66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian ini merupakan model simultan dinamis yang dibangun dari 10 persamaan, terdiri dari delapan persamaan struktural dan dua persamaan identitas. Hasil estimasi model dalam penelitian ini dihasilkan setelah melalui beberapa tahapan respesifikasi model. Data yang digunakan adalah data time series tahunan dengan periode pengamatan dari tahun 1990 sampai dengan 2010. Secara keseluruhan estimasi model yang dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik dilihat dari kriteria ekonomi (kesesuaian tanda), kriteria statistik, dan kriteria ekonometrika. Setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tanda sesuai hipotesis dan logis dari sudut pandang ekonomi. Sebagian besar (75 persen) persamaan struktural memiliki nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) diatas 0.5 dan hanya dua persaman (25 persen) yang memiliki nilai adj R2 dibawah 0.5 yaitu dengan nilai sebesar 0.1041 dan 0.1956. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum masing-masing keragaman variabel endogen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan struktural. Berdasarkan uji statistik-F diperoleh hasil bahwa sebagian besar (25 persen) persamaan struktural memiliki P-value uji statistik-F lebih kecil dari taraf α sebesar 10 persen yang berarti variabel penjelas dalam setiap persamaan struktural secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogennya. Hasil uji statistik-t menunjukkan bahwa dengan pengujian satu arah 67 secara individual ada beberapa variabel penjelas yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogennya pada taraf nyata α sebesar 10 persen, namun yang diutamakan dalam penelitian ini adalah kelogisan serta kesesuaian tanda dan besaran dengan kriteria ekonomi. 6.1.1. Hasil Uji Autocorrelation Pendeteksian masalah autocorrelation pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan statistik DW dan statistik Durbin-h. Nilai statistik DW yang diperoleh pada persamaan permintaan bawang merah rumahtangga, permintaan bawang merah non rumahtangga, dan harga riil bawang merah impor adalah sebesar 2.2943, 2.4255, dan 1.4688. Hasil nilai tersebut menunjukkan bahwa masalah autocorrelation pada ketiga persamaan tersebut tidak dapat disimpulkan (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). Nilai statistik Durbin-h yang diperoleh pada persamaan produksi bawang merah nasional dan harga bawang merah di tingkat produsen adalah sebesar 1.2560 dan 1.5670. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa persamaan produksi bawang merah nasional dan harga bawang merah di tingkat produsen tidak mengalami masalah autocorrelation, sedangkan persamaan luas areal panen bawang merah, impor bawang merah, dan harga riil bawang merah di tingkat konsumen tidak dapat dideteksi dengan menggunakan statistik Durbin-h, karena syaratnya tidak terpenuhi. Syarat yang dimaksud adalah hasil kali banyaknya contoh pengamatan (T) dengan kuadrat dari standar error koefisien “lagged endogenous variabel” (var(β)) harus lebih kecil dari satu, sedangkan hasil yang diperoleh pada ketiga model tersebut adalah lebih besar dari satu. Hal ini mengindikasikan beberapa persamaan tidak dapat disimpulkan masalah autocorrelation, namun masalah autocorrelation hanya akan mengurangi 68 efisiensi estimasi parameter dan tidak menimbulkan bias estimasi parameter regresi (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). 6.1.2. Uji Multicollinearity Masalah multicollinearity dalam model diidentifikasi dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF yang diperoleh dari hasil output regresi menggunakan SAS/ETS menunjukkan bahwa seluruh variabel penjelas yang terdapat dalam masingmasing persamaan struktural yang dibangun pada penelitian ini lebih kecil dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun tidak memiliki masalah multicollinearity yang serius (Lampiran 10). 6.1.3. Uji Heteroscedasticity Berdasarkan uji heteroscedasticity menggunakan metode park diperoleh hasil bahwa sebagian besar (75 persen) persamaan struktural yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural menghasilkan nilai probability-t yang tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar lima persen (Lampiran 12). Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam model yang dibangun tidak terdapat masalah heteroscedasticity pada data yang digunakan. Sementara dua persamaan lainnya tidak dapat dideteksi masalah heteroscedasticity karena sebagian besar data yang terdapat dalam variabel bebasnya bernilai negatif sehingga data tidak dapat ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998) masalah heteroscedasticity, hanya akan mengurangi efisiensi estimasi parameter tetapi tidak menimbulkan bias estimasi parameter regresi dan hasil yang tidak konsisten. 