Rumah sakit adalah - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
2.1.1. Definisi Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization), Rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan
paripurna
(komprehensif),
penyembuhan
penyakit
(kuratif)
dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medis. Berdasarkan
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
perorangan
secara
paripurna
yang
menyediakan pelayanan rawat inap,rawat jalan, dan gawat darurat.
2.1.2. Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan. Konsep fungsi rumah sakit yang tradisional yaitu sebagai tempat
pengobatan penderitaan diluar tempat tinggal pasien (Taurany, 1985). Sedangkan
fungsi rumah sakit yang ideal saat ini adalah tempat dimana bukan saja orang sakit
yang mencari dan menerima perawatan, namun juga tempat dimana pendidikan klinis
diberikan kepada para mahasiswa kedokteran, para perawat dan seluruh ahli
Universitas Sumatera Utara
kesehatan. Sedangkan menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah: (a)
penyelenggara pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit. (b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan
melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis. (c) Penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. (d)
Penyelenggaraan dan pengembangan serta penapisanteknologi bidang kesehatan
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahuan bidang kesehatan.
Rumah sakit adalah salah satu sistem kesehatan yang paling kompleks dan
paling efektif di dunia (Rowland,1984). Hal ini disebabkan karena rumah sakit
merupakan lembaga padat modal, padat karya, padat teknologi dan padat masalah
yang dihadapi (Aditama, 2000) sehingga ilmu pengelolaan sebuah rumah sakit juga
kompleks dengan disiplin ilmu, Antara lain ilmu kedokteran, keperawatan, teknik,
ekonomi, hukum maupun hubungan masyarakat (Adikoesomo, 1997).
2.1.3. Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:
a. Bed OccupancyRate (BOR): angka penggunaan tempat tidur.
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah
sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas
perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %)
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu
pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
Jumlah Hari Perawatan
BOR = ——————————————- X 100 %
Jumlah Tempat Tidur X Periode
BOR
= Bed Occupancy Rate atau Tingkat Hunian RS (dalam
bentuk persentase)
Hari Perawatan (HP)
= Banyaknya pasien yang dirawat dalam 1 hari periode.
Jumlah Tempat Tidur = Banyaknya tempat tidur yang ada/yang beroperasional di
RS (Rumah Sakit) .
Jadi data HP ini diambil dari jumlah pasien yang dirawat setiap hari dan
diakumulasikan dalam periode tertentu, misalnya : Mingguan, Bulanan, Triwulan
atau Tahunan. BOR optimal adalah berkisar antara 65 % sampai 85%.
b. Average Length of Stay (AvLOS): rata-rata lamanya pasien dirawat
AvLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AvLOS yang ideal antara 6-9 hari.
c. Bed Turn Over (BTO): angka perputaran tempat tidur
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali
tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun,
satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Universitas Sumatera Utara
d. Turn Over Interval (TOI): tenggang perputaran
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi
hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3
hari.
e. Net Death Rate ( NDR ) : angka kematian netto.
NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap – tiap 1000
penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah
sakit. Semakin rendah NDR suatu rumah sakit berarti bahwa mutu pelayanan rumah
sakit tersebut semakin baik. Nilai NDR yang masih dapat ditolerir adalah kurang dari
25 per 1000 pasien keluar.
f. Gross Death Rate ( GDR ) : angka kematian brutto.
GDR adalah angka kermatian umum untuk setiap 1000 penderita keluar,
digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/ perawatan rumah sakit. Semakin
rendah GDR berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Nilai GDR
seyogianya tidak lebih dari 45 per 1000 pasien keluar.
2.1.4. Mutu Pelayanan
Sebagai bentuk produk yang tak berwujud (intangibles), jasa (service)
memiliki kharakteristik tersendiri, antara lain dalam proses penyampaian produk,
dimana pada umumnya produsen lebih banyak harus berhadapan langsung dengan
para konsumen maupunpenggunanya. Demikian halnya dengan bentuk jasa pelayanan
kesehatan disebuah rumah sakit, dimana kemampuan menyampaikan produk secara
Universitas Sumatera Utara
berkualitas kepada para konsumen, sangat ditentukan oleh kapasitas dan kapabilitas
yang dimiliki para tenaga medis, paramedis, maupun tenaga non medis lainnya,
dalam melayani kebutuhan pasien ataupun keluarga pasien sebagai konsumen
ataupun pengguna jasanya tadi.
Anggreni (2011) yang mengutip pernyataan Crosby, bahwa mutu adalah
kepatuhan terhadap standar yang telah ditentukan. Dengan demikian mutu pelayanan
kesehatansebagai produk jasa adalah totalitas dari wujud serta ciri dari pelayanan
kesehatan yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau
pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa.
Batasan mutu pelayanan yang dipandang cukup penting menurut Azwar
(1996) adalah:
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang
diamati.
2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.
3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan, yang
didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau
terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan
tersebut.
4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Mutu pelayanan
dapat diketahui apabilatelah dilakukan penelitian sebelumnya, baik terhadap
tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan
penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Namun
Universitas Sumatera Utara
penilaian ini tidak lah mudah mengingat mutu pelayanan bersifat multi
dimensional. Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan,pasti
mempunyai pandangan yan berbeda tentang unsur yang penting dalam mutu
layanan kesehatan. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh terdapatnya
perbedaan dalam latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaaan,
pengalaman, lingkungan, dan kepentingan. Dimensi mutu dari pemakai jasa
pelayanan berbeda dengan dimensi mutu yang dianut penyelenggara pelayanan
kesehatan dan berbeda pula dengan dimensi mutu dari penyandang dana
pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevos yang dikutip Azwar
(2005) membuktikan adanya perbedaan dimensi mutu pelayanan kesehatan:
1) Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait
pada dimensi tanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas
dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien.
