Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran berarti menata-olah (managing) pasar untuk menghasilkan
pertukaran dengan tujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh
perusahaan baik itu perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur maupun
jasa dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Pemasaran
juga menjadi penghubung antara proses produksi dengan konsumsi dan berkaitan
langsung dengan konsumen untuk mengidentifikasi dan memenuhi apa yang
dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen untuk dapat menciptakan produk atau
jasa yang sesuai. Di bawah ini terdapat beberapa pendapat ahli mengenai
pengertian pemasaran:
Menurut Kotler dan Keller (2009:5) pemasaran adalah sebuah proses
kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Inti dari
pemasaran menurut Kotler dan Keller adalah mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan sosial.
Sedangkan menurut American Marketing Association (AMA) (dalam
Kotler dan Keller, 2009:5) pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan
serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan
nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara
yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. Berikut ini
terdapat beberapa pendapat menurut para ahli mengenai pengertian pemasaran:
Menurut Buchari Alma (2007) Pemasaran adalah proses merencanakan
konsepsi, harga, promosi dan distribusi ide, menciptakan peluang yang
memuaskan individu dan sesuai dengan tujuan organisasi.
11
12
Menurut Kotler dan Keller yang dialih bahasa oleh Benyamin Molan
(2007: 6) adalah sebagai berikut Pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan
seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan
nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang
menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya.”
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran yaitu
suatu proses menciptakan, mengkomunikasikan yang akhirnya dapat memuaskan
individu dan sesuai tujuan organisasi. Pemasaran diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan suatu individu dan juga menguntungkan bagi organisasi atau
perusahaan.
2.1.2
Pengertian Manajemen Pemasaran
Berikut ini adalah beberapa pengertian manajemen pemasaran menurut para
ahli:
Menurut Kotler (2007:6) pengertian Manajemen Pemasaran adalah
“Seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan
menumbuhkan
pelanggan
dengan
menciptakan,
menyerahkan
dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.”
Sedangkan pengertian Manajemen Pemasaran menurut William J. Shultz
yang dialih bahasa oleh Buchari Alma (2007:130) yaitu
“Merencanakan, pengarahan dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran
perusahaan ataupun bagian dari perusahaan.”
Jadi dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
manajemen pemasaran adalah suatu seni dan ilmu dalam merencanakan,
mengarahkan, mengawasi seluruh kegiatan pemasaran baik dalam memilih pasar
sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan
menciptakan, mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul.
2.1.3
Bauran Pemasaran
Menurut Kotler (2004:18) bauran pemasaran adalah perangkat alat yang
digunakan oleh pemasar untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari
pasar sasaran.
13
Griffin dan Ebert (2007:280) berpendapat bahwa bauran pemasaran
(marketing mix) adalah gabungan strategi produk, penetapan harga, promosi, dan
distribusi yang digunakan untuk memasarkan produk.
Bauran pemasaran didefinisikan juga sebagai perangkat/alat bagi pemasar
yang terdiri dari atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu
dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan penentuan posisi yang
ditetapkan dapat berjalan sukses (Lupiyoadi, 2013:92).
Sedangkan menurut Buchari Alma (2008:201) marketing mix adalah
kegiatan mengkombinasikan berbagai kegiatan marketing agar dicapai kombinasi
maksimal dan pemasaran ini dikenal dengan elemen 4P. Buchari Alma
menjelaskan bahwa 4 P pertama merupakan 4 P tradisional dan 3 P terakhir
adalah unsur marketing mix untuk produk pemasaran jasa. Berikut ini adalah ke
tujuh elemen bauran pemasaran:
a. Produk (Product) : menurut Kotler dan Keller (2009:4) produk adalah
segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan
suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman,
acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide. Buchari
Alma (2008:201) menjelaskan bahwa produk merupakan titik sentral dari
kegiatan marketing. Semua kegiatan lainnya digunakan untuk menunjang
pemasaran produk. Satu hal yang perlu diingat ialah bagaimana pun
hebatnya usaha promosi, distribusi, dan harga yang baik jika tidak diikuti
oleh produk yang bermutu dan disenangi oleh konsumen maka kegiatan
marketing mix ini tidak akan berhasil. Oleh sebab itu, perlu diteliti produk
apa yang sebaiknya dipasarkan, bagaimana selera konsumen masa kini
perlu mendapat perhatian yang serius.
