perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persamaan Dirac Persamaan Scrhödinger merupakan persamaan gelombang yang digunakan pada medan nonrelativistik, persamaan ini hanya dapat digunakan untuk partikel yang memiliki kecepatan lebih kecil dari kecepatan cahaya (v << c) (Aysiah, 2014). Ditinjau dari relativitas khusus, koordinat ruang dan waktu diperlakukan secara sama. Penyelesaian untuk partikel yang bersifat relativistik dapat menggunakan persamaan Klein-Gordon, persamaan Dirac, atau dapat menggunakan persamaan Duffin-Kemmer-Petiau. Persamaan Klein-Gordon memberikan solusi energi negatif dan densitas probabilitas yang negatif, namun hal tersebut tidak mungkin akan terjadi. Pada tahun 1928, Dirac meneliti persamaan konvarian relativistik dari persamaan Schrödinger dan mengusulkan adanya matriks α, β dan energi relativistiknya menjadi orde I (Greiner, 1989). Persamaan Klein-Gordon dan persamaan Dirac memiliki fungsinya masingmasing, kedua persamaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan partikel yang bersifat relativistik. Persamaan Dirac merupakan persamaan gelombang relativistik yang dirumuskan oleh fisikawan kebangsaan Inggris, Paul Andrien Maurice Dirac pada tahun 1928. Persamaan ini mempunyai fungsi yang sama dengan persamaan gelombang yang telah ditemukan oleh Erwin Schrödinger, yakni untuk menemukan solusi fungsi gelombang kuantum yang dapat mendeskripsikan suatu partikel pada skala mikroskopik ketika sedang berada pada kondisi tertentu. Asumsikan partikel memiliki kecepatan lebih kecil dibandingkan kecepatan cahaya, maka energi kinetik yang dimiliki partikel merupakan energi non-relativistik dan solusi yang diperoleh dari persamaan diatas adalah fungsi gelombang yang mendeskripsikan keadaan partikel secara klasik, sedangkan Persamaan Dirac adalah persamaan gelombang yang telah mengikutsertakan keadaan relativistik dari pertikel yang ditinjau (v ~ c), sehingga hasil yang diperoleh dari penyelesaian persamaan Dirac commit to user 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 ini merupakan fungsi gelombang kuantum relativistik dan spektrum energi relativistik (Atkins, 1974). Berdasarkan fungsinya persamaan Dirac dapat digunakan untuk menjelaskan partikel yang bersifat relativistik. Pada dasarnya, partikel-partikel elementer dibagi menjadi dua golongan berdasarkan sifat spin yang dimiliki, yakni: boson dan fermion. Boson merupakan golongan partikel yang berspin kelipatan ½ . ketika partikel bergerak dalam suatu medan dengan kecepatan relativistik, efek spin partikel berasosiasi dengan medan eksternal juga harus dipertimbangkan. Untuk partikel boson, persamaan gelombang yang dapat mendeskripsikan keadaan partikel dalam kondisi tertentu adalah persamaan Klein-Gordon, sedangkan untuk fermion spin ½ adalah persamaan Dirac yang solusinya digunakan untuk meninjau partikel dalam kondisi relativistik. Spin merupakan momentum sudut intrinsik partikel. Efek spin akan terlihat ketika suatu partikel bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, hal