2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait
pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam
menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
3) Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih
terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan,
dan atau kemampuan menekan beban biaya penyandang dana.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml (1998)
yang dikutip oleh Tjiptono (2004) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang
digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut:
1) Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu
perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan
dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa
yang meliputi fasilitas fisik (gedung, kamar, ruang operasi dan lain sebagainya),
perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi),serta penampilan
pegawainya.
2) Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan
akurasi yang tinggi.
3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan,
dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam
kualitas pelayanan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir
dapat dipastikan akan berubah dengan kecendrungan naik dari waktu ke waktu.
Universitas Sumatera Utara
4) Jaminan (assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan
staf dalam menangani setiap pelanggan yang diberikan sehingga mampu
menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Assurance adalah
dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan prilaku
front-line staf dan menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para
pelanggannya.
5) Empati (emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus yang bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan memilki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan
secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan. Pelanggan kelompok menengah keatas mempunai harapan yang tinggi
agar perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi.
Menurut Suryani (2008) yang mengutip pendapat Parasuraman, Zeihaml, dan
Berry, merumuskan sebuah model mutu jasa yang menggarisbawahi ketentuan
penting yang perlu dipatuhi pemberi jasa supaya bisa melayani jasa sesuai dengan
pengharapan konsumen. Model ini mengidentifikasikan lima kesenjangan yang
menyebabkan gagalnya pelayanan jasa sebagai berikut :
1) Kesenjangan pengharapan konsumen dengan persepsi manajemen. Manajemen
tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan konsumen.
2) Kesenjangan persepsi manajemen dengan spesifikasi mutu jasa. Manajemen
barangkali belum menetapkan standar mutu atau standar mutu yang sangat jelas.
Universitas Sumatera Utara
3) Kesenjangan spesifikasi mutu jasa dengan pemberian jasa. Ada banyak faktor
yang mempengaruhi pemberi jasa. Tenaga yang belum cukup terlatih, beban
kerja yang terlalu berat, Moril personal yang masih rendah, kemungkinan adanya
alat yang rusak.
4) Kesenjangan penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal. Pengharapan
konsumen dipengaruhi oleh janji yang diutarakan oleh pemberi jasa melalui
media komunikasi, misalnya brosur rumah sakit yang menunjukan gambar kamar
yang sangat menawan tetapi pasien mendapatkan kamar yang kecil dan tak
terawat, maka kekeliruannya terletak pada pengharapan – pengharapan yang
diciptakan oleh komunikasi eksternal tersebut.
5) Kesenjangan jasa yang dinikmati konsumen dengan jasa yang diharapkan
konsumen. Kesenjangan ini timbul bila satu atau lebih kesenjangan –
kesenjangan yang telah disebutkan diatas terjadi.
Para peneliti tadi juga menyusun daftar kriteria utama yang menjadi penentu
mutu jasa. Kriteria-kriteria ini adalah sebagai berikut :
1) Akses, Jasa harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai pada saat
yang tidak merepotkan dan cepat.
2) Komunikasi, Jasa harus diuraikan dengan jelas dalam Bahasa yang mudah
dimengerti oleh konsumen.
3) Kompetensi, Karyawan harus memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan.
4) Kesopanan, Karyawan harus bersikap ramah, penuh hormat dan penuh perhatian.
Universitas Sumatera Utara
5) Kredibilitas, Perusahaan dan karyawan harus bisa dipercayai dan memahami
keinginan utama yang diharapkan konsumen.
6) Reliabilitas, Jasa harus dilaksanakan dengan konsisten dan cermat.
7) Cepat-tanggap, Karyawan harus memberikan tangapan dengan cepat dan kreatif
atas permintaan dan masalah konsumen.
8) Kepastian, Jasa harus bebas dari bahaya, resiko, atau hal – hal yang meragukan.
9) Hal – hal yang berwujud, Hal – hal yang berwujud pada sebuah jasa harus
dengan tepat memproyeksikan mutu jasa yang akan diberikan.
10) Memahami / mengenali konsumen, Karyawan harus berusaha memahami
kebutuhan – kebutuhan konsumen dan memberikan perhatian secara individu.
Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Jacobalis, bahwa
kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan atas
beberapa aspek, diantaranya adalah :
a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan
tenaga profesi lainnya.
b. Efisiensi dan efektivitas
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat
berdaya guna dan berhasil guna.
c. Keselamatan pasien
Aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien.
Universitas Sumatera Utara
d. Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap
lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan,
keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.
Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Muslihuddin, mutu
asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila :
a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.
b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata pengelola
rumah sakit.
Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya
pasien. Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :
a. Petugas menerima pasien dan dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus
mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan
segera.
b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat kepercayaan bahwa
pengobatan yang diterima dimulai secara benar.
c. Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan
kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.
d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit.
e. Peralatan yang memadai dengan operator yang professional.
f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.
