertolong dan meninggal. Ibu maupun keluarga memerlukan banyak dukungan moral. Bicaralah dengan keluarga secara hati-hati/ bijaksana dan berikan dukungan moral sesuai budaya setempat. Konseling Dukungan moral: Bicaralah dengan ibu bayi dan keluarga tentang tindakan resusitasi dan kematian bayinya. Jawablah setiap pertanyaan yang diajukan. Berikan asuhan terhadap ibu bayi dan keluarganya dengan tetap memperhatikan nilai budaya/ kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang mereka inginkan terhadap bayi yang telah meninggal Ibu bayi mungkin merasa sedih bahkan menangis. Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif, terlebih bayi meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkannya, ajak bicara dengan orang terdekat atau bidan Jelaskan kepada ibu dan keluarganya bahwa ibu memerlukan istirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu terlalu cepat. Asuhan ibu Payudara ibu akan bengkak sekitar 2-3 hari. Mungkin ibu juga mengalami demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi masalah pembengkakan payudara dengan melakukan hal berikut: Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan menggunakan selendang/ kemben/ kain sehingga ASI tidak keluar Jangan memerah ASI atau merangsang payudara. Pencatatan dan pelaporan Buatlah pencatatan selengkapnya mengenai identitas ibu, kondisi bayi, semua tindakan yang dilakukan secara rinci dan waktunya. Kemudian laporkan pula bahwa resusitasi tidak berhasil dan sebab tidak berhasil. Laporkan kematian bayi melalui RT/ RW ke Kelurahan. Simpanlah catatan 86 baik-baik sebagai dokumen untuk pertanggungan jawab. Pencegahan Infeksi Akibat Resusitasi Pencegahan infeksi menurut jenis alat resusitasi. Lakukan tiga langkah pencegahan infeksi dekontaminasi, pencucian dan DTT pada peralatan resusitasi. Berikut ini adalah beberapa contoh alat dan bahan habis pakai yang digunakan dalam resusitasi dan cara pencegahan infeksinya. Meja resusitasi Basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian cuci dengan sabun dan air, dikeringkan dengan udara/ dingin. Tabung resusitasi Lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur misalnya setiap minggu, tiap 2 minggu, atau setiap bulan tergantung frekuensi resusitasi. Selalu lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi kalau alat digunakan pada bayi dengan infeksi. Pencegahan infeksi tabung/ balon resusitasi dilakukan setiap habis digunakan. Pisahkan masingmasing bagian sebelum melakukan pencegahan infeksi. Sungkup silikon dan katup karet Sungkup silikon dapat direbus. Lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT). Alat penghisap atau sarung tangan yang dipakai ulang Lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT) Kain dan selimut Lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian keringkan dengan angin/ udara atau sinar matahari kemudian simpan di tempat yang bersih dan kering. Bahan/ alat habis pakai Lakukan dekontaminasi untuk bahan/ alat habis pakai seperti kasa, sarung tangan, pipa kateter, jarum dan sebagainya selama 10 menit, sebelum membuangnya ke tempat yang aman. Kompresi dada Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung kearah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah 87 keseluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paruparu diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif, satu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi jantung dan suara nafas selama VTP. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian. Bagaimana melakukan kompresi dada ? Ada 2 teknik : 1) teknik ibu jari dan 2) teknik 2 jari 1) Teknik ibu jari : kedua ibu jari untuk menekan tulang dada, sementara kedua tangan melingkari dada dan jari-jari tangan menopang bagian belakang bayi. 2) Teknik dua jari : ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari tengan dan jari manis dari satu tangan untuk menekan tulang dada. Tangan yang lain untuk menopang bagian belakang bayi. Teknik ibu jari Keuntungan : tidak cepat lelah Kerugian : jika bayi besar atau kecil, tekniknya sulit Ruangan yang terpakai banyak, sulit jika akan memberikan obatobatan lewat umbilical Teknik dua jari Jangan mengankat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada diantara penekanan : o Perlu waktu untu mencari lokasi o Kehilangan control kedalaman o Dapat terjsdi penekanan pada tempat yang salah 88 Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada reusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar. Prinsip dasar pada kompresi dada : 1) Posisi bayi : topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah 2) Kompresi : o Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan kedua putting susu. o Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberikan kesempatan jantung terisis. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan kebawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan kebawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan. 89 o Frekuensi : Kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi dengan baik, dengan aturan satu ventilsai diberikan setiap selesai tiga kali kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi. 90 kompresi + 30 ventilasi (dalam 1 menit) Rasio 3:1 1 1/2 detik 3 kompresi dada, ½ detik 1 ventilasi 2 detik (1 siklus) o Penghentian kompresi : Setelah 30 detik untuk menilai frekuensi jantung ventilasi dihentikan. Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60x/mnt kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60x/mnt. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60x/mnt, maka pemasangan kateter umbilical untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan. Jika frekuensi jantung > dari 100x/mnt dan bayi dapat bernafas spontan, VTP dapat dihentikan tetapi bayi masih mendapat oksigen aliran bebas yang kemudian secara bertahap 90 dihentikan. Komplikasi : Tulang iga patah Trauma/laserasi hepar Pneumotorak 91 CEK LIST PENUNTUN BELAJAR PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR : NAMA : NIM KELOMPOK : : TANGGAL Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus berurutan) 2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil yang tidak terlalu berarti 3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan) T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan Penilaian KEGIATAN 1 2 3 PERSIAPAN 1. Siapkan peralatan : Ruang hangat, terlindung dari tiupan angin, dan penghangat tubuh (kain hangat/ kering atau lampu sorot) 3 helai kain bersih dan kering (untuk mengeringkan bayi, membungkus bayi dan pengganjal bahu) Jam dengan jarum detik atau penunjuk waktu Penghisap lendir De lee Balon dan sungkup (atau pipa dan sungkup) Sarung tangan O2 PENILAIAN BBL DAN KEBUTUHAN TINDAKAN RESUSITASI 1. Nilai bayi : o Apakah bayi bernafas menangis atau bernafas/ tidak megap-megap o Apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif 2. Jika bayi tidak bernafas, megap-megap atau lemas maka potong tali pusat dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi 3. Jika mekoneum kental buka mulut lebar, usap dan isap lendir dari mulut, potong tali pusat dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi. 4. Beritahu keluarga bahwa bayi memerlukan tindakan resusitasi MELAKUKAN LANGKAH AWAL RESUSITASI (dalam waktu kurang 30 detik) 1. Jaga bayi tetap hangat 92 o Keringkan tubuh bayi dan selimuti dengan kain bersih, kering dan hangat o Tempatkan pada ruangan hangat dan terhindar dari tiupan angin o Dekatkan bayi ke pemanas tubuh o Letakkan pada tempat yang kering dan hangat o Beri alas kering, bersih dan hangat pada permukaan datar tempat meletakkan bayi 2. Posisikan kepala dan leher bayi menjadi sedikit tengadah (setengah ekstensi) untuk membuka jalan napas dengan cara mengganjal bahu bayi dengan kain yang dilipat 3. Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir dari mulut kemudian hidung o Gunakan penghisap lendir De Lee o Mulai bersihkan lendir dari mulut, baru kemusdian hisap lendir di hidung o Penghisapan dilakukan bersamaan dengan penarikan selang penghisap o Jangan melakukan penghisapan terlalu dalam karena dapat menimbulkan reaksi vaso-gasal dan menyebabkan henti napas 4. Keringkan tubuh bayi dan lakukan rangsangan taktil o Dengan sedikit penekanan, gosok tubuh bayi melalui kain pembungkus tubuh bayi o Dengan telapak tangan, lakukan rangsangan taktil pada telapak kaki atau punggung bayi atau menyentil telapak kaki bayi o Ganti kain yang basah dengan kain baru yang bersih, kering dan hangat. Bagian muka dan dada bayi dibiarkan terbuka untuk keperluan resusitasi dan evaluasi keberhasilan tindakan 5. Atur kembali posisi dan jaga kehangatan tubuh dengan membungkus badan bayi o Atur kembali ganjal bahu untuk memberikan posisi terbaik bagi jalan napas 6. Penilaian ulang : o Nilai apakah bayi bernapas spontan dan normal atau masih mengalami kesulitan bernapas o Bila bayi bernapas spontan dan baik, lakukan asuhan bayi baru lahir yang normal dan berikan pada ibunya 1) Menjaga suhu tubuh (metode kangguru atau diselimuti dengan baik) 2) Mendapat ASI 3) Kontak batin dan saying 4) Bila bayi masih megap-megap atau belum bernapas spontan VENTILASI POSITIF PADA BAYI ASFIKSIA 1. Pastikan posisi kepala sudah benar, kemudian pasang sungkup/ 93 ambubag dengan benar sehingga melingkupi hidung dan mulut 2. L akukan ventilasi percobaan (dua kali) o Bila menggunakan balon dan sungkup, lakukan ventilasi dengan tekanan yang cukup sebanyak dua kali o Bila menggunakan pipa dan sungkup, tiupkan udara yang dikumpulkan dalam mulut ke dalam pipa (udara ruangan, bukan udara ekspirasi) 1) Pastikan dada mengembang 2) Bila tidak mengembang Periksa posisi kepala Periksa posisi sungkup Periksa lendir di jalan napas 3. Bila ventilasi percobaan berjalan baik, lakukan VTP sebanyak 20 kali dalam 30 detik o Pastikan dada mengembang saat ventilasi diberikan o Hentikan ventilasi bila bayi menangis atau bernafas spontan 4. Setelah bayi menangis atau bernapas spontan hentikan ventilasi o Jaga suhu tubuh bayi o Berikan bayi pada ibunya (diselimuti berdua) Perhatikan : Bila bayi tetap belum bernapas atau megap-megap maka lanjutkan ventilasi 20 x dalam 30 detik berikutnya dan lakukan penilaian ulang setiap 0 detik dan penilaian kebugaran bayi setiap menit 5. Bila bayi tidak bernapas spontan setelah 2 menit resusitasi : o Beritahu keluarga untuk menyiapkan rujukan o Teruskan resusitasi o Pastikan ibu dalam keadaan baik dan stabil 6. Bila bayi tetap tidak bernapas seelah 10 menit sejak awal resusitasi maka tindakan ini dinyatakan gagal dan resusitasi dihentikan PEMANTAUAN DAN PERAWATAN SUPORTIF PASCA TINDAKAN 1. Lakukan pemantauan secara sekama. Perhatikan : o Tanda-tanda kesulitan bernapas Retraksi intercostal (cekungan antar iga) Megap-megap Frekuensi pernapasan kurang dari 30 atau labih dari 60x/mnt o Warna kuli kebiruan atau pucat 2. Lanjutkan rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan bayi 3. Jaga bayi tetap hangat, tunda untuk memandikan bayi selama 6-24 jam setelah lahir 4. Bila pernapasan dan warna kulit normal, berikan bayi pada ibunya : o Menjaga kehangatan/ suhu tubuh bayi o Mendapat ASI o Kontak batin dan kasih sayang 94 5. Teruskan pemantauan, bila bayi menunjukkan tanda-tanda di bawah ini, segera lakukan rujukan : o Frekuensi pernapasan < 30 atau > 60x/ menit o Retraksi intercostal o Merintih atau megap-megap o Seluruh tubuh pucat atau berwarna kebiruan o Bayi menjadi lemah TINDAKAN SESUDAH PROSEDUR RESUSITASI 1. Buanglah kateter penghisap dan ekstraktor lendir sekali pakai (disposable) ke dalam kantong plastik atau tempat yang tidak bocor Untuk kateter dan ekstraktr lendir yang dipakai daur ulang : o Rendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi o Lanjutkan ke proses cuci, bilas hingg DTT atau sterilisasi 2. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan MENCATAT TINDAKAN RESUSITASI 1. Catat tanggal dan aktu bayi lahir 2. Catat kondisi bayi saat lahir 3. Catat waktu mulainya tindakan resusitasi 4. Catat tindakan apa yang dilakukan selama resusitasi 5. Catat waktu bayi bernapas spontan atau resusitasi dihentikan 6. Catat hasil tindakan resusitasi 7. Catat perawatan suportif pasca resusitasi 95 KETRAMPILAN KLINIK PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR V. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Penuntun ini berisi langkah-langkah klinik secara berurutan yang akan Tujuan Metode dilakukan oleh mahasiswa ketika melakukan penanganan asfiksia bayi baru lahir. Peserta tidak diharapkan untuk dapat melakukan semua langkah klinik dengan benar pada pertama kali latihan. Namun penuntun belajar ini ditujukan untuk: Membantu mahasiswa dalam mempelajari langkah-langkah dan urutan yang benar dari apa yang kelak harus dilakukannya (skill acquisition) dan Mengukur kemajuan belajar secara bertahap sampai mahasiswa memperoleh kepercayaan diri dan ketrampilan ( skill competency) Sebelum menggunakan penuntun ini, pembimbing akan membahas terlebih dahulu seluruh langkah klinik melakukan penanganan asfiksia bayi baru lahir, dengan menggunakan video, slide dan penuntun belajar. Selain itu mahasiswa akan mendapatkan kesempatan menyaksikan tindakan penanganan asfiksia bayi baru lahir penanganan asfiksia bayi baru lahir dengan menggunakan model anatomik. Penggunaan penuntun belajar secara terus menerus memungkinkan setiap mahasiswa untuk memantau kemajuan belajar yang telah dicapai dan mengetahui apa yang perlu diperbaiki. Selain itu, penuntun ini dirancang untuk mempermudah dan membantu dalam berkomunikasi antara mahsiswa dan pembimbing (memberikan umpan balik). Dalam menggunakan penuntun belajar ini, adalah penting bagi mahasiswa dan pembimbing untuk bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Sebagai contoh, sebelum mahasiswa melakukan langkah klinik pertama-tama pembimbing atau salah satu mahasiswa harus mengulangi kembali secara ringkas langkah-langkah klinik yang akan dilakukan dan membahas hasil yang diharapkan. Sebagai tambahan segera setelah langkah klinik selesai, pembimbing akan membahasnya kembali dengan mahasiswa. Tujuan pembahasan ulang ini adalah untuk memberi umpan balik positif mengenai kemajuan belajar yang telah dicapai dan menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki (pengetahuan, sikap, ketrampilan) pada pertemuan berikutnya. Pengertian Etiologi Kedua penuntun belajar ini digunakan dalam usaha untuk meningkatkan ketrampilan klinik, oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara hatihati dan seobjektif mungkin. Kinerja mahasiswa pada setiap langkah klinik akan dinilai oleh pembimbing berdasarkan 4 kriteria sebagai berikut : 0 Tidak dilakukan : langkah klinik tidak dilakukan oleh mahasiswa 1 Perlu perbaikan : langkah-langkah tidak dilakukan dengan benar dan atau tidak sesuai urutannya atau ada langkah yang dihilangkan 2 Mampu : langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai dengan urutannya, tetapi kurang tepat dan atau pembimbing perlu mengingatkan peserta tentang hal-hal kecil yang tidak terlalu penting 3 Mahir : Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutannya dan tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (APN, 2008). Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia bayi baru lahir (BBL). Keadaan ibu : Preeklampsia dan eklampsia Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) Kehamilan post matur (sesudah 42 minggu kehamilan) Keadaan berikut ini berakibat penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia: Keadaan tali pusat : Lilitan tali pusat Tali pusat pendek Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat Pada keadaan berikutnya bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului tanda gawat janin: Keadaan bayi : Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep) Kelainan kongenital/ bawaan Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) Gawat Janin Banyak kemungkinan kenapa bayi mungkin tidak bernapas saat lahir. Seringkali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin, Akibat gawat janin bayi tidak menerima oksigen yang cukup. Apakah gawat janin? Reaksi janin pada kondisi dimana terjadi ketidakcukupan oksigen. Bagaimana mengetahui gawat janin? Gawat janin dapat diketahui dengan: Frekuensi bunyi jantung janin kurang 100 atau lebih 180 x / menit Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 x / hari) – ketika ibu sadar, bila ibu tidur gerak janin tidak diketahui Adanya air ketuban yang tercampur dengan mekonium atau berwarna kehijauan (pada bayi dengan presentasi kepala). Bagaimana mencegah gawat janin? Gunakan partograf untuk memantau persalinan Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan, ibu hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya. Bagaimana mengidentifikasi gawat janin dalam persalinan? Periksa frekuensi bunyi jantung janin setiap 30 menit pada Kala I dan setiap 15 menit sesudah pembukaan lengkap Periksa ada-tidaknya air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) – pada letak kepala. Bagaimana menangani gawat janin? Jika terdapat gawat janin: Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara berikut: Mintalah ibu merubah posisi tidurnya (Anjurkan ibu hamil inpartu berbaring ke sisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya, Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu, coba posisi lain – miring ke kanan, posisi “sujud”. Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati gawat janin. Berikan cairan kepada ibu secara oral dan atau IV Berikan oksigen (bila tersedia) Periksa kembali denyut jantung janin setelah 10-15 menit tindakan di atas. Jika frekuensi bunyi jantung masih tidak normal: Rujuk Bila merujuk tidak mungkin, Siapkan untuk menolong BBL dengan asfiksia. Resusitasi Persiapan Keluarga Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayi dan persiapan persalinan. Persiapan Tempat Resusitasi Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi: Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Ruangan yang hangat akan mencegah bayi hipotermi. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu terbuka). Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak. Nyalakan lampu menjelang persalinan. Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga harus disiapkan alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu: Siapkan 3 lembar kain yang bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan, misalnya handuk, kain flanel dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung. Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi : Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban segera setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa terlatih meletakkan bayi baru lahir di atas perut ibu, sebelum persalinan akan menyiapkan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi. Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi : Fungsi kain kedua adalah menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Kain kedua digelar di atas tempat resusitasi. Saat memulai resusitasi, bayi yang diselimuti kain kesatu akan diletakkan di tempat resusitasi, di atas gelaran kain kedua Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi : Fungsi kain ketiga adalah untuk ganjal bahu bayi. Kain digulung setebal kira-kira 2 cm dan dapat disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi (posisi menghidu). Kain untuk ganjal bahu bisa dibuat dari kain (handuk kecil, kaos dan selendang. Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet Alat ventilasi: tabung dan sungkup/ balon dan sungkup. Jika mungkin sungkup dengan bantalan udara untuk bayi cukup bulan dan prematur. Kotak alat resusitasi Kotak alat resusitasi yang berisi alat penghisap lendir DeLee dan alat resusitasi tabung/ balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar mudah diambil sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL. Sarung tangan Jam atau pencatat waktu Keterangan : Alat penghidap lendir DeLee adalah alat yang digunakan untuk menghisap lendir khusus untuk BBL Tabung dan sungkup/ balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting dalam tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril. Tabung/ balon serta sungkup dan alat penghisap lendir DeLee dalam keadaan steril, disimpan dalam kotak alat resusitasi. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir Persiapan Diri Pastikan penolong sudah menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi dari kemungkinan infeksi: Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek plastik, masker, penutup kepala, kaca mata, sepatu tertutup). Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum cuci tangan. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliserin. Mengeringkan dengan kain/ tissue bersih. Menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan Penilaian Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan? Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah : Apakah air ketuban jernih tidak bercampur mekonium (warna kehijauan)? Segera setelah bayi lahir (jika bayi cukup bulan): Menilai apakah bayi menangis atau bernapas/ tidak megap-megap? Menilai apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif? Keputusan Memutuskan bayi perlu resusitasi jika: Bayi tidak cukup bulan dan/ atau Air ketuban bercampur mekonium Bayi megap-megap/ tidak bernapas dan/ atau Tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas Tindakan Mulai lakukan resusitasi segera jika: Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi mega-megap/ tidak bernapas dan/ atau tonus otot bayi tidak baik/ bayi lemas Air Ketuban bercampur mekonium Tindakan Resusitasi Bayi Baru Lahir Lakukan penilaian usia kehamilan dan air ketuban sebelum bayi lahir. Segera setelah lahir, sambil meletakkan dan menyelimuti bayi di atas perut ibu atau dekat perineum, lakukan penilaian cepat usaha napas dan tonus otot. Penilaian ini menjadi dasar apakah bayi perlu resusitasi. Jika bayi tidak cukup bulan dan tidak bernapas atau bernapas mega-megap dan atau tonus otot tidak baik Sambil memulai langkah awal: Beritahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan bernapas dan bahwa Anda akan menolongnya Mintalah salah seorang keluarga mendampingi ibu untuk memberi dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada perdarahan. Tahap I: Langkah Awal (HAIKAAP) 1. Jaga bayi tetap hangat Letakkan bayi di atas kain ke-1 yang ada di atas perut ibu atau sekitar 45 cm dari perineum Selimuti bayi dengan kain tersebut, wajah, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat. Pindahkan bayi yang telah diselimuti kain ke-1 ke atas kain ke-2 yang telah digelar di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat. Jaga bayi tetap diselimuti wajah dan dada terbuka di bawah pemancar panas. 2. Atur posisi bayi Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu. 3. Isap lendir Gunakan alat penghidap DeLee dengan cara sebagai berikut: Isap lendir mulai dari mulut dahulu, kemudian hidung Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada waktu dimasukkan Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam yaitu jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung jangan melewati cuping hidung. Jika dengan balon karet penghisap lakukan dengan cara sebagai berikut: Tekan bola di luar mulut dan hidung Masukkan ujung pengisap di mulut dan lepaskan tekanan pada bola (lendir akan terisap) Untuk hidung, masukkan di lubang hidup sampai cuping hidung dan lepaskan. 4. Keringkan dan rangsang bayi Keringkan bayi dengan kain ke-1 mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang BBL mulai menangis Rangsangan taktil berikut dapat juga dilakukan untuk merangsang BBL mulai bernapas: Menepuk/ menyentil telapak kaki; atau Menggosok punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi dengan telapak tangan 5. Atur kembali posisi kepala bayi Ganti kain ke-1 yang telah basah dengan kain ke-2 yang kering dibawahnya. Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi. Atur kembali posisi bayi menjadi posisi menghidu. Langkah penilaian bayi Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak bernapas atau megap-megap. Bila bayi bernapas normal: lakukan asuhan pasca resusitasi Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas: mulai lakukan ventilasi bayi. Tahap II: Ventilasi Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur. Langkah-langkah: 1. Pasang sungkup Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung. 2. Ventilasi 2 kali Lakukan tiupan atau remasan dengan tekanan 30 cm air Tiupan awal tabung-sungkup atau remasan awal balon-sungkup sangat penting untuk menguji apakah jalan napas bayi terbuka dan membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas. Lihat apakah dada bayi mengembang Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Jika tidak mengembang: Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah menghidu Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan pengisapan Lakukan tiupan atau remasan 2 kali dengan tekanan 30 cm air, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya 3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik Ritme: Remas (pompa) Lepas (dua...tiga) Remas (pompa) Lepas (dua...tiga) Tiup tabung atau remas balon resusitasi sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai bernapas spontan dan menangis. Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang napas. Jika bayi mulai bernapas/ tidak megap-megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap. Lihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah Hitung frekuensi napas per menit Jika bernapas >40 per menit dan tidak ada retraksi berat: o Jangan ventilasi lagi o Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu dan lanjutkan asuhan BBL o Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan Jangan tinggalkan bayi sendiri. Lakukan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi. 4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan penilaian ulang bayi, apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap Jika bayi mulai bernapas normal/ tidak megap-megap dan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi. Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik. 5. Siapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi Jelaskan kepada ibu apa yang terjadi, apa yang Anda lakukan dan mengapa Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik persalinan 6. Lanjutkan ventilasi, nilai ulang napas dan nilai denyut jantung Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air) Setiap 30 detik, hentikan ventilasi, kemudian lakukan nilai ulang napas dan nilai jantung. Jika dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar, ventilasi 10 menit. Hentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan. Bayi yang mengalami henti jantung 10 menit kemungkinan besar mengalami kerusakan otak yang permanen. Tahap III: Asuhan pasca resusitasi Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca resusitasi yang merupakan perawatan intensif selama 2 jam pertama. Asuhan yang diberikan sesuai dengan hasil resusitasi (asuhan pasca resusitasi) yaitu: Jika resusitasi berhasil Jika perlu rujukan Jika resusitasi tidak berhasil Tindakan resusitasi BBL jika air ketuban bercampur mekonium Apakah mekonium itu? Mekonium adalah feses pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan berwarna hijau kehitaman. Kapan mekonium dikeluarkan? Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali sesudah persalinan (12 – 24 jam pertama). Kira-kira 15% kasus mekonium dikeluarkan sebelum persalinan dan bercampur dengan air ketuban, hal ini menyebabkan cairan ketuban ebrwarna kehijauan. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium telah terlihat sebelum persalinan dan bayi pada posisi kepala, monitor bayi dengan seksama karena ini merupakan tanda bahaya. Apa yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan? Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (gawat janin). Kekurangan oksigen dapat meningkatkan gerakan usus dan membuat relaksasi otot anus sehingga janin mengeluarkan mekonium. Bayi-bayi dengan risiko lebih tinggi untuk gawat janin seringkali memiliki lebih sering pewarnaan air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan), misalnya bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau bayi post matur. Apakah bahaya air ketuban bercampur mekonium? Mekonium yang dikeluarkan dan bercampur air ketuban dapat masuk ke dalam paru-paru janin di dalam rahim atau sewaktu bayi mulai bernapas saat lahir. Tersedak mekonium dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian. Apa yang dapat dilakukan untuk membantu seorang bayi bila terdapat air ketuban bercampur mekonium? Siap untuk melakukan resusitasi bayi apabila cairan ketuban bercampur mekonium. Langkah-langkah tindakan resusitasi pada bayi baru lahir jika air ketuban bercampur mekonium sama dengan pada bayi yang air ketubannya tidak bercampur mekonium hanya berbeda pada: Setelah seluruh badan bayi lahir: penilaian apakah bayi menangis/ bernapas/ bernapas normal/ megap-megap/ tidak bernapas? Jika menangis/ bernapas normal, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, lanjutkan dengan langkah awal. Jika megap-megap atau tidak bernapas, buka mulut lebar, dan isap lendir di mulut, klem dan potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal. Keterangan: Pemotongan tali pusat dapat merangsang pernapasan bayi, apabila masih ada air ketuban dan mekonium di jalan napas, bayi bisa tersedak (aspirasi) Asuhan Pasca resusitasi Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi yang diberikan baik kepada BBL ataupun ibu dan keluarga. Berbicaralah dengan ibu dan keluarga bayi tentang resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan. Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan BBL setelah menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada keadaan: Resusitasi berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah menerima tindakan sesudah ventilasi Resusitasi belum/ kurang berhasil: bayi perlu rujukan yaitu sesudah resusitasi 2 menit belum bernapas atau megap-megap atau pada pemantauan didapatkan kondisinya memburuk Resusitasi tidak berhasil: sesudah resusitasi 10 menit dihitung dari bayi tidak bernapas dan detak jantung 0. Resusitasi Berhasil Ajari ibu atau keluarga untuk membantu bidan menilai keadaan bayi. Jelaskan mengenai pemantauan BBL dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila bayi mengalami masalah. Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi Tidak dapat menyusu Kejang Mengantuk atau tidak sadar Nafas cepat (>60/mnt) Merintih Retraksi dindin dada bawah Sianosis sentral "Rujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda bahaya di atas, sebelum dirujuk lakukan tindakan pra rujukan." Pemantauan dan perawatan tali pusat Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas betulkan oleh bidan Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau keluarga Jika bayi dan warna kulit normal Lakukan IMD Pencegahan hipotermi Membaringkan bayi dalam ruangan >250 C bersama ibunya Mendekap bayi (kontak kulit bayi ke kulit ibu) sesering mungkin Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam dan bayi stabil Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-sebagian. Pemberian vitamin K1 Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri, untuk mencegah perdarahan BBL. Pencegahan infeksi Memberikan salep/ tetes mata antibiotika Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 ml intramuskular di paha kanan, 1 jam setelah pemberian vitamin K1 Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik bayi pasca resusitasi harus lebih hati-hati. Pemeriksaan awal diutamakan pada pemeriksaan pernapasan dan jantung dengan monitoring tanda bahaya. Pemeriksaan lengkap sebaiknya dilakukan dalam 24 jam dan setelah bayi stabil. Pencatatan dan pelaporan Melakukan pencatatan kasus Sebagaimana pada setiap persalinan, isilah partograf secara lengkap yang mencakup identitas ibu, riwayat kehamilan, jalannya persalinan, kondisi ibu, kondisi janin dan kondisi BBL. Penting sekali dicatat denyut jantung janin, oleh karena seringkali asfiksia bermula dari keadaan gawat janin pada persalinan. Apabila didapatkan gawat janin tuliskan apa yang dilakukan. Saat ketuban pecah perlu dicatat pada partograf dan berikan penjelasan apakah air ketuban bercampur mekonium? Kondisi BBL diisi pula pada partograf. Bila mengalami asfiksia selain dicatat pada partograf perlu dibuat catatan khusus di buku harian/ buku catatan, cukup ditulis tangan. Usahakan agar mencatat ketuban secara lengkap dan jelas: Nama ibu, tempat, tanggal melahirkan dan waktunya Kondisi janin/ bayi: o Apakah ada gawat janin sebelumnya? o Apakah air ketuban bercampur mekonium? o Apakah bayi menangis spontan, bernapas teratur, megapmegap atau tidak bernapas? o Apakah tonus otot baik? Waktu mulai resusitasi Langkah resusitasi yang dilakukan Hasil resusitasi. “Jika persalinan di rumah, sebaiknya bidan tinggal bersama keluarga bayi untuk memantau bayi minimal dua jam pertama pasca lahir” Pencatatan juga dilakukan pada buku KIA sebagai sumber informasi bagi keluarga Bayi Perlu Rujukan Konseling: Jelaskan kepada ibu dan keluarga, bahwa bayinya memerlukan rujukan. Sebaiknya bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan o Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga perlu menemani selama rujukan o Beritahukan kepada tempat rujukan yang dituju (bila mungkin) tentang keadaan bayi dan perkirakan waktu tiba. Beritahukan juga bila ibu baru saja melahirkan o Bawa alat resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama rujukan. Melanjutkan resusitasi (bila diperlukan) Memantau tanda bahaya Memantau dan merawat tali pusat Jika bayi tetap hangat selama perjalanan, kenakan tutup kepala bayi dan bila mungkin lakukan perawatan bayi lekat Memberikan vitamin K1 jika keadaan bayi membaik, tidak diresusitasi Mencegah infeksi, yaitu memberikan salep/ tetes mata antibiotik, jika tidak diresusitasi Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya menyusui segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas dan kontra indikasi lainnya Membuat surat rujukan Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus. o Resusitasi Tidak Berhasil Bila bayi tidak bernapas setelah resusitasi selama 10 menit dan denyut jantung 0, pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi. Biasanya bayi tersebut tidak tertolong dan meninggal. Ibu maupun keluarga memerlukan banyak dukungan moral. Bicaralah dengan keluarga secara hati-hati/ bijaksana dan berikan dukungan moral sesuai budaya setempat. Konseling Dukungan moral: Bicaralah dengan ibu bayi dan keluarga tentang tindakan resusitasi dan kematian bayinya. Jawablah setiap pertanyaan yang diajukan. Berikan asuhan terhadap ibu bayi dan keluarganya dengan tetap memperhatikan nilai budaya/ kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang mereka inginkan terhadap bayi yang telah meninggal Ibu bayi mungkin merasa sedih bahkan menangis. Perubahan hormon setelah kehamilan mungkin menyebabkan perasaan ibu sangat sensitif, terlebih bayi meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkannya, ajak bicara dengan orang terdekat atau bidan Jelaskan kepada ibu dan keluarganya bahwa ibu memerlukan istirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu terlalu cepat. Asuhan ibu Payudara ibu akan bengkak sekitar 2-3 hari. Mungkin ibu juga mengalami demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi masalah pembengkakan payudara dengan melakukan hal