ini dikarenakan efek spin terlihat ketika partikel bergerak pada medan magnetik yang homogen dan akan menyebabkan munculnya momen magnetik akibat rotasi pertikel bermuatan terhadap sumbunya. Efek spin semakin jelas ketika partikel bergerak dalam kecepatan yang sangat tinggi (yaitu ๐ฃ ~ ๐). Dalam perkembangannya, mekanika kuantum relativistik kemudian menjadi semakin luas cakupannya dengan memperkenalkan suatu konsep bahwa partikel-partikel mikroskopik di alam sebenarnya merupakan suatu medan yang terkuantitasi. Perluasan mekanika kuantum relativistik ini dinamakan teori medan kuantum (quantum field theory) (Atkins, 1974). Mula-mula akan ditinjau bagaimana Dirac mencari bentuk relativistik dari persamaan gelombang kovarian Schrödinger, ๐๐น ฬ๐น ๐ฤง ๐๐ก = ๐ป (2.1) dengan rapat probabilitas tertentu positif, karena Persamaan (2.1) linier terhadap ฬ juga dapat dijabarkan secara linier turunan waktu, maka operator Hamiltonian ๐ป terhadap turunan spasial. Maka, Persamaan (2.1) dapat dituliskan dalam bentuk pada Persamaan (2.2), ๐๐น ฤง๐ ๐ ๐ ๐ ฬ๐ ๐น ๐ฤง ๐๐ก = [ ๐ (๐ผฬ1 ๐๐ฅ 1 + ๐ผฬ2 ๐๐ฅ 2commit + ๐ผฬ3 ๐๐ฅto + ๐ฝฬ ๐๐] ๐น ≡ ๐ป 3 )user (2.2) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 atau dalam notasi yang lebih sederhana pada Persamaan (2.3). ๐๐น ฤง๐ ๐ฤง ๐๐ก = [ ๐ ∑3๐=1 ๐ผฬ๐ ๐ ๐๐ฅ ๐ ฬ๐ ๐น + ๐ฝฬ ๐๐ ] ๐น ≡ ๐ป (2.3) ๐ผฬ๐ merupakan koefisien matriks sehingga diberi tanda operator. Koefisien ini harus berupa matriks agar Persamaan (2.2) dan Persamaan (2.3) tetap invarian terhadap rotasi koordinat spasial. Karena koefisien ini berbentuk matriks, ๐น tidak dapat menjadi fungsi skalar sederhana, tetapi harus menjadi vektor kolom. ๐น1 (๐ฅ, ๐ก) ๐น (๐ฅ, ๐ก) ) ๐น=( 2 โฎ ๐น๐ (๐ฅ, ๐ก) (2.4) ๐1 ๐ ∗ ๐(๐ฅ) = ๐ † ๐(๐ฅ) = (๐1∗ , ๐2∗ , โฏ , ๐๐∗ ) ( 2 ) = ∑๐ ๐=1 ๐๐ ๐๐ (๐ฅ) โฎ ๐๐ (2.5) yang rapat probabilitasnya merupakan perkalian matriks antara ๐(๐ฅ) dengan konjugatnya (Dirac, 1928). Rapat probabilitas ๐(๐ฅ) juga harus dibuktikan yang merupakan komponen temporal dari four-vector (arus) yang harus memenuhi persamaan kontinuitas, sehingga integral spasial ∫ ๐๐ 3 ๐ฅ konstan terhadap waktu. Hanya dengan demikian interpretasi probabilitas dari ๐(๐ฅ) dapat dijamin. Tampak jelas bahwa fungsi gelombang spin dalam persamaan Pauli. Dengan demikian ๐น dapat disebut spinor. Koefisien ๐ผฬ dan ๐ฝฬ harus kuadratik ๐ × ๐. Maka dapat disimpulkan bahwa Persamaan (2.1) dan Persamaan (2.4) mirip dengan persamaan Schrödinger yang merepresentasikan sistem N persamaan differensial orde pertama yang terkopel dari komponen spinor ๐๐ , ๐ = 1,2, … , ๐. Persamaan (2.2) juga dapat ditulis seperti Persamaan (2.6). ๐ฤง ๐๐น๐ ๐๐ก = ฤง๐ ๐ ∑๐ ฬ1 ๐=1 (๐ผ ๐ ๐๐ฅ 1 ๐ ๐ + ๐ผฬ2 ๐๐ฅ 2 + ๐ผฬ3 ๐๐ฅ 3 ) ๐๐ ฬ ∑๐ ๐ก=1(๐ป๐ )๐๐ ๐น๐ ฬ ๐น๐ + ๐๐ 2 ∑๐ ๐=1 ๐ฝ๐๐ ๐น๐ ≡ (2.6) Persamaan (2.2) adalah bentuk pendek dari Persamaan (2.6), dimana empat ๐ × ๐ matriks (๐ผฬ๐ )๐๐ (๐ = 1,2,3) dan ๐ฝฬ๐๐ diekspresikan dalam bentuk singkat yang biasa untuk matriks ๐ผฬ๐ (๐ = 1,2,3) dan ๐ฝฬ . Lebih lanjut, diperlukan beberapa commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 