BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1. Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dukungan Keluarga
1. Pengertian
Dukungan keluarga dalam penelitian ini adalah dukungan sosial yang
diberikan oleh keluarga pada lansia yang menderita diabetes militus.
Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb dalam Kuntjoro
(2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata
atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek
di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial,
secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan
yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh
Sarason dalam Kuntjoro (2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat
diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga
dikemukakan oleh Cobb dalam Kuntjoro (2002) yang mendefinisikan
dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau
9
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut
diperoleh dari individu maupun kelompok.
Efek dari Dukungan sosial yang berasal dari keluarga terhadap
kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik,
keadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan
menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik
dan kesehatan emosi. Di samping itu pengaruh positif dari dukungan sosial
keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang
penuh dengan stress (Friedman, 1998).
Menurut Smet (1994) bahwa dukungan sosial mengacu pada bantuan
emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh dari orang lain. Segi
fungsional dukungan sosial mencakup dukungan emosional, mendorong
adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi, pemberian
bantuan material. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal
dan/atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh
keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai
manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial Keluarga
Menurut House dalam Sarafino (1990) terdapat empat jenis atau
dimensi dukungan sosial yang meliputi:
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
a. Dukungan emosional
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik,
penegasan). Empati, kepedulian dan perhatian yang didapatkan dari
keluarga oleh lansia dengan DM akan memotivasi lansia dengan DM untuk
dapat tetap sabar, teratur dan rutin dalam mengontrol gula darahnya supaya
tetap dalam keadaan stabil.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan merupakan suatu dukungan atau bantuan dari
keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik dan penghargaan kepada
lansia dengan menunjukkan respons positif,
yaitu dorongan atau
persetujuan terhadap gagasan/ide atau perasaan seseorang (Bomar, 2004).
Keluarga memberikan dukungan penghargaan lewat ungkapan hormat
(penghargaan) positif untuk lansia dengan DM, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan
positif lansia dengan orang lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang
mampu atau lebih buruk keadannya dari dirinya sendiri (menambah
penghargaan diri).
c. Dukungan informasi
Dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan
yang diberikan keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan,
nasehat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi penting yang
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
dibutuhkan lansia dalam upaya meningkatkan status kesehatannya (Bomar,
2004). Keluaga memberikan dukungan informasi berupa bantuan langsung
seperti memberikan informasi-informasi atau bimbingan ketika lansia
mengalami masalah dengan penyakit yang dideritanya (DM).
d. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan
penuh keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun
menyediakan waktu untuk melayani dan mendengarkan lansia dalam
menyampaikan perasaannya (Bomar, 2004). Keluarga memberikan
dukungan instrumental berupa bantuan dalam bentuk tenaga, dana
maupun menyediakan waktu ketika lansia membutuhkan bantuan dalam
mengatasi permasalahanya.
3. Fungsi-Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut (Friedman et al, 2003) adalah sebagai berikut:
1) Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapakan anggota
keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2) Fungsi
sosialisasi
dan
tempat
bersosialisasi
(socializatioan
and
socialplacemen function) adalah fungsi mengembangkan dan dan proses
interaksi dalam keluarga. sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga
merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
3) Fungsi reproduksi (the reproduktive function) adalah fungsi keluarga untuk
meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
4) Fungsi ekonomi (the economic function) adalah fungsi keluarga untuk
memenuhi
kebutuhan
kelurga
secara
ekonomi
dan
tepat
untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
5) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healt care function)
yaitu untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki pruduktifitas tinggi, serta merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan
B. Diabetes Mellitus
1. Konsep dasar penyakit diabetes mellitus Tipe II
Diabetes mellitus (DM) yang dikenal dengan kencing manis atau
kencing gula. Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemik kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Kadar glukosa dalam
darah kita biasanya berfluktuasi, artinya naik turun sepanjang hari dan setiap
saat, tergantung pada makan yang masuk dan aktivitas fisik seseorang (Mistra,
2005).
Diabetes Melitus adalah sekelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya (Gustaviani, 2006).
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Menurut Widharto (2007) menyatakan bahwa pada pasien dengan
diabetes tipe II, orang yang bersangkutan tidak mengalami kerusakan pada
sel-sel penghasil insulin yang terdapat dalam pankreasnya. Apabila diteliti
orang tersebut menghasilkan insulin, namun insulin tersebut tidak dapat
berfungsi sebagai mestinya. Diabetes tipe II juga merupakan penyakit
keturunan.
