13 - Holy Trinity Community (KTM) North America

advertisement
11. KEPERCAYAAN DAN PASRAH
I. PASRAH PADA SANTA THERESIA
Menurut para ahli hidup rohani, sikap pasrah bukan merupakan suatu kebajikan tersendiri, tetapi
suatu gabungan dari kebajikan-kebajikan. Bossuet, seorang ahli hidup rohani Perancis,
mengatakan bahwa pasrah ini merupakan satu gabungan, satu sintese dari faal-faal iman dan
pengharapan yang paling sempuma, dan cinta kasih yang paling murni serta kesetiaan. De
Caussade, dalam bukunya 'Penyerahan Diri pada Penyelenggaraan Ilahi' mengatakan, bahwa
penyerahan diri merupakan campuran dari iman, harapan dan cinta kasih, dalam satu faal yang
mempersatukan hati manusia dengan Allah dan karyaNya. Santo Fransiskus dari Sales melihat
pasrah sebagai suatu kebajikan dari segala kebajikan. Pasrah merupakan pucuk dari cinta kasih,
bau harum dari kerendahan hati, jasa-jasa dari kesabaran dan kesetiaan dari ketekunan. Bila
mereka diminta untuk menunjukkan unsur yang paling dominan dari sikap kepasrahan ini, maka
para pengarang rohani menjadi ragu-ragu. Kadang-kadang orang melihat yang menonjol adalah
pengharapan, sedang yang lain melihat unsur cinta kasih yang dominan. Mereka berbicara
tentang penyerahan atau pasrah kepada kehendak Allah.
Nampaknya dalam ajaran Santa Theresia, pasrah ini lebih terdapat pada garis pengharapan,
namun di bawah dorongan cinta kasih, sehingga pasrah pada Theresia berakar pada iman akan
Allah sebagai Bapa, yang cinta kasihNya begitu maha rahim, yang memelihara dan mengatur
segala sesuatu demi kebaikan anak-anakNya. Tetapi secara formal, pasrah merupakan faal
tertinggi dari kebajikan pengharapan, yang menemukan mahkotanya dalam cinta kasih. Pada
Santa Theresia, hidup kepasrahan ini merupakan sintesis dari hidup teologalnya dan merupakan
poros dari spiritualitasnya.
II. SANTA THERESIA, ORANG KUDUS DARI KEPASRAHAN
Kepasrahan adalah suatu sikap hidup yang sangat penting di jaman modem sekarang ini, karena
begitu banyak orang mengalami keputusasaan. Dengan caranya sendiri, yaitu memberikan
senyuman, Theresia menunjukkan kepada kita arti pengharapan Kristiani, mewartakan secara
baru tentang hidup kita sebagai manusia dalam rencana Allah. Manusia modem yang terikat dan
terpancang oleh mesin-mesinnya, yang begitu terikat oleh bumi ini tidak bisa lagi menengadah
ke atas, sehingga tidak bisa lagi merasakan perkara-perkara surgawi. Sejak semula Gereja tidak
henti-hentinya mewartakan pengharapan Kristiani - Aku menantikan kehidupan yang kekal dalam Credo Panjang. Di tengah-tengah perjuangannya sehari-hari, Gereja merindukan perkaraperkara abadi, merindukan sukacita dan kebahagiaan abadi. Jasa Theresia yang paling besar ialah
- 139 -
menonjolkan suatu kebajikan yang paling dinamis, namun justru yang paling dilupakan oleh para
pengarang rohani kita, yaitu pengharapan dan pasrah.
Banyak pengarang rohani menekankan aspek kerendahan hati, mati raga, kebaktian kepada
Allah, pemeriksaan batin, dsb, tetapi mereka melewatkan pengharapan begitu saja. Padahal
pengharapan adalah kebajikan tertinggi dari manusia yang sedang berziarah menuju tanah air
surgawinya. Seperti apa yang dikatakan oleh Santo Petrus: 'Kita ini sedang dalam perjalanan
menuju tanah air surgawi.' Pengharapan mendorong manusia untuk mencapai kesucian dengan
setiap saat memberikan kepastian akan bantuan ilahi yang tidak terbatas. Allah akan senantiasa
membantunya. Orang sering melupakan bahwa pengharapan tempatnya berada di atas iman dan
secara mendalam dipersatukan dalam cinta kasih. Kebajikan ini terdapat di dalam daya jiwa yang
paling dominan, di mana manusia didorong menuju kepada Allah, yaitu: kehendak.
Seperti Gereja, Santa Theresia juga hidup melulu bagi surga yang baginya bukan lain daripada
Allah sendiri. Pandangan dan kerinduannya selalu terarah pada surga, yang membuatnya selalu
rindu untuk menemukan kebaikan tertinggi. Seluruh hidupnya dikuasai oleh tujuan akhir yaitu
perkara-perkara abadi dan memperoleh kesucian, tanpa membiarkan diri dihalangi oleh rintangan
apapun juga. Dengan bersandar kepada Allah, dia tidak pernah mundur, tetapi sambil tersenyum
dia menerima segala pencobaan yang bertubi-tubi, hambatan dalam panggilan dan hidup
religiusnya, khususnya pencobaan batin terbesar yang dialami pada akhir hidupnya untuk
memurnikan iman dan harapannya. Para saksi dalam proses kanonisasinya terus menerus
mengungkapkan hal yang sama, bahwa dalam kesukaran-kesukaran hidup nampaklah
pengharapan Theresia yang tidak terkalahkan. 'Kepercayaan kepada Allah merupakan meterai
jiwanya.' Dia tidak pernah putus asa. Dalam tiap keadaan, Theresia menunjukkan suatu
kepercayaan yang tidak tergoyahkan, suatu kepercayaan kanak-kanak yang tidak pernah raguragu akan kuasa doa. Dalam hal biasapun ia selalu meminta suatu rahmat dari Allah dan dengan
kepercayaan teguh mengharapkannya sebab dia yakin bahwa ia berpaling kepada seorang Bapa
yang maha baik dan maha kuasa.
Cita-cita Theresia ialah kerinduan menjadi suci dan untuk mencapai tujuan ini dia berharap pada
Kristus. Dia tidak pemah ragu-ragu sedikitpun, bahwa dia akan sampai pada kesucian. Memang
Santa Theresia merindukan kesucian yang tinggi dan dalam hal ini dia tidak selalu dapat
dimengerti. Beberapa bapa pengakuan dan pemberi retret justru me1umpuhkan dorongannya
untuk maju. Suatu hari Theresia mengatakan kepada seorang pembimbing retret: 'Romo, saya
ingin menjadi seorang kudus, saya ingin mencintai Allah sama seperti Santa Teresia.' Namun
pemimpin retret itu mengomentari bahwa dia itu amat sombong dan tidak usah berkhayal.
- 140 -
Suster Theresia harus menunggu, sampai pada suatu saat ia bertemu dengan Romo Alexis dari
Cannes, seorang Romo Fransiskan. Theresia merasa dirinya dimengerti ketika berbicara dengan
imam itu. Dan Romo itu seolah-olah mengatakan pada Theresia: 'Kembangkanlah layarmu dan
berlayarlah ke lautan bebas.' Theresia mengatakan, bahwa sejak saat itu, romo Alexis
mengembalikan damai dalam hatinya. Dalam Riwayat Suatu Jiwa dikatakan bahwa perjumpaan
dengan romo Fransiskan ini merupakan suatu saat yang menentukan dalam hidup Theresia, di
mana ia akhirnya menemukan kebebasan dan keberanian untuk beIjalan terus.
Sejak saat itu Theresia bisa dengan aman dan penuh kepercayaan menyerahkan diri pada rahmat
Allah, menghayati hak-haknya yang istimewa sebagai anak Allah dan mengembangkan
kepercayaannya kepada kebaikan Allah sebagai Bapa, bahkan sampai pada tingkat yang sangat
tinggi, yaitu sampai pada suatu kepercayaan yang tak tergoyahkan, yang bagi orang lain yang
tidak menyelami jiwanya dapat tampak sebagai suatu kecandangan. Setelah Theresia diteguhkan
mengenai jalan rohaninya, ia menyerahkan diri tanpa hambatan pada dorongan batinnya sendiri
dan mulai saat itu kepercayaannya pada Tuhan terus berkembang dan mencapai perkembangan
yang tinggi sampai kepada pasrah yang sempurna.