kondisi untuk merancang persamaan gelombang relativistik yang sesuai, seperti pernyataan dibawah ini: 1. Relasi energi-momentum yang tepat untuk partikel bebas relativistik adalah ๐ธ 2 = ๐2 ๐ 2 + ๐ 2 ๐ 4 , (2.7) 2. Persamaan kontinuitas untuk rapat probabilitas ditunjukkan oleh Persamaan (2.5), dan 3. Kovariansi Lorentz (yaitu invariansi bentuk Lorentz) masing-masing untuk Persamaan (2.2) dan Persamaan (2.6). Pada spin ½ dipelajari dengan cara pendekatan relativistik, maka persamaan Dirac diselesaikan untuk mengetahui masalah pada energi yang tinggi dalam fisika nuklir. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan Dirac, yaitu: supersimetri (SUSY), Nikiforov-Uvarov (NU), serta Metode Iterasi Asimtotik (AIM). Simetri adalah konsep yang digunakan dalam fisika nuklir untuk menjelaskan degeneracies yang diamati oleh model shell orbital (Akcay, 2012). 2.2. Persamaan Dirac Spinor Persamaan Dirac Spinor menjelaskan bahwa gerakan nukleon dengan massa ๐ dalam potensial vektor V(r) dan potensial skalar S(r) plus potensial tensor ๐(๐) adalah Persamaan (2.8), {๐ผฬ โ ๐ฬ + ๐ฝ(๐ + ๐(๐)) − ๐๐ฝ๐ผ โ ๐ฬ ๐(๐)}๐น(๐) = {{๐ธ − ๐(๐)}๐น(๐)} (2.8) E adalah energi relativistik, dan ๐ฬ adalah operator momentum (dimensional momentum operator), −๐∇, ๐ผฬ = ( 0 ๐ ๐ ๐ผ ) ,๐ฝ = ( 0 0 0 ) −๐ผ (2.9) Telah diketahui bahwa ๐ adalah matriks pauli 3 dimensi, I adalah matrik identitas 2 × 2. Kini dapat dipertimbangkan potensial matriks dalam Persamaan (2.8) sebagai potensial spherically simetri. Demikian pula hanya dapat dilihat pada ๐ = |๐โ|, dan pendapat lainnya dimana ฤง = 1, dan ๐ = 1. Kemudian persamaan Dirac dapat dijelaskan pada Persamaan (2.8) adalah keadaan nilai yang mempunyai definisi keseimbangan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 Dengan substitusi nilai matriks Pauli, maka eigenfunction persamaan Dirac menjadi yang ditunjukkan Persamaan (2.10), ๐น (๐) ๐๐ ๐ ๐พ๐๐ (๐, ๐) ๐(๐) ๐ ๐(๐) = ( )=( ๐บ ) ฬ ๐(๐) ๐ ๐๐ ๐พ ๐ (๐, ๐) ๐ (2.10) ๐๐ Diketahui bahwa ๐น๐๐ dan ๐บ๐๐ adalah komponen upper (atas) dan lower ฬ ๐ ๐ (bawah) dari persamaan Dirac. Sedangkan masing-masing ๐พ๐๐ (๐, ๐) dan ๐พ๐๐ (๐, ๐) adalah putaran harmonik bola spin dan harmonik bola pseudospin, dan l adalah bilangan kuantum orbital. Persamaan (2.9) dan Persamaan (2.10) dapat disubstitusi ke dalam Persamaan (2.8), dan menghasilkan Persamaan (2.11). ( 0 ๐ ๐(๐) ๐ ๐ผ )๐( )+( ๐(๐) 0 0 {๐ธ − ๐(๐)} ( ๐(๐) ๐(๐) 0 ) (๐ + ๐(๐)) ( ) − ๐๐ฝ๐ผ โ ๐ฬ ๐(๐) ( )= ๐(๐) ๐(๐) −๐ผ ๐(๐) ) ๐(๐) (2.11) Dari persamaan (2.11) didapatkan persamaan diferensial orde-1 seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan (2.12) dan persamaan (2.13), ๐ ะบ ๐ ะบ (๐๐ + ๐ − ๐(๐)๐น๐๐ (๐)) = (๐ + ๐ธ๐๐ − ๐(๐) + ๐(๐))๐บ๐๐ (๐), (๐๐ − ๐ + ๐(๐)๐บ๐๐ (๐)) = (๐ − ๐ธ๐๐ + ๐(๐) + ๐(๐))๐น๐๐ (๐) (2.12) (2.13) Manipulasi dari Persamaan (2.12) dan Persamaan (2.13) akan menghasilkan persamaan Dirac bagian radial untuk spin simetri dan pseudospin simetri untuk komponen upper (atas) dan lower (bawah), seperti yang terlihat pada Persamaan (2.14) dan Persamaan (2.15). ๐2 {๐๐ 2 − ะบ(ะบ+1) ๐2 + 2ะบ ๐ d๐ ๐(๐) − ๐ 2 (๐)} ๐น๐ะบ (๐) − { d๐ + ๐ด(๐)(๐ + ๐ธ๐ะบ − โ(๐))} ๐น๐ะบ (๐) = (๐ + ๐ธ๐ะบ − โ(๐))(๐ − ๐ธ๐ะบ )๐น๐ะบ (๐) ๐2 {๐๐ 2 − ะบ(ะบ−1) ๐2 + 2ะบ ๐ (2.14) d๐ ๐(๐) − ๐ 2 (๐)} ๐บ๐ะบ (๐) + { d๐ + โ(๐)(๐ − ๐ธ๐ะบ + ๐ด(๐))} ๐บ๐ะบ (๐) = (๐ + ๐ธ๐ะบ )(๐ − ๐ธ๐ะบ + ๐ด(๐))๐บ๐ะบ (๐) commit to user (2.15) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 Dari Persamaan (2.14) dan Persamaan (2.15), dapat ditulis kembali menjadi komponen upper dan lower persamaan Dirac bagian radial, seperti Persamaan (2.16) dan Persamaan (2.17). ๐2 {๐๐ 2 − ะบ(ะบ+1) ๐2 + 2ะบ ๐ ๐(๐) − ๐ 2 (๐) dโ ๐ ะบ ( + −๐(๐)) d๐ ๐๐ ๐ d๐ − d๐ } ๐น๐ะบ (๐) + ( (๐+๐ธ ๐ะบ −โ(๐)) ) ๐น๐ะบ (๐) + (๐ + ๐ธ๐ะบ − โ(๐))(๐ธ๐ะบ − ๐ − ๐ด(๐))๐น๐ะบ (๐) = 0 ๐2 {๐๐ 2 − ะบ(ะบ−1) ๐2 + 2ะบ ๐ ๐(๐) − ๐ 2 (๐) (2.16) d๐ด ๐ ( d๐ ะบ ๐ − +๐(๐)) ๐๐ + d๐ } ๐บ๐ะบ (๐) + (d๐ (๐−๐ธ ๐ะบ +๐ด(๐)) (๐ + ๐ธ๐ะบ − โ(๐))(๐ธ๐ะบ − ๐ − ๐ด(๐))๐บ๐ะบ (๐) = 0 ) ๐บ๐ะบ (๐) + (2.17) Dimana ∑(๐) = ๐(๐) + ๐(๐) adalah jumlah potensial vektor dan skalar. Sedangkan โ(๐) = ๐(๐) − ๐(๐) adalah perbedaan antara potensial vektor dan skalar (Suparmi, et.al., 2013). Pada kasus spin simetri, diketahui nilai ะบ(ะบ + 1) = ๐(๐ + 1) mengarah ke, ะบ = −(๐ + 1) = −(๐ + 1⁄2) → ๐ = ๐ + 2 , ะบ < 0, (2.18) ะบ = ๐ = (๐ + 1⁄2) → ๐ = ๐ − 2 , ะบ > 0, (2.19) 1 1 Perbedaan dan jumlah pada potensial vektor dan potensial skalar adalah, โ(๐) = ๐ถ๐ , ๐ด(๐) = ๐(๐) (2.20) Serupa dengan argumentasi pada kasus pseudospin simetri untuk persamaan tipe-Schrödinger. Sedangkan dalam kasus pseudospin simetri, didapatkan nilai ฬ ฬ + 1) yang memberikan, ะบ(ะบ − 1) = ๐ (๐ ะบ = −๐ ฬ = −(๐ + 1⁄2) → ๐ ฬ = ๐ + 1, ๐ = ๐ + 1⁄2 , ะบ < 0, (2.21) ะบ = ๐ ฬ + 1 = (๐ + 1⁄2) → ๐ ฬ = ๐ − 1, ๐ = ๐ − 1⁄2 , ะบ > 0, (2.22) dimana ะบ adalah bilangan kuantum pada orbit spin. Pada kasus pseudospin simetri untuk penjumlahan dan perbedaan diantara potensial vektor dan potensial skalar seperti, ๐ด(๐) = ๐ถ๐๐ , โ(๐) = −๐(๐) (2.23) Kedua Persamaan Dirac untuk kasus eksak spin simetri dan kasus eksak pseudospin simetri dipecahkan menggunakan Metode Iterasi Asimtotik (AIM) (Suparmi, et.al., 2014). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 2.3. Potensial Khusus Menurut hipotesa Bohr, atom terdiri dari beberapa elektron yang bergerak melingkar mengelilingi inti atom. Gerakan atom yang dijelaskan dari hipotesa tersebut merupakan gerakan gaya yang mengarah ke sentral atau memiliki potensial sentral. Suatu partikel bergerak tidak hanya mengelilingi intinya, tetapi juga bergerak secara anguler, gerakan gaya dari pertikel yang tidak hanya mengarah ke pusat (inti) merupakan gerakan yang bersifat non-sentral sehingga dalam menjelaskan prilaku suatu pertikel perlu memperhatikan gerakan non-sentral dari partikel tersebut (Aysiah, 2014). Operator Hamiltonian dapat menjelaskan suatu pertikel yang berpindah pada sebuah potensial V(q1,q2,q3). Operator Hamiltonian dapat ditunjukkan seperti pada Persamaan (2.24). ฬ= ๐ป = = 1 2๐ −ฤง2 ( 2๐ −ฤง2 2๐ (๐12 + ๐22 + ๐32 ) + ๐(๐1 , ๐2 , ๐2 ) ๐2 ๐๐1 2 + ๐2 ๐๐2 2 + ๐2 ๐๐3 2 ) + (๐(๐1 ) + ๐(๐2 ) + ๐(๐3 )) ∇ + ๐(๐1 + ๐2 + ๐3 ) (2.24) Potensial yang dialami oleh suatu partikel yang berpindah dibagi menjadi dua yaitu, potensial sentral dan potensial non-sentral. 