perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persamaan Dirac
Persamaan Scrhödinger merupakan persamaan gelombang yang digunakan
pada medan nonrelativistik, persamaan ini hanya dapat digunakan untuk partikel
yang memiliki kecepatan lebih kecil dari kecepatan cahaya (v << c) (Aysiah, 2014).
Ditinjau dari relativitas khusus, koordinat ruang dan waktu diperlakukan secara
sama. Penyelesaian untuk partikel yang bersifat relativistik dapat menggunakan
persamaan Klein-Gordon, persamaan Dirac, atau dapat menggunakan persamaan
Duffin-Kemmer-Petiau. Persamaan Klein-Gordon memberikan solusi energi
negatif dan densitas probabilitas yang negatif, namun hal tersebut tidak mungkin
akan terjadi. Pada tahun 1928, Dirac meneliti persamaan konvarian relativistik dari
persamaan Schrödinger dan mengusulkan adanya matriks α, β dan energi
relativistiknya menjadi orde I (Greiner, 1989).
Persamaan Klein-Gordon dan persamaan Dirac memiliki fungsinya masingmasing, kedua persamaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan partikel yang
bersifat relativistik. Persamaan Dirac merupakan persamaan gelombang relativistik
yang dirumuskan oleh fisikawan kebangsaan Inggris, Paul Andrien Maurice Dirac
pada tahun 1928. Persamaan ini mempunyai fungsi yang sama dengan persamaan
gelombang yang telah ditemukan oleh Erwin Schrödinger, yakni untuk menemukan
solusi fungsi gelombang kuantum yang dapat mendeskripsikan suatu partikel pada
skala mikroskopik ketika sedang berada pada kondisi tertentu. Asumsikan partikel
memiliki kecepatan lebih kecil dibandingkan kecepatan cahaya, maka energi
kinetik yang dimiliki partikel merupakan energi non-relativistik dan solusi yang
diperoleh dari persamaan diatas adalah fungsi gelombang yang mendeskripsikan
keadaan partikel secara klasik, sedangkan Persamaan Dirac adalah persamaan
gelombang yang telah mengikutsertakan keadaan relativistik dari pertikel yang
ditinjau (v ~ c), sehingga hasil yang diperoleh dari penyelesaian persamaan Dirac
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
ini merupakan fungsi gelombang kuantum relativistik dan spektrum energi
relativistik (Atkins, 1974).
Berdasarkan fungsinya persamaan Dirac dapat digunakan untuk menjelaskan
partikel yang bersifat relativistik. Pada dasarnya, partikel-partikel elementer dibagi
menjadi dua golongan berdasarkan sifat spin yang dimiliki, yakni: boson dan
fermion. Boson merupakan golongan partikel yang berspin kelipatan ½ . ketika
partikel bergerak dalam suatu medan dengan kecepatan relativistik, efek spin
partikel berasosiasi dengan medan eksternal juga harus dipertimbangkan. Untuk
partikel boson, persamaan gelombang yang dapat mendeskripsikan keadaan
partikel dalam kondisi tertentu adalah persamaan Klein-Gordon, sedangkan untuk
fermion spin ½ adalah persamaan Dirac yang solusinya digunakan untuk meninjau
partikel dalam kondisi relativistik. Spin merupakan momentum sudut intrinsik
partikel. Efek spin akan terlihat ketika suatu partikel bergerak dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya, hal ini dikarenakan efek spin terlihat ketika partikel
bergerak pada medan magnetik yang homogen dan akan menyebabkan munculnya
momen magnetik akibat rotasi pertikel bermuatan terhadap sumbunya. Efek spin
semakin jelas ketika partikel bergerak dalam kecepatan yang sangat tinggi (yaitu
๐‘ฃ ~ ๐‘). Dalam perkembangannya, mekanika kuantum relativistik kemudian
menjadi semakin luas cakupannya dengan memperkenalkan suatu konsep bahwa
partikel-partikel mikroskopik di alam sebenarnya merupakan suatu medan yang
terkuantitasi. Perluasan mekanika kuantum relativistik ini dinamakan teori medan
kuantum (quantum field theory) (Atkins, 1974).
Mula-mula akan ditinjau bagaimana Dirac mencari bentuk relativistik dari
persamaan gelombang kovarian Schrödinger,
๐œ•๐›น
ฬ‚๐›น
๐‘–ฤง ๐œ•๐‘ก = ๐ป
(2.1)
dengan rapat probabilitas tertentu positif, karena Persamaan (2.1) linier terhadap
ฬ‚ juga dapat dijabarkan secara linier
turunan waktu, maka operator Hamiltonian ๐ป
terhadap turunan spasial. Maka, Persamaan (2.1) dapat dituliskan dalam bentuk
pada Persamaan (2.2),
๐œ•๐›น
ฤง๐‘
๐œ•
๐œ•
๐œ•
ฬ‚๐‘“ ๐›น
๐‘–ฤง ๐œ•๐‘ก = [ ๐‘– (๐›ผฬ‚1 ๐œ•๐‘ฅ 1 + ๐›ผฬ‚2 ๐œ•๐‘ฅ 2commit
+ ๐›ผฬ‚3 ๐œ•๐‘ฅto
+ ๐›ฝฬ‚ ๐œ‡๐‘] ๐›น ≡ ๐ป
3 )user
(2.2)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
atau dalam notasi yang lebih sederhana pada Persamaan (2.3).
๐œ•๐›น
ฤง๐‘
๐‘–ฤง ๐œ•๐‘ก = [ ๐‘– ∑3๐‘—=1 ๐›ผฬ‚๐‘—
๐œ•
๐œ•๐‘ฅ ๐‘—
ฬ‚๐‘“ ๐›น
+ ๐›ฝฬ‚ ๐œ‡๐‘ ] ๐›น ≡ ๐ป
(2.3)
๐›ผฬ‚๐‘— merupakan koefisien matriks sehingga diberi tanda operator. Koefisien ini harus
berupa matriks agar Persamaan (2.2) dan Persamaan (2.3) tetap invarian terhadap
rotasi koordinat spasial. Karena koefisien ini berbentuk matriks, ๐›น tidak dapat
menjadi fungsi skalar sederhana, tetapi harus menjadi vektor kolom.