Suster Theresia kemudian diserahi tugas membimbing para novis. Pada saat itu dia mempunyai
suatu kepercayaan yang tak terbatas kepada kerahiman Allah dan mau membawakan
kepercayaan ini kepada mereka yang dibimbingnya; dia mau memberi keyakinan ini ke dalam
diri para novisnya. Salah satu dari mereka memberi kesaksian, bahwa mustahil rasanya untuk
menemukan kepercayaan yang lebih tinggi kepada Allah. Dan menurut kesaksian ini pula Santa
Theresia sering menyatakan kepada mereka, apa yang dikatakan oleh Santo Yohanes dari Salib:
'Setiap orang memperoleh dari Tuhan sebanyak yang diharapkannya dari Dia', artinya semakin
orang mengharapkan banyak, semakin banyak ia akan menerima. Suster Theresia berkata bahwa
dia merasakan keinginan yang tidak terbatas dalam dirinya untuk mengasihi Allah, untuk
memuliakan Dia dan untuk menjadikan Dia dicintai. Dengan suatu kepercayaan pasti, bahwa
semuanya itu akan direalisir, kecuali bila kita menempatkan batas-batas kepada kerinduan ini
dan itu berarti meremehkan kebaikan Allah yang tidak terbatas. Karena Allah itu tidak terbatas,
maka keinginan-keinginan kitapun bisa tidak terbatas. Maka Theresia juga mengatakan:
Keinginanku yang tidak terbatas itulah kekayaanku --- keinginan untuk menyelamatkan jiwajiwa. Maka bagi saya kata-kata Yesus merupakan suatu realitas "Kepada mereka yang memiliki,
akan diberi secara berlimpah-limpah."
Dalam pelajaran-pelajarannya kepada para novis, ia secara khusus menekankan kepercayaan
- 141 -
kepada Allah. Semua nasehat dan teguran kepada para novisnya yang diberikan pada saat-saat
sulit, juga surat-surat yang ditulisnya kepada para misionaris, semuanya merupakan khotbah dan
pewartaan tentang kepercayaan kepada Allah.
Saat mengalami satu pencobaan yang besar, yaitu penyakit ayahnya yang mengakibatkan ia
harus masuk rumah sakit jiwa, secara manusiawi hal ini akan menghancurkan kepercayaan
Theresia kepada penyelenggaraan Allah. Tetapi sebaliknya hal itu merupakan suatu kesempatan
bagi Theresia untuk memelihara kepercayaannya dengan diam dalam keheningan dan dalam
heroisme yang besar. Selama masa pencobaan ini, Theresialah yang selalu menjadi topangan
saudari-saudarinya me1alui kepasrahannya yang tidak terkalahkan. Teristimewa kepercayaannya
diuji pada akhir hidupnya, sehingga pencobaan-pencobaan ini merupakan pemurnian yang
dahsyat dalam pengharapan. Dan pencobaan itu membawa Theresia semakin serupa dengan
Kristus sendiri. Santa Theresia sendiri dalam riwayat hidupnya melukiskan secara sederhana,
sekaligus sangat dramatis, mengenai Malam Gelap yang harus dialaminya.
Pada akhir hidupnya, dia justru mengalami penderitaan seperti Tuhan Yesus sendiri.
Theresia menulis dalam otobiografinya: 'Para martir pergi ke tempat hukuman dengan
bernyanyi, tapi Rqja para martir menjalani hukumanNya dalam ketakutan, mengalami
ditinggalkan Allah.' Di sini kita melihat penderitaan Theresia yang sangat besar, namun
kepercayaannya kepada Allah tidak pernah goyah. Kita melihat bagaimana kepercayaan Theresia
yang tidak terbatas pada Allah, sehingga pada saat-saat yang paling mengerikan dia masih bisa
berkata: 'Kalau Engkau menghendaki, saya masih siap untuk menanggungnya'. Dengan
demikian dia menyempumakan kebajikan pengharapannya. Saat-saat terakhir hidupnya bukan
hanya merupakan pemurnian bagi diri sendiri, tetapi memiliki nilai redemtif, penderitaan yang
membawa keselamatan bagi orang lain. Santa Theresia sendiri mengakui bahwa selama
bertahun-tahun dia harus berjuang dalam batinnya untuk bisa sampai pada kepercayaan yang
begitu tinggi.
Kepercayaan yang demikian itu jelas datangnya dari Allah. Segala usaha manusia itu tidak ada
artinya dalam hal ini. Bagaimana Theresia dapat melupakan hal ini? Dia memang tidak pemah
me1upakannya, sebab Theresia menyadari kelemahannya sebagai seorang anak kecil untuk tidak
bersandar pada kekuatannya sendiri. Theresia semata-mata mengharapkan dan bersandar pada
rahmat dan bantuan Allah. Ini yang dikatakan olehnya :
Saya merasakan diri saya sangat lemah tetapi kepercayaan saya tidak berkurang karenanya.
sebaliknya kepercayaan itu semakin meningkat, dengan bertambah kelemahanku.
- 142 -
Inilah ciri kerendahan hati yang sangat mendalam. Kerendahan hati yang dari satu pihak
menyadari ketidakberdayaannya yang mutlak, tetapi di pihak lain kepercayaan yang tidak
terbatas kepada Allah. Theresia mengatakan: 'Oleh karena rahmat-rahmat Allah, saya menjadi
kaya.' Pengharapannya pada Allah tidak pernah berkurang, bahkan saat jiwanya tenggelam
dalam kege1apan yang paling pekat, yaitu bila doa-doanya seolah-olah tidak didengarkan, bila
segala sesuatu yang diinginkannya mendapat tantangan.
Dia mengatakan:
Mungkin Allah akan menjadi cepat jemu dalam mencobai saya, daripada saya bisa meragukan
kebaikanNya. Bahkan seandainya, bila Dia membunuh saya, sayapun masih akan tetap berharap
kepadaNya.
Bila sete1ah Theresia berdoa dengan sungguh-sungguh pada Allah atau pada orang-orang kudus
dan merasa bahwa doa-doanya tidak didengarkan, dia masih bisa mengucap syukur dan berkata :
Mereka mau melihat sampai sejauh mana saya bisa berharap. Saya bisa merendam diri dalam
pengharapan akan Allah yang baik, yang menghendaki saya menyerahkan diri sebagai seorang
anak kecil yang tidak kuatir akan apapun, tentang apa yang mau dilakukan terhadapnya.
Allah mengukur karunia-karunia yang diberikanNya sesuai dengan kepercayaan kita. Seperti
yang dikutip oleh Santo Yohanes Salib: 'Kita memperoleh dari Allah sebanding dengan
kepercayaan dan pengharapan kita.' Injil tentang perumpamaan para pekerja di kebun anggur
sangat mempesonakannya. Inilah komentar Theresia :
Lihatlah, bila kita sungguh-sungguh pasrah dan meletakkan seluruh pengharapan dan
kepercayaan kita kepada Allah, sambil kita berusaha menjalankan tugas dengan usaha-usaha
kita yang lemah dan mengharapkan segala-galanya dari kerahimanNya, maka kita akan diberi
upah dan diperkaya sama seperti para kudus yang paling besar.
Dalam diri Theresia akhirnya pengharapan dan kepercayaan yang tidak pernah goyah menjadi
nyata dan mencapai kepenuhannya yang besar, yang tidak bersandar pada jasa-jasanya sendiri,
tetapi bersandar semata-mata kepada Allah yang Mahakuasa dan kepada penyelenggaraanNya
yang besar, seperti yang dikatakannya: 'Saya tidak bersandar pada pikiran dan kekuatan saya,
tetapi semata-mata pada Allah. Saya sungguh sadar betapa lemahnya saya ini.' Di sini kita
jumpai paradoks Santa Theresia. Di satu pihak dia sadar akan kelemahannya, tetapi di pihak lain
- 143 -
dia menganjurkan untuk tidak takut mengharapkan banyak dari Allah dan memohon banyak
dariNya. Dia mengajarkan supaya kita berdoa pada Allah secara demikian :
Saya tahu bahwa saya tidak akan pernah layak untuk menerima apa yang saya harapkan, tetapi
sebagai seorang pengemis yang kecil saya mengulurkan tangan saya kepadaMu. Saya yakin
Engkau akan mendengarkan saya sepenuhnya karena Engkau maha baik.
Pada akhir hidupnya, pandangan Theresia sudah berubah mengenai arti penderitaan. Ketika
masih kecil Theresia memiliki kerinduan yang besar untuk menderita, tetapi pada akhir
hidupnya, dia tidak minta penderitaan. Dia berkata :
Saya tidak lagi meminta penderitaan, karena saya tahu, bila saya minta penderitaan, saya harus
menanggungnya sendiri. Tapi saya pasrah kepada Allah. Kalau Tuhan memberikan penderitaan,
saya terima dengan segenap hati dan saya tidak takut menerimanya. Karena bila terdapat
penderitaan, maka Tuhan akan memberikan rahmat untuk menanggungnya.