b. Harga (Price) : menurut Kotler dan Keller (2009:67) harga adalah salah
satu elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga
merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan
dengan fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi, harga juga
mengkomunikasikan positioning nilai yang dimaksudkan dari produk atau
merek perusahaan ke pasar. Produk yang dirancang dan dipasarkan dengan
14
baik dapat dijual dengan harga tinggi dan menghasilkan laba yang besar.
Pendapat Buchari Alma (2008:202), masalah kebijaksanaan harga turut
menentukan keberhasilan pemasaran produk. Kebijaksanaan harga dapat
dilakukan pada setiap level lembaga yaitu kebijaksanaan harga oleh
produsen, grosir, dan retailer. Harga di sini bukan berarti harga yang
murah saja akan tetapi yang dimaksudkan adalah harga yang tepat.
Bagaimana menentukan harga yang tepat sangat tergantung kepada
berbagai faktor misalnya faktor harga pokok barang, kualitas barang, daya
beli masyarakat, keadaan persaingan, konsumen yang dituju, dan
sebagainya.
c. Saluran Distribusi (Place) : Pendapat Tjiptono (2008:185) proses
pendistribusian dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha
memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari
produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang
diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat yang dibutuhkan).
Dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas distribusi, perusahaan kerap kali
harus bekerja sama dengan berbagai perantara dan saluran distribusi untuk
menawarkan produknya ke pasar. Menurut Stanton, et al. (dalam
Tjiptono 2008:185) yang dimaksud dengan perantara adalah orang atau
perusahaan yang menghubungkan aliran barang dari produsen ke
konsumen akhir dan konsumen industrial. Sedangkan saluran disribusi
atau saluran pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:106) adalah
sekelompok organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses
pembuatan produk atau jasa yang disediakan untuk digunakan atau
dikonsumsi. Saluran distribusi juga dapat diartikan sebagai rute atau
rangkaian perantara, baik yang dikelola pemasar maupun yang
independen, dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen
(Tjiptono, 2008:187).
d. Promosi (Promotion) : Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk
komunikasi pemasaran di mana yang dimaksud dengan komunikasi
pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan
15
informasi, mempengaruhi/membujuk, dan/atau mengingatkan pasar
sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli,
dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan
(Tiptono, 2008:219). Menurut Buchari Alma (2008:205) antara promosi
dan produk, tidak dapat dipisahkan, ini dua sejoli yang saling berangkulan
untuk suksesnya pemasaran. Di sini harus ada keseimbangan, produk baik,
sesuai dengan selera konsumen, dibarengi dengan teknik promosi yang
tepat akan sangat membantu suksesnya usaha marketing. Termasuk dalam
kombinasi promosi ini adalah kegiatan-kegiatan advertising, personal
selling, promosi penjualan, publicity, yang kesemuanya oleh perusahaan
dipergunakan untuk meningkatkan penjualan.
Tiga tambahan P terakhir menurut Buchari Alma (2008:206) adalah
elemen-elemen yang biasanya terdapat pada perusahaan jasa, berikut
adalah 3 P tersebut :
e. People : adalah unsur orang atau manusia yang melayani terutama dalam
perusahaan yang menjual jasa. Termasuk dalam unsur people ini adalah
unsur pimpinan yang mengambil keputusan dan unsur karyawan yang
melayani konsumen. Karyawan ini perlu diberi pengarahan dan pelatihan
agar dapat melayani konsumen sebaik-baiknya.
f. Physical Evidence : artinya bukti fisik yang dimiliki oleh perusahaan jasa.