๐›น1 (๐‘ฅ, ๐‘ก)
๐›น (๐‘ฅ, ๐‘ก)
)
๐›น=( 2
โ‹ฎ
๐›น๐‘ (๐‘ฅ, ๐‘ก)
(2.4)
๐œ“1
๐œ“
∗
๐œš(๐‘ฅ) = ๐œ“ † ๐œ“(๐‘ฅ) = (๐œ“1∗ , ๐œ“2∗ , โ‹ฏ , ๐œ“๐‘∗ ) ( 2 ) = ∑๐‘
๐‘–=1 ๐œ“๐‘– ๐œ“๐‘– (๐‘ฅ)
โ‹ฎ
๐œ“๐‘
(2.5)
yang rapat probabilitasnya merupakan perkalian matriks antara ๐œ“(๐‘ฅ) dengan
konjugatnya (Dirac, 1928). Rapat probabilitas ๐œš(๐‘ฅ) juga harus dibuktikan yang
merupakan komponen temporal dari four-vector (arus) yang harus memenuhi
persamaan kontinuitas, sehingga integral spasial ∫ ๐œš๐‘‘ 3 ๐‘ฅ konstan terhadap waktu.
Hanya dengan demikian interpretasi probabilitas dari ๐œš(๐‘ฅ) dapat dijamin. Tampak
jelas bahwa fungsi gelombang spin dalam persamaan Pauli. Dengan demikian ๐›น
dapat disebut spinor. Koefisien ๐›ผฬ‚ dan ๐›ฝฬ‚ harus kuadratik ๐‘ × ๐‘. Maka dapat
disimpulkan bahwa Persamaan (2.1) dan Persamaan (2.4) mirip dengan persamaan
Schrödinger yang merepresentasikan sistem N persamaan differensial orde pertama
yang terkopel dari komponen spinor ๐œ“๐‘– , ๐‘– = 1,2, … , ๐‘. Persamaan (2.2) juga dapat
ditulis seperti Persamaan (2.6).
๐‘–ฤง
๐œ•๐›น๐œŽ
๐œ•๐‘ก
=
ฤง๐‘
๐‘–
∑๐‘
ฬ‚1
๐œ=1 (๐›ผ
๐œ•
๐œ•๐‘ฅ 1
๐œ•
๐œ•
+ ๐›ผฬ‚2 ๐œ•๐‘ฅ 2 + ๐›ผฬ‚3 ๐œ•๐‘ฅ 3 )
๐œŽ๐œ
ฬ‚
∑๐‘
๐‘ก=1(๐ป๐‘“ )๐œŽ๐œ ๐›น๐œ
ฬ‚
๐›น๐œ + ๐œ‡๐‘ 2 ∑๐‘
๐œ=1 ๐›ฝ๐œŽ๐œ ๐›น๐œ ≡
(2.6)
Persamaan (2.2) adalah bentuk pendek dari Persamaan (2.6), dimana empat
๐‘ × ๐‘ matriks (๐›ผฬ‚๐‘– )๐œŽ๐œ (๐‘– = 1,2,3) dan ๐›ฝฬ‚๐œŽ๐œ diekspresikan dalam bentuk singkat
yang biasa untuk matriks ๐›ผฬ‚๐‘– (๐‘– = 1,2,3) dan ๐›ฝฬ‚ . Lebih lanjut, diperlukan beberapa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
kondisi untuk merancang persamaan gelombang relativistik yang sesuai, seperti
pernyataan dibawah ini:
1. Relasi energi-momentum yang tepat untuk partikel bebas relativistik adalah
๐ธ 2 = ๐‘2 ๐‘ 2 + ๐œ‡ 2 ๐‘ 4 ,
(2.7)
2. Persamaan kontinuitas untuk rapat probabilitas ditunjukkan oleh Persamaan
(2.5), dan
3. Kovariansi Lorentz (yaitu invariansi bentuk Lorentz) masing-masing untuk
Persamaan (2.2) dan Persamaan (2.6).
Pada spin ½ dipelajari dengan cara pendekatan relativistik, maka persamaan
Dirac diselesaikan untuk mengetahui masalah pada energi yang tinggi dalam fisika
nuklir. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan
Dirac, yaitu: supersimetri (SUSY), Nikiforov-Uvarov (NU), serta Metode Iterasi
Asimtotik (AIM). Simetri adalah konsep yang digunakan dalam fisika nuklir untuk
menjelaskan degeneracies yang diamati oleh model shell orbital (Akcay, 2012).