III. KEPASRAHAN CINTA KASIH
Egois dan pasrah adalah dua sikap yang saling bertentangan. Santo Fransiskus dari Sales, Uskup
Geneva, yang disebut 'guru dari pasrah' berbicara mengenai penyangkalan diri suatu jiwa yang
bersatu dengan Allah. Ini adalah inti pengajaran Santo Fransiskus yaitu pasrah dalam cinta kasih
dan persamaan atau keserasian kehendak dengan kehendak Allah, artinya kita hanya
menghendaki apa yang dikehendaki Allah dan menginginkan apa yang diinginkan oleh Allah,
mencintai apa yang dicintai Allah. Selanjutnya dikatakan, bahwa hidup kita harus ditandai oleh
kelepasan yang sempurna, yang disebutnya sebagai ketidakpedulian suci (holy indifference),
maksudnya dengan terbuka mau menerima segala sesuatu yang datang dari tangan Allah sebagai
kehendakNya. Jadi bila Allah menghendaki suatu penderitaan, maka terimalah salib itu dengan
sukacita; begitu pula bila Allah memberi hiburan, terimalah dengan hati terbuka. Santo
Fransiskus sungguh-sungguh sempurna di dalam kepasrahan pada Tuhan dengan sikap
ketidakpedulian suci ini dan keterbukaan pada kehendak Allah. Pasrah di sini tidak sama dengan
nasib, tapi keyakinan akan penyelenggaraan Allah, kebaikan Allah, bahwa Tuhanlah yang secara
aktif memelihara dan membimbing kita.
Santo Fransiskus mengajarkan suatu sikap pasrah di hadapan Tuhan, supaya kita tidak meminta
sesuatupun, namun juga tidak menolak apa yang diberikan. Kita tidak mau meminta sesuatu
bukan karena sombong, tetapi karena percaya bahwa Tuhan maha baik. Ia memelihara hidup dan
memberikan yang terbaik bagi kita. Demikian juga sikap yang sama kita jumpai pada ajaran
- 144 -
Theresia dalam pasrah. Bukan berarti Santa Theresia tergantung sepenuhnya dari Santo
Fransiskus (meskipun semangat Fransiskus sangat menjiwai keluarganya), walaupun memang
ada pengaruh secara tidak langsung. Kedua-duanya dijiwai oleh kerinduan dan semangat cinta
kasih yang murni terhadap Allah. Cinta kasih membuat dua orang ini memiliki satu kehendak
saja, yaitu: 'Bila saya mengasihi Allah, saya hanya menginginkan apa yang dikehendaki Allah.'
Sikap pasrah yang penuh kepercayaan akan dengan segera mempersatukan kehendak kita dengan
Allah.
Kita analisa sedikit bagaimana seseorang dapat belajar pasrah. Pertama, karena saya percaya
pada Allah. Dia mengasihi, mencintai, mengetahui segala sesuatu dan menghendaki yang terbaik
pada diri saya. Dari keyakinan ini timbul suatu kepasrahan, timbul suatu penyerahan sampai
akhirnya mengalir kepada keinginan akan apa yang dikehendaki Allah, yaitu persatuan kehendak
denganNya. Kita melihat hidup Yesus sendiri: "Aku datang ya Allah, untuk melakukan
kehendakMu. MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku. Putera tidak
melakukan sesuatupun kecuali yang dilihatNya pada Bapa" (Ibr 10:9; Yoh 4:34; 5:19)..Yesus
juga memberi kesaksian, bahwa Allah mengasihi Putera, karena Dia tidak mencari lain kecuali
kehendak Bapa. Sebenarnya inilah kebahagiaan yang tertinggi di surga kelak, yaitu hanya ada
satu kehendak, di mana kita akan mengamini kehendak Allah secara sempuma. Saya akan
melihat bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, sehingga saya tidak akan mencari dan
menginginkan apapun kecuali kehendak Allah. Di dunia ini kehendak saya bertolak belakang
dengan kehendak Allah dan saya tidak dapat melihat kehendak Allah yang suci karena seringkali
saya dikuasai oleh hawa nafsu.
Dalam diri Santa Theresia kita melihat sikap pasrah yang penuh kepercayaan bermuara dalam
kesatuankehendak Allah. Apa yang disebut jalan kecil tentang pasrah dan cinta kasih, pada
dasarnya sama dengan ajaran Injil yang paling dalam, yaitu kehendak Allah sendiri. Di atas salib
Yesus mengungkapkan kepasrahanNya yang total pada Bapa: "Bapa ke dalam tanganMu,
Kuserahkan RohKu." Selama hidupNya Yesus tidak mencari hal lain, kecuali melakukan
kehendak BapaNya. Oleh sebab itu jalan pasrah ini membawa kita pada penyerahan diri yang
total kepada Allah. Masa lampau, masa sekarang, masa yang akan datang kita serahkan kepada
Allah.
Ada yang memberi kesaksian pada proses kanonisasi mengatakan, bahwa suster Theresia tidak
pemah meminta hiburan sedikitpun untuk dirinya sendiri. Segala sesuatu diterimanya dari tangan
Allah dengan penuh sukacita. Keserasian kehendak dengan kehendak Allah ini bahkan dijumpai
pada wajahnya. Di tengah-tengah segala kesukaran dan godaan-godaan yang dahsyat, ia selalu
- 145 -
menampakkan wajah yang ceria dan ramah. Bahkan pada puncak kesuciannya, Santa Theresia
tidak berani meminta penderitaan. Dia hanya mau menjalani jalan penyerahan dan pasrah.
Theresia yang sebelumnya rindu untuk mati sebagai martir, sekarang memilih kehendak Allah di
atas segalagalanya. Ia mengatakan :
Sekarang saya tidak memiliki keinginan apa-apa lagi, kecuali keinginan untuk mencintai Yesus
sampai sehabis-habisnya (to love Jesus unto folly). Ya, hanya pasrah itu sqja yang menarik saya,
saya tidak menginginkan baik penderitaan ataupun kematian. Hanya pasrah sqja yang menjadi
pembimbingku, saya tidak mempunyai kompas yang lain, kecuali kehendak Allah. Saya tidak
bisa meminta sesuatu lagi dengan penuh gairah; kecuali pelaksanaan yang sempuma dari
kehendak Allah terhadap jiwaku.
IV. HIDUP PADA SAAT INI
Salah satu buah terindah dari sikap pasrah adalah pengudusan saat ini. Jiwa yang telah memiliki
kebebasan, hidup berdamai dengan Allah dalam suatu kepercayaan yang total terhadap
penyelenggaraanNya, tanpa memikirkan diri sendiri dan tidak menguatirkan masa mendatang.
Betapa banyaknya manusia yang berada dalam perjalanan menuju Allah dilumpuhkan oleh
kenangan masa lampau ataupun kekuatiran masa depan. Banyak orang diganggu oleh masa
lampaunya dan kekuatiran akan masa depan. Masa yang lampau itu sudah berlalu, sudah tidak
ada lagi dan masa depan itu belum nyata. Begitu banyak kekuatiran yang sia-sia.
Santa Theresia hidup semata-mata pada saat ini dan tidak mau menengok masa lampau atau
melihat masa depan. Tetapi dia mau hidup pada saat ini saja. Maka dalam hidupnya Theresia
sungguh-sungguh hidup pada saat ini. Dikatakannya:
Kita yang menempuh jalan cinta kasih, tidak boleh kuatir akan apapun juga. Seandainya saya
tidak menderita dari saat ke saat, maka saya tidak akan mampu tetap bersabar. Saya hanya
melihat masa sekarang ini. Saya melupakan masa lampau dan saya juga tidak mau melihat masa
depan dengan segala kekuatiran.
Oleh karena itu Santa Theresia juga hanya mau hidup sekarang ini dalam penderitaannya karena
ia yakin bahwa pada saat inilah Allah memenuhi kehendakNya. Dalam hal ini Theresia
berpegang pada sabda Yesus : "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari
besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari" (Mat 6:34).
Theresia mengungkapkan pandangannya ini dalam suatu puisi yang indah:
- 146 -
Hanya untuk hari ini
Hidupku adalah satu saat, satu jam yang berlalu.
Hidupku adalah satu saat yang tak terpegang dan tak kukuasai.
Engkau tahu, ya Tuhan,
Untuk mencintaiMudai dunia ini,
Aku hanya punya hari ini.
Peduli amat Tuhan, bila masa depan tampak kelabu.
Berdoa untuk esok, tidak! Aku tak mampu. . . .
Jagalah hatiku murni.