Misalnya
untuk
penjualan
jasa
transportasi,
konsumen
akan
memperhatikan kondisi mobil yang digunakan, untuk jasa hotel konsumen
akan melihat tampilan hotel, kamar, dan berbagai fasilitas yang terdapat di
dalamnya.
g. Process : yaitu bagaimana proses dilakukan sampai jasa yang diminta oleh
konsumen diterima secara memuaskan. Apakah cukup puas menerima
jasa, cepat layanannya, bersih, rapih, akurat, tepat waktu dan sebagainya.
Dari definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah
alat pemasaran yang terdiri dari produk, harga promosi, dan tempat yang
digunakan oleh perusahaan untuk mencapai pasar sasaran yang dituju.
16
2.2
Kualitas Pelayanan
2.2.1
Pengertian Kualitas Pelayanan
Pengertian kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Wyckof (1990) seperti dikutip Tjiptono
(2005) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai “tingkat keunggulan
yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan”. Parasuraman et al., (1988) seperti
dikutip Christina (2011) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai
“refleksi persepsi evaluatif konsumen terhadap pelayanan yang diterima
pada suatu waktu tertentu”.
Deming dalam Purnama (2006 : 10) mendefinisikan kualitas sebagai
derajat keseragaman produk yang bisa diprediksi dan tergantung pada biaya
rendah dan pasar. Sedangkan menurut Kotler (2009 : 143) bahwa kualitas
adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung
pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat.
Sejalan dengan definisi yang disampaikan oleh Kotler, Juran dalam
Purnama (2006 : 10) mempersingkat definisi kualitas yaitu kesesuaian
dengan pengguna guna memuaskan kebutuhan kosumen. Ini jelas
merupakan definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang
produsen dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang
diberikan dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Wyckof dalam Lovelock (Purnama, 2006 : 19) memberikan
pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan
dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan
konsumen. Sedangkan Parasuraman, et al. (2001) Kualitas layanan
merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi)
konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika
17
kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan
dikatakan berkualitas dan memuaskan.
2.2.2 Dimensi Kualitas Pelayanan
Dalam rangka menghasilkan suatu pelayanan yang berkualitas,
perusahaan diharapkan dapat mengukur pelayanan yang telah diberikan
kepada pelanggannya melalui skala pengukuran. Melalui serangkaian
penelitian terhadap
beberapa
macam industri jasa,
Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono dan Chandra, 2011:196) berhasil
mengidentifikasi sepuluh dimensi kualitas jasa, berikut adalah sepuluh
dimensi pokok kualitas jasa tersebut :
a. Reliabilitas : meliputi dua aspek utama, yaitu konsistensi kerja
(performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini
berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya secara benar
sejak awal (right the first time), memenuhi janjinya secara
akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa sesuai dengan
jadwal yang disepakati), menyimpan data (record) secara tepat,
dan mengirimkan tagihan yang akurat.
b. Responsivitas atau daya tanggap : yaitu kesediaan dan kesiapan
para
karyawan
untuk
membantu
para
pelanggan
dan
menyampaikan jasa secara cepat. Beberapa contoh di ataranya,
ketepatan waktu layanan, pengiriman slip transaksi secepatnya,
kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian
layanan secara cepat.
c. Kompetensi : yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan
yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan
kebutuhan
pelanggan.
Termasuk
di
dalamnya
adalah
pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak, pengetahuan
dan keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas
riset organisasi.