Menurut Suyono (2004) menyatakan bahwa pada DM tipe II jumlah
insulin normal, bahkan lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu pintu masuk ke dalam sel. Pada
keadaan ini jumlah lubang kunci yang kurang, hingga meskipun anak kunci
(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka
glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan
bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu
hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer, 2008).
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi
akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2001).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan
relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi
terhadap glukosa.
3. Patofisiologi
Pankreas yag disebut kelenjar ludah perut adalah kelenjar penghasil
insulin yang terletak dibelakang lambung didalamnya terdapat kompulan sel
yang terbentuk seperti pulau dan disebut pulau langerhans yang berisi sel β
yang mengeluarkan hormon insulin yag sangat berperan dalam pengukuran
kadar glukosa darah. Pada keadaan NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) jumlah insulin bisa normal. Bahkan lebih banyak tetapi reseptor
(penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Pada keadaan NIDDM, jumlah
reseptor insulin kurang, sehingga meskipun insulin banyak, tetapi karena
reseptor insulin kurang maka glukosa dalam darah meningkat. Pada diabetes
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
mellitus tidak tergantung insulin disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin
juga tinggi/normal, juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup / lebih
kualitasnya kurang baik sehingga gagal membawa glukosa masuk kedalam
sel. Diabetes mellitus juga bisa terjadi akibat ganguan transport glukosa di
dalam sel sehingga digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi
(Subekti, 2009).
4. Tanda dan Gejala
Menurut Tjokroprawiro (2000) menyatakan bahwa gejala dan tanda-tanda
penyakit DM tipe II dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik
a. Gejala akut
Gejala penyakit DM tipe II dari satu penderita ke penderita lainnya
tidaklah selalu sama, gejala yang disebutkan di bawah ini adalah gejala
yang umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya
variasi gejala lain. Bahkan ada penderita DM tipe II yang tidak
menunjukkan gejala apapun sampai pada saat tertentu.
Gejala awal yang ditunjukkan meliputi tiga P yaitu polifagia (banyak
makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing) atau
disingkat: ‘’3P’’ (polifagia, polidipsia, poliuria). Dalam fase ini biasanya
penderita menunjukan berat badan yang terus naik (bertambah gemuk),
karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai
timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, dan bukan ‘’3P’’
lagi, melainkan hanya ‘’2P’’ saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa
keluhan lain: nafsu makan mulai berkurang (tidak polifagia lagi), bahkan
kadang-kadang disusul dengan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500
mg/dl, banyak minum, banyak kencing, berat badan menurun dengan cepat
(dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Bila tidak
lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
(tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.
Koma diabetik adalah koma pada penderita DM tipe II akibat kadar
gula darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600 mg/dl.
b.
Gejala kronik
Gejala yang muncul sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun
mengidap penyakit DM tipe II tanpa menunjukkan gejala akut. Gejala
kronik yang sering timbul yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan diatas
bantal atau kasur, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya
sering ganti kacamata, gatal disekitar kemaluan (terutama wanita), gigi
mudah goyah, kemampuan seksual menurun, bahkan impoten dan para ibu
hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
5. Faktor resiko diabetes millitus
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer &
Bare, 2002) antara lain:
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes,
karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin
dengan baik.
b. Usia
Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang
secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan
pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka
terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manismanis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini
mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi
gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit
DM tipe II.
d. Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat
mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan
karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga sembilan cadangan gula
darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien
DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.
6. Komplikasi Diabetes Tipe II
Pasien DM tipe II mempunyai risiko terjadinya penyakit jantung
koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, kematian akibat
penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi ini terus meningkat. Kualitas
pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita diabetes mellitus
diakibatkan 20 faktor diantaranya stress, stress dapat merangsang hipotalamus
dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormonhormon kontra insulin seperti
ketokelamin, ACTH, GH, kortisol,dan lainlain. Akibatnya hal ini akan
mempercepat terjadinya komplikasi yang buruk bagi penderita diabetes
mellitus (Nadesul, 2002).