Tudungi aku dengan bayang-bayangMu,
Hanya untuk hari ini.
Jika aku berpikir tentang hari esok
Aku akan takut goyah.
Dalam hati kurasakan munculnya kesedihan dan kebosanan,
Tapi saya rela menerimanya, Tuhan, penderitaan, percobaan,
Hanya untuk hari ini.
Segera ku kan terbang untuk memujiNya,
Bila hari tanpa malam,
Akan bersinar atas jiwaku.
Maka kan kunyanyikan dengan kecapi para malaikat,
Hari ini yang abadi.
Puisi ini ditulis Theresia pada saat-saat terakhir hidupnya. Dia mengungkapkan kepercayaannya
kepada Allah hanya untuk hidup hari ini saja.
- 147 -
V. JALANKU SEMATA-MATA KEPERCAYAAN DAN CINTA KASIH
Melalui pengajaran tentang pasrah, Santa Theresia dari Lisieux telah menyadarkan dan
memulihkan kembali tempat bagi suatu kebajikan Kristiani, yaitu pengharapan. Kebajikan ini
merupakan suatu dorongan yang sangat kuat untuk hidup rohani kita. Theresia mengatakan
bahwa hanya kepercayaan saja yang harus membimbing kita sampai pada cinta kasih.
Santa Theresia tanpa jemu-jemu mengajarkan Injil tentang kerahiman dan
pengampunan kepada jiwa-jiwa yang dalam perjalanannya menuju kepada Allah dilumpuhkan
oleh ingatan akan dosa-dosanya. Tuhan tidak pernah memperhitungkan kelemahan-kelemahan
kita; Dia mengerti sedalam-dalamnya kerapuhan kodrat kita. Tuhan memberikan karunia khusus
kepada Theresia untuk mengungkapkan kepercayaan terhadap cinta kasih Allah yang tiada
batasnya itu dengan kata-kata yang diilhami, yang dapat digolongkan pada bagian terindah
literatur Kristen tentang kebajikan, yaitu kebajikan pengharapan. Pada halaman-halaman yang
ditulisnya terungkaplah motivasi termurni dari kebajikan pengharapan. Dalam kehidupannya,
Theresia tidak pernah bersandar pada jasa-jasanya. tidak juga pada kesetiaannya. melainkan
semata-mata hanya kepada kemahakuasaan dan cinta kasih Allah yang Maharahim
Kita melihat bagaimana Theresia telah mengembalikan suatu gagasan yang benar tentang
kerahiman Allah. Santa Theresia sungguh seorang revolusioner dalam hal ini. karena dia
mengungkapkan suatu jalan yang sangat injili. Walaupun dia telah melakukan banyak hal,
motivasinya melulu untuk menyenangkan hati Allah, bukan untuk meminta balas jasaNya. Ia
merasa, bahwa kasih Tuhan jauh lebih besar dibandingkan dengan perbuatan-perbuatan yang
dilakukannya. Maka Theresia tidak pernah mengingat-ingat jasa-jasanya, tetapi
mempersembahkan segalanya demi cinta kepada Allah. Salah satu ungkapan Theresia adalah :
Saya mau tetap jadi miskin. Apa yang saya kerjakan, saya persembahkan pada Tuhan demi
pertobatan orang-orang berdosa, sehingga tidak ada jasa apapun untuk diriku. Saya mau tampil
di hadapan Tuhan dengan tangan kosong sebagai seorang yang miskin, tetapi dengan
pengharapan yang tak terbatas akan kerahimanNya.
Bila kita mempunyai sikap seperti itu. maka banyak hal yang tampaknya mustahil. akan menjadi
mungkin. Kekuatan cinta kasih dan kepercayaan sesungguhnya lebih dahsyat bila dibandingkan
dengan segala kekuatan karena ketakutan atau ingin mendapat balas jasa. Semakin murni hidup
seseorang, serta semakin murni motivasinya untuk berkarya semata-mata hanya untuk Tuhan,
maka akan semakin besar pula keberaniannya dalam karya-karya untuk Allah. Jika kita berkarya
bukan untuk mencari jasa atau nama, maka tidak perlu takut kehilangan apa-apa, karena
menyadari bahwa kita tidak mempunyai apa-apa. Sebaliknya orang-orang yang mencari nama,
- 148 -
akan menjadi seperti Pilatus, artinya mengikuti apa yang lebih menguntungkan; lebih
mempertimbangkan apa kata orang daripada mengikuti kebenaran dan kebenaran itu sendiri
menjadi relatif. Sebaliknya seorang seperti Paulus, dapat mewartakan Injil dengan berani dan
tidak takut kehilangan apa-apa, bahkan tidak takut mati, karena dia hanya didorong oleh kasih
Kristus, sehingga ia dapat melakukan perkara-perkara besar. Mengapa ? Karena motivasinya
semata-mata ialah demi cinta kepada Kristus (bdk 2 Kor 5: 14).
Ketika Theresia mengalami kegairahan yang menggebu-gebu, yaitu saat ia mulai tersentuh oleh
kasih Allah, dia merasa Tuhan telah memberikan banyak sekali, maka ia ingin membalasnya
dengan menderita bagi Allah. Tetapi setelah mencapai kesempumaan dalam kasih, dia melihat
bahwa keinginan menderita masih memiliki 'ego'. Akhirnya dia menyadari, bahwa Tuhan
mengetahui yang paling baik dan mengubah pandangannya ke dalam penyerahan diri pada
kehendak Allah. Meskipun dalam kenyataan menunjukkan bahwa di akhir hidupnya Theresia
menderita, tetapi dia tidak melekat pada penderitaan itu. Apa yang dikehendaki Tuhan, itulah
yang diinginkan Theresia dan ini merupakan kebahagiaannya.
Dalam riwayat hidupnya Theresia mengatakan, bahwa para martir menuju tempat hukuman
dengan sukacita, tetapi Raja para martir menjalani hukumanNya dalam ketakutan. Theresia
merindukan untuk mati seperti Yesus. Pada saat terakhir hidupnya ia berada dalam ketakutan
yang luar biasa sampai kakaknya, muder Agnes, mengalami shock besar sekali. Di satu pihak dia
tahu, bahwa adiknya ini orang suci, tetapi di lain pihak dia melihatnya dalam sakrat maut seperti
seorang pendosa besar. Dengan hati yang amat sedih; muder Agnes berlari menuju patung salib
yang ada di kebun dan ia berdoa dengan sungguh-sungguh untuk adiknya. Dan melalui kata-kata
terakhir yang diucapkan Theresia 'Yesus, aku mencintaiMu', mereka baru menyadari
persatuannya dengan Allah yang amat mendalam - tanda bahwa ia menyerahkan hidupnya pada
Allah. Bedanya dengan orang berdosa, ialah bahwa mereka itu mati dengan memaki dan
menghujat Allah. Theresia memang mengalami ketakutan yang besar, tetapi tidak pernah
terucapkan satu kata hujatanpun dari mulutnya, bahkan sebaliknya dia mengatakan 'Yesus, aku
mencintaiMu'. Dalam situasi seperti yang dialami Theresia, perkataan semacam itu hanya
mungkin keluar dari hati yang sangat suci
- 149 -
- 150 -
12. KESETIAAN BALAN PERKARA KECIL
I. PENDAHULUAN
Bila kita membaca kisah riwayat orang-orang kudus pada masa-masa yang lampau, kita melihat
bentuk penulisan yang begitu menekankan, bahkan melebih-lebihkan, perbuatan luar biasa yang
mereka lakukan seperti mujizat, mati raga, puasa, penyiksaan diri, dll. Pandangan Santa Theresia
mengenai kesucian memulihkan kembali kuasa pengudusan dari kewajiban status kita, artinya
bahwa penghayatan hidup sehari-hari mempunyai kuasa pengudusan. Tugas yang paling kecil,
hal yang paling biasa, dapat menjadi bahan kesempurnaan yang paling tinggi. Kesucian terdapat
dalam kemampuan untuk mengilahikan kehidupan sehari-hari. Kita dapat menjadi suci melalui
kehidupan sehari-hari, dan bukan dalam hal-hal yang luar biasa. Jalan yang ditempuh Santa
Theresia menunjukkan dan mewartakan bahwa kehidupan sehari-hari bisa menguduskan
seseorang. Ia tidak dipanggil untuk berkotbah tentang jalan dan ajarannya, tetapi justru
melewatkan hidupnya seeara tersembunyi di dalam biara yang tidak dikenal, di suatu kota kecil,
Lisieux.