2.2. Persamaan Dirac Spinor
Persamaan Dirac Spinor menjelaskan bahwa gerakan nukleon dengan massa
๐‘€ dalam potensial vektor V(r) dan potensial skalar S(r) plus potensial tensor ๐‘ˆ(๐‘Ÿ)
adalah Persamaan (2.8),
{๐›ผฬ… โˆ™ ๐‘ฬ… + ๐›ฝ(๐‘€ + ๐‘†(๐‘Ÿ)) − ๐‘–๐›ฝ๐›ผ โˆ™ ๐‘Ÿฬ… ๐‘ˆ(๐‘Ÿ)}๐›น(๐‘Ÿ) = {{๐ธ − ๐‘‰(๐‘Ÿ)}๐›น(๐‘Ÿ)}
(2.8)
E adalah energi relativistik, dan ๐‘ฬ… adalah operator momentum (dimensional
momentum operator), −๐‘–∇,
๐›ผฬ… = (
0
๐œŽ
๐œŽ
๐ผ
) ,๐›ฝ = (
0
0
0
)
−๐ผ
(2.9)
Telah diketahui bahwa ๐œŽ adalah matriks pauli 3 dimensi, I adalah matrik
identitas 2 × 2. Kini dapat dipertimbangkan potensial matriks dalam Persamaan
(2.8) sebagai potensial spherically simetri. Demikian pula hanya dapat dilihat pada
๐‘Ÿ = |๐‘Ÿโƒ—|, dan pendapat lainnya dimana ฤง = 1, dan ๐‘ = 1. Kemudian persamaan
Dirac dapat dijelaskan pada Persamaan (2.8) adalah keadaan nilai yang mempunyai
definisi keseimbangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Dengan substitusi nilai matriks Pauli, maka eigenfunction persamaan Dirac
menjadi yang ditunjukkan Persamaan (2.10),
๐น
(๐‘Ÿ)
๐‘›๐‘˜
๐‘™
๐›พ๐‘—๐‘š
(๐œƒ, ๐œ‘)
๐œ(๐‘Ÿ)
๐‘Ÿ
๐œ“(๐‘Ÿ) = (
)=( ๐บ
)
ฬ…
๐œ‘(๐‘Ÿ)
๐‘– ๐‘›๐‘˜ ๐›พ ๐‘™ (๐œƒ, ๐œ‘)
๐‘Ÿ
(2.10)
๐‘—๐‘š
Diketahui bahwa ๐น๐‘›๐‘˜ dan ๐บ๐‘›๐‘˜ adalah komponen upper (atas) dan lower
ฬ…
๐‘™
๐‘™
(bawah) dari persamaan Dirac. Sedangkan masing-masing ๐›พ๐‘—๐‘š
(๐œƒ, ๐œ‘) dan ๐›พ๐‘—๐‘š
(๐œƒ, ๐œ‘)
adalah putaran harmonik bola spin dan harmonik bola pseudospin, dan l adalah
bilangan kuantum orbital.
Persamaan (2.9) dan Persamaan (2.10) dapat disubstitusi ke dalam Persamaan
(2.8), dan menghasilkan Persamaan (2.11).
(
0
๐œŽ
๐œ(๐‘Ÿ)
๐œŽ
๐ผ
)๐‘(
)+(
๐œ‘(๐‘Ÿ)
0
0
{๐ธ − ๐‘‰(๐‘Ÿ)} (
๐œ(๐‘Ÿ)
๐œ(๐‘Ÿ)
0
) (๐‘€ + ๐‘†(๐‘Ÿ)) (
) − ๐‘–๐›ฝ๐›ผ โˆ™ ๐‘Ÿฬ… ๐‘ˆ(๐‘Ÿ) (
)=
๐œ‘(๐‘Ÿ)
๐œ‘(๐‘Ÿ)
−๐ผ
๐œ(๐‘Ÿ)
)
๐œ‘(๐‘Ÿ)
(2.11)
Dari persamaan (2.11) didapatkan persamaan diferensial orde-1 seperti yang
ditunjukkan oleh Persamaan (2.12) dan persamaan (2.13),
๐‘‘
ะบ
๐‘‘
ะบ
(๐‘‘๐‘Ÿ + ๐‘Ÿ − ๐‘ˆ(๐‘Ÿ)๐น๐‘›๐‘˜ (๐‘Ÿ)) = (๐‘€ + ๐ธ๐‘›๐‘˜ − ๐‘‰(๐‘Ÿ) + ๐‘†(๐‘Ÿ))๐บ๐‘›๐‘˜ (๐‘Ÿ),
(๐‘‘๐‘Ÿ − ๐‘Ÿ + ๐‘ˆ(๐‘Ÿ)๐บ๐‘›๐‘˜ (๐‘Ÿ)) = (๐‘€ − ๐ธ๐‘›๐‘˜ + ๐‘‰(๐‘Ÿ) + ๐‘†(๐‘Ÿ))๐น๐‘›๐‘˜ (๐‘Ÿ)
(2.12)
(2.13)
Manipulasi dari Persamaan (2.12) dan Persamaan (2.13) akan menghasilkan
persamaan Dirac bagian radial untuk spin simetri dan pseudospin simetri untuk
komponen upper (atas) dan lower (bawah), seperti yang terlihat pada Persamaan
(2.14) dan Persamaan (2.15).
๐‘‘2
{๐‘‘๐‘Ÿ 2 −
ะบ(ะบ+1)
๐‘Ÿ2
+
2ะบ
๐‘Ÿ
d๐‘ˆ
๐‘ˆ(๐‘Ÿ) − ๐‘ˆ 2 (๐‘Ÿ)} ๐น๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) − { d๐‘Ÿ + ๐›ด(๐‘Ÿ)(๐‘€ + ๐ธ๐‘›ะบ −
โˆ†(๐‘Ÿ))} ๐น๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) = (๐‘€ + ๐ธ๐‘›ะบ − โˆ†(๐‘Ÿ))(๐‘€ − ๐ธ๐‘›ะบ )๐น๐‘›ะบ (๐‘Ÿ)
๐‘‘2
{๐‘‘๐‘Ÿ 2 −
ะบ(ะบ−1)
๐‘Ÿ2
+
2ะบ
๐‘Ÿ
(2.14)
d๐‘ˆ
๐‘ˆ(๐‘Ÿ) − ๐‘ˆ 2 (๐‘Ÿ)} ๐บ๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) + { d๐‘Ÿ + โˆ†(๐‘Ÿ)(๐‘€ − ๐ธ๐‘›ะบ +
๐›ด(๐‘Ÿ))} ๐บ๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) = (๐‘€ + ๐ธ๐‘›ะบ )(๐‘€ − ๐ธ๐‘›ะบ + ๐›ด(๐‘Ÿ))๐บ๐‘›ะบ (๐‘Ÿ)
commit to user
(2.15)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Dari Persamaan (2.14) dan Persamaan (2.15), dapat ditulis kembali menjadi
komponen upper dan lower persamaan Dirac bagian radial, seperti Persamaan
(2.16) dan Persamaan (2.17).