Universitas Sumatera Utara
Tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar
dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah
sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan
mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran
dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dari rumah
sakit. Menurut Anjaryani (2009) yang mengutip pernyataan Donabedian, menyatakan
bahwa perilaku dokter dalam aspek manajemen, manajemen lingkungan sosial,
manajemen psikologi dan manajemen terpadu, manajemen kontinuitas dan koordinasi
kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal, yaitu :
a. Ketepatan diagnosis
b. Ketepatan dan kecukupan terapi
c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap.
d. Koordinasi perawatan secara kontiniuitas bagi semua anggota keluarga.
2.2. Perusahaan
2.2.1. Definisi Perusahaan
Perusahaan adalah organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok
orang atau badan lain yang kegiatannya melakukan produksi dan distribusi guna
memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Kegiatan produksi dan distribusi dilakukan
dengan menggabungkan berbagai faktor produksi, yaitu manusia, alam dan modal.
Kegiatan produksi dan distribusi umumnya dilakukan untuk memperoleh laba
(Admin,2012). Namun ada juga kegiatan produksi yang tujuannya bukan untuk
Universitas Sumatera Utara
mencari laba. Seperti yayasan sosial, keagamaan, dll. Hasil suatu produksi dapat
berupa barang dan jasa.
Secara garis besar perusahaan dapat digolongkan menjadi:
1. Perusahaan Jasa (service firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya menjual jasa.
Contohnya adalah kantor akuntan, kantor pengacara, Salon dll.
2. Perusahaan Dagang (merchandising firm) yaitu perusahaan yang kegiatannya
membeli barang jadi dan menjualnya kembali tanpa melakukan pengolahan
terhadap barang tersebut.Contohnya dealer, Toserba, toko kelontong, dll.
3. Perusahaan Manufaktur / Pabrik / Industri (manufacturing firm) yaitu perusahaan
yang kegiatannya mengolah bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian
menjual barang jadi tersebut.Contohnya adalah pabrik sepatu, pabrik roti, dll.
2.2.2. Definisi Dokter Perusahaan
Dokter perusahaan adalah setiap dokter yang ditunjuk atau bekerja di
perusahaan
yang
bertugas
dan
atau
bertanggung
jawab
atas
hygiene
perusahaan,kesehatan,dan keselamatan kerja (hiperkes). Dokter perusahaan ditunjuk
oleh perusahaan untuk membantu pimpinan perusahaan dalam melindungi kesehatan
para pekerja. Dokter perusahaan adalah bagian dari manajemen perusahaan, untuk
mencegah terjadinya kerugian sebagai akibat cedera karena kecelakaan atau penyakit
sebagai akibat lingkungan kerja dan lain-lainnya. Dokter perusahaan bekerja di
perusahaan dalam memelihara kesehatan tenaga kerja guna meningkatnya
produktivitas kerja. Tidak hanya kuratif tetapi juga promotif dan preventif
(Suma’mur,2010).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pemasaran
2.3.1. Definisi Pemasaran
Kotler (1996) menyatakan pemasaran adalah proses sosial yang dilakukan
oleh individu atau organisasi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dengan cara
menciptakan, menawarkan dan melakukan pertukaran nilai barang dan jasa satu
dengan lainnya sedangkan proses manajemen pemasaran adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis kesempatan pasar. 2. Memilih pasar sasaran. 3. Mengembangkan
bauran pemasaran : produk, price, place, promotion. 4. Mengelola usaha pemasaran.
Pemasaran adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran
(Christopher L,2011).
Fungsi pemasaran menurut Payne (2000) dalam the essence of service
marketing 2000 terdiri dari 3 komponen kunci:
1. Bauran pemasaran unsur-unsur atau elemen-elemen internal penting yang
mermbentuk program pemasaran sebuah organisasi.
2. Kekuatan pasar: Peluang dan ancaman eksternal dimana operasi-operasi
pemasaran sebuah organisasi berinteraksi.
3. Proses pernyelarasan: Proses strategis dan manajerial untuk memastikan bahwa
bauran pemasaran dan kebijakan internal baik bagi kekuatan pasar.
Menurut Yazid (2003), bauran pemasaran merupakan satu dari sekian konsep
yang paling universal yang telah dikembangkan dalam pemasaran, Bauran pemasaran
jasa pada intinya adalah kombinasi dari tujuh unsur penting dari inti pemasaran jasa
Universitas Sumatera Utara
antara lain :produk, system, kegiatan distribusi, promosi, personel, fasilitas fisik dan
proses manajemen.
Adapun penjelasan dari masing- masing unsurnya adalah :
1.
Produk (product), adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi minat dan
kebutuhan konsumen serta dapat memberikan kepuasan pada konsumen yang
mempergunakannya.
Produk
ini
dapat
berupa
barang,
jasa,
gagasan
ataupunkeahlian.
2.
Harga (Price), adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk
mendapatkan suatu produk. Dalam penetapan harga harus diperhatikan kedua
belah pihak. Kedua belah pihak tersebut adalah perusahaan dan konsumen.
3.
Distribusi
(placement),
adalah
kegiatan
menyalurkan,
menyebarkan
,
mengirimkan serta menyampaikan barang yang dipasarkan pada konsumen.
Dalam kegiatan distribusi dilakukan suatu proses untuk menentukan saluran
distribusi yang akan digunakan untuk memastikan produk yang dikirimkan dapat
sampai ke tangan konsumen tepat pada waktunya. Dalam hal ini perusahaan
harus memilih saluran distribusi yang efektif.
4.