69 6.2. Luas Areal Panen Bawang Merah Koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan luas areal panen bawang merah sebesar 0.5382 menyatakan bahwa 53.8200 persen keragaman luas areal panen bawang merah dapat diterangkan oleh variabel-variabel penjelas dalam persamaan, sementara sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Variabel-variabel penjelas secara bersamasama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan luas areal panen bawang merah yaitu dengan nilai prob-F sebesar 0.0055 (Tabel 14). Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Luas Areal Panen Bawang Merah Pr > │t│ Elastisitas Variabel Koefisien Intersep LPPBMR 35 327.9000 12.6265 0.0166 0.0009 - - 0.5519 1.2151 LPPCMR -4.2498 0.1469 -0.2726 -0.6002 PPUR -20.4409 0.0941 -0.2166 -0.4769 TUTKR -38.9533 0.4408 -0.0025 -0.0056 LABM 0.5458 0.0440 - - R-Sq 0.6597 F value 5.4300 Adj R-Sq 0.5382 Pr > F 0.0055 DW stat 2.3132 DH stat SR Nama Variabel LR Intercept Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) Harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) Harga riil pupuk urea di tingkat produsen (Rp/Kg) Pertumbuhan upah riil tenaga kerja sektor pertanian (%) Luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya (Ha) - Hasil estimasi parameter luas areal panen bawang merah di Indonesia menunjukkan bahwa dari lima variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan, terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya, harga riil pupuk urea di tingkat produsen, dan luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya. Harga riil cabe merah tahun sebelumnya dan pertumbuhan upah tenaga kerja sektor pertanian 70 tidak berpengaruh nyata terhadap luas areal panen bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen. Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya berpegaruh positif terhadap luas areal panen bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 12.6265. Berdasarkan uji statistik t, harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya berpegaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen sehingga fluktuasi harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya mempengaruhi keputusan petani untuk menambah atau mengurangi luas arealnya. Respon luas areal panen bawang merah terhadap perubahan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya bersifat inelastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.5519, namun bersifat elastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 1.2151. Artinya, jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya sebesar satu persen, maka akan meningkatkan luas areal panen bawang merah sebesar 1.2151 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus (Tabel 11). Luas areal panen bawang merah dipengaruhi secara negatif oleh harga riil pupuk urea di tingkat produsen dengan koefisien dugaan sebesar 20.4409. Berdasarkan uji statistik t, harga riil pupuk urea di tingkat produsen berpegaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen yaitu dengan nilai prob-t sebesar 0.0941. Respon luas areal panen bawang merah terhadap perubahan harga riil pupuk urea di tingkat produsen bersifat inelastis baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga meskipun harga pupuk meningkat, tingkat penurunan luas areal panen tidak sebesar tingkat kenaikan harga input. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea untuk usahatani bawang merah masih cukup intensif. 71 Harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya memberikan pengaruh negatif terhadap luas areal panen bawang merah. Artinya, jika terjadi peningkatan harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya sebesar Rp 1/Kg, maka akan menurunkan luas areal panen bawang merah sebesar 4.2498 Ha, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t, harga riil cabe merah di tingkat produsen tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap luas areal panen bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen. Hal ini diduga pada sebagian besar sentra produksi bawang merah, usahatani bawang merah merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat di daerah sentra produksi bawang merah seperti di Kabupaten Brebes, sehingga perubahan harga komoditas kompetitornya kurang mempengaruhi keputusan petani untuk mengurangi luas areal panen bawang merah. Menurut Tentamia (2002), sebagian besar petani bawang merah di Jawa Tengah menanam cabe merah hanya sebagai tumpang sari sehingga meskipun harga cabe merah relatif tinggi, petani tetap menetapkan bawang merah sebagai prioritas utama. Pertumbuhan upah riil tenaga kerja sektor pertanian tidak berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap luas areal panen bawang merah. Hal ini dikarenakan petani yang banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga adalah petani golongan lahan luas dengan modal besar sehingga tingkat upah bukan merupakan kendala (Tentamia, 2002). Variabel luas areal panen bawang merah tahun sebelumnya berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap luas areal panen bawang merah. Kondisi ini menunjukkan bahwa luas areal panen bawang merah memerlukan tenggat 72 waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan diri dalam merespon perkembangan situasi ekonomi bawang merah domestik dan dunia. 