berikut: Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan menggunakan selendang/ kemben/ kain sehingga ASI tidak keluar Jangan memerah ASI atau merangsang payudara. Pencatatan dan pelaporan Buatlah pencatatan selengkapnya mengenai identitas ibu, kondisi bayi, semua tindakan yang dilakukan secara rinci dan waktunya. Kemudian laporkan pula bahwa resusitasi tidak berhasil dan sebab tidak berhasil. Laporkan kematian bayi melalui RT/ RW ke Kelurahan. Simpanlah catatan baik-baik sebagai dokumen untuk pertanggungan jawab. Pencegahan Infeksi Akibat Resusitasi Pencegahan infeksi menurut jenis alat resusitasi. Lakukan tiga langkah pencegahan infeksi dekontaminasi, pencucian dan DTT pada peralatan resusitasi. Berikut ini adalah beberapa contoh alat dan bahan habis pakai yang digunakan dalam resusitasi dan cara pencegahan infeksinya. Kompresi dada Meja resusitasi Basuh dengan larutan dekontaminasi dan kemudian cuci dengan sabun dan air, dikeringkan dengan udara/ dingin. Tabung resusitasi Lakukan dekontaminasi, pencucian secara teratur misalnya setiap minggu, tiap 2 minggu, atau setiap bulan tergantung frekuensi resusitasi. Selalu lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi kalau alat digunakan pada bayi dengan infeksi. Pencegahan infeksi tabung/ balon resusitasi dilakukan setiap habis digunakan. Pisahkan masing-masing bagian sebelum melakukan pencegahan infeksi. Sungkup silikon dan katup karet Sungkup silikon dapat direbus. Lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT). Alat penghisap atau sarung tangan yang dipakai ulang Lakukan ketiga langkah pencegahan infeksi (dekontaminasi, pencucian dan DTT) Kain dan selimut Lakukan dekontaminasi dan pencucian kemudian keringkan dengan angin/ udara atau sinar matahari kemudian simpan di tempat yang bersih dan kering. Bahan/ alat habis pakai Lakukan dekontaminasi untuk bahan/ alat habis pakai seperti kasa, sarung tangan, pipa kateter, jarum dan sebagainya selama 10 menit, sebelum membuangnya ke tempat yang aman. Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung kearah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah keseluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paruparu diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif, satu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi jantung dan suara nafas selama VTP. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian. Bagaimana melakukan kompresi dada ? Ada 2 teknik : 1) teknik ibu jari dan 2) teknik 2 jari 1) Teknik ibu jari : kedua ibu jari untuk menekan tulang dada, sementara kedua tangan melingkari dada dan jari-jari tangan menopang bagian belakang bayi. 2) Teknik dua jari : ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari tengan dan jari manis dari satu tangan untuk menekan tulang dada. Tangan yang lain untuk menopang bagian belakang bayi. Teknik ibu jari Keuntungan : tidak cepat lelah Kerugian : jika bayi besar atau kecil, tekniknya sulit Ruangan yang terpakai banyak, sulit jika akan memberikan obatobatan lewat umbilical Teknik dua jari Jangan mengankat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada diantara penekanan : o Perlu waktu untu mencari lokasi o Kehilangan control kedalaman o Dapat terjsdi penekanan pada tempat yang salah Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada reusitasi bayi baru lahir karena akan menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar. Prinsip dasar pada kompresi dada : 1) Posisi bayi : topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah 2) Kompresi : o Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan kedua putting susu. o Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberikan kesempatan jantung terisis. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan kebawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan kebawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari harus tetap bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan. o Frekuensi : Kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi dengan baik, dengan aturan satu ventilsai diberikan setiap selesai tiga kali kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi. 90 kompresi + 30 ventilasi (dalam 1 menit) Rasio 3:1 1 1/2 detik 3 kompresi dada, ½ detik 1 ventilasi 2 detik (1 siklus) o Penghentian kompresi : Setelah 30 detik untuk menilai frekuensi jantung ventilasi dihentikan. Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60x/mnt kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60x/mnt. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60x/mnt, maka pemasangan kateter umbilical untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan. Jika frekuensi jantung > dari 100x/mnt dan bayi dapat bernafas spontan, VTP dapat dihentikan tetapi bayi masih mendapat oksigen aliran bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Komplikasi : Tulang iga patah Trauma/laserasi hepar Pneumotorak CEK LIST PENUNTUN BELAJAR PENANGANAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR : NAMA : NIM KELOMPOK : : TANGGAL Nilailah setiap kinerja langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1 Perlu perbaikan : Langkah tidak dikerjakan dengan benar atau tidak sesuai urutan (jika harus berurutan) 2 Mampu : Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan (jika harus berurutan), tetapi kurang tepat dan/atau pembimbing/pengamat perlu membantu/mengingatkan hal-hal kecil yang tidak terlalu berarti 3 Mahir : Langkah dikerjakan dengna benar, tepat tanpa ragu-ragu atau tanpa perlu bantuan dan sesuai dengan urutan (jika harus berurutan) T/S Langkah tidak sesuai dengan keadaan Penilaian KEGIATAN 1 2 3 PERSIAPAN 1. Siapkan peralatan : Ruang hangat, terlindung dari tiupan angin, dan penghangat tubuh (kain hangat/ kering atau lampu sorot) 3 helai kain bersih dan kering (untuk mengeringkan bayi, membungkus bayi dan pengganjal bahu) Jam dengan jarum detik atau penunjuk waktu Penghisap lendir De lee Balon dan sungkup (atau pipa dan sungkup) Sarung tangan O2 PENILAIAN BBL DAN KEBUTUHAN TINDAKAN RESUSITASI 1. Nilai bayi : o Apakah bayi bernafas menangis atau bernafas/ tidak megap-megap o Apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif 2. Jika bayi tidak bernafas, megap-megap atau lemas maka potong tali pusat dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi 3. Jika mekoneum kental buka mulut lebar, usap dan isap lendir dari mulut, potong tali pusat dan lanjutkan dengan langkah awal resusitasi. 