๐‘‘2
{๐‘‘๐‘Ÿ 2 −
ะบ(ะบ+1)
๐‘Ÿ2
+
2ะบ
๐‘Ÿ
๐‘ˆ(๐‘Ÿ) − ๐‘ˆ
2 (๐‘Ÿ)
dโˆ† ๐‘‘ ะบ
( + −๐‘ˆ(๐‘Ÿ))
d๐‘Ÿ ๐‘‘๐‘Ÿ ๐‘Ÿ
d๐‘ˆ
− d๐‘Ÿ } ๐น๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) + ( (๐‘€+๐ธ
๐‘›ะบ −โˆ†(๐‘Ÿ))
) ๐น๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) +
(๐‘€ + ๐ธ๐‘›ะบ − โˆ†(๐‘Ÿ))(๐ธ๐‘›ะบ − ๐‘€ − ๐›ด(๐‘Ÿ))๐น๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) = 0
๐‘‘2
{๐‘‘๐‘Ÿ 2 −
ะบ(ะบ−1)
๐‘Ÿ2
+
2ะบ
๐‘Ÿ
๐‘ˆ(๐‘Ÿ) − ๐‘ˆ
2 (๐‘Ÿ)
(2.16)
d๐›ด ๐‘‘
(
d๐‘ˆ
ะบ
๐‘Ÿ
− +๐‘ˆ(๐‘Ÿ))
๐‘‘๐‘Ÿ
+ d๐‘Ÿ } ๐บ๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) + (d๐‘Ÿ
(๐‘€−๐ธ
๐‘›ะบ +๐›ด(๐‘Ÿ))
(๐‘€ + ๐ธ๐‘›ะบ − โˆ†(๐‘Ÿ))(๐ธ๐‘›ะบ − ๐‘€ − ๐›ด(๐‘Ÿ))๐บ๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) = 0
) ๐บ๐‘›ะบ (๐‘Ÿ) +
(2.17)
Dimana ∑(๐‘Ÿ) = ๐‘‰(๐‘Ÿ) + ๐‘†(๐‘Ÿ) adalah jumlah potensial vektor dan skalar.
Sedangkan โˆ†(๐‘Ÿ) = ๐‘‰(๐‘Ÿ) − ๐‘†(๐‘Ÿ) adalah perbedaan antara potensial vektor dan
skalar (Suparmi, et.al., 2013).
Pada kasus spin simetri, diketahui nilai ะบ(ะบ + 1) = ๐‘™(๐‘™ + 1) mengarah ke,
ะบ = −(๐‘™ + 1) = −(๐‘— + 1⁄2) → ๐‘— = ๐‘™ + 2 , ะบ < 0,
(2.18)
ะบ = ๐‘™ = (๐‘— + 1⁄2) → ๐‘— = ๐‘™ − 2 , ะบ > 0,
(2.19)
1
1
Perbedaan dan jumlah pada potensial vektor dan potensial skalar adalah,
โˆ†(๐‘Ÿ) = ๐ถ๐‘  , ๐›ด(๐‘Ÿ) = ๐‘‰(๐‘Ÿ)
(2.20)
Serupa dengan argumentasi pada kasus pseudospin simetri untuk persamaan
tipe-Schrödinger. Sedangkan dalam kasus pseudospin simetri, didapatkan nilai
ฬ… ฬ… + 1) yang memberikan,
ะบ(ะบ − 1) = ๐‘™ (๐‘™
ะบ = −๐‘™ ฬ… = −(๐‘— + 1⁄2) → ๐‘™ ฬ… = ๐‘™ + 1, ๐‘— = ๐‘™ + 1⁄2 , ะบ < 0,
(2.21)
ะบ = ๐‘™ ฬ… + 1 = (๐‘— + 1⁄2) → ๐‘™ ฬ… = ๐‘™ − 1, ๐‘— = ๐‘™ − 1⁄2 , ะบ > 0,
(2.22)
dimana ะบ adalah bilangan kuantum pada orbit spin. Pada kasus pseudospin
simetri untuk penjumlahan dan perbedaan diantara potensial vektor dan potensial
skalar seperti,
๐›ด(๐‘Ÿ) = ๐ถ๐‘๐‘  , โˆ†(๐‘Ÿ) = −๐‘‰(๐‘Ÿ)
(2.23)
Kedua Persamaan Dirac untuk kasus eksak spin simetri dan kasus eksak
pseudospin simetri dipecahkan menggunakan Metode Iterasi Asimtotik (AIM)
(Suparmi, et.al., 2014).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
2.3. Potensial Khusus
Menurut hipotesa Bohr, atom terdiri dari beberapa elektron yang bergerak
melingkar mengelilingi inti atom. Gerakan atom yang dijelaskan dari hipotesa
tersebut merupakan gerakan gaya yang mengarah ke sentral atau memiliki potensial
sentral. Suatu partikel bergerak tidak hanya mengelilingi intinya, tetapi juga
bergerak secara anguler, gerakan gaya dari pertikel yang tidak hanya mengarah ke
pusat (inti) merupakan gerakan yang bersifat non-sentral sehingga dalam
menjelaskan prilaku suatu pertikel perlu memperhatikan gerakan non-sentral dari
partikel tersebut (Aysiah, 2014).
Operator Hamiltonian dapat menjelaskan suatu pertikel yang berpindah pada
sebuah potensial V(q1,q2,q3). Operator Hamiltonian dapat ditunjukkan seperti pada
Persamaan (2.24).
ฬ‚=
๐ป
=
=
1
2๐‘š
−ฤง2
(
2๐‘š
−ฤง2
2๐‘š
(๐‘ƒ12 + ๐‘ƒ22 + ๐‘ƒ32 ) + ๐‘‰(๐‘ž1 , ๐‘ž2 , ๐‘ž2 )
๐œ•2
๐œ•๐‘ž1
2
+
๐œ•2
๐œ•๐‘ž2
2
+
๐œ•2
๐œ•๐‘ž3 2
) + (๐‘‰(๐‘ž1 ) + ๐‘‰(๐‘ž2 ) + ๐‘‰(๐‘ž3 ))
∇ + ๐‘‰(๐‘ž1 + ๐‘ž2 + ๐‘ž3 )
(2.24)
Potensial yang dialami oleh suatu partikel yang berpindah dibagi menjadi dua
yaitu, potensial sentral dan potensial non-sentral.