6.3. Produksi Bawang Merah Hasil estimasi persamaan produksi bawang merah dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan Tabel 15, nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan produksi bawang merah adalah sebesar 0.8599 yang artinya bahwa sebesar 85.99 persen keragaman produksi bawang merah dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel penjelas di dalam persamaan, yaitu harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen bawang merah, perubahan tingkat suku bunga bank persero, curah hujan, teknologi (yang didekati dengan tren waktu), dan produksi bawang merah tahun sebelumnya, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Tabel 15. Hasil Estimasi Parameter Produksi Bawang Merah Variabel Koefisien Pr > │t│ Elastisitas SR LR - Intersep -199 755.0000 0.1154 PPBMR 50.6841 0.0276 0.2486 0.2605 ABM 7.6541 0.0004 0.7928 0.8306 DCIR -9 999.1700 0.0630 0.0036 0.0038 -8.8737 0.4179 -0.0246 -0.0258 4 590.9200 0.2005 0.0607 0.0636 LQBM 0.0455 0.4089 - - R-Sq 0.9042 F value 20.4500 Adj R-Sq 0.8599 Pr > F <0.0001 DW stat 1.7194 DH stat 1.2558 CH T Nama Variabel Intercept Harga riil bawang merah di tingkat produsen (Rp/Kg) Luas areal panen bawang merah (Ha) Perubahan tingkat suku bunga bank persero (%) Curah hujan (mm/Thn) Tren waktu (Teknologi) Produksi bawang merah tahun sebelumnya (Ton) Nilai prob-F yang diperoleh adalah sebesar <0.0001, yang berarti bahwa variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan produksi bawang merah. Hasil uji statistik-t 73 menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen adalah harga riil bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen bawang merah, dan perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero, sedangkan variabel curah hujan, tren waktu, dan produksi bawang merah tahun sebelumnya tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi bawang merah nasional. Koefisien dugaan variabel harga riil bawang merah di tingkat produsen adalah sebesar 50.6841. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga riil bawang merah di tingkat produsen sebesar Rp 1/Kg akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 50.6841 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t, harga riil bawang merah di tingkat produsen berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen. Respon produksi bawang merah terhadap perubahan harga riil bawang merah di tingkat produsen bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas sebesar 0.2486 dan 0.2605. Hal ini berarti dalam jangka pendek maupun jangka panjang perubahan harga tidak akan menyebabkan tingkat produksi berubah sebesar perubahan harga yang terjadi. Luas areal panen bawang merah berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap produksi bawang merah dengan koefisien dugaan sebesar 7.6541. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan luas areal panen bawang merah sebesar satu Ha, maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 7.6541 Ton, ceteris paribus. Respon produksi bawang merah terhadap perubahan luas areal panen bawang merah bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas masing- 74 masing sebesar 0.7928 dan 0.8306. Hal ini berarti dalam jangka pendek apabila luas areal panen bawang merah meningkat sebesar satu persen maka produksi bawang merah akan meningkat sebesar 0.7928 persen, ceteris paribus. Selanjutnya, perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero berpengaruh negatif terhadap produksi bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 9 999.170. Berdasarkan uji statistik-t perubahan tingkat suku bunga kredit bank persero berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan perubahan pada tingkat suku bunga kredit sebesar satu persen, maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 9 999.170 Ton, ceteris paribus. Curah hujan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi bawang merah. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi budidaya bawang merah di Indonesia saat ini semakin membaik. Produksi bawang merah yang rendah akibat gagal panen yang disebabkan oleh hama penyakit khususnya jamur karena curah hujan yang tinggi pada siang hari, saat ini sudah dapat diantisipasi dengan menggunakan fungisida dan pestisida baik kimia maupun organik serta perawatan teratur dari petani setelah tanaman tersebut terkena air hujan secara langsung. Selain itu, teknologi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah. Hal ini mengindikasikan bahwa petani bawang merah di Indonesia membutuhkan waktu yang relatif lambat untuk mengadopsi perkembangan teknologi. 6.4. Penawaran Bawang Merah Penawaran bawang merah merupakan persamaan identitas dari produksi bawang merah ditambah impor bawang merah dan dikurangi ekspor bawang 75 merah. Secara matematis persamaan identitas dari total penawaran bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: QSBMt = QBMt + MBMt - XBMt Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain yang mempengaruhi produksi bawang merah atau impor bawang merah maka akan mempengaruhi total penawaran bawang merah. Selanjutnya perubahan total penawaran bawang merah akan memberikan pengaruh kepada variabel endogen lain baik secara langsung maupun tidak langsung. 6.5. Permintaan Bawang Merah 6.5.1. Permintaan Bawang Merah Rumahtangga Berdasarkan hasil estimasi parameter pada Tabel 16, nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan permintaan bawang merah rumahtangga adalah sebesar 0.8400. Hal ini menunjukkan bahwa 84.00 persen keragaman permintaan bawang merah rumahtangga dapat dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel penjelas, sedangkan sisanya 16.00 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan. Nilai prob-F yang diperoleh adalah sebesar <0.0001, yang berarti bahwa variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan permintaan bawang merah rumahtangga. 76 Tabel 16. Hasil Estimasi Rumahtangga Variabel Koefisien Parameter Pr > │t│ Permintaan Elastisitas SR Intersep -1 136 282.0000 <0.0001 - PKBMR -11.7770 0.1099 -0.1457 - TPKBPR -298.1050 0.3736 0.0036 - 0.0075 <0.0001 3.2536 - 283.2656 0.1881 0.0099 - TGDPkap R-Sq 0.8737 F value 25.9400 Adj R-Sq 0.8400 Pr > F <0.0001 DW stat 2.2943 Merah Nama Variabel LR - POP Bawang Intercept Harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) Laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%) Jumlah penduduk Indonesia (Jiwa) Laju pertumbuhan GDP riil per kapita (%) Variabel yang berpengaruh nyata secara statistik pada taraf α sebesar 10 persen terhadap permintaan bawang merah rumahtangga adalah jumlah penduduk Indonesia. Jumlah penduduk mempunyai dampak positif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga dengan koefisien dugaan sebesar 0.0075. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah penduduk sebanyak satu jiwa, maka akan meningkatkan permintaan bawang merah rumahtangga sebesar 0.0075 Ton, ceteris paribus. Tingkat konsumsi bawang merah per kapita per tahun relatif tetap, sehingga peningkatan permintaan bawang merah tiap tahunnya akan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Respon permintaan bawang merah rumahtangga terhadap perubahan jumlah penduduk Indonesia bersifat elastis dalam jangka pendek yaitu dengan nilai elastisitas sebesar 3.2536. Artinya, jika terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang merah rumahtangga sebesar 3.2536 persen pada jangka pendek, ceteris paribus. 77 Harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen sebagai komoditas komplementer bawang merah berdampak negatif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga, sedangkan pertumbuhan GDP riil per kapita penduduk Indonesia berdampak positif terhadap permintaan bawang merah rumahtangga. Berdasarkan uji statistik-t ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang merah rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen. Hutabarat, et al. (1999) dan Tentamia (2002) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa meskipun harga bawang merah berfluktuasi tinggi, tetapi karena konsumsinya relatif kecil maka permintaan bawang merah tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat harga dan GDP per kapita penduduk di Indonesia. 6.5.2. Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga Berdasarkan hasil estimasi parameter di Tabel 15 menunjukkan bahwa permintaan bawang merah non rumahtangga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen, harga riil mie instan, laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen, dan GDP total masyarakat Indonesia. Berdasarkan uji statistik-t dapat dijelaskan bahwa hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen yaitu harga riil mie instan dan GDP riil. 78 Tabel 17. Hasil Estimasi Parameter Permintaan Bawang Merah Non Rumahtangga Variabel Intersep TPKBMR PKMIR TPKBPR Elastisitas Koefisien Pr > │t│ -263 070.0000 0.1699 -933.3900 0.1433 -0.0003 - 781.0029 0.0216 1.3049 - -655.8640 0.3668 0.0094 - 0.0122 - SR Nama Variabel LR Intercept GDP 8.38E-08 R-Sq 0.3649 F value 0.2688 2.1500 Adj R-Sq 0.1956 Pr > F 0.1241 DW stat 2.4255 Laju pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen (%) Harga riil mie instan (Rp/bungkus) Laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen (%) GDP riil (000 Rp) Harga riil mie instan berpengaruh positif dan nyata terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen. Respon harga riil mie instan bersifat elastis terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 1.3049. Hal ini berarti bahwa jika harga riil mie instan naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang merah non rumahtangga sebesar 1.3049 persen dalam jangka pendek, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan konsumen non rumahtangga merupakan produsen produk olahan berbahan baku bawang merah, sehingga peningkatan dan penurunan permintaan bawang merah sangat dipengaruhi oleh harga jual produk olahan tersebut. Dalam penelitian ini produk olahan berbahan baku bawang merah yang digunakan adalah mie instan. GDP riil mempengaruhi permintaan bawang merah non rumahtangga secara nyata dan positif pada taraf α sebesar 10 persen. Nilai koefisien dugaan variabel GDP adalah sebesar 8.38E-8. Hal ini berarti bahwa terjadinya peningkatan GDP sebesar Rp 1 000 maka akan meningkatkan permintaan bawang merah non rumahtangga sebesar 8.38E-8 Ton, ceteris paribus. GDP bersifat 79 inelastis terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.2688. Selanjutnya, laju pertumbuhan harga riil bawang merah di tingkat konsumen dan laju pertumbuhan harga riil bawang putih di tingkat konsumen tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang merah non rumahtangga pada taraf α sebesar 10 persen, seperti yang terjadi pada permintaan bawang merah rumahtangga. 6.5.3. Permintaan Bawang Merah Total Permintaan bawang merah total merupakan persamaan identitas dari permintaan bawang merah rumahtangga ditambah permintaan bawang merah non rumahtangga. Secara matematis persamaan identitas dari total permintaan bawang merah dapat dirumuskan sebagai berikut: QDBMt = QDRTt - QDNRTt Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap perubahan kebijakan atau perubahan faktor lain yang mempengaruhi permintaan bawang merah rumahtangga atau permintaan bawang merah non rumahtangga maka akan mempengaruhi total permintaan bawang merah. 6.6. Impor Bawang Merah Nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan impor bawang merah sebesar 0.6060. Hal ini berarti bahwa sebesar 60.60 persen keragaman dari variabel endogen mampu diterangkan oleh variabel-variabel penjelas di dalam persamaan, sedangkan sisanya dapat diterangkan oleh faktor lain di luar persamaan. Berdasarkan uji statistik-F diperoleh nilai prob-F sebesar 0.0020, artinya bahwa variabel penjelas secara bersama-sama menjelaskan variabel endogennya dengan baik (Tabel 18). mampu 80 Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Impor Bawang Merah Pr > │t│ Elastisitas Variabel Koefisien Intersep PMBMR 8 551.8440 -13.2816 0.4427 0.2582 0.4044 -0.6708 PKBMR 4.0641 0.2263 0.3533 0.5860 QBM -0.0223 0.3776 -0.2338 -0.3879 QDRT 0.1077 0.0520 0.6221 1.0318 LMBM 0.3971 0.0781 - - R-Sq 0.7097 F value 6.8500 Adj R-Sq 0.6060 Pr > F 0.0020 DW stat 1.6592 DH stat SR Nama Variabel LR Intercept Harga riil bawang merah impor (Rp/Kg) Harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) Produksi bawang merah nasional (Ton) Permintaan bawang merah rumahtangga (Ton) Impor bawang merah tahun sebelumnya (Ton) - Harga riil bawang merah impor memiliki hubungan negatif terhadap impor bawang merah. Koefisien dugaan harga riil bawang merah impor adalah sebesar -13.2816. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah impor sebesar Rp 1/Kg maka akan menurunkan impor bawang merah sebesar 13.2816 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t, harga riil bawang merah impor tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah impor akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 74 persen. Harga riil bawang merah di tingkat konsumen berpengaruh positif terhadap impor bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 4.0641. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sebesar Rp 1/Kg maka akan meningkatkan impor bawang merah sebesar 4.0641 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t harga riil bawang merah impor tidak berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah di tingkat konsumen akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 77 persen. 