4. Beritahu keluarga bahwa bayi memerlukan tindakan resusitasi MELAKUKAN LANGKAH AWAL RESUSITASI (dalam waktu kurang 30 detik) 1. Jaga bayi tetap hangat o Keringkan tubuh bayi dan selimuti dengan kain bersih, kering dan hangat o Tempatkan pada ruangan hangat dan terhindar dari tiupan angin o Dekatkan bayi ke pemanas tubuh o Letakkan pada tempat yang kering dan hangat o Beri alas kering, bersih dan hangat pada permukaan datar tempat meletakkan bayi 2. Posisikan kepala dan leher bayi menjadi sedikit tengadah (setengah ekstensi) untuk membuka jalan napas dengan cara mengganjal bahu bayi dengan kain yang dilipat 3. Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir dari mulut kemudian hidung o Gunakan penghisap lendir De Lee o Mulai bersihkan lendir dari mulut, baru kemusdian hisap lendir di hidung o Penghisapan dilakukan bersamaan dengan penarikan selang penghisap o Jangan melakukan penghisapan terlalu dalam karena dapat menimbulkan reaksi vaso-gasal dan menyebabkan henti napas 4. Keringkan tubuh bayi dan lakukan rangsangan taktil o Dengan sedikit penekanan, gosok tubuh bayi melalui kain pembungkus tubuh bayi o Dengan telapak tangan, lakukan rangsangan taktil pada telapak kaki atau punggung bayi atau menyentil telapak kaki bayi o Ganti kain yang basah dengan kain baru yang bersih, kering dan hangat. Bagian muka dan dada bayi dibiarkan terbuka untuk keperluan resusitasi dan evaluasi keberhasilan tindakan 5. Atur kembali posisi dan jaga kehangatan tubuh dengan membungkus badan bayi o Atur kembali ganjal bahu untuk memberikan posisi terbaik bagi jalan napas 6. Penilaian ulang : o Nilai apakah bayi bernapas spontan dan normal atau masih mengalami kesulitan bernapas o Bila bayi bernapas spontan dan baik, lakukan asuhan bayi baru lahir yang normal dan berikan pada ibunya 1) Menjaga suhu tubuh (metode kangguru atau diselimuti dengan baik) 2) Mendapat ASI 3) Kontak batin dan saying 4) Bila bayi masih megap-megap atau belum bernapas spontan VENTILASI POSITIF PADA BAYI ASFIKSIA 1. Pastikan posisi kepala sudah benar, kemudian pasang sungkup/ ambubag dengan benar sehingga melingkupi hidung dan mulut 2. L akukan ventilasi percobaan (dua kali) o Bila menggunakan balon dan sungkup, lakukan ventilasi dengan tekanan yang cukup sebanyak dua kali o Bila menggunakan pipa dan sungkup, tiupkan udara yang dikumpulkan dalam mulut ke dalam pipa (udara ruangan, bukan udara ekspirasi) 1) Pastikan dada mengembang 2) Bila tidak mengembang Periksa posisi kepala Periksa posisi sungkup Periksa lendir di jalan napas 3. Bila ventilasi percobaan berjalan baik, lakukan VTP sebanyak 20 kali dalam 30 detik o Pastikan dada mengembang saat ventilasi diberikan o Hentikan ventilasi bila bayi menangis atau bernafas spontan 4. Setelah bayi menangis atau bernapas spontan hentikan ventilasi o Jaga suhu tubuh bayi o Berikan bayi pada ibunya (diselimuti berdua) Perhatikan : Bila bayi tetap belum bernapas atau megap-megap maka lanjutkan ventilasi 20 x dalam 30 detik berikutnya dan lakukan penilaian ulang setiap 0 detik dan penilaian kebugaran bayi setiap menit 5. Bila bayi tidak bernapas spontan setelah 2 menit resusitasi : o Beritahu keluarga untuk menyiapkan rujukan o Teruskan resusitasi o Pastikan ibu dalam keadaan baik dan stabil 6. Bila bayi tetap tidak bernapas seelah 10 menit sejak awal resusitasi maka tindakan ini dinyatakan gagal dan resusitasi dihentikan PEMANTAUAN DAN PERAWATAN SUPORTIF PASCA TINDAKAN 1. Lakukan pemantauan secara sekama. Perhatikan : o Tanda-tanda kesulitan bernapas Retraksi intercostal (cekungan antar iga) Megap-megap Frekuensi pernapasan kurang dari 30 atau labih dari 60x/mnt o Warna kuli kebiruan atau pucat 2. Lanjutkan rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan bayi 3. Jaga bayi tetap hangat, tunda untuk memandikan bayi selama 6-24 jam setelah lahir 4. Bila pernapasan dan warna kulit normal, berikan bayi pada ibunya : o Menjaga kehangatan/ suhu tubuh bayi o Mendapat ASI o Kontak batin dan kasih sayang 5. Teruskan pemantauan, bila bayi menunjukkan tanda-tanda di bawah ini, segera lakukan rujukan : o Frekuensi pernapasan < 30 atau > 60x/ menit o Retraksi intercostal o Merintih atau megap-megap o Seluruh tubuh pucat atau berwarna kebiruan o Bayi menjadi lemah TINDAKAN SESUDAH PROSEDUR RESUSITASI 1. Buanglah kateter penghisap dan ekstraktor lendir sekali pakai (disposable) ke dalam kantong plastik atau tempat yang tidak bocor Untuk kateter dan ekstraktr lendir yang dipakai daur ulang : o Rendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi o Lanjutkan ke proses cuci, bilas hingg DTT atau sterilisasi 2. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan MENCATAT TINDAKAN RESUSITASI 1. Catat tanggal dan aktu bayi lahir 2. Catat kondisi bayi saat lahir 3. Catat waktu mulainya tindakan resusitasi 4. Catat tindakan apa yang dilakukan selama resusitasi 5. Catat waktu bayi bernapas spontan atau resusitasi dihentikan 6. Catat hasil tindakan resusitasi 7. Catat perawatan suportif pasca resusitasi DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2006, Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, Depkes RI, Jakarta Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC. Jakarta Saifudin, Abdul Bari dkk 2002 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Saifudin, Abdul Bari dkk 2002 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawirohardjo. Jakarta.