2.3.1. Potensial Sentral (spherically symmetric)
Potensial sentral merupakan potensial yang terjadi pada perpindahan partikel
yang hanya bergantung pada r, (q1,q2,q3) pada Persamaan (2.18) tergantung pada r
(jarak dari pusat). Jika menggunakan koordinat bola potensial sentral tidak
tergantung pada koordinat ๐œƒ dan ๐œ™.
2.3.2. Potensial Non-Sentral
Gerakan dari partikel yang tidak hanya mengarah ke pusat (inti) merupakan
gerakan yang bersifat non-sentral. Persamaan umum dari potensial non-sentral
adalah seperti yang ditunjukkan Persamaan (2.25) (Aysiah, 2014).
๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐œƒ, ๐œ‘) = ๐‘‰(๐‘Ÿ) +
๐‘‰(๐œƒ)
๐‘Ÿ2
๐‘‰(๐œ‘)
+ commit
๐‘Ÿ 2 sin2 ๐œƒ to user
(2.25)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
2.4. Potensial Sentral Radial Eckart plus Potensial Manning Rosen yang
dikopling dengan Potensial Tensor Tipe-Coulomb
Pada pendekatan non-relativistik, yaitu ketika menentukan pertikel bernilai
kecil jika dibandingkan dengan m (p<< m), partikel Dirac spin ½ dapat disajikan
dalam fungsi gelombang komponen-dua pada teori Pauli. Pada pendekatan ini
berdasarkan kenyataan bahwa dua dari empat komponen fungsi Dirac nilainya
menjadi kecil ketika momentumnya kecil. Fungsi gelombang relativistik pada
Pauli-Dirac (Hamzavi and Rajabi, 2013) dinyatakan pada Persamaan (2.26).
๐‘ˆ๐‘›๐‘˜
๐‘™
(๐‘Ÿโƒ—)๐‘Œ๐‘—๐‘š (๐œƒ, ๐œ‘)
โƒ—โƒ—โƒ—โƒ—
๐น (๐‘Ÿ)
๐œ“(๐‘Ÿโƒ—) = ( ๐‘›๐‘˜
) = ๐‘”๐‘Ÿ๐‘›๐‘˜
๐‘™ฬ‚
๐บ๐‘›๐‘˜ (๐‘Ÿโƒ—)
(๐‘Ÿโƒ—)๐‘Œ๐‘—๐‘š
(๐œƒ, ๐œ‘)
๐‘–
(2.26)
๐‘Ÿ
โƒ—โƒ—โƒ—โƒ— dan ๐บ๐‘›๐‘˜ (๐‘Ÿโƒ—)
Persamaan (2.26) sama seperti Persamaan (2.10), dimana ๐น๐‘›๐‘˜ (๐‘Ÿ)
merupakan fungsi gelombang spin atas (upper) dan pseudospin bawah (lower), dan
ฬ‚
๐‘™
๐‘™
(๐œƒ, ๐œ‘) dan ๐‘Œ๐‘—๐‘š
๐‘Œ๐‘—๐‘š
(๐œƒ, ๐œ‘) merupakan spin dan pseudospin harmonik bola.
Pensubstitusian pada Persamaan (2.26) maka akan didapatkan Persamaan (2.27)
dan Persamaan (2.28).
๐œŽ โˆ™ ๐‘ ๐บ(๐‘Ÿ) = [๐ธ − ๐‘‰(๐‘Ÿ) − ๐‘€ − ๐‘†(๐‘Ÿ)]๐น(๐‘Ÿ)
(2.27)
๐œŽ โˆ™ ๐‘ ๐น(๐‘Ÿ) = [๐ธ − ๐‘‰(๐‘Ÿ) + ๐‘€ − ๐‘†(๐‘Ÿ)]๐บ(๐‘Ÿ)
(2.28)
Ada beberapa kasus untuk persamaan Dirac antara eksak spin simetri dan
eksak pseudospin simetri. Untuk kasus eksak spin simetri perbedaan antara vektor
potensial dan skalar potensial adalah konstan (Cs = V – S = Konstan) dan untuk
kasus eksak pseudospin simetri jumlah antara vektor potensial dan skalar potensial
adalah konstan (Cs = V + S = konstan). Pada kasus spin simetri yang eksak nilai Cs
= 0, sehingga pada kasus khusus spin simetri yang eksak nilai V = S.
Potensial Radial Eckart plus Manning Rosen yang dikopling dengan potensial
tensor Tipe-Coulomb digeneralisasikan dengan parameter deformasi. Parameter
deformasi ini muncul dalam fungsi harmonik dan fungsi hyperbolic. Fungsi yang
mengandung parameter ini umumnya disebut fungsi hiperbolik standar. Fungsi ini
pertama kali diperkenalkan oleh Arai (1991). Rentang parameter didefinisikan
seperti berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
sinh ๐‘ฅ =
digilib.uns.ac.id
14
๐‘’ ๐‘ฅ −๐‘’ −๐‘ฅ
2
cosh ๐‘ฅ =
;
1
๐‘’ ๐‘ฅ +๐‘’ −๐‘ฅ
1
;
sech ๐‘ฅ = cosh ๐‘ฅ ′;
tanh ๐‘ฅ = cosh ๐‘ฅ ′ ;
coth ๐‘ฅ = sinh ๐‘ฅ ′ ;
2
sinh ๐‘ฅ
csch ๐‘ฅ = sinh ๐‘ฅ ′;
cosh ๐‘ฅ
(2.29)
Merupakan hal yang mudah untuk membuktikan bahwa identitas trigonometrik dan
hiperbolik dari kedua fungsi (Zhang, et. al., 2005).
cosh2 ๐‘ฅ − sinh2 ๐‘ฅ = 1;
(2.30)
(sinh ๐‘ฅ)′ = cosh ๐‘ฅ;
(2.31)
(cosh ๐‘ฅ)′ = sinh ๐‘ฅ;
(2.32)
(tanh ๐‘ฅ)′ = sech2 ๐‘ฅ;
(2.33)
2.4.1. Generalisasi potensial Sentral Radial Eckart hyperbolic dengan
parameter fungsi hiperbolik ke dalam persamaan umum Radial Eckart
Pada fungsi hiperbolik yang telah tersedia, potensial Radial Eckart hiperbolik
dapat digeneralisasikan dengan parameter yang ada ke dalam persamaan umum
potensial Radial Eckart, seperti pada Persamaan (2.34).