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada
penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease
= CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer
(Peripheral Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular
dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan
komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya
menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari
penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,
antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit
jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan
komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan,
termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah.
Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari
130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya
hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi
seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan
lain sebagainya (Depkes RI, 2005).
7. Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Tipe Ii
Di dalam darah, kadar gula selalu fluktuatif bergantung pada asupan
makanan. Kadar paling tinggi tercapai pada satu jam sesudah makan. Satu jam
setelah makan, gula di dalam darah akan mencapai kadar paling tinggi,
normalnya tidak melebihi 180 mg per 100 cc darah (180 mg/dl). Kadar 180
mg/dl disebut ambang ginjal dimana ginjal bisa menahan gula pada kadar
tersebut. Lebih dari angka tersebut ginjal tidak dapat menahan gula dan
kelebihan gula akan keluar bersama urin, jadilah kencing yang manis. Pada
diabetes terdapat masalah dengan efek kerja insulin dalam hal ini
memasukkan gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga gula darah tetap
tinggi. Hal ini dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat
serta menyebabkan komplikasi dan gangguan metabolisme yang lain. Apabila
tidak bisa mendapatkan energi yang cukup dari gula, tubuh akan mengolah
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
zat-zat lain di dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Zat-zat itu adalah
lemak dan protein. Penggunaan atau penghancuran lemak dan protein
menyebabkan turunnya berat badan (Kariadi, 2009).
Tabel 2.1 Kriteria Gula Darah
Gula darah
rendah
Rentang normal
Gula darah
Tinggi
Gula
Darah
Puasa
≤70 mg/dl
70-126 mg/dl
≥126 mg/dl
Gula
Darah
Sewaktu
≤110 mg/dl
110-199 mg/dl
>200 mg/dl
Gula
Darah Post
Prandial
<120 mg/dl
120-179 mg/dl
>180 mg/dl
Sumber : Johnson, M. (1998)
Tabel 2.2 Kriteria Penegakan Diagnosis Berdasarkan Kadar Gula Darah
Normal
Pra-diabetes
IFT atau IGT
Diabetes
lukosa Plasma
Puasa
<100 mg/dL
100 – 125 mg/dL
≥126 mg/dL
Glukosa Plasma 2
Jam setelah makan
<140 mg/dL
140 – 199 mg/dL
>200 mg/dL
IFT = Impaired Fasting Glucose (IFG)
IGT = Impaired Glucose Tolerance
(Sumber: Depkes RI, 2005)
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Barbara (1996) menambahkan bahwa toleransi glukosa berdasarkan usia yaitu:
Usia nominal
0-30 tahun
30-40 tahun
40-50 tahun
Puasa
110
112
114
1 jam
185
11
197
2 jam
165
175
185
50-60 tahun
116
203
195
60-70 tahun
70-80 tahun
118
120
209
215
205
215
8. Penatalaksanaan Terapi Diabetes Militus
Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan bahwa penatalaksanaan utama
terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuannya adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien
e.
Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini:
1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui caracara yang aman dan praktis.
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus
mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu,
gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang
etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi insulin
intensif, penentuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih
fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan makan serta latihan.
Komposisi makanan yang dianjurkan pada penderita diabetes
mellitus adalah sekitar 10-15 % protein, 20-25 % lemak dan 60-70 %
karbohidrat. Sumber makanan yang dihindari pada sumber karbohidrat
sederhana adalah seperti sirup, kue dan makanan manis lainnya serta
penggunaan sumber dari karbohidrat kompleks, seperti nasi. Penggunaan
gula mumi yang dianjurkan dalam pemakaiannya dalam sehari adalah
sekitar 5 % dari total kalori. Penggunaan gula mumi dapat ditambahkan
dengan cara ditambahkan dalam bumbu pada masakan yaitu sekitar 3
sendok makan penggunaan dalam sehari. Untuk penderita diabetes
mellitus dalam satu sendok makan gula murni dapat digantikan dengan
buah pisang. Pemberian sumber serat berfungsi untuk mengendalikan
nafsu makan yang membuat perut terasa kenyang. Sumber dari serta
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
dapat berkasiat seperti terdapat dalam jenis makana obat bran, apel dan
jeruk serta kacang-kacangan yang berfungsi untuk menurunkan kadar
gula darah yang merupakan serat yang mudah larut dalam tubuh.