81 Produksi bawang merah berpengaruh negatif terhadap impor bawang merah ke Indonesia dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.0223. Artinya, jika terjadi peningkatan produksi bawang merah nasional sebesar satu Ton maka akan menurunkan impor bawang merah sebesar 0.0223 Ton, ceteris paribus. Berdasarkan uji statistik-t produksi bawang merah tidak berpengaruh nyata terhadap impor bawang merah pada taraf α sebesar 10 persen atau pada selang kepercayaan sebesar 90 persen, namun harga riil bawang merah di tingkat konsumen akan menjadi nyata pada selang kepercayaan sebesar 62 persen. Berdasarkan uji statistik-t, permintaan bawang merah rumahtangga berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen terhadap impor bawang merah dengan nilai koefisien dugaan sebesar 0.1077. Respon impor bawang merah terhadap perubahan permintaan bawang merah rumahtangga bersifat inelastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.6221, namun bersifat elastis dalam jangka panjang dengan nilai elastisitas sebesar 1.0318. Artinya, jika permintaan bawang merah rumahtangga naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan impor bawang merah sebesar 1.0318 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Variabel impor bawang merah tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap impor bawang merah. Artinya, impor bawang merah tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya impor bawang merah saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa impor bawang merah relatif lamban dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi, karena variabel dirinya sendiri yang lebih mempengaruhi perubahan tersebut. 82 6.7. Harga Riil Bawang Merah Impor Nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan harga riil bawang merah impor adalah sebesar 0.6702. Artinya, sebesar 67.02 persen keragaman dari variabel endogen mampu diterangkan oleh variabel-variabel penjelas yang terdapat di dalam persamaan yakni harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah, sedangkan sisanya dapat diterangkan oleh faktorfaktor lain di luar persamaan. P-value untuk uji statistik-F yang diperoleh dari persamaan harga riil bawang merah impor sebesar kurang dari 0.0001 yakni nyata pada taraf α sebesar 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam persamaan harga riil bawang merah impor secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel endogennya dengan baik. Berdasarkan uji statistik-t, semua variabel penjelas yang terdapat dalam model berpengaruh nyata terhadap harga riil bawang merah impor pada taraf α sebesar 10 persen yakni harga riil bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah. Tabel 19. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah Impor Variabel Koefisien Pr > │t│ Elastisitas 952.1662 0.5268 <0.0001 <0.0001 - LR - 0.5168 - TRF 22.9802 0.0281 0.0734 - R-Sq 0.7049 F value 20.3000 Adj R-Sq 0.6702 Pr > F <0.0001 DW stat 1.4688 Intersep PWBMR SR Nama Variabel Intercept Harga riil bawang merah dunia (Rp/Kg) Tarif impor bawang merah (%) Harga riil bawang merah dunia berpengaruh nyata dan positif terhadap harga riil bawang merah impor pada taraf α sebesar 10 persen. Nilai koefisien dugaan variabel harga riil bawang merah dunia sebesar 0.5268 artinya jika harga 83 riil bawang merah dunia naik sebesar Rp 1/Kg maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar Rp 0.5268/Kg, ceteris paribus. Respon harga riil bawang merah impor terhadap perubahan harga riil bawang merah dunia bersifat inelastis dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.5168. Hal ini berarti bahwa jika harga riil bawang merah dunia naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar 0.5168 persen dalam jangka pendek, ceteris paribus. Harga riil bawang merah dunia dari waktu ke waktu memiliki kecenderungan menurun dikarenakan bertambahnya negara yang menjadi produsen bawang merah sehingga ketersediaan bawang merah di pasar internasional selalu surplus, sedangkan kondisi pasar bawang merah di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bawang merah dalam negeri. Tarif impor bawang merah berpengaruh positif dan nyata terhadap harga riil bawang merah impor. Nilai koefisien dugaan variabel tarif impor bawang merah sebesar 22.9802 artinya jika tarif impor bawang merah naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar Rp 22.9802/Kg, ceteris paribus. Jika dilihat dari nilai elastisitasnya, harga riil bawang merah impor juga tidak responsif terhadap tarif impor bawang merah dalam jangka pendek dengan nilai elastisitas sebesar 0.0734. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan tarif impor bawang merah sebesar satu persen, maka akan meningkatkan harga riil bawang merah impor sebesar 0.0734 persen dalam jangka pendek, ceteris paribus. 84 6.8. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen Nilai koefisien determinasi terkoreksi (adj R2) dari persamaan harga riil bawang merah di tingkat konsumen adalah sebesar 0.1041. Hal ini berarti bahwa sebesar 10.41 persen keragaman variabel harga riil bawang merah di tingkat konsumen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan, sedangkan sisanya sebesar 89.59 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. Hasil estimasi parameter harga riil bawang merah di tingkat konsumen menunjukkan bahwa dari dua variabel penjelas yang dimasukkan dalam persamaan, terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10 persen yaitu harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya. Rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap harga riil bawang merah di tingkat konsumen. Tabel 20. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Konsumen Elastisitas Koefisien Pr > │t│ Intersep RQSDRT 3 633.5220 -189.3980 0.0275 0.4151 - - -0.0577 -0.1119 LPKBMR 0.4843 0.0359 - - R-Sq 0.1984 F value 2.1000 Adj R-Sq 0.1041 Pr > F 0.1526 DW stat 1.9483 DH stat Variabel SR Nama Variabel LR Intercept Rasio penawaran dengan permintaan rumahtangga Harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya (Rp/Kg) - Respon harga riil bawang merah di tingkat konsumen terhadap rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai 85 elastisitas masing-masing sebesar 0.0577 dan 0.1119. Hal ini berarti bahwa jika rasio penawaran bawang merah dengan permintaan bawang merah rumahtangga meningkat sebesar satu persen maka akan menurunkan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sebesar 0.0577 persen dalam jangka pendek dan turun sebesar 0.1119 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Variabel harga riil bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga riil bawang merah di tingkat konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tenggat waktu yang relatif lambat bagi harga riil bawang merah di tingkat konsumen untuk kembali pada tingkat keseimbangannya, atau dengan kata lain harga riil bawang merah di tingkat konsumen relatif tidak stabil. 6.9. Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen Hasil estimasi pada persamaan harga riil bawang merah di tingkat produsen (Tabel 21) menunjukkan bahwa keragaman variabel endogen sebesar 74.01 persen mampu dijelaskan dengan baik oleh harga riil bawang merah di tingkat konsumen, dan harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya. Nilai prob-F yang diperoleh dari persamaan harga riil bawang merah di tingkat produsen adalah sebesar <0.0001, yang berarti bahwa variabel penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen dalam persamaan harga riil bawang merah di tingkat konsumen. 86 Tabel 21. Hasil Estimasi Parameter Harga Riil Bawang Merah di Tingkat Produsen Pr > │t│ Elastisitas Variabel Koefisien Intersep PKBMR 607.2693 0.3808 0.1301 - - <0.0001 0.5228 0.7398 LPPBMR 0.2933 0.0234 - - R-Sq 0.7674 F value 28.0500 Adj R-Sq 0.7401 Pr > F <0.0001 DW stat 1.4455 DH stat 1.5672 SR Nama Variabel LR Intercept Harga riil bawang merah di tingkat konsumen (Rp/Kg) Harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya (Rp/Kg) Harga riil bawang merah di tingkat konsumen berpengaruh positif dan nyata secara statistik terhadap harga riil bawang merah di tingkat produsen dengan nilai koefisien sebesar 0.3808. Artinya, jika terjadi kenaikan harga riil bawang merah di tingkat konsumen sebesar Rp 1/Kg maka akan meningkatkan harga riil bawang merah di tingkat produsen Rp 0.3808/Kg, ceteris paribus. Hal ini dikarenakan produsen bawang merah di Indonesia hanya sebagai price taker yang tidak memiliki posisi tawar yang kuat di pasar, sehingga ketika pasokan bawang merah di pasar melimpah baik karena musim panen raya maupun banyaknya impor bawang merah yang masuk ke pasar maka harga bawang merah di tingkat petani akan turun. Menurut Kementerian Perdagangan (2012), kondisi seperti ini sebagian besar karena peran tengkulak yang pandai menekan harga sehingga untuk menjaga stabilitas harga bawang merah di tingkat petani perlu dilakukan upaya menciptakan nilai tambah pada komoditas bawang merah yang dijual serta dilakukan penyuluhan secara intensif kepada petani agar tetap survive dan tidak mudah terpangaruh oleh isu-isu yang dibuat oleh para tengkulak. Variabel harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga riil bawang merah di tingkat produsen. Artinya, 87 harga riil bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya mempengaruhi besarnya harga riil bawang merah di tingkat produsen saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat tenggat waktu yang relatif lambat bagi harga riil bawang merah di tingkat produsen untuk kembali pada tingkat keseimbangannya, atau dengan kata lain harga riil bawang merah di tingkat produsen relatif tidak stabil.