๐‘Ÿ
๐‘Ÿ
−
๐‘’ ๐‘Ž
1
๐‘‰๐ธ (๐‘Ÿ) = 4๐‘Ž2 (๐‘‰0
๐‘Ÿ 2
−
(1−๐‘’ ๐‘Ž )
− ๐‘‰1
−
(1+๐‘’ ๐‘Ž )
๐‘Ÿ
−
(1−๐‘’ ๐‘Ž )
)
(2.34)
Persamaan diatas dapat diselesaian menggunakan fungsi hiperbolik standar.
Mula-mula persamaan (2.34) diselesaikan menggunakan cara pembagian dengan
๐‘Ÿ
variable ๐‘’ −2๐‘Ž . Namun, persamaan tersebut dipisah menjadi dua buah deret, deret
pertama adalah yang terdapat variable ๐‘‰0 dan deret kedua adalah yang mempunyai
variable ๐‘‰1.
Deret pertama:
๐‘‰1 (๐‘Ÿ) = [
1
๐‘Ÿ 2
−
(1−๐‘’ ๐‘Ž )
]
(2.35a)
Persamaan (2.35a) dikalikan dengan
1
−
๐‘Ÿ
๐‘’ 2๐‘Ž
menjadi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
1
๐‘‰1 (๐‘Ÿ) =
๐‘Ÿ 2
−
๐‘’ ๐‘Ž
1
( ๐‘Ÿ− ๐‘Ÿ)
−
−
๐‘’ 2๐‘Ž ๐‘’ 2๐‘Ž
[
(2.35b)
]
Perlu diketahui bahwa :
๐‘Ÿ
2
๐‘Ÿ
(๐‘’ −2๐‘Ž ) = ๐‘’ −๐‘Ž ,
๐‘Ÿ
(2.36)
๐‘Ÿ
2๐‘Ÿ
(๐‘’ −๐‘Ž โˆ™ ๐‘’ −๐‘Ž ) = ๐‘’ − ๐‘Ž ,
(
๐‘Ÿ
1
๐‘Ÿ
−
๐‘’ 2๐‘Ž
) = ๐‘’ 2๐‘Ž ,
๐‘Ÿ
(
(2.37)
−
๐‘’ ๐‘Ž
๐‘Ÿ
−
๐‘’ 2๐‘Ž
(2.38)
๐‘Ÿ
) = ๐‘’ −2๐‘Ž,
(2.39)
Maka pada Persamaan (2.38) dan Persamaan (2.39) bisa digunakan pada
Persamaan (2.35b), menjadi Persamaan (2.35a).
๐‘‰1 (๐‘Ÿ) = [
1
๐‘Ÿ
๐‘Ÿ 2
−
(๐‘’ 2๐‘Ž −๐‘’ 2๐‘Ž )
]
(2.35c)
Pada Persamaan (2.35c) digunakan fungsi hiperbolik standar yang
ditunjukkan persamaan (2.29), maka persamaan diatas akan menjadi Persamaan
(2.35d).
๐‘‰1 (๐‘Ÿ) = [
1
๐‘Ÿ 2
)
2๐‘Ž
(2 sinh
]
(2.35d)
Maka Persamaan (2.35d) dapat diubah ke bentuk persamaan umum Radial
Eckart pada deret pertama seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.35e).
๐‘‰1 (๐‘Ÿ) =
1
4 sinh2
(2.35e)
๐‘Ÿ
2๐‘Ž
Persamaan (2.35e) adalah hasil dari deret pertama penyelesaian dari potensial
Radial-Eckart dari Persamaan (2.34). Selanjutnya adalah penyelesaian deret kedua,
seperti yang ditunjukkan Persamaan (2.40b).
๐‘Ÿ
๐‘‰2 (๐‘Ÿ) = [
−
(1+๐‘’ ๐‘Ž )
๐‘Ÿ
]
(2.40a)
−
(1−๐‘’ ๐‘Ž )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Persamaan (2.40a) dikalikan dengan
1
−
๐‘Ÿ
๐‘’ 2๐‘Ž
menjadi,
๐‘Ÿ
−
๐‘’ ๐‘Ž
( ๐‘Ÿ+ ๐‘Ÿ)
−
−
๐‘’ 2๐‘Ž ๐‘’ 2๐‘Ž
1
๐‘‰2 (๐‘Ÿ) =
(2.40b)
๐‘Ÿ
−
๐‘’ ๐‘Ž
( ๐‘Ÿ− ๐‘Ÿ)
−
−
๐‘’ 2๐‘Ž ๐‘’ 2๐‘Ž
1
[
]
Pada Persamaan (2.40b) menggunakan pendekatan pada Persamaan (2.38)
dan Persamaan (2.39), maka Persamaan (2.40b) dapat dituliskan seperti Persamaan
(2.40c).
๐‘Ÿ
๐‘Ÿ
๐‘Ÿ
๐‘Ÿ
−
๐‘’ 2๐‘Ž +๐‘’ 2๐‘Ž
๐‘‰2 (๐‘Ÿ) = [
−
๐‘’ 2๐‘Ž −๐‘’ 2๐‘Ž
]
(2.40c)
Persamaan (2.40c) dapat disederhanakan menggunakan fungsi hiperbolik
standar pada Persamaan (2.29) menjadi Persamaan (2.40d).
๐‘‰2 (๐‘Ÿ) =
๐‘Ÿ
2๐‘Ž
๐‘Ÿ
2 sinh
2๐‘Ž
2 cosh
(2.40d)
Maka Persamaan (2.40d) juga dapat disederhanakan kembali menggunakan
fungsi hiperbolik pada persamaan (2.29), menjadi seperti yang ditunjukkan
Persamaan (2.40e).