2.3.1. Potensial Sentral (spherically symmetric) Potensial sentral merupakan potensial yang terjadi pada perpindahan partikel yang hanya bergantung pada r, (q1,q2,q3) pada Persamaan (2.18) tergantung pada r (jarak dari pusat). Jika menggunakan koordinat bola potensial sentral tidak tergantung pada koordinat ๐ dan ๐. 2.3.2. Potensial Non-Sentral Gerakan dari partikel yang tidak hanya mengarah ke pusat (inti) merupakan gerakan yang bersifat non-sentral. Persamaan umum dari potensial non-sentral adalah seperti yang ditunjukkan Persamaan (2.25) (Aysiah, 2014). ๐(๐, ๐, ๐) = ๐(๐) + ๐(๐) ๐2 ๐(๐) + commit ๐ 2 sin2 ๐ to user (2.25) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 2.4. Potensial Sentral Radial Eckart plus Potensial Manning Rosen yang dikopling dengan Potensial Tensor Tipe-Coulomb Pada pendekatan non-relativistik, yaitu ketika menentukan pertikel bernilai kecil jika dibandingkan dengan m (p<< m), partikel Dirac spin ½ dapat disajikan dalam fungsi gelombang komponen-dua pada teori Pauli. Pada pendekatan ini berdasarkan kenyataan bahwa dua dari empat komponen fungsi Dirac nilainya menjadi kecil ketika momentumnya kecil. Fungsi gelombang relativistik pada Pauli-Dirac (Hamzavi and Rajabi, 2013) dinyatakan pada Persamaan (2.26). ๐๐๐ ๐ (๐โ)๐๐๐ (๐, ๐) โโโโ ๐น (๐) ๐(๐โ) = ( ๐๐ ) = ๐๐๐๐ ๐ฬ ๐บ๐๐ (๐โ) (๐โ)๐๐๐ (๐, ๐) ๐ (2.26) ๐ โโโโ dan ๐บ๐๐ (๐โ) Persamaan (2.26) sama seperti Persamaan (2.10), dimana ๐น๐๐ (๐) merupakan fungsi gelombang spin atas (upper) dan pseudospin bawah (lower), dan ฬ ๐ ๐ (๐, ๐) dan ๐๐๐ ๐๐๐ (๐, ๐) merupakan spin dan pseudospin harmonik bola. Pensubstitusian pada Persamaan (2.26) maka akan didapatkan Persamaan (2.27) dan Persamaan (2.28). ๐ โ ๐ ๐บ(๐) = [๐ธ − ๐(๐) − ๐ − ๐(๐)]๐น(๐) (2.27) ๐ โ ๐ ๐น(๐) = [๐ธ − ๐(๐) + ๐ − ๐(๐)]๐บ(๐) (2.28) Ada beberapa kasus untuk persamaan Dirac antara eksak spin simetri dan eksak pseudospin simetri. Untuk kasus eksak spin simetri perbedaan antara vektor potensial dan skalar potensial adalah konstan (Cs = V – S = Konstan) dan untuk kasus eksak pseudospin simetri jumlah antara vektor potensial dan skalar potensial adalah konstan (Cs = V + S = konstan). Pada kasus spin simetri yang eksak nilai Cs = 0, sehingga pada kasus khusus spin simetri yang eksak nilai V = S. Potensial Radial Eckart plus Manning Rosen yang dikopling dengan potensial tensor Tipe-Coulomb digeneralisasikan dengan parameter deformasi. Parameter deformasi ini muncul dalam fungsi harmonik dan fungsi hyperbolic. Fungsi yang mengandung parameter ini umumnya disebut fungsi hiperbolik standar. Fungsi ini pertama kali diperkenalkan oleh Arai (1991). Rentang parameter didefinisikan seperti berikut: commit to user perpustakaan.uns.ac.id sinh ๐ฅ = digilib.uns.ac.id 14 ๐ ๐ฅ −๐ −๐ฅ 2 cosh ๐ฅ = ; 1 ๐ ๐ฅ +๐ −๐ฅ 1 ; sech ๐ฅ = cosh ๐ฅ ′; tanh ๐ฅ = cosh ๐ฅ ′ ; coth ๐ฅ = sinh ๐ฅ ′ ; 2 sinh ๐ฅ csch ๐ฅ = sinh ๐ฅ ′; cosh ๐ฅ (2.29) Merupakan