Selama hidupnya dalam biara, kedudukan dan perbuatannya biasa saja. Dia tidak melakukan halhal yang luar biasa, bahkan hidupnya tersembunyi, sehingga orang-orang sebiaranya tidak tahu
rahasianya. Sesudah meninggalnya, beberapa suster yang tidak begitu mengenalnya berbicara
tentang Theresia demikian:
'Yah, Theresia, dia memang suster yang baik, anak yang manis, tapi tak ada yang istimewa.'
Kita melihat bahwa Theresia hidup secara tersembunyi sampai akhir hidupnya. Dia begitu pandai
menyembunyikan semuanya. Sebenarnya bukan dengan sengaja dia menyembunyikan, tetapi
memang hidupnya begitu sederhana. Ia merasa tidak perlu untuk menonjolkan diri. Ia
menjalankan tugas dengan baik dan hidup biasa saja. Ketika Theresia meninggal dunia, dia
dimakamkan di luar biara. Iring-iringan yang membawanya ke kubur sedikit sekali: beberapa
orang dari keluarganya dan mereka yang mengenal Karmel. Namun sesudah penguburannya,
perhatian orang banyak kepadanya sungguh luar biasa. Orang-orang dan surat-menyurat mulai
berdatangan ke biara Karmel.
Hidup Santa Theresia merupakan contoh konkrit suatu kehidupan biasa yang dihayati dengan
setia dan akhimya membawa kepada kesucian yang sangat tinggi. Di dalam hidupnya tidak ada
hal-hal yang menyolok, semuanya biasa. Hidup yang nampaknya biasa-biasa saja bisa membawa
kesucian yang tinggi. Tidak ada stigmata, tidak ada gejala-gejala yang ajaib, tidak pernah ekstase
- 151 -
(=keluar dari diri sendiri dan terserap dalam Allah sehingga seringkali panca indra tak
berfungsi), tidak ada levitasi (=terangkat dari tanah), tidak mengalami visiun-visiun
(=penglihatan-penglihatan), tetapi dalam kesahajaan dan keseharian dia setia mempersembahkan
hidupnya, menyangkal dirinya tiap hari dan mempersembahkan hidupnya sebagai kurban kepada
Allah. Yang menguduskannya ialah kesetiaan kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari, tanpa
semarak dan seringkali tanpa hiburan. Tetapi dalam hal-hal kecil sungguh mewujudkan
kebesaran hati dan kepahlawanan; dalam pandangan manusia nilainya memang sangat kecil,
namun dalam pandangan Allah sama besarnya dengan kehidupan para kudus yang paling besar,
bahkan mungkin lebih besar lagi.
Inti pewartaan Santa Theresia sangat besar, yaitu membuka dunia baru bagi semua orang dengan
menyucikan kehidupan yang biasa. Untuk lebih mengerti apa yang dikatakan oleh Santa Theresia
dan nilai kehidupan sehari-hari, kita akan mencoba mengikutinya dalam penghayatan kebajikankebajikannya.
II. KEBAJlKAN-KEBAJlKAN RELIGIUS
Kasih persaudaraan adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan berkomunitas. Melalui sikap
keteguhan hati yang besar dan kekuatan yang sungguh-sungguh heroik, Theresia berusaha
mengejar cita-cita hidupnya. Sebagai seorang gadis berumur 14 tahun ia sungguh-sungguh
berusaha supaya bisa diterima di biara Karmel. Bahkan dia pergi ke Roma memohon kepada
bapa suci untuk diijinkan masuk dalam biara. Theresia dengan mantap berusaha supaya jalannya
ke Karmel bisa terbuka dan terlaksana. Dia melihat panggilannya secara sadar dan menyeluruh,
tidak berkhayal tentang hidup dalam Karmel. Theresia sadar, bahwa panggilannya ialah
berkurban bagi Allah. Dia menyadari bahwa hidup membiara merupakan sekolah pengudusan
pribadinya, memang demikianlah jiwa-jiwa yang setia dan direncanakan Allah dalam rencana
keselamatan.
Theresia begitu sadar akan panggilannya, rahmatnya yang khusus di dalam biara sebagai seorang
Karmelites. Dia sadar bahwa sebagai seorang kontemplatif harus menjadi pengungkit dunia
untuk sampai kepada Allah. Baginya hidup membiara se1alu nampak sebagai suatu sekolah
kesempurnaan pribadi dan memang sebenarnya itulah realitas bagi jiwa-jiwa yang setia. Seorang
religius berusaha mencapai kesempurnaan cinta
- 152 -
kasih melalui kurban-kurban yang disempurnakan. Theresia hanya ingin memberikan cinta
kasihnya semata-mata kepada Allah. Cinta yang tidak hanya diberikan melalui kata-kata, tetapi
juga dihayati dalam perbuatan dan tindakan sehari-hari, yaitu dengan melakukan tugas harian
dan rutinitas yang biasa-biasa saja, namun dilakukan dengan penuh kesadaran dan cinta kasih.
Kesetiaan terhadap perkara-perkara kecil dalam kehidupan sehari-hari sangat penting untuk
mengerti kepribadian dan jiwa Theresia, untuk memahami jalan kecilnya. Bila kita
memperhatikan penghayatan hidup religiusnya, kita akan mengerti dan mengetahui heroisitas
kehidupan sehari-hari.
II.1. Kemiskinan
Penghayatan kemiskinan Santa Theresia tidak menyolok seperti dilakukan Santo Fransiskus
Asisi, yang dipanggil untuk menyadarkan Gereja yang waktu itu saling bersaing untuk mencari
kekayaan. Orang-orang Kristen bersaing mengejar kekayaan, sehingga lama kelamaan bisa
menggantikan Kerajaan Allah dan melupakan tuntutan-tuntutan Injil. Maka Fransiskus diberi
rahmat khusus untuk menghayati kemiskinan secara radikal dan menyolok. Theresia tidak
memiliki ciri-ciri ini, tapi di pihak lain, penghayatan kelepasan dan kemiskinannya tidak kalah
radikal daripada Santo Fransiskus. Ia sungguh mengikuti Yesus dalam jalan kelepasan dan
kekosongan. Beberapa orang saksi mengatakan, bahwa dia menghayati kemiskinan secara
mendalam, bahkan sangat radikal. Untuk keperluan pribadinya, dia memilih pakaian dan barangbarang yang paling buruk. Semakin buruk barang itu, semakin puaslah dia.
Theresia mengatakan, bahwa setelah menerima pakaian biara, yaitu saat masuk novisiat, dia
menerima terang berlimpah-limpah sehubungan dengan kesempurnaan religius; khususnya
dalam hal penghayatan kaul kemiskinan. Dia mengatakan:
'Saya benar-benar terdorong untuk memilih hal-hal dan barang-barang yang paling jelek dan
paling buruk.'
Kemudian Theresia memberikan gagasannya tentang kemiskinan:
Kemiskinan adalah kerelaan untuk kehilangan bukan hanya barang-barang yang
menyenangkan, tetapi bahkan yang sangat diperlukan. Sungguh tidak ada damai yang dapat
dibandingkan dengan damai yang dimiliki oleh orang yang bersemangat miskin. Bila seorang
yang bersemangat miskin meminta sesuatu dan apa yang dimintanya tidak hanya ditolak,
bahkan orang berusaha merampas apa yang dimilikinya, maka ia mengikuti nasihat Tuhan
- 153 -
Yesus: "Berikanlah juga mantolmu, kepada orang yang mengingini jubahmu" (Mat 5:40),
artinya tidak hanya memberikan apa yang diminta, tetapi memberikan apa yang sangat
diperlukan.
Memberikan mantol berarti melepaskan hak yang terakhir dan menganggap diri sebagai budak
atau hamba dari orang lain. Theresia menambahkan:
Bila orang melepaskan mantolnya, maka bebannya menjadi lebih ringan dan ia bisa berjalan
lebih cepat. "Siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia
sejauh dua mil.", sabda Tuhan (Mat 5:41). Bagiku tidak cukup hanya memberikan kepada
mereka yang meminta saya mencoba mengenali keinginan-keinganannya; merasa diri benvqjib
dan mendapat kehormatan untuk bisa melayaninya. Bila orang merampas apa yang saya pakai,
saya akan menunjukkan sikap sukacita karena dilepaskan dari barang itu.
Theresia mempunyai hobbi melukis. Dia seringkali kehilangan kuas-kuas yang diperlukannya
untuk melukis, kadang yang tersisa hanya yang jelek. Saat mau melukis, dia menemukan tempat
yang berantakan. Dia menjadikan kesempatan ini sebagai penyangkalan diri.