Promosi (Promotion), adalah kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan untuk memberitahukan dan mempengaruhi pembeli agar mau
mengenal, senang dan akhirnya mau membeli produk, misalnya promosi melalui
iklan baik melalui media cetak maupun elektronik.
Universitas Sumatera Utara
5.
Personel (people), merupakan si pemberi jasa, personel dalam suatu perusahaan
adalah kunci utama dalam menyampaikan jasa pada konsumen karena si pemberi
jasa ini menjadi petunjuk dalam menentukan karakteristik dan kualitas jasa.
6.
Fasilitas fisik (Physical Facility), meliputi fasilitas penunjang yang dimiliki
perusahaan yang mendukung pelayanan jasa yang diberikan pada konsumen.
7.
Proses Manajemen (Manegement Process), adalah suatu proses yang dilakukan
oleh manajemen untuk meyakinkan konsumen bahwa jasa yang diterima adalah
yang terbaik, dengan suatu penyampaian jasa yang lebih cepat dan lebih unggul.
Manajemen pemasaran pelayanan kesehatan adalah proses dari pemahaman
kebutuhan dan keinginan pasar sasaran yang bertujuan untuk menyatukan berbagai
pandangan mengenai analisis, perencanaan, implementasi organisasi dan pengawasan
system distribusi/penampaian pelayanan kesehatan (Cooper, 1979).
Menurut Djojodibroto (1997) pada awalnya rumah sakit menggunakan upaya
pemasaran hanya untuk mencari dana dan meningkatkan komunikasi dengan
masyarakat. Perkembangan selanjutnya rumah sakit melakukan analisis pemasaran
yang lebih luas untuk mengetahui perilaku masyarakat pengguna jasa, pengembanan
antar pelayanan
baru,
penarifan,
mengidentifikasi
pelanggan,
memperbaiki
komunikasi antara staf dan karyawan, antara pengguna jasa dan rumah sakit serta
menyusun strategi pemasaran yang lebih efisien.
Rumah sakit mempunyai perbedaan dalam hal pemasaran bila dibandingkan
industri yang lainnya. Menurut Aditama (2002) ada tiga ciri khas rumah sakit yang
membedakannya dengan industri lainnya :
Universitas Sumatera Utara
1. Dalam industri rumah sakit, sejogianya tujuan utamanya adalah melayani
kebutuhan manusia, bukan semata-mata menghasilkan produk dengan proses dan
biaya yang seefisien mungkin. Unsur manusia perlu mendapatkan perhatian dan
tanggung jawab pengelola rumah sakit. Perbedaan ini mempunyai dampak
penting dalam manajemen, khususnya menyangkut pertimbangan etika dan nilai
kehidupan manusia.
2. Kenyataannya dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan (customer)
tidak selalu mereka yang menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang
diobati di rumah sakit. Akan tetapi, kadang-kadang bukan mereka sendiri yang
menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. Di luar negeri pihak
asuransilah yang menentukan rumah sakit mana yang boleh didatangi pasien.
Jadi jelasnya, kendati pasien adalah mereka yang memang diobati di suatu rumah
sakit, tetapi keputusan menggunakan jasa rumah sakit belum tentu ada di tangan
pasien itu. Artinya, kalau ada upaya pemasaran seperti bisnis lain pada
umumnya, maka target pemasaran itu menjadi amat luas, bisa pasien, tempat
kerjan, para dokter yang praktek di sekitar rumah sakit, dan juga bisa pihak
asuransi. Selain itu, jenis tindakan medis yang akan dilakukan dan pengobatan
yang diberikan juga tidak tergantung pada pasiennya, tapi tergantung dari dokter
yang merawatnya.
3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya peran para profesional, termasuk
dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiografer, ahli gizi dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, pemasaran rumah sakit sangat diperlukan untuk
meningkatkan harapan dan keinginan dari pasien akan kenyamanan dalam hal
mendapatkan pelayanan yang baik serta harapan untuk mendapatkan pelayanan yang
nyaman.
2.3.2. Kebijakan Pemasaran Rumah Sakit
Menurut Sujana dan Nurwandi (2009), dalam pemasaran rumah sakit di
Indonesia, Departemen Kesehatan RI mengeluarkan beberapa kebijakan yang harus
diperhatikan :
a) Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi lebih
tinggi sehingga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan meluaskan
cakupan yang selanjutnya memberikan kontribusi terhadap peningkatan derajat
kesehatan penduduk.
b) Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembanguan
kesehatan yakni antara lain: meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan agar
derajat kesehatan penduduk menjadi lebih baik.
c) Pemasaran tidak boleh lepas juga dari dasar – dasar etik kedokteran dan etika
rumah sakit serta ketentuan hukum yang berlaku.
d) Promosi rumah sakit harus senantiasa penuh kejujuran. Konsumen dalam
pelayanan rumah sakit selalu mempunyai pilihan yang sangat sempit dan sangat
tergantung kepada rumah sakit dan dokter. Sifat hakiki ini harus dihayati.
e) Cara pemasaran yang diperbolehkan :
Universitas Sumatera Utara
1. Internal: (a) Meningkatkan pelayanan kesehatan. (b). Kuesioner kepada
masyarakat. (c) Mobilisasi dokter, perawat dan seluruh karyawan rumah
sakit.(d). Brosur/leaflet/bulletin
2. Eksternal: (a). Infomasi tentang pelayanan RS yang tidak melanggar kode
etik. (b). Menggunakan media massa. (c). Informasi tarif harus jelas. (d).