hal yang mudah untuk membuktikan bahwa identitas trigonometrik dan hiperbolik dari kedua fungsi (Zhang, et. al., 2005). cosh2 ๐ฅ − sinh2 ๐ฅ = 1; (2.30) (sinh ๐ฅ)′ = cosh ๐ฅ; (2.31) (cosh ๐ฅ)′ = sinh ๐ฅ; (2.32) (tanh ๐ฅ)′ = sech2 ๐ฅ; (2.33) 2.4.1. Generalisasi potensial Sentral Radial Eckart hyperbolic dengan parameter fungsi hiperbolik ke dalam persamaan umum Radial Eckart Pada fungsi hiperbolik yang telah tersedia, potensial Radial Eckart hiperbolik dapat digeneralisasikan dengan parameter yang ada ke dalam persamaan umum potensial Radial Eckart, seperti pada Persamaan (2.34). ๐ ๐ − ๐ ๐ 1 ๐๐ธ (๐) = 4๐2 (๐0 ๐ 2 − (1−๐ ๐ ) − ๐1 − (1+๐ ๐ ) ๐ − (1−๐ ๐ ) ) (2.34) Persamaan diatas dapat diselesaian menggunakan fungsi hiperbolik standar. Mula-mula persamaan (2.34) diselesaikan menggunakan cara pembagian dengan ๐ variable ๐ −2๐ . Namun, persamaan tersebut dipisah menjadi dua buah deret, deret pertama adalah yang terdapat variable ๐0 dan deret kedua adalah yang mempunyai variable ๐1. Deret pertama: ๐1 (๐) = [ 1 ๐ 2 − (1−๐ ๐ ) ] (2.35a) Persamaan (2.35a) dikalikan dengan 1 − ๐ ๐ 2๐ menjadi, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 1 ๐1 (๐) = ๐ 2 − ๐ ๐ 1 ( ๐− ๐) − − ๐ 2๐ ๐ 2๐ [ (2.35b) ] Perlu diketahui bahwa : ๐ 2 ๐ (๐ −2๐ ) = ๐ −๐ , ๐ (2.36) ๐ 2๐ (๐ −๐ โ ๐ −๐ ) = ๐ − ๐ , ( ๐ 1 ๐ − ๐ 2๐ ) = ๐ 2๐ , ๐ ( (2.37) − ๐ ๐ ๐ − ๐ 2๐ (2.38) ๐ ) = ๐ −2๐, (2.39) Maka pada Persamaan (2.38) dan Persamaan (2.39) bisa digunakan pada Persamaan (2.35b), menjadi Persamaan (2.35a). ๐1 (๐) = [ 1 ๐ ๐ 2 − (๐ 2๐ −๐ 2๐ ) ] (2.35c) Pada Persamaan (2.35c) digunakan fungsi hiperbolik standar yang ditunjukkan persamaan (2.29), maka persamaan diatas akan menjadi Persamaan (2.35d). ๐1 (๐) = [ 1 ๐ 2 ) 2๐ (2 sinh ] (2.35d) Maka Persamaan (2.35d) dapat diubah ke bentuk persamaan umum Radial Eckart pada deret pertama seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.35e). ๐1 (๐) = 1 4 sinh2 (2.35e) ๐ 2๐ Persamaan (2.35e) adalah hasil dari deret pertama penyelesaian dari potensial Radial-Eckart dari Persamaan (2.34). Selanjutnya adalah penyelesaian deret kedua, seperti yang ditunjukkan Persamaan (2.40b). ๐ ๐2 (๐) = [ − (1+๐ ๐ ) ๐ ] (2.40a) − (1−๐ ๐ ) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 Persamaan (2.40a) dikalikan dengan 1 − ๐ ๐ 2๐ menjadi, ๐ − ๐ ๐ ( ๐+ ๐) − − ๐ 2๐ ๐ 2๐ 1 ๐2 (๐) = (2.40b) ๐ − ๐ ๐ ( ๐− ๐) − − ๐ 2๐ ๐ 2๐ 1 [ ] Pada Persamaan (2.40b) menggunakan pendekatan pada Persamaan (2.38) dan Persamaan (2.39), maka Persamaan (2.40b) dapat dituliskan seperti Persamaan (2.40c). ๐ ๐ ๐ ๐ − ๐ 2๐ +๐ 2๐ ๐2 (๐) = [ − ๐ 2๐ −๐ 2๐ ] (2.40c) Persamaan (2.40c) dapat disederhanakan menggunakan fungsi hiperbolik standar pada Persamaan (2.29) menjadi Persamaan (2.40d). ๐2 (๐) = ๐ 2๐ ๐ 2 sinh 2๐ 2 cosh (2.40d) Maka Persamaan (2.40d) juga dapat disederhanakan kembali menggunakan fungsi hiperbolik pada persamaan (2.29), menjadi seperti yang ditunjukkan Persamaan (2.40e). ๐ ๐2 (๐) = coth 2๐ (2.40e) Persamaan potensial Radial-Eckart pada (2.34), maka menjadi Persamaan (2.41). 