18
d. Akses : meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui
(approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi
fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu
tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah
dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax dan seterusnya),
dan jam operasi nyaman.
e. Kesopanan (Courtesy) : meliputi sikap santun, respek, atensi,
dan keramahan para karyawan kontak (seperti resepsionis,
operator telepon, bell person, teller bank, dan lain-lain).
f. Komunikasi : artinya menyampaikan informasi kepada para
pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta
selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Termasuk di
dalamnya adalah penjelasan mengenai jasa/layanan yang
ditawarkan, biaya jasa, trade-off antara jasa dan biaya, serta
proses penanganan masalah potensial yang mungkin timbul.
g. Kredibilitas : yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas
mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter
pribadi karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan (hard
selling versus soft selling approach)
h. Keamanan (Security) : yaitu bebas dari bahaya, risiko atau
keragu-raguan. Termasuk di dalamnya adalah keamanan secara
fisik (phisical safety), keamanan finansial (financial security),
privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).
i. Kemampuan memahami pelanggan : yaitu berupaya memahami
pelanggan
dan
kebutuhan
spesifik
mereka,
memberikan
perhatian individual, dan mengenal pelanggan reguler.
j. Bukti fisik (Tangible) : meliputi penampilan fasilitas fisik,
peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan
(seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain).
19
Dalam riset selanjutnya, Parasuraman, Zeithaml, dan Barry (dalam
Tjiptono dan Chandra, 2011:198) menemukan adanya overlapping di
antara beberapa dimensi di atas. Oleh karena itu, mereka menyederhanakan
sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi,
kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi dimensi jaminan
(assurance). Sedangkan akses, komunikasi, dan kemampuan memahami
pelanggan diintegrasikan menjadi empati (emphaty). Dengan demikian
terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat
kepentingan relatifnya sebagai berikut :
1. Reliabilitas (Reliability) : berkaitan dengan kemampuan perusahaan
untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa
membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai
dengan waktu yang disepakati.
2. Daya Tanggap (Responsiveness) : berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan
merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa
akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
3. Jaminan (Assurance) : yakni perilaku para karyawan mampu
menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan
perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya.
Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan
dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan
untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4. Empati (Empathy) : berarti bahwa perusahaan memahami masalah
para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta
memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki
jam operasi yang nyaman.
20
5. Bukti Fisik (Tangible) : berkenaan dengan daya tarik fisik,
perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta
penampilan karyawan.
2.3
Minat Beli
2.3.1
Pengertian Minat Beli
Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang
membentuk suatu persepsi. Minat yang muncul dalam melakukan pembelian
menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi
suatu kegiatan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen
harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam
benaknya itu. Dengan demikian, minat beli akan timbul saat dalam proses
pengambilan keputusan.
Definisi minat beli menurut Thamrin, (2003: 142 ) adalah merupakan bagian
dari komponen perilaku konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan
responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan.
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau
mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan
tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001). Perilaku
konsumen dalam mengambil keputusan membeli mempertimbangkan barang dan
jasa apa yang akan dibeli, dimana, kapan, bagaimana, berapa jumlah dan mengapa
membeli produk tersebut. Lucas dan Britt (2003) dan Natalia (2008)
mengatakan bahwa aspek-aspek yang terdapat dalam minat beli antara lain:
a. Perhatian, adanya perhatian yang besar dari konsumen terhadap suatu
produk (barang atau jasa).
b. Ketertarikan, setelah adanya perhatian maka akan timbul rasa tertarik pada
konsumen.
c. Keinginan, berlanjut pada perasaan untuk mengingini atau memiliki suatu
produk tersebut.
d. Keyakinan, kemudian timbul keyakinan pada diri individu terhadap
produk tersebut sehingga menimbulkan keputusan (proses akhir) untuk
memperolehnya dengan tindakan yang disebut membeli.
21
e. Keputusan
Disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam minat beli adalah sebagai berikut :
 Ketertarikan (interest) yang menunjukan adanya pemusatan perhatian dan
perasaan senang.

Keinginan (desire) ditunjukkan dengan adanya dorongan untuk memiliki.

Keyakinan (convicition) ditunjukkan dengan adanya perasaan percaya diri
individu terhadap kualitas, daya guna dan keuntungan dari produk yang
akan dibeli.
Pengertian minat beli menurut Howard yang dikutip dalam Durianto dan
Liana, (2004:44) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan
rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit
produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli
merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana
pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan oleh
para pemesar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu produk, baik
para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat untuk
memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Albari (2002) menyatakan bahwa
motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa
mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai motivasi yang
tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku
menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan
mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam
pemasaran adalah untuk kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli
produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau tidak.