๐‘Ÿ
๐‘‰2 (๐‘Ÿ) = coth 2๐‘Ž
(2.40e)
Persamaan potensial Radial-Eckart pada (2.34), maka menjadi Persamaan
(2.41).
1
๐‘‰๐ธ (๐‘Ÿ) = 4๐‘Ž2 (๐‘‰0 ๐‘‰1 (๐‘Ÿ) − ๐‘‰1 ๐‘‰2 (๐‘Ÿ))
1
๐‘‰๐ธ (๐‘Ÿ) = 4๐‘Ž2 (๐‘‰0
1
4 sinh2
๐‘Ÿ
2๐‘Ž
๐‘Ÿ
− ๐‘‰1 coth 2๐‘Ž)
(2.41)
Persamaan (2.41) nantinya akan digunakan dalam kombinasi potensial yang
disubstitusi pada persamaan Dirac Spinor.
Potensial Eckart sering digunakan untuk memperkirakan koreksi mekanika
kuantum untuk konstanta laju kimia teoritis yang ditentukan. Modifikasi bentuk
potensial ini dengan faktor sentrifungal. Potensial Eckart dapat diaplikasikan untuk
menjelaskan vibrasi molekul dan gaya antar molekul (Sari, 2015).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
2.4.2. Persamaan umum potensial sentral Manning-Rosen dan Tensor TipeCoulomb dalam bentuk radial hiperbolik
Potensial yang belum terselesaikan dalam persamaan Dirac salah satunya
adalah potensial Manning Rosen. Potensial Manning-Rosen adalah model potensial
yang digunakan untuk menerangkan tingkah laku getaran molekul antar atom
(Hakim, 2013), potensial Manning Rosen yang digunakan adalah potensial bagian
radial, persamaan potensial Manning Rosen secara matematis dapat ditulis seperti
pada Persamaan (2.42).
1
๐‘‰๐‘€๐‘ = 4๐‘Ž2 (
๐‘ฃ(๐‘ฃ−1)
sinh2
๐‘Ÿ
2๐‘Ž
๐‘Ÿ
− 2๐‘ž coth 2๐‘Ž)
(2.42)
Sedangkan potensial Tensor Tipe-Coulomb yang digunakan seperti yang
ditunjukkan pada Persamaan (2.43).
๐ป
๐‘ˆ(๐‘Ÿ) = − ๐‘Ÿ
~
๐ป ≈ ๐‘˜๐‘’ 2
(2.43)
Persamaan (2.43) adalah persamaan Tensor Tipe-Coulomb yang termasuk
dalam bagian potensial sentral, maka dari itu persamaan tersebut adalah bentuk
radial dari potensial Tensor Tipe-Coulomb. Potensial pada Persamaan (2.41),
Persamaan (2.42), dan Persamaan (2.43) adalah potensial-potensial kombinasi yang
akan disubstitusikan pada persamaan Dirac Spinor yang sudah dibagi menjadi dua
kasus yakni eksak spin simetri dan eksak pseudospin simetri yang ditunjukkan pada
Persamaan (2.16) dan Persamaan (2.17).
2.5.
Asymptotic Iteration Method (AIM)
Salah satu metode yang digunakan dalam memecahkan persamaan
Schrödinger seperti penghalang sentrifugal dan/atau spin yang menjadi istilah orbit
penghubung disebut dengan Metode Iterasi Asimtotik. Untuk potensial yang
diberikan adalah bagaimana cara mengubah persamaan Schrödinger untuk linier
pada persamaan diferensial orde dua homogen, dimana fungsi khususlah yang
menjadi solusinya.
Asymptotic Iteration Method (AIM) atau metode iterasi asimtotik merupakan
salah satu metode untuk memperoleh penyelesaian secara eksak dari persamaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
diferensial orde dua, dalam bentuk seperti pada Persamaan (2.44) (Rostami &
Motavali, 2008).
๐‘ฆ๐‘› "(๐‘ฅ) − ๐œ†0 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› ′(๐‘ฅ) − ๐‘†0 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) = 0
(2.44)
๐œ†0 (๐‘ฅ) ≠ 0, ๐‘†0 (๐‘ฅ) merupakan koefisien dari persamaan diferensial dan n
menyatakan bilangan kuantum, dengan men-diferensialkan Persamaan (2.44)
terhadap x, maka akan diperoleh Persamaan (2.45).
๐‘ฆ๐‘› ′′′ − ๐œ†1 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› ′(๐‘ฅ) − ๐‘†1 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) = 0
(2.45)
Dimana ๐œ†1 (๐‘ฅ) = ๐œ†0 ′ + ๐œ†0 2 + ๐‘†0 dan ๐‘†1 (๐‘ฅ) = ๐‘†0 ′ + ๐‘†0 ๐œ†0 . Diferensial ke-dua
dari persamaan (2.45), adalah seperti yang ditunjukkan Persamaan (2.46).
′
๐‘ฆ๐‘› ′′′ − ๐œ†2 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› ′(๐‘ฅ) − ๐‘†2 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) = 0
′
(2.46)
′
Dimana ๐œ†2 (๐‘ฅ) = ๐œ†1 + ๐œ†1 ๐œ†0 + ๐‘†1 dan ๐‘†2 (๐‘ฅ) = ๐‘†1 + ๐‘†0 ๐œ†1, hasilnya akan
sama hingga differensial ke-i, yang dituliskan pada Persamaan (2.47).
๐‘ฆ๐‘› ๐‘– (๐‘ฅ) − ๐œ†๐‘–−2 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› ′(๐‘ฅ) − ๐‘†๐‘–−2 (๐‘ฅ) ๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) = 0
(2.47)
dimana,
๐œ†๐‘– (๐‘ฅ) = ๐œ†๐‘–−1 ′ + ๐œ†๐‘–−1 ๐œ†0 + ๐‘†๐‘–−1,
๐‘†๐‘– (๐‘ฅ) = ๐‘†๐‘–−1 ′ + ๐‘†0 ๐œ†๐‘–−1 ,
๐‘– = 1,2,3, …
(2.48)
Dari persamaan (2.47) akan diperoleh hubungan seperti pada Persamaan
(2.49.