Meningkatkan
hubungan
dengan
perusahaan/badan
diluar
RS.
(e).
Menyelenggarakan seminar – seminar di rumah sakit. (f). Pengabdian
masyarakat.
2.4. Perusahaan sebagai Konsumen Rumah Sakit
2.4.1. Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut tujuan pembeliannya, konsumen dapat dikelompokan menjadi
konsumen akhir ( individual) yaitu yang terdiri atas individu dan rumah tangga yang
tujuan pembeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk
dikonsumsi. Sedangkan kelompok lain adalah konsumen organisasional yang terdiri
atas organisasi, pemakai industri, pedagang dan lembaga non profit yang tujuan
pembeliannya adalah untuk memperoleh laba atau kesejahteraan anggotanya.
Keputusan pembelian barang / jasa seringkali melibatkan dua pihak atau lebih.
Umumnya ada lima peranan yang terlibat. Kelima peran tersebut meliputi :
Universitas Sumatera Utara
a.
Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk
membeli suatu barang/jasa.
b.
Pembawa pengaruh (influencer) yaitu orang yang memiliki pandangan atau
nasehat yang mempengaruhi keputusan pembelian.
c.
Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan
pembelian.
d.
Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.
e.
Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang / jasa
yang dibeli.
Dilihat dari proses pengambilan keputusan, proses keputusan pembelian
sangat bervariasi. Ada yang sederhana dan ada pula yang yang kompleks. Menurut
Suryani (2008) yang mengutip Assael,membagi dalam dua dimensi yaitu tingkat
pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan saat membeli.
Pada dimensi pertama, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat pengambilan
keputusan. Konsumen sering melakukan pencarian informasi dan evaluasi terhadap
merek yang lain sebelum keputusan diambil. Dilain pihak ada pula konsumen yang
jarang mencari infomasi tambahan, karena konsumen ini telah terbiasa membeli
merek tersebut. Pada dimensi kedua, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat
keterlibatan pemilihan sesuatu merek. Pada saat itu konsumen tidak jarang terlibat
terlalu dalam, hal ini dapat terjadi karena :1. Produk amat penting bagi konsumen
sebab image konsumen terkait dengan produk. 2. Adanya keterkaitan terus menerus
Universitas Sumatera Utara
dengan konsumen. 3. Mengandung resiko yang cukup tinggi. 4. Pertimbangan
emosional. 4. Pengaruh dari norma group.
Keterlibatan yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase
decision, sedangkan keterlibatan rendah digolongkan low involvement purchase
decision. Dari kedua dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan
menjadi empat tipe. Tipe pertama disebut complex decision making, dimana
keterlibatannya tinggi dan adanya pengambilan keputusan. Bila konsumen puas pada
pembelian pertama, maka pada pembelian berikutnya dilakukan berulang – ulang
pada satu merek, pengambilan keputusan tidak lagi diperlukan karena konsumen telah
mengenali secara mendalam mengenai merek tersebut. Proses tersebut disebut
kesetiaan merek ( brand loyalty ). Proses ketiga disebut limited decision making. Pada
proses ini keterlibatan konsumen pada saat pembelian satu merek kecil sekali tetapi
masih memerlukan pengambilan keputusan. Konsumen ini dengan mudah dapat
berpindah dari merek yang satu ke merek yang lain. Biasanya pengambilan keputusan
konsumen dilakukan saat pembelian. Kemudian proses terakhir adalah inertia. Proses
ini terjadi ketika proses ketiga dilakukan berulang – ulang dan konsumen membeli
suatu merek bukan karena setia pada merek tersebut akan tetapi telah menjadi
kebiasaan membeli merek tersebut. Pengambilan keputusan sebagai proses penting
yang mempengaruhi prilaku konsumen adalah sangat penting untuk dipahami pasar
(Suryani,T, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Konsumen Rumah Sakit
Pelayanan kesehatan memiliki 5 jenis konsumen yaitu pasien, dokter, pemilik
perusahaan dan serikat buruh, pemerintah dan pembuat kebijakan, serta pekerja
(Rowland dan Beatrice, 1984).
1. Pasien saat ini lebih sensitive pada pelayanan yang diberikan dan akibatnya bagi
mereka untuk itu dibutuhkan pendidikan produk pelayanan kesehatan yang akan
diberikan pada pasien dan strategi pemasaran yang baik untuk memenangkan
persaingan. Pemasar dianjurkan untuk melihat pelanggan potensial, memelihara
hubungan dengan pasien yang berasal dari kelompok yang sering menggunakan
jasa rumah sakit dan mempertahankan dengan baik agar dapat meningkatkan
pangsa pasar.
2. Dokter adalah sumber daya utama rumah sakit yang memiliki akses terkuat
dengan pasien sehingga dalam membuat program pemasaran rumah sakit,
masukan dan sarannya menjadi sesuatu hal yang penting.
3. Pemilik perusahaan dan serikat buruh, Pemasar rumah sakit harus mewaspadai
berdirinya fasilitas pelayanan kesehatan di industri (klinik dokter jaga dalam
kawasan industri) yang sebelumnya menjadi pelanggan potensial rumah sakit.
4. Pemerintah dan pembuat kebijakan, dalam kegiatannya rumah sakit tidak terlepas
dari peraturan dan kebijakan pemerintah sehingga dalam membuat program
pemasarannya harus memperhatikan hal tersebut.