Minat beli (willingness to buy) merupakan bagian dari komponen perilaku
dalam sikap mengkonsumsi. Doods, Monroe dan Grewal, (1991) dalam
Bernard (2004) menyatakan bahwa minat beli (willingness to buy) didefinisikan
sebagai kemungkinan bila pembeli bermaksud untuk membeli produk. Minat beli
merupakan perilaku konsumen yang menunjukkan sejauh mana komitmennya
untuk melakukan pembelian. Minat beli berbeda dengan niat beli, niat beli adalah
22
suatu tindak lanjut dari minat beli konsumen dimana keyakinan untuk
memutuskan akan membeli sudah dalam persentase yang besar. Jadi dapat
dikatakan bahwa niat beli adalah tingkatan akhir dalam minat beli berupa
keyakinan sebelum keputusan pembelian diambil.
Menurut Kinnear dan Taylor (1995), minat beli adalah tahap kecenderungan
responden
untuk
bertindak
sebelum
keputusan
membeli
benar-
benar
dilaksanakan.
Mowen (1990) dalam Oliver (1997) efek hierarki minat beli digunakan
untuk menggambarkan urutan proses munculnya keyakinan (beliefs). Sikap
(attitudes) dan perilaku pengetahuan kognitif yang dimiliki konsumen dengan
mengaitkan atribut, manfaat, dan obyek (dengan mengevaluasi informasi),
sementara itu sikap mengacu pada perasaan atau respon efektifnya.
Sikap berlaku sebagai acuan yang mempengaruhi dari lingkungannya
(Loudon dan Dela Bitta, 1993). Beberapa faktor yang membentuk minat beli
konsumen (Kotler, 2005) yaitu : 1. Sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain
mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu,
intensitas sifat negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan
motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. 2. Faktor situasi yang
tidak terantisipasi, faktor ini nantinya akan dapat mengubah pendirian konsumen
dalam melakukan pembelian. Hal tersebut tergantung dari pemikiran konsumen
sendiri, apakah dia percaya diri dalam memutuskan akan membeli suatu barang
atau tidak. Menurut Kotler (2008), minat beli adalah seberapa besar kemungkinan
konsumen membeli suatu merek dan jasa atau seberapa besar kemungkinan
konsumen untuk berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Bila manfaat yang
dirasakan lebih besar dibandingkan pengorbanan untuk mendapatkannya, maka
dorongan untuk membelinya semakin tinggi. Perilaku pembelian konsumen
seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar
dirinya,
baik
berupa
rangsangan
pemasaran
maupun
rangsangan
dari
lingkungannya. Rangsangan tersebut kemudian diproses dalam diri sesuai dengan
karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian.
Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan
23
tersebut sangat komplek dan salah satunya adalah motivasi untuk membeli. Dalam
penelitian Samu (dalam Sutantio 2004, p.253) menunjukkan bahwa salah satu
indikator bahwa suatu produk perusahaan sukses atau tidaknya di pasar adalah
seberapa jauh tumbuhnya minat beli konsumen terhadap produk tersebut.
Sementara itu Mital (dalam Sutantio 2004, p.253) mengatakan bahwa salah satu
indikasi sukses tidaknya suatu produk adalah besarnya minat membeli konsumen
terhadap produk yang bersangkutan.