๐‘ฆ๐‘› (๐‘–+2) (๐‘ฅ)
๐‘ฆ๐‘› (๐‘–+1) (๐‘ฅ)
=
๐‘†
๐œ†๐‘– [ ๐‘ฆ๐‘›′ (๐‘ฅ)+ ๐‘– ๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ)]
๐œ†๐‘–
๐‘†
๐œ†๐‘–−1 [ ๐‘ฆ๐‘›′ (๐‘ฅ)+ ๐‘–−1 ๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ)]
๐œ†๐‘–−1
′
(2.49)
Hal ini menggunakan aspek asimtotik dari metode iterasi untuk nilai i yang
cukup besar, seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.50).
๐‘†๐‘–
๐œ†๐‘–
๐‘†
= ๐œ†๐‘–−1 ≡ ๐›ผ
(2.50)
๐‘–−1
Maka persamaan (2.49) dapat diubah menjadi Persamaan (2.51) yang lebih
sederhana,
๐‘ฆ๐‘› (๐‘–+2) (๐‘ฅ)
๐‘ฆ๐‘› (๐‘–+1) (๐‘ฅ)
๐œ†๐‘–
=๐œ†
(2.51)
๐‘–−1
Selanjutnya dengan mengintegralkan Persamaan (2.51), akan diperoleh
Persamaan (2.52).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
๐‘ฆ๐‘›
(๐‘–+1)
digilib.uns.ac.id
19
(๐‘ฅ) = ๐ถ ๐‘’
๐œ†
∫๐œ† ๐‘– ๐‘‘๐‘ฅ
๐‘–−1
,
(2.52)
๐ถ adalah konstanta yang muncul dari hasil integral, dengan menggunakan
Persamaan (2.48) dan Persamaan (2.50), maka Persamaan (2.52) dapat menjadi
seperti Persamaan (2.53).
๐‘ฆ๐‘› (๐‘–+1) (๐‘ฅ) = ๐ถ๐œ†๐‘–−1 ๐‘’ ∫[๐›ผ(๐‘ฅ)+๐œ†0 (๐‘ฅ)]๐‘‘๐‘ฅ
(2.53)
Persamaan (2.53), kemudian disubstitusikam ke dalam Persamaan (2.47),
maka akan diperoleh persamaan differensial pertama pada persamaan (2.54).
๐‘ฆ๐‘› ′ (๐‘ฅ) + ๐›ผ ๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) − ๐ถ๐‘’ ∫[๐›ผ(๐‘ฅ)+๐œ†0 (๐‘ฅ)]๐‘‘๐‘ฅ = 0
(2.54)
Solusi umum dari persamaan diferensial (2.54) seperti yang ditunjukkan pada
Persamaan (2.55).
๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) = ๐‘’ − ∫ ๐›ผ(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ [๐ถ ′ + ๐ถ ∫ ๐‘’ ∫[๐œ†0 (๐‘ฅ)+2๐›ผ(๐‘ฅ)]๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ],
(2.55)
Dimana ๐ถ ′ adalah konstanta baru yang muncul akibat operasi integral. Maka
harga eigennilai energi dapat diperoleh dari operasi akar sesuai kondisi pada
Persamaan (2.56) (Rostami & Motavali, 2008).
๐œ†๐‘– (๐‘ฅ)๐‘ ๐‘–−1 (๐‘ฅ) − ๐œ†๐‘–−1 (๐‘ฅ)๐‘ ๐‘– (๐‘ฅ) = 0 = โˆ†๐‘– , ๐‘– = 12,3, …
(2.56)
Walaupun Persamaan (2.55) adalah solusi dari Persamaan (2.44), namun
hanya akan diambil nilai koefisien C adalah nol untuk memperoleh solusi akar dari
integral, sehingga persamaan (2.55) dapat diubah menjadi seperti Persamaan (2.57).
๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) = ๐ถ ′ ๐‘’ − ∫ ๐›ผ๐‘›(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ
(2.57)
Persamaan (2.57) adalah penyelesaian dari Persamaan (2.44) yang akan
digunakan untuk menentukan persamaan fungsi gelombang persamaan Dirac
(Solyu dkk., 2008). Berdasarkan Falaye dkk. (2012), Persamaan (2.57) dapat
diselesaikan dengan menggunakan Persamaan (2.58).
๐‘ฆ๐‘› (๐‘ฅ) = (−1)๐‘› ๐ถ ′ (๐‘ + 2)๐‘› (๐œŽ)๐‘›2 ๐น1 (−๐‘›, ๐‘ + ๐‘›, ๐œŽ, ๐‘๐‘ฅ ๐‘+2 )
(2.58)
Dengan,
(๐œŽ)๐‘› =
๐›ค(๐œŽ+๐‘›)
๐›ค(๐œŽ)
,๐œŽ =
2๐‘+๐‘+3
Parameter-parameter
๐‘+2
๐‘=
pada
(2๐‘+1)๐‘+2๐‘ก
(2.59)
(๐‘+2)๐‘
Persamaan
(2.59)
diperoleh
dengan
membandingkan persamaan tipe AIM pada Persamaan (2.54) dengan persamaan
(2.60).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
๐‘ก๐‘ฅ ๐‘+1
๐‘ฆ ′′ (๐‘ฅ) = 2 (1−๐‘๐‘ฅ ๐‘+2 −
๐‘+1
๐‘ฅ
๐‘Š ๐‘
) ๐‘ฆ ′ (๐‘ฅ) − 1−๐‘๐‘ฅ๐‘ฅ ๐‘+2
(2.60)
Dari perbandingan tersebut akan diperoleh konstanta-konstanta yang
diperlukan untuk memperoleh konstanta pada Persamaan (2.59), sehingga dapat
ditentukan fungsi gelombang dengan mengacu pada Persamaan (2.58) (Pratiwi,
2015).
commit to user
Download