Theresia membedakan antara kemiskinan, kerapian dan kebersihan. Bagi Theresia kemiskinan
tidak sama dengan kecerobohan. Santa Teresa Avila berdoa:
'Ya Tuhan, jauhkanlah kami dari orang kudus yang kumuh.'
Kekumuhan bukan kebajikan tetapi cacat cela. Semangat Teresa Avila dan Theresia Lisieux
adalah menjaga kebersihan. Kebersihan adalah bagian dari penghayatan kemiskinan. Dalam
penghayatannya, Theresia mendalami kemiskinan dengan menghemat barang-barang yang
dipakainya.
II.2. Kemurnian
Santa Theresia sungguh-sungguh merupakan seorang yang sangat murni, seorang malaikat
kemurnian. Dia memiliki rahmat khusus di mana sejak usia 4 tahun sudah terpikir untuk menjadi
milik Kristus, hanya ingin mencintai Kristus, rindu untuk menjadi satu dengan Kristus. Kadangkadang dia mengatakan begitu rindu untuk menjadi mumi seperti para serafim. Seluruh hatinya
selalu terarah kepada Tuhan Yesus dan tidak pernah terarah pada satu mahluk apapun juga.
Kemurnian hati adalah suatu sikap keterarahan hati yang sepenuhnya kepada Tuhan. Dalam hal
ini Theresia mengagumi Santa Sisilia, yang walaupun berada ditengah-tengah pencobaan dan
godaan, hatinya tetap teguh percaya kepada Kristus. Oleh karena itu Theresia telah memelihara
- 154 -
seluruh tenaganya untuk mencintai Allah. Pada dirinya terpenuhilah Sabda Tuhan:
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu." (Mrk 12:30).
Dia itu orang yang murni hatinya, begitu murninya, sehingga setan tidak berani menggoda dia
dalam bidang ini.
II.3. Ketaatan
Bagi seorang religius, setelah kelepasan dari barang-barang jasmani dan ikatan-ikatan
daging, masih ada satu hal yang paling penting yaitu melawan diri sendiri dan melepaskan diri
dari tirani egoisme. Theresia dengan peka dan rela tanpa perlawanan sedikitpun juga,
menyesuaikan diri dengan kehendak Allah, bahkan yang terkecilpun, misalnya menghayati
peraturan-peraturan biara sebagai ungkapan pelaksanaan kehendak Allah sendiri. Bagi Theresia
salah satu pengungkapan kesucian adalah dalam penghayatan tata tertib dengan baik. Realitas
rutinitas dalam kehidupan biara yang dihayatinya secara sederhana dan rendah hati menjadikan
dia besar karena benar-benar dijalankan dalam iman.
Theresia membiarkan diri dibentuk oleh semangat Karmel, yang akhirnya menandai seluruh
hidupnya. Dalam hal ini Theresia benar-benar menjadi teladan bagi sesama susternya. Theresia
menjadi teladan ketaatan dan kecermatan dalam menghayati segala peraturan biara. Ia begitu
rupa menghayati ketaatan, sehingga tidak hanya melakukan perintah-perintah yang diberikan
secara nyata oleh pemimpinnya, bahkan berusaha menghayati apa yang mereka inginkan dan
akan melakukannya.
Theresia menghayati ketaatan dengan setia. Di dalam diri pimpinannya dia selalu melihat Allah,
seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri:
"Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku." (Luk 10: 16).
Dalam ketaatan Theresia menemukan suatu sarana yang paling aman dan efektif untuk
melaksanakan kehendak Allah dan berkenan kepadaNya dalam segala sesuatu. Melalui ketaatan
Theresia melihat kehendak pimpinannya dalam peraturan-peraturan biara sebagai suatu sarana
yang pasti untuk mengenal Tuhan. Sedangkan kalau orang mulai menyimpang dari
kebijaksanaan pimpinan, maka dia akan mudah tersesat dan memasuki jalan yang kering sampai
akhirnya tak bisa menemukan jalan yang baik lagi. Hal ini membutuhkan suatu keyakinan iman
yang mendalam. Para religius sederhana yang dalam semangat iman mau melakukan kehendak
pimpinan sebagai manifestasi kehendak Allah, mereka itulah yang bahagia.
- 155 -
Kebajikan ketaatan mempunyai jangkauan lebih besar daripada kaul ketaatan. Kebajikan ini
tidak hanya berhubungan dengan perintah-perintah dari regula dan konstitusi atau perintahperintah yang syah dari pimpinan, tetapi dengan kebajikan. Karena itu ia akan melakukan segala
yang diinginkan pimpinannya (kecuali yang berbau dosa) dibandingkan kehendaknya sendiri.
Dengan sikap ini seseorang menyadari bahwa pimpinan dan peraturan-peraturan hanyalah
merupakan ungkapan lahiriah dari kehendak dan rencana Allah. Allah sendiri yang mau
melaksanakan rencanaNya melalui para pimpinan. Bahkan para kudus bertindak lebih jauh lagi,
sehingga mereka tidak hanya mau taat kepada pimpinan, tetapi juga kepada sesamanya tanpa
merasa tersinggung atau perasaan apapun juga. Tentu saja bila hal itu tidak bertentangan dengan
perintah Allah, regula, konstitusi dan perintah pimpinannya sendiri. Demikian mereka menyadari
bahwa Tuhanlah yang berkarya melalui sesamanya, Tuhan membentuk seseorang me1alui
sesama yang lain.
Semangat ketaatan membawa dia untuk melihat dalam diri setiap orang sebagai yang diutus
Allah sendiri. Theresia seorang yang bijaksana. Dia tak pernah me1anggar perintah atasannya
untuk menyenangkan sesamanya. Sejauh bersifat netral dia akan taat pada orang lain. Semua
yang diperintahkan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian.
Di dalam lingkungan hidup yang tidak sempurna dan dengan segala keterbatasannya, Theresia
tetap setia kepada cita-cita religiusnya, bahkan sampai menghabiskan tenaganya. Demikian pula
para novis dibentuknya dalam semangat heroik ini.
Kepada para novisnya, ia memberi pedoman:
Biarpun semua orang tidak menghayati atau melanggar regula, itu bukan alasan untuk
membenarkan diri. Setiap orang harus bertindak seolah-olah kesempumaan serikat tergantung
dari dia sendiri.
III. KASIH PERSAUDARAAN
Salah satu ciri spiritualitas Theresia adalah menyingkirkan hal-hal tambahan. yaitu yang tidak
hakiki, kemudian memusatkan dan mengarahkan seluruh tenaganya kepada hal-hal yang hakiki.
Theresia sangat menampilkan primat cinta kasih dalam hubungan kita dengan Allah, artinya
segala sesuatu yang tidak hakiki disingkirkannya untuk mengarahkan diri pada yang paling
hakiki yaitu cinta kasih. Demikian pula dalam hubungan dengan sesama, Theresia memberikan
penekanan istimewa kepada nilai kasih persaudaraan. Juga di sini kejeniusan Santa Theresia
- 156 -
telah menemukan kembali perintah besar Tuhan tentang kasih persaudaraan. yang sama dengan
perintah yang pertama dan tak dapat dilepaskan dari padanya. yaitu "Hendaklah kamu saling
mengasihi …". Dalam hidup Theresia kita jumpai harmoni yang mengagumkan dalam
pengintegrasian kedua hukum itu: Bila seseorang mengasihi Allah, dia juga pasti mengasihi
sesamanya, seperti ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu
akan menuruti segala perintahKu" (Yoh 14: 15).
III.1. Hukum yang baru
Santa Theresia membutuhkan waktu cukup lama untuk melihat dengan jelas bahwa tempat
paling istimewa yang harus diduduki dalam kehidupan bersama adalah cinta kasih. Hal itu tidak
usah mengherankan kita. Para kudus juga mengalami perkembangan sebagaimana halnya tiap
manusia. Theresia berusaha mengarahkan seluruh hati dan tenaganya untuk mencintai Allah.
Melalui cinta kepada Allah dia menemukan rahasia cinta kepada sesama dan pada tahun-tahun
terakhir hidupnya Theresia dibawa masuk secara mendalam ke dalam pikiran Sang Guru sendiri
tentang kasih persaudaraan.
Apa yang ditemukan Theresia dalam kata-kata Injil "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada
kasih seorang yang menyerahkan hidupnya bagi para sahabatnya" adalah: kebesaran kasih
Yesus terhadap murid-muridNya. Sang Guru tidak memperhatikan kemampuan atau sifat-sifat
alami dan manusiawi dari para rasul Mereka termasuk kalangan bawah, yaitu nelayan-nelayan
yang pada umumnya tidak berpendidikan. Tetapi Yesus mencintai mereka sebagaimana layaknya
seorang Penyelamat yang datang untuk membawa mereka masuk ke dalam Kerajaan BapaNya.