1 ๐๐ธ (๐) = 4๐2 (๐0 ๐1 (๐) − ๐1 ๐2 (๐)) 1 ๐๐ธ (๐) = 4๐2 (๐0 1 4 sinh2 ๐ 2๐ ๐ − ๐1 coth 2๐) (2.41) Persamaan (2.41) nantinya akan digunakan dalam kombinasi potensial yang disubstitusi pada persamaan Dirac Spinor. Potensial Eckart sering digunakan untuk memperkirakan koreksi mekanika kuantum untuk konstanta laju kimia teoritis yang ditentukan. Modifikasi bentuk potensial ini dengan faktor sentrifungal. Potensial Eckart dapat diaplikasikan untuk menjelaskan vibrasi molekul dan gaya antar molekul (Sari, 2015). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 2.4.2. Persamaan umum potensial sentral Manning-Rosen dan Tensor TipeCoulomb dalam bentuk radial hiperbolik Potensial yang belum terselesaikan dalam persamaan Dirac salah satunya adalah potensial Manning Rosen. Potensial Manning-Rosen adalah model potensial yang digunakan untuk menerangkan tingkah laku getaran molekul antar atom (Hakim, 2013), potensial Manning Rosen yang digunakan adalah potensial bagian radial, persamaan potensial Manning Rosen secara matematis dapat ditulis seperti pada Persamaan (2.42). 1 ๐๐๐ = 4๐2 ( ๐ฃ(๐ฃ−1) sinh2 ๐ 2๐ ๐ − 2๐ coth 2๐) (2.42) Sedangkan potensial Tensor Tipe-Coulomb yang digunakan seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.43). ๐ป ๐(๐) = − ๐ ~ ๐ป ≈ ๐๐ 2 (2.43) Persamaan (2.43) adalah persamaan Tensor Tipe-Coulomb yang termasuk dalam bagian potensial sentral, maka dari itu persamaan tersebut adalah bentuk radial dari potensial Tensor Tipe-Coulomb. Potensial pada Persamaan (2.41), Persamaan (2.42), dan Persamaan (2.43) adalah potensial-potensial kombinasi yang akan disubstitusikan pada persamaan Dirac Spinor yang sudah dibagi menjadi dua kasus yakni eksak spin simetri dan eksak pseudospin simetri yang ditunjukkan pada Persamaan (2.16) dan Persamaan (2.17). 2.5. Asymptotic Iteration Method (AIM) Salah satu metode yang digunakan dalam memecahkan persamaan Schrödinger seperti penghalang sentrifugal dan/atau spin yang menjadi istilah orbit penghubung disebut dengan Metode Iterasi Asimtotik. Untuk potensial yang diberikan adalah bagaimana cara mengubah persamaan Schrödinger untuk linier pada persamaan diferensial orde dua homogen, dimana fungsi khususlah yang menjadi solusinya. Asymptotic Iteration Method (AIM) atau metode iterasi asimtotik merupakan salah satu metode untuk memperoleh penyelesaian secara eksak dari persamaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 diferensial orde dua, dalam bentuk seperti pada Persamaan (2.44) (Rostami & Motavali, 2008). ๐ฆ๐ "(๐ฅ) − ๐0 (๐ฅ) ๐ฆ๐ ′(๐ฅ) − ๐0 (๐ฅ) ๐ฆ๐ (๐ฅ) = 0 (2.44) ๐0 (๐ฅ) ≠ 0, ๐0 (๐ฅ) merupakan koefisien dari persamaan diferensial dan n menyatakan bilangan kuantum, dengan men-diferensialkan Persamaan (2.44) terhadap x, maka akan diperoleh Persamaan (2.45). ๐ฆ๐ ′′′ − ๐1 (๐ฅ) ๐ฆ๐ ′(๐ฅ) − ๐1 (๐ฅ) ๐ฆ๐ (๐ฅ) = 0 (2.45) Dimana ๐1 (๐ฅ) = ๐0 ′ + ๐0 2 + ๐0 dan ๐1 (๐ฅ) = ๐0 ′ + ๐0 ๐0 . Diferensial ke-dua dari persamaan (2.45), adalah seperti yang ditunjukkan Persamaan (2.46). ′ ๐ฆ๐ ′′′ − ๐2 (๐ฅ) ๐ฆ๐ ′(๐ฅ) − ๐2 (๐ฅ) ๐ฆ๐ (๐ฅ) = 0 ′ (2.46) ′ Dimana ๐2 (๐ฅ) = ๐1 + ๐1 ๐0 + ๐1 