Sedangkan dalam penggunaan lemak, seperti dalam penambahan santan
dalam pengolahan makanan dapat beresiko besar terjadinya penyakit
jantung serta dapat menghambat pembuluh darah (Waspaji, 2007).
Menurut Arisman (2004), penentuan jumlah kalori yang
dibutuhkan dihitung berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang
ditentukan dengan rumus IMT = berat badan (kg) dibagi tinggi badan
(m)2. Klasifikasi IMT sebagai berikut:
a) 17,0-18,4 = kurus
b) 18,5-25,0 = normal
c) 25,1-27,0 = gemuk
Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung
Percentage Of Relative Body Weigh (BBR) atau berat badan relatif
dengan rumus :
BB
BBR =
TB - 100
x 100%
Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan
dalam sehari pada penderita DM yang bekerja biasa menurut Darmono,
(2007) adalah :
1) Kurus (< 90%) kebutuhan kalori: BB X 40 – 50 kalori sehari.
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
2) Normal (90-100%) kebutuhan kalori : BB X 30 kalori sehari.
3) Gemuk (>100%) kebutuhan kalori : berat badan (kg) dikalikan 20 kalori
Menurut Almatsier (2009), jumlah dan jenis makanan yang
dianjurkan makan 3 kali sehari yang terdiri dari komposisi yang berimbang.
Pengaturan diet diabetes mellitus, perlu mengetahui kebutuhan kalori
sehari. Selain membantu dalam kebutuhan kalori, ahli gizi / diet juga
menyarankan variasi makanan sesuai dengan daftar bahan makanan
penukar. Porsi makanan hendaknya tersebar sepanjang hari, yaitu makan
pagi, makan siang, dan makan malam serta kudapan di antara waktu
makan.
Tabel 2.3 Contoh menu diet diebetes mellitus
(Sumber :Beck, 2011)
Waktu
Pagi
Pukul 10.00
Siang
Makan sore
Bahan makanan
Roti tawar 4 potong (80gram)
Telur ½ butir (30gram)
Pindakas 1 sdm (10gram)
Tomat
Margarin ½ sdm (5gram)
Pepaya 1 potong
Menu
Roti isi pindaks
Telur rebus
Lalap tomat
Nasi 1 gelas (130gram)
Daging 1 potong sedang (50gram)
Tempe 2 potong sedang (50gram)
Kol
Tauge
Bayam ½ gelas (50gram)
Kacang panjang ½ gelas (75 gram)
Kacang tanah 1 sdm (10gram)
Nanas 1/6 buah sedang (75gram)
Kacang tanah 1 sdm (10 gram)
Kentang 2 biji sedang (200 gram)
Daging 1 potong sedang (50 gram)
Tahi 1 biji sedag (50 gram)
Ketimun
Slada
Buncis ½ gelas (50 gram)
Nasi
Daging bumbu bali
Pepaya
Nanas
Kentang ongklok
Daging bistik
Telur tim
Selada + Ketimun (lalap)
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Pukul 21.00
f.
Wortel ½ gelas (50 gram)
Pepaya 1 potong sedang (100 gram)
Minyak ½ sdm (5 gram)
Slup buncis + wortel
Pepaya
Pisang 1 buah sedang (75 gram)
Pisang
Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pongambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training)
dapat meningkatkan learn body mass dan dengan demikian menambah
laju metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini
sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan,
mengurangi rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan
juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDLkolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua
manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya
peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl (14 mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin
tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati
normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan
sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormon
ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaika
kadar glukosa darah.
Olah raga dapat berguna untuk menurunkan kadar glukosa darah
dan kadar lipid dalam darah sehingga dapat meningkatkan kadar HDl
kolesterol. Dan anjuran untuk melakukan olah raga adalah minimal
sebanyak 4 sampai 5 kali seminggu dengan waktu minimal ½ jam
(Suyono, 2006).
g.
Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri (SMBG: Self-Monitoring Of Blood Glucose), penderita diabetes
kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah
secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan
hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar
glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi
diabetes jangka panjang. Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan
pemantauan mandiri kadar glukosa darah.
h.
Terapi Insulin dan Obat Hiperglikemia.
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memproduksi insulin. Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan
sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah
jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di
samping
itu,
sebagian
pasien
diabetes
tipe
II
yang
biasanya
mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau obat oral kadang
membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi,
kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya.
i.