Menurut Ajay dan Goodstein yang dikutip oleh Yoestini dan Eva (2007;
p.270) jika kita ingin mempengaruhi seseorang, maka cara yang terbaik adalah
mempelajari apa yang dipikirkannya, dengan demikian yang akan didapatkan
tidak hanya sekedar informasi tentang orang itu tentu lebih bagaimana proses
informasi itu dapat berjalan dan bagaimana memanfaatkannya. Hal ini yang
dinamakan “The Buying Process” (Proses Pembelian). Menurutnya proses
pembelian meliputi lima hal : 1. Need (kebutuhan), proses pembelian berawal dari
adanya kebutuhan yang tak harus dipenuhi atau kebutuhan yang muncul pada saat
itu dan memotivasi untuk melakukan pembelian. 2. Recognition (Pengenalan),
mengenali kebutuhan itu sendiri untuk dapat menetapkan sesuatu untuk
memenuhinya. 3. Search (Pencarian), merupakan bagian aktif dalam pembelian
yaitu mencari jalan untuk mengisi kebutuhan tersebut. 4. Evaluation (Evaluasi),
suatu proses untuk mempelajari semua yang didapat selama proses pencarian dan
mengembangkan beberapa pilihan. 5. Decision (Keputusan), langkah terakhir dari
suatu proses pembelian untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang
diterima.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa minat beli adalah suatu
proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi konsumen
untuk mendapatkan informasi secara lebih lengkap tentang produk tertentu lewat
kunjungan ke outlet produk atau jasa tersebut.
2.3.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Beli
Swastha dan Irawan (2005:349) mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi minat membeli berhubungan dengan perasaan emosi, bila
seseorang merasa senang dan puas dalam membeli barang atau jasa maka
24
hal
itu
akan
memperkuat
minat
membeli,
kegagalan
biasanya
menghilangkan minat.
Tidak ada pembelian yang terjadi jika konsumen tidak pernah
menyadari kebutuhan dan keinginannya. Pengenalan masalah (problem
recognition) terjadi ketika konsumen meilhat adanya perbedaan yang
signifikan antara apa yang dia miliki dengan apa yang dia butuhkan.
Berdasarkan pengenalannya akan masalah selanjutnya konsumen mencari
atau mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang produk yang dia
inginkan. Terdapat dua sumber informasi yang digunakan ketika menilai
suatu kebutuhan fisik, yaitu persepsi individual dari tampilan fisik dan
sumber informasi luar seperti persepsi konsumen lain. Selanjutnya
informasi-informasi yang telah diperoleh digabungkan dengan informasi
yang telah dimiliki sebelumnya. Semua input berupa informasi tersebut
membawa konsumen pada tahap dimana dia mengevaluasi setiap pilihan
dan mendapatkan keputusan terbaik yang memuaskan dari perspektif dia
sendiri. Tahapan terakhir ada tahap dimana konsumen memutuskan untuk
membeli atau tidak membeli produk.
2.3.3 Dimensi Minat Beli
Menurut Ferdinand (2002:129), minat beli dapat diidentifikasi melalui
dimensi-dimensi sebagai berikut :
a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk.
b. Minat
refrensial,
yaitu
kecenderungan
seseorang
untuk
mereferensikan produk kepada orang lain.
c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku
seseorang yang memiliki preferensi utama pada produk tersebut.
Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk
prefrensinya.
d. Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang
yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya
25
dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari
produk tersebut.
Menurut Ajay dan Goodstein yang dikutip Yoestini dan Eva
(2007:270) jika ingin mempengaruhi seseorang, maka cara yang terbaik
adalah mempelajari apa yang dipikirkannya, dengan demikian yang akan
didapatkan tidak hanya sekedar informasi tentang orang itu tentu lebih
bagaimana
proses
infromasi
itu
dapat
berjalan
dan
bagaimana
memanfaatkannya. Hal ini yang dinamakan “The Buying Process” (proses
pembelian).
Menurut Kotler dan Keller (2012 : 503), dimensi minat beli adalah melalui
model stimulasi AIDA yang berusaha menggambarkan tahap-tahap rangsangan
yang mungkin dilalui oleh konsumen terhadap suatu rangsangan tertentu yang
diberikan oleh pemasar, yaitu sebagai berikut:
1. Perhatian (Attention)
Dalam tahap ini masyarakat pernah mendengar mengenai perusahaan atau
produk yang dikeluarkan perusahaan. Jadi dalam tahap ini masyarakat
mengenal produk karena sudah mendengar atau melihat promosi yang
dilakukan perusahaan. Tahap ini juga ditandai dengan perhatian pemirsa
ketika melihat atau mendengar tentang promosi tersebut pertama kalinya.