Bahkan Ia mau membagikan hidup ilahi dan mencintai mereka secara sempurna sampai
mengurbankan hidupNya bagi mereka. HidupNya sendiri tidak diperhatikan.
Cinta inilah yang kemudian disadari oleh Theresia secara mendalam, bahwa dia, bukan hanya
dia, tetapi semua manusia dicintai Allah dengan cinta ilahi. Theresia membaca dalam Injil
Yohanes ungkapan isi hati Sang Guru. Wasiat dari Sang Guru dan Sabda Yesus sebagai imam
Agung ini terus bergema, dibaca dan diresap-resapkan kembali oleh Theresia. Selanjutnya, teksteks Injil dari Yoh15:9.12-14.17 membuat Theresia melihat dengan jelas betapa cintanya
terhadap sesama suster sangat tidak sempurna. Ia menyadari bahwa cinta kasih yang sejati
terdapat dalam hal menanggung segala kekurangan sesamanya, dengan tidak menjadi heran akan
kelemahan-kelemahan mereka, tetapi sebaliknya merasa didorong oleh kebajikan-kebajikan
mereka, bahkan yang paling kecil sekalipun. Ia mengerti bahwa cinta kasih tidak hanya harus
- 157 -
dipendam di dalam hati saja, tetapi cinta kasih harus menerangi dan menggembirakan sesama
susternya yang serumah.
Theresia juga menyadari, bahwa sebagai manusia ada perasaan simpati dan antipati. Kita harus
membedakan arti dari 'mencintai dan menyukai' seseorang. 'Menyukai seseorang' lebih bersifat
alami. Orang lebih tertarik pada yang satu dan tidak pada yang lain. Tetapi 'mengasihi seseorang'
me1ampaui sifat-sifat alami. Theresia tersentuh oleh satu aspek dari cinta kasih, yaitu sifatnya
yang umum. Cinta kasih tidak mengecualikan seorangpun, seperti yang dikatakan Santo Paulus
dalam 1Kor 13:4-7 bahwa kasih itu sabar, kasih itu murah hati. dst.
Dengan kata lain, cinta kasih itu melupakan diri sendiri, tidak mengingat diri sendiri. Orang bisa
saja memiliki pengetahuan yang luas, menjadi ahli hukum Gereja, ahli moral, memiliki gelargelar yang hebat, bahkan gelar sebagai doktor theologi atau bahkan ahli Kitab Suci dan lulus
dengan sebutan summa cum laude. orang bisa saja menyelami segala rahasia-rahasia manusia,
namun tanpa kasih dia tidak berarti sama sekali. Orang bisa saja menjadi pekeIja sosial yang
termasyur, pejuang keadilan yang gigih, orang juga bisa dikenal sebagai penderma besar, bahkan
membagi-bagikan seluruh hartanya untuk karya social, bahkan mati demi keadilan atau seperti
dikatakan Santo Paulus, membiarkan tubuhnya dibakar, namun tanpa kasih, semuanya itu sia-sia
belaka. (bdk 1 Kor 13: 1-3). Tulisan Paulus dalam 1Kor 13: 1-3 sangat mempengaruhi Theresia.
Tanpa cinta kasih semuanya itu tidak ada nilainya. Maka cinta kasih adalah jiwa dan seluruh
hidup rohani, sumber dari segala jasa, kebajikan yang menjadikan kita sungguh-sungguh
berkenan kepada Allah.
Karena Theresia dengan tekun bersumber pada Sabda Tuhan sendiri serta menimba air yang
murni dari pemikiran Kristiani, maka spiritualitasnya memperoleh nilai pembaharuan yang tak
terkatakan. Surat-surat Santo Paulus menyadarkan dia akan arti panggilannya dalam Gereja,
khususnya dalam 1 Kor 12. Dari surat Paulus itu pula ia menemukan primat cinta kasih,
khususnya dalam 1 Kor 13: 1-3. Dan dari Injil Yohanes, Theresia menerima terang yang besar
tentang misteri kasih persaudaraan.
- 158 -
III.2. Kepekaan Cinta Kasih
Pikiran Santa Theresia yang bersifat intuitif dan realistis itu selalu mengarah pada perbuatan.
Kasih Theresia bersifat praktis. Dalam tulisan yang ditujukannya kepada Muder Maria Gonzaga,
Theresia menyimpan beberapa kenangan tentang praktek cinta kasih, sehingga kita dapat melihat
bagaimana cara Santa Theresia melaksanakan cinta kasih dalam kehidupannya sehari-hari. Dia
mengatakan:
Bila iblis mencoba menampakan kekurangan-kekurangan seorang suster
kepadaku. saya segera mencoba menelusuri kebajikan dan keinginankeinginan baiknya. Saya
berkata pada diriku sendiri, bahwa bila saya melihat dia jatuh satu kali, mungkin sekali dia
sudah kerap kali menang, tetapi karena kerendahan hati hal itu disembunyikannya. Bahkan apa
yang bagiku tampaknya sebagai kekurangan, namun bila intensi atau maksudnya baik, bisa
menjadi suatu kebqjikan.
Secara manusiawi orang tetap memiliki perasaan simpati dan antipati. Orang merasa tertarik
pada yang satu, sedangkan terhadap yang lain sikapnya berbeda. Yesus mengatakan kepadanya
bahwa ia harus mencintai suster tertentu dan berdoa untuknya, bahkan bila sikap dan tingkah
lakunya memberi kesan, bahwa suster itu tidak senang kepadanya. Tidak cukup baginya hanya
dengan mencintai, tetapi ia juga harus memberikan bukti-buktinya.
Bila egoisme tersinggung, maka akan timbul pemberontakan. Dalam kehidupan sehari-hari,
peristiwa seperti ini seringkali terjadi. Theresia mengatakan:
Saya tidak selalu dapat melaksanakan perintah Injil secara harafiah. Ada situasi-situasi tertentu
di mana saya terpaksa harus menolak permintaan sesama susterku. Namun bila cinta kasih telah
berakar secara mendalam di dalam jiwa, maka ia akan terpancar ke luar. Ada suatu cara
menolak yang begitu baik, sehingga walaupun kita menolak, orang yang minta bantuan akan
merasa sama puasnya dibandingkan bila kita memberi apa yang dimintanya.
Suatu kenyataan yang seringkali terjadi ialah, bila seseorang selalu rela menolong, ia akan sering
sekali dimintai tolong oleh yang lain. Theresia menanggapinya dengan berkata bahwa kita
hendaknya tidak menjauhkan diri karena takut disuruh melakukan berbagai macam pekerjaan.
Bila kita menolong seseorang, janganlah dengan bersikap pura-pura atau dengan harapan bahwa
orang yang kita tolong itu juga akan menolong kita. Ia dijiwai oleh Sabda Tuhan yang menyuruh
kita untuk meminjamkan tanpa mengharapkan kembali, karena upah kita besar di surga.
Uraian Theresia tentang cinta kasih menunjukkan pengamatan yang tajam dan penuh dengan
- 159 -
pernyataan-pernyataan psikologis yang mendalam, yang sangat berguna untuk kehidupan dalam
komunitas. Kalau komunitas-komunitas religius itu mau menjadi firdaus di dunia, maka kasih
persaudaraan, yang merupakan ratu segala kebajikan dan dasar segala kesatuan, harus benarbenar menjiwai kehidupannya. Dengan demikian akan terwujudlah cita-cita komunitas Kristiani
awali: "mereka itu sehati sejiwa dalam Tuhan" (Kis 4:32) dan kesaksian dari orang-orang yang
mengenal mereka: "Lihatlah, betapa mereka itu saling mengasihi"
III..3. Malaikat Perdamaian dan Cinta Kasih
Dalam hidup Theresia cinta kasih telah berkembang begitu sempurna, halus dan sangat peka.
Cinta telah menyebabkannya melupakan diri sendiri dalam setiap situasi. Dia selalu berusaha
untuk menciptakan suasana gembira untuk menyenangkan orang-orang di sekitarnya melalui
pergaulan penuh cinta kasih dengan semua suster, bahkan dia lebih senang bergaul dengan
orang-orang yang dicap 'sulit' dan tidak menyenangkan. Para suster yang sebenarnya tidak
disenangi bisa merasa paling dicintai oleh Theresia. Khususnya ada seorang suster yang
mempunyai karunia 'untuk menjengkelkan' Theresia dalam segala hal. Tetapi karena motivasi
cinta kasih ilahi dan kepribadiannya yang menarik, ia memberikan kepada suster itu perhatian
khusus dan berhasil menyembunyikan antipatinya. Bila bertemu dengannya, Theresia selalu
menyapanya dengan senyuman manis. Bila dalam acara rekreasi tidak ada yang mau
mendekatinya, Theresia berusaha menemani dan berbicara dengannya. Theresia begitu berhasil
mengatasi antipatinya, sampai-sampai suster itu berkata kepadanya: 'Suster Theresia, mengapa
anda begitu tertarik kepada saya? Apa yang ada dalam diriku yang membuat anda begitu
tertarik kepadaku?' Lalu Theresia menjawab: ‘Yesus ada dalam dirimu.' lnilah kemenangan
indah rahmat atas kodrat.