dan ๐2 (๐ฅ) = ๐1 + ๐0 ๐1, hasilnya akan sama hingga differensial ke-i, yang dituliskan pada Persamaan (2.47). ๐ฆ๐ ๐ (๐ฅ) − ๐๐−2 (๐ฅ) ๐ฆ๐ ′(๐ฅ) − ๐๐−2 (๐ฅ) ๐ฆ๐ (๐ฅ) = 0 (2.47) dimana, ๐๐ (๐ฅ) = ๐๐−1 ′ + ๐๐−1 ๐0 + ๐๐−1, ๐๐ (๐ฅ) = ๐๐−1 ′ + ๐0 ๐๐−1 , ๐ = 1,2,3, … (2.48) Dari persamaan (2.47) akan diperoleh hubungan seperti pada Persamaan (2.49. ๐ฆ๐ (๐+2) (๐ฅ) ๐ฆ๐ (๐+1) (๐ฅ) = ๐ ๐๐ [ ๐ฆ๐′ (๐ฅ)+ ๐ ๐ฆ๐ (๐ฅ)] ๐๐ ๐ ๐๐−1 [ ๐ฆ๐′ (๐ฅ)+ ๐−1 ๐ฆ๐ (๐ฅ)] ๐๐−1 ′ (2.49) Hal ini menggunakan aspek asimtotik dari metode iterasi untuk nilai i yang cukup besar, seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.50). ๐๐ ๐๐ ๐ = ๐๐−1 ≡ ๐ผ (2.50) ๐−1 Maka persamaan (2.49) dapat diubah menjadi Persamaan (2.51) yang lebih sederhana, ๐ฆ๐ (๐+2) (๐ฅ) ๐ฆ๐ (๐+1) (๐ฅ) ๐๐ =๐ (2.51) ๐−1 Selanjutnya dengan mengintegralkan Persamaan (2.51), akan diperoleh Persamaan (2.52). commit to user perpustakaan.uns.ac.id ๐ฆ๐ (๐+1) digilib.uns.ac.id 19 (๐ฅ) = ๐ถ ๐ ๐ ∫๐ ๐ ๐๐ฅ ๐−1 , (2.52) ๐ถ adalah konstanta yang muncul dari hasil integral, dengan menggunakan Persamaan (2.48) dan Persamaan (2.50), maka Persamaan (2.52) dapat menjadi seperti Persamaan (2.53). ๐ฆ๐ (๐+1) (๐ฅ) = ๐ถ๐๐−1 ๐ ∫[๐ผ(๐ฅ)+๐0 (๐ฅ)]๐๐ฅ (2.53) Persamaan (2.53), kemudian disubstitusikam ke dalam Persamaan (2.47), maka akan diperoleh persamaan differensial pertama pada persamaan (2.54). ๐ฆ๐ ′ (๐ฅ) + ๐ผ ๐ฆ๐ (๐ฅ) − ๐ถ๐ ∫[๐ผ(๐ฅ)+๐0 (๐ฅ)]๐๐ฅ = 0 (2.54) Solusi umum dari persamaan diferensial (2.54) seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (2.55). ๐ฆ๐ (๐ฅ) = ๐ − ∫ ๐ผ(๐ฅ)๐๐ฅ [๐ถ ′ + ๐ถ ∫ ๐ ∫[๐0 (๐ฅ)+2๐ผ(๐ฅ)]๐๐ฅ ๐๐ฅ], (2.55) Dimana ๐ถ ′ adalah konstanta baru yang muncul akibat operasi integral. Maka harga eigennilai energi dapat diperoleh dari operasi akar sesuai kondisi pada Persamaan (2.56) (Rostami & Motavali, 2008). ๐๐ (๐ฅ)๐ ๐−1 (๐ฅ) − ๐๐−1 (๐ฅ)๐ ๐ (๐ฅ) = 0 = โ๐ , ๐ = 12,3, … (2.56) Walaupun Persamaan (2.55) adalah solusi dari Persamaan (2.44), namun hanya akan diambil nilai koefisien C adalah nol untuk memperoleh solusi akar dari integral, sehingga persamaan (2.55) dapat diubah menjadi seperti Persamaan (2.57). ๐ฆ๐ (๐ฅ) = ๐ถ ′ ๐ − ∫ ๐ผ๐(๐ฅ)๐๐ฅ (2.57) Persamaan (2.57) adalah penyelesaian dari Persamaan (2.44) yang akan digunakan untuk menentukan persamaan fungsi gelombang persamaan Dirac (Solyu dkk., 2008). Berdasarkan Falaye dkk. (2012), Persamaan (2.57) dapat diselesaikan dengan menggunakan Persamaan (2.58). ๐ฆ๐ (๐ฅ) = (−1)๐ ๐ถ ′ (๐ + 2)๐ (๐)๐2 ๐น1 (−๐, ๐ + ๐, ๐, ๐๐ฅ ๐+2 ) (2.58) Dengan, (๐)๐ = ๐ค(๐+๐) ๐ค(๐) ,๐ = 2๐+๐+3 Parameter-parameter ๐+2 ๐= pada (2๐+1)๐+2๐ก (2.59) (๐+2)๐ Persamaan (2.59) diperoleh dengan membandingkan persamaan tipe AIM pada Persamaan (2.54) dengan persamaan (2.60). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 ๐ก๐ฅ ๐+1 ๐ฆ ′′ (๐ฅ) = 2 (1−๐๐ฅ ๐+2 − ๐+1 ๐ฅ ๐ ๐ ) ๐ฆ ′ (๐ฅ) − 1−๐๐ฅ๐ฅ ๐+2 (2.60) Dari perbandingan tersebut akan diperoleh konstanta-konstanta yang diperlukan untuk memperoleh konstanta pada Persamaan (2.59), sehingga dapat ditentukan fungsi gelombang dengan mengacu pada Persamaan (2.58) (Pratiwi, 2015). commit to user