Manajemen stres
Diabetes melitus merupakan sakit kronis yang memerlukan
perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet,
aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional dapat mempengaruhi
pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur
keseimbangan diri untuk berpikir positif agar tidak stres. Penting bagi
penderita diabetes untuk tahu bagaimana caranya menjaga tingkat
stresnya. Salah satunya adalah dengan melakukan olahraga secara teratur.
Olahraga teratur bagi penderita diabetes tidak hanya untuk mengontrol
kadar glukosa, tapi juga membuat seseorang memiliki waktu untuk
dirinya sendiri. Hal ini termasuk salah satu cara untuk mencegah dan
mengatasi stres. Beberapa hal juga bisa efektif mengatasi dan mencegah
stres yaitu istirahat yang cukup, mengonsumsi makanan yang seimbang,
serta memiliki sikap hidup yang positif seperti meluangkan waktu untuk
diri sendiri dan belajar memahami dirinya sendiri. Sebenarnya dalam
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
kadar tertentu stres diperlukan untuk menyiapkan individu menghadapi
sebuah ancaman. Tapi jika stres terjadi secara berkepanjangan, maka bisa
merugikan diri sendiri dan menimbulkan penderitaan. Kondisi stres ini
bisa menyebabkan penurunan kemampuan serta mulai timbul keluhan dan
mengakibatkan kenaikan kadar gula darah.
C. Lansia
1. Pengertian
Pengertian lanjut usia dalam
ilmu psikologi yang diperkenalkan
dengan istilah lain seperti Old Age dan Elderly. Lanjut usia adalah istilah yang
dipergunakan untuk menunjuk pada orang-orang yang sudah menjadi tua.
Dalam psikologi perkembangan masa tua atau lanjut usia merupakan suatu
harapan terakhir dari rentang kehidupan manusia secara teoritis dimulai ketika
seseorang memasuki usia 60 tahun sampai dengan meninggal (Santrock,
2002).
Perubahan-perubahan yang terjadi sesuai dengan kodrat manusia yang
pada umumnya dikenal dengan istilah menua. Perubahan-perubahan tersebut
mempengaruhi struktur baik fisik maupun mental dan fungsinya. Periode
selama lanjut usia, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan
dan bertahap serta pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat
dilakukan, dan dikenal sebagai senescence yaitu masa proses menjadi tua
(Hurlock, 2002).
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya menglami
perubahan biologis, fisis, kejiwaan dan sosial (Undang-undang No 23 Tahun
1992 tentang kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai
berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
2. Batasan Lansia
Menurut WHO dalam Efendi (2009) dalam bukunya mmengatakan
organisasi kesehatan dunia batasan-batasan lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan yaitu kelompok umur 45 sampai dengan umur 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) yaitu umur antara 60 sampai dengan umur 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) yaitu umur antara 75 sampai dengan 90 tahun.
d. Usia sangat tua, yaitu umur 90 tahun keatas.
Sedangkan
menurut
Setyonegoro
dalam
Mandayati
(2012)
pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut :
a. Usia dewasa muda (Elderly adulthood): 18 atau 20-25 tahun.
b. Usia dewasa penuh (Middle year) atau maturitas: 25-60 atau 65 tahun.
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
c. Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur
75-80 tahun (Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old).
D. KERANGKAT TEORI
Fungsi Keluarga
- Fungsi afektif
- Fungsi perawatan
- Fungsi sosialisasi
- Fungsi reproduksi
- Fungsi ekonomi
Aspek dukungan Sosial keluarga
yaitu:
- Dukungan emosional
- Dukungan penghargaan
- Dukungan instrumenta
- Dukungan informasi
Perawatan diabetes militus
tipe II pada lansia
Penatalaksanaan terapi
diabetes militus:
- Diet
- Latihan
- Pemantauan
- Terapi Insulin dan
Obat Hiperglikemia
- Manajemen Stres
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: House dalam Sarafino (1990), Friedman et al, 2003
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
E. KERANGKA KONSEP
Dukungan sosial
keluarga
Perawatan diabetes militus
tipe II pada lansia
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
F. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial keluarga dengan perawatan diabetes militus tipe II pada lansia di
wilayah Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas”.
Hubungan Dukungan Sosial..., Isma Hardiyanti, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Download