2. Minat (Interest)
Minat masyarakat timbul setelah mendapatkan dasar informasi yang lebih
terperinci mengenai perusahaan atau produk. Pada tahap ini masyarakat
tertarik pada produk yang ditawarkan karena promosi yang dilakukan
perusahaan berhasil diterima oleh konsumen.
3. Kehendak (Desire)
Masyarakat mempelajari, memikirkan serta berdiskusi yang menyebabkan
keinginan dan hasrat untuk membeli produk tersebut bertambah. Dalam
tahapan ini masyarakat maju satu tingkat dari sekadar tertarik akan produk.
26
Tahap ini ditandai dengan hasrat yang kuat dari masyarakat untuk membeli
dan mencoba produk.
4. Tindakan (Action)
Melakukan pengambilan keputusan yang positif atas penawaran
perusahaan. Pada tahap ini, masyarakat yang sudah melihat atau
mendengar tantang promosi tersebut dan telah melewati tahap desire
benar-benar mewujudkan hasratnya membeli produk.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dalam hubungannya dengan
hierarki tanggapan konsumen model AIDA, maka minat konsumen yang
dimaksud adalah respon konsumen yang melewati tahap kognitif, tahap
pengaruh (affective) dan tahap perilaku (behaviour), yaitu tahapan tanggapan
respon perhatian konsumen (attention), ketertarikan konsumen (interest),
kemudian membangkitkan keinginan (desire) konsumen untuk membeli produk
sampai dengan kegiatan pembelian oleh konsumen (action).
2.4
Studi Penelitian Terdahulu
Peneliti melakukan penelahaan dan pengkajian terhadap jurnal-jurnal
yang terkait dengan topik penelitian.
27
Tabel 2.1
Studi Penelitian Terdahulu
No
Peneliti dan Judul
Tahun
Persamaan
Perbedaan
1.
Rahma
(2007)
Terdapat variabel
citra merek, studi
penelitian pada
pengguna telepon
seluler.
2.
Metayunika
(2013)
Penelitian yang
dilakukan
memiliki
hubungan
dengan
penelitian
penulis karena
membahas
mengenai
variabel
kualitas
pelayanan dan
minat beli.
Penelitian yang
dilakukan
memiliki
persamaan
membahas
mengenai
kelima dimensi
kualitas
pelayanan.
3.
Alfiahmi
(2011)
Penelitian yang
dilakukan
memiliki
hubungan
dengan
penelitian
penulis karena
membahas
kualitas
pelayanan
terhadap minat
beli siswa
melanjtkan
studi.
Adanya variabel
faktor lokasi serta
harga, tempat
studi penelitian
dilakukan pada
Universitas Bung
Hatta.
Eva
Pengaruh
Sheilla Kualitas
Layanan dan Citra
Merek Terhadap Minat
Beli (Studi Pada
Pengguna Telepon
Seluler Merek Sony
Ericson di Kota
Semarang)
Pengaruh
Kualitas
Pelayanan
(Tangibles,
Reliability,
Responsiveness,
Assurance dan Empathy)
Terhadap
Kepuasan
Konsumen (Studi Pada
Dealer Mitsubishi PT
Bumen Redja Abadi
Semarang)
Pengaruh Faktor
Lokasi, Sarana Fisik,
Kualitas Pelayanan
dan Harga Terhadap
Minat Siswa-Siswi
SLTA Batusangkar
Kuliah di Universitas
Bung Hatta Padang.
Membahas
mengenai
variabel kepuasan
konsumen,
tempat studi
penelitian pada
dealer mobil
Mitsubishi.
28
2.5
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pembahasan pada landasan teori dan penelitian terdahulu
maka dapat disususn kerangka pemikiran:
Tabel 2.2
Kerangka Pemikiran
Minat Beli (Y)
Kualitas Pelayanan (X1)
1.