5. Pekerja rumah sakit, kepuasan mereka (internal) sangat berpengaruh pada
kepuasan pasien yang terletak pada pelayanan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Sulastomo (2000) mengemukakan bahwa dalam manajemen pelayanan
kesehatan ada 3 kelompok yang terlibat dalam proses kegiatan layanan kesehatan:
1. Kelompok penyelenggara kesehatan ( health provider, misalnya dokter, perawat )
Health provider akan selalu didesak untuk menggunakan kemampuan, teknologi,
maupun obat - obatan mutakhir, hal ini untuk memberikan rasa aman bagi
tanggung jawab moralnya dalam menyembuhkan pasien.
2. Kelompok penerima jasa kesehatan ( pasien )
Menghendaki pelayanan sebaik mungkin sesuai kebutuhannya.
3. Kelompok pihak ketiga yang secara tidak langsung terlibat, misalnya para
administrator baik kalangan perusahaan maupun pemerintahan dan asuransi dll.
Kelompok ini memperhatikan pertimbangan biaya, efisiensi dan keefektifan
pelayanan kesehatan yang diberikan.
Kotler (1996), Perusahaan yang menjual barang ke organisasi misalnya
pabrik, grosir, pengecer atau kantor, pemerintah harus memahami benar kebutuhankebutuhan, sumber daya, kebijakan, dan prosedur pembelian organisasi. Mereka
harus memperhitungkan beberapa pertimbangan yang biasanya tidak dapat dijumpai
dalam pemasaran barang konsumsi untuk perorangan berupa:
1. Organisasi membeli barang dan jasa dengan maksud untuk mencari untung,
mengurangi biaya, melayani kebutuhan konsumen internal dan melayani
kewajiban sosial dan hukum.
2. Dalam keputusan pembelian organisasi, lebih banyak orang yang cenderung
berpartisipasi secara resmi daripada pembelian konsumen. Orang yangmengambil
Universitas Sumatera Utara
keputusan
biasanya
mempunyai
tanggung
jawab
yang berbeda dalam
organisasinya dan memakai kriteria yan berbeda pula dalam keputusan
pembelian.
3. Agen penjualan harus mematuhi kebijakan, batasan – batasan, syarat-syarat resmi
yang ditetapkan oleh organisasinya.
4. Metode-metode pembelian misalnya, permintaan untuk penawaran harga, usulan,
kontrak pembelian menambah dimensi pembelian lain yang biasanya tidak ada
dalam pembelian lainnya.
2.4.3. Faktor - faktor yang Memengaruhi Konsumen Organisasi
Pada saat melakukan proses pengambilan keputusan yan ditempuh oganisasi
resmi untuk menentukan kebutuhan akan produk dan jasa yang dibeli. Dari sekian
banyaknya produk yang ditawarkan oleh pemasok ataupun yang terdapat dipasar,
perlu kiranya sebuah oganisasi memilih secara selektif produk yang dibutuhkan.
Sehingga organisasi tersebut akan melakukan identifikasi, evaluasi serta memilih
merek – merek alternatif dari produk tersebut (Kotler, 1996).
Kotler (1996) menyatakan bahwa setiap organisasi pembelian mempunyai
tujuan, kebijakan, prosedur, struktur organisasi dan sistem tersendiri, yang mana
pemasar industri harus berusaha mengetahuinya. Muncul pertanyaan:
1. Berapa orang yang terlibat dalam keputusan pembelian?
2. Siapa saja?
3. Apa kriteria evaluasi yang mereka pakai?
Universitas Sumatera Utara
4. Kebijakan dan kendala perusahaan apa saja yang berhubungan dengan agen
pembelian?
Para pembeli industri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan saat ini
maupun saat mendatang, misalnya tingkat permintaan awal, pandangan organisasi
dan kondisi persaingan lingkungannya. Pemasar industri harus memantau dan
menentukan bagaimana mereka akan mempengaruhi pembeli dan mencoba untuk
mengubah masalah tersebut menjadi kesempatan.
Pangsa pasar biasanya mengikutsertakan beberapa peserta dengan status
wewenang, ketegasan dan keyakinan berbeda. Para pemasar industri agaknya harus
tahu kelompok dinamika apa saja yang akan terjadi selama proses pembelian. Mereka
bisa menemukan informasi apapun mengenai kepribadian dan faktor – faktor antar
pribadi yang akan berguna. Setiap peserta dalam proses pengambilan keputusan
mengenai pembelian menyertakan motivasi, persepsi dan pilihan pribadinya,
pendidikan, posisi pekerjaan, kepribadian dan sikap terhadap resiko. Agen pembelian
memperlihatkan gaya pembelian yang berbeda. Contohnya beberapa agen pembelian
yang lebih muda dan berpendidikan tinggi merupakan orang yang “ gila komputer “
dan membuat analisis yang ketat terhadap usulan dari para pemasok yang saling
bersaing sebelum memilih salah satu pemasok ( Kotler,1996 ).
Davis dan Freeman (1996) mengemukakan perusahaan yang bertindak
sebagai penjamin karyawan dalam menggunakan layanan kesehatan tertarik untuk
memaksimalkan rasio antara nilai jasa yang disajikan dan biaya atas jasa tersebut.
Sebagian dari mereka tertarik dengan biaya yang rendah dengan tingkatan kualitas
Universitas Sumatera Utara
jasa yang dapat ditoleransi.Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut penyedia
layanan kesehatan dianjurkan untuk meningkatkan nilai yang terkait dengan persepsi
perusahaan terhadap layanan mereka dan menyajikan informasi mengenai kualitas
dan kuantitas jasa serta kontrol biaya yang optimal.
2.4.4. Kepuasan Konsumen
Kepuasan
konsumen
adalah
tingkat
perasaan
konsumen
setelah
membandingkan antara apa yang diterima dengan apa yang diharapkan. Ada dua hal
yang mempengaruhi kepuasan konsumen yaitu mutu dan pelayanan.(Umar, 2005).
Westbrook & Reilly dalam Tjiptono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan
konsumen merupakan respon emosional terhadap pengalaman yang berkaitan dengan
produk atau jasa yang dibeli. Nasution, (2005) yang mengutip pendapat Gasper
mengatakan bahwa kepuasan konsumen sangat bergantung kepada persepsi dan
harapan konsumen. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan
konsumen antara lain :
(a) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal – hal yang dirasakan
konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.
(b) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun
pesaing – pesaingnya.
(c) Pengalaman dari teman – teman.
Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya,
terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi
bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit, atau dapat
Universitas Sumatera Utara
dinyatakan sebagai cara pasien mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas
pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan
(Utama, 2003). Pasien yang puas merupakan asset yang sangat berharga karena
apabila pasien puas, mereka akan terus melakukan pemakaian jasa pelayanan
kesehatan pilihannya. Akan tetapi jika pasien merasa tidak puas maka mereka akan
memberitahukan pengalaman buruknya dua kali lebih hebat kepada orang lain. Untuk
menciptakan kepuasan pasien, rumah sakit harus mengelola suatu sistem agar dapat
memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan
pasiennya yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan.
Tjiptono (2005) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi
kepuasan yaitu:
(a) Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit,
kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan
pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan .
(b) Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan
petugas rumah sakit, Informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit,
komunikatif, responatif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien.
(c) Aspek kompetensi teknik petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman,
gelar, dan terkenal.
(d) Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan
ada tidaknya keringanan yang diberikan pada pasien.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Harga
Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk
mendapatkan sesuatu barang atau jasa (Lamb,dk.2001). Menurut Kotler dan
Amstrong (2001), Harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas produk / jasa,atau
jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat – manfaat karena memiliki atau
menggunakan produk/jasa tersebut. Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas
oleh konsumen. Apabila harga lebih tinggi, orang cenderung beranggapan bahwa
kualitasnya juga lebih baik. Konsumen sering pula menggunakan harga tinggi sebagai
kriteria utama dalam menentukan nilainya. Barang dengan harga tinggi sering
dianggap superior dan barang yang mempunyai harga rendah dianggap inferior
(rendah tingkatannya) menurut Supriyanto ( 2012 ) yang mengutip pendapat Basu
Swastha.
Penetapan harga jasa penting karena terkait dengan revenue, citra, kualitas,
distribusi dan lain-lain. Keputusan penetapan harga juga sedemikian penting dalam
menentukan seberapa jauh sebuah layanan jasa dinilai konsumen, dan juga dalam
proses membangun citra. Penetapan harga juga memberikan persepsitertentu dalam
hal kualitas seperti dikutip Supriyanto (2012) dari Lupiyoadi.
Berdasarkan pendapat Tjiptono (2005), dapat disimpulkan bahwa ada 4 hal
yang menjadi tujuan penetapan harga, yaitu:
1. Tujuan berorientasi pada laba, yang mengatakan bahwa setiap perusahaan selalu
memilih harga yang dapat menghasilkan laba yang maksimal.
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan berorientasikan volume, yang mana harga ditetapkan sedemikian rupa
agar dapat mencapai volume penjualan, nilai penjualan, ataupun unuk menguasai
pangsa pasar.
3. Tujuan berorientasi pada citra. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk
membentuk atau mempertahankan citra perusahaan. Sebaliknya, harga rendah
dapat dipergunakan untuk membentuk citra nilai tertentu.
4. Tujuan stabilisasi harga, dilakukan dengan jalan penetapan harga untuk
mempertahankan hubungan yang stabil antara satu perusahaan dan harga
pemimpin industri.
5. Tujuan lainnya misalnya untuk mencegah masuknya pesaing, mempertahankan
loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur
tangan pemerintah.
Perusahaan dalam menetapkan harga suatu produk atau jasa, ada dua fakor
yang harus
dipertimbangkan. Menurut Kotler & Amstrong (2001)
yang
mempengaruhi keputusan penetapan harga antara lain faktor internal perusahaan yaitu
faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang meliputi: sasaran pemasaran, strategi
pembauran pemasaran, biaya dan pertimbangan organisasi dan faktor eksternal
perusahaan yaitu merupakan faktor yang berasal dari luar perusahaan yakni: sifat
pasar dan permintaan, biaya harga dan tawaran pesaing serta faktor – faktor eksternal
lainnya.
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting adalah kualitas
pelayanan guna mencapai kepuasan pasien (Tjiptono, 2005). Meskipun demikian
Universitas Sumatera Utara
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin
mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar,
Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi menetapkan harga yang lebih
murah, akan memberi nilai yang lebih tinggi kepada pasien.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pemasaran rumah sakit telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya yaitu :
1.
Analisis Segmentasi Pasar Pelayanan Kesehatan di RSIA SITI FATIMAH
Makassar tahun 2011 yang dilakukan oleh S. Rahmadani
2.
Analisis Strategi Pemasaran Dalam Memasarkan Produk Jasa, Studi Kasus Pada
Rumah Sakit Karya Bhakti yang dilakukan oleh Sujana dan Mohd Nurwandi
pada tahun 2009.
3.
Pengaruh Penerapan Bauran Pemasaran Terhadap Tingkat Kepuasan Konsumen
Dalam Jasa Pelayanan Di RSU Surya Husada yang dilakukan Anggreni pada
tahun 2011.
4.
Analisis Faktor Penyebab Perusahaan Yang Menjalin Kerja Sama Melakukan
dan Tidak Melakukan Pengiriman Pasien Ke Rumah Sakit Pertamina Di Cirebon
yang dilakukan oleh Devi Desianti Pritasari pada tahin 2002.
Penelitian
tersebut
diatas
mempunyai
banyak
perbedaan
dengan
penelitianpenulis, yakni perbedaan lokus dan metode penelitian.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Landasan Teori
Salah satu indikator pelayanan di rumah sakit adalah BOR. BOR digunakan
untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit. BOR optimal
adalah diantara 65% sampai dengan 85%. Untuk meningkatkan BOR, rumah sakit
perlu memperhatikan mutu rumah sakit.
Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditentukan. Dengan
demikian mutu pelayanan kesehatan sebagai produk jasa adalah totalitas dari wujud
serta ciri dari pelayanan kesehatan yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian
rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa. (Anggreni, 2011). Rumah
sakit mengandalkan mutu pelayanan kesehatan yang baik dalam pemasaran rumah
sakit.
Pemasaran adalah sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh manusia yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran
(Christopher L, 2011).Teori terbaru dari sistem pemasaran adalah bauran pemasaran.
Bauran pemasaran jasa pada intinya adalah kombinasi dari tujuh unsur
penting dari inti pemasaran jasa antara lain : produk, sistem harga, kegiatan distribusi,
promosi, personel, fasilitas fisik dan proses manajemen (Yazid,2003).
Manajemen pemasaran pelayanan kesehatan adalah proses dari pemahaman
kebutuhan dan keinginan pasar sasaran yang bertujuan untuk menyatukan berbagai
pandangan mengenai analisis, perencanaan, implementasi organisasi dan pengawasan
system distribusi/ penyampaian pelayanan kesehatan ( Cooper, 1979 )
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemasaran rumah sakit di Indonesia, Departemen Kesehatan RI
mengeluarkan beberapa kebijakan yang harus diperhatikan :
1. Pemasaran rumah sakit dapat dilaksanakan agar utilisasi rumah sakit menjadi
lebih tinggi sehingga akhirnya dapat meningkatkan rujukan medik dan
meluaskan
cakupan
yang
selanjutnya
memberikan
kontribusi
terhadap
peningkatan derajat kesehatan penduduk.
2. Pemasaran rumah sakit hendaknya tidak dilepaskan dari tujuan pembanguan
kesehatan.
3. Pemasaran tidak boleh lepas juga dari dasar - dasar etik kedokteran dan etika
rumah sakit serta ketentuan hukum yang berlaku.
4. Promosi rumah sakit harus senantiasa penuh kejujuran.
5. Cara pemasaran yang diperbolehkan.
Pelayanan kesehatan memiliki 5 jenis konsumen yaitu pasien, dokter, pemilik
perusahaan dan serikat buruh, pemerintah dan pembuat kebijakan, serta pekerja
(Rowland dan Beatrice, 1984).
Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya,
terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi
bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit, atau dapat
dinyatakan sebagai cara pasien mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas
pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan
(Utama, 2003 ).
Universitas Sumatera Utara
Keputusan pembelian barang / jasa seringkali melibatkan dua pihak atau lebih.
Umumnya ada lima peranan yang terlibat. Kelima peran tersebut meliputi :
Pemrakarsa (initiator), Pembawa pengaruh (influencer), Pengambil keputusan
(decider), Pembeli (buyer), Pemakai (user).
Assel membagi dalam dua dimensi dalam keputusan pembelian barang yaitu
tingkat pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan saat membeli. Pada dimensi
pertama, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat pengambilan keputusan. Pada
dimensi kedua, konsumen dibedakan berdasarkan tingkat keterlibatan pemilihan
sesuatu merek. Pada saat itu konsumen tidak jarang terlibat terlalu dalam, keterlibatan
yang tinggi ini digolongkan sebagai high involvement purchase decision, sedangkan
keterlibatan rendah digolongkan low involvement purchase decision. Dari kedua
dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan menjadi empat tipe.
Yaitu tipe complex decision making, tipe kesetiaan merek ( brand loyalty ). tipe
limited decision makingdantipeinertia.Pengambilan keputusan sebagai proses penting
yang mempengaruhi prilaku konsumen adalah sangat penting untuk dipahami pasar
(Suryani.T, 2008).
Menurut Kotler dan Amstrong (2001), Harga adalah jumlah uang yang
dibebankan atas produk / jasa,atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas
manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Pemikiran
BOR RS.MarthaFriskaMultatuli yang masih 37% menyebabkan perlunya
kerja sama dengan perusahaan. Untuk itulah rumah sakit perlu memperhatikan halhal yang dapat mempengaruhi kerjasamadengan perusahaan. Dari peneliti terdahulu
dan berdasarkan teori, maka dibuat kerangka pemikiransebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
Download