Sejak saat itu Tuhan memberikan rahmat khusus kepadanya dan mengambil rasa antipati dari
dalam dirinya, sehingga Theresia tidak lagi mengalami perjuangan bila bergaul dengan suster itu.
Hal-hal kecil seperti inilah yang sebenamya dapat menguduskan kita. Kita melihat contoh dari
cinta kasih Theresia yang sangat heroik, tetapi hal- hal yang biasa, tidak menyolok, tidak
diketahui orang, namun hanya diketahui oleh Tuhan saja. Itulah suatu bidang yang luas untuk
benar-benar berkembang dalam cinta kasih sejati.
- 160 -
Theresiapun selalu terarah kepada orang lain. Dalam biara Karmel ada waktu-waktu tertentu
untuk acara rekreasi, yaitu waktu untuk rileks. Theresia mengatakan kepada salah seorang
novisnya:
Bila engkau mau pergi rekreasi, pertama-tama janganlah mempunyai niat untuk kepentingan
diri sendiri tetapi pergilah ke sana untuk membuat orang lain lebih rileks. Di situlah, lebih
daripada di tempat lain, ada kesempatan untuk melatih cinta kasih serta menyangkal diri
sendiri. Buatlah dirimu menyenangkan bagi semua orang. Engkau tidak akan berhasil dalam hal
itu tanpa penyangkalan diri.
Para suster memberi kesaksian dengan mengatakan: 'Acara rekreasi akan lebih menyenangkan
bila Theresia hadir bersama kami.' Mereka melihat bagaimana Theresia begitu lemah lembut
dan tidak pernah mengeluh, sehingga beberapa suster menyalahgunakan kebaikannya. Mereka
sering meminta tolong Theresia, sehingga ia mempunyai beban pekerjaan yang cukup banyak.
Tapi Theresia mengatakan:
Janganlah menolak siapapun, walaupun itu berarti engkau harus berkurban banyak bila orang
meminta sesuatu kepadamu. Ingatlah bahwa Yesus sendiri yang memintanya daripadamu. Bila
engkau sadar bahwa Yesus yang memintanya padamu, bukankah engkau akan melakukannya
dengan senang hati, dengan rqjin dan dengan wqjah yang ramah.
Pada akhir hidupnya dan dalam keadaan sangat sakit, pada saat menulis tentang kasih
persaudaraan, Theresia mengalami begitu banyak gangguan. Ketika mau memulai menulis,
datang seorang suster yang bermaksud menghiburnya, sehingga Theresia menghentikan
tulisannya. Setelah suster itu pergi, datang suster lain yang mengajak berbincang-bincang tentang
hal lain. Suster-suster datang bergantian mengunjunginya, sehingga hampir-hampir tidak ada
waktu untuk menulis. Muder Agnes memberikan kesaksian seperti ini:
Pada akhir hidupnya, ketika dia sudah sangat sakit, ia sedang menulis naskahnya di kebun dan
saya melihat, bahwa setiap saat dia diganggu oleh para suster. Dia tidak menjadi kurang sabar,
atau minta, agar supaya jangan diganggu, melainkan tiap kali meletakkan penanya dan menutup
buku tulisnya sambil tersenyum. Saya bertanya kepadanya, bagaimana mungkin dalam keadaan
seperti itu dia dapat menulis dengan baik. Dia menjawab, katanya: 'Saya menulis tentang kasih
persaudaraan, maka sekarang ini waktunya untuk melatihnya... 0 Muder, kasih persaudaraan
adalah segala-galanya di dunia ini. Kita mengasihi Allah, sejauh kita melaksanakan kasih
persaudaraan yang sejati. Dengan melatih kasih persaudaraan, kita mengasihi Allah.'
Memang, Theresia telah mengatakan kebenaran, ketika ia menulis dalam riwayat hidupnya :
Allah telah memberikan kepadaku rahmat untuk menyelami kedalaman yang penuh rahasia dari
cinta kasih. Dan seandainya saya mampu mengungkapkan apa yang saya mengerti, maka anda
akan mendengar suatu melodi surgawi.
- 161 -
IV. KESIMPULAN : KEKUDUSAN DALAM PERKARA KECIL
Bagi Gereja Theresia telah mewujudkan suatu kekudusan besar melalui hal-hal yang biasa, ia
telah mewujudkan sikap heroik dalam perkara-perkara kecil. Dia melakukan perkara-perkara
kecil, dengan cinta kasih yang besar. Bisa juga dikatakan: Dia melakukan hal-hal biasa dengan
cara yang luar biasa. Segala perbuatannya dijiwai dengan cinta kasih yang sangat besar. Santa
Theresia termasuk dalam kategori orang kudus yang patut dikagumi sekaligus juga bisa
diteladani oleh semua orang. Tentu saja hal ini bukan soal mudah, tetapi bisa dilakukan oleh
setiap orang yang sungguh mau mencobanya. Rahmat selalu tersedia bagi orang yang mau
berusaha. Dengan demikian setiap orang dapat mencapai kekudusan dan itulah sebabnya Gereja
telah mengangkat Theresia menjadi Pujangga Gereja.
Melalui Theresia, Allah menunjukkan kebesaranNya dalam hal-hal yang sangat biasa. Theresia
telah menemukan pula dalam diri Bunda Maria teladan kesucian dalam kehidupan sehari-hari
yang biasa. Bunda Maria adalah yang paling besar, paling mulia dan paling kudus dari antara
semua ciptaan. Ia melebihi semua rasul, bahkan juga melebihi semua malaikat, tetapi
kehidupannya semasa di dunia ini sangat biasa sekali, demikian biasanya, sehingga orang-orang
sekitarnya samasekali tidak menyangka, bahwa wanita sederhana itu adalah Bunda Allah sendiri.
Melihat latar belakang ini, kita bisa mengatakan, bahwa jalan kecil Theresia benarbenar
merupakan jalan injili yang sangat mendalam, jalan injili seperti yang diajarkan oleh Tuhan
Yesus sendiri. Dalam kesederhanaan dan hal-hal keeil, dia menunjukkan kebesaran Allah. Santa
Theresia mendapat pengertian melalui suatu intuisi dan karunia Roh Kudus, sehingga dapat
memahami kebesaran dan keluhuran dari perkara-perkara kecil. Theresia tetap ingin tinggal
dalam bilangan orang-orang yang kecil. Panggilannya ialah untuk membangkitkan dalam dunia
dan Gereja, suatu Laskar jiwa-jiwa kecil yang benar-benar merindukan kesucian. Melalui
karisma yang diterimanya, Theresia mampu menyajikan jalan kesempurnaan dengan cara yang
sangat simpatik, sederhana dan pengudusan dalam perkara-perkara yang kecil, sehingga
terjangkau oleh semua orang.
Dengan menggelarkan dia sebagai orang kudus dan lebih-lebih dengan mengangkatnya menjadi
Pujangga Gereja, berarti Gereja memberikan suatu peneguhan dan dukungan resmi kepada jalan
kecilnya sebagai suatu jalan yang betul-betul injili, yang oleh Gereja ditampilkan sebagai jalan
teladan bagi semua orang yang merindukan Allah. Tuhan yang menciptakan alam semesta yang
tak terbatas, yang menciptakan binatang dan tanaman dengan keaneka-ragaman yang indah, juga
- 162 -
telah menciptakan keindahan yang luar biasa dalam hal-hal yang kecil.
Kesetiaan kepada perkara-perkara kecil, dalam rutinitas hidup sehari-hari, itulah kesetiaan yang
membawa kita sampai pada suatu heroisme, merupakan jalan kepada kesucian. Inilah model baru
kesucian yang ditawarkan Gereja kepada kita, khususnya ketika menggelarkan Santa Theresia
sebagai Pujangga Gereja. Hal ini juga menuntut penyangkalan diri yang besar. Heroisme dalam
perkara-perkara kecil ini pada dasarnya bukan lain daripada kembali kepada semangat Injil
seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri, yaitu "kesetiaan dalam perkara-perkara yang