Tangibles
2.
Reliability
3.
Responsiveness
4.
Assurance
5.
Emphathy
1.
Minat transaksional
2.
Minat referensial
3.
Minat preferensial
4.
Minat eksploratif
Ferdinand (2006)
Parasuraman et.al (2008)
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kualitas Pelayanan (X1)
1.
Tangibles
Minat Beli
2.
Reliability
(Y)
3.
Responsiveness
4.
Assurance
5.
Empathy
2.6
Hubungan Antara Variabel Kualitas Pelayanan Dengan Minat
Beli
Berdasarkan tinjauan pustaka landasan teori dan hasil penelitian terdahulu,
maka penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk skema, dengan menghubungkan
29
keterkaitan antara berbagai faktor penelitian sebelumnya. Maka kerangka
pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kualitas pelayanan merupakan tingkat kesesuaian dengan persyaratan, dalam
hal ini persyaratan pelanggan. Total quality service merupakan konsep tentang
bagaimana menanamkan kualitas pelayanan pada fase penyelenggaraan jasa yang
melibatkan semua personel yang ada dalam organisasi (Handriana, 1998).
Persepsi akan kualitas pelayanan yang baik, dapat diandalkan, dan kompeten
membuat konsumen baru akan cenderung berfikir dan memiliki minat untuk
mencoba pelayanan yang diberikan produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan, apabila konsumen memiliki minat yang besar untuk mencoba dan
menggunakan pelayanan perusahaan tersebut, maka secara otomatis perusahaan
harus benar-benar memberikan pelayanan yang berkualitas dan terbaik agar
konsumen memiliki suatu minat untuk menggunakan kembali pelayanan yang
diberikan perusahaan tersebut.
Lupiyoadi (2001) memaparkan hasil penelitiannya dimana di dalam kualitas
pelayanan terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap minat konsumen
dalam menggunakan produk atau jasa, dalam acuan riset Servqual kualitas jasa
dapat diukur dalam 5 dimensi, dimensi tersebutlah yang akan berpengaruh pada
minat atau keinginan konsumen dalam menggunakan suatu produk atau jasa, hal
tersebut didukung oleh penelitian (Nurkholis, 2004) menyatakan bahwa
pelayanan jasa yang berkualitas akan mempengaruhi minat konsumen, hal
tersebut dikonsepkan bahwa kualitas pelayanan merupakan keseluruhan dari
fungsi pelayanan yang diterima secara aktual dan bagaimana pelayanan tersebut
disampaikan apabila keseluruhan fungsi itu dapat dijalankan dengan baik, maka
cenderung akan timbul minat-minat dari konsumen lain untuk menggunakan jasa
tersebut.
2.7
Hipotesis
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan landasan teori, maka hipotesis
yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :
30
H1 : Variabel kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap variabel minat beli
mahasiswa D3 Manajemen melanjutkan studi program S1 Manajemen pada
Universitas Widyatama.
H2 : Dimensi kualitas pelayanan tangibles berpengaruh positif terhadap minat
beli mahasiswa D3 Manajemen melanjutkan studi program S1 Manajemen
pada Universitas Widyatama.
H3 : Dimensi kualitas pelayanan reliability berpengaruh positif terhadap minat
beli mahasiswa D3 Manajemen melanjutkan studi program S1 Manajemen
pada Universitas Widyatama.
H4 : Dimensi kualitas pelayanan responsiveness berpengaruh positif terhadap
minat beli mahasiswa D3 Manajemen melanjutkan studi program S1
Manajemen pada Universitas Widyatama.
H5 : Dimensi kualitas pelayanan assurance berpengaruh positif terhadap minat
beli mahasiswa D3 Manajemen melanjutkan studi program S1 Manajemen
pada Universitas Widyatama.
H6 : Dimensi kualitas pelayanan empathy berpengaruh positif terhadap minat
beli mahasiswa D3 Manajemen melanjutkan studi program S1 Manajemen
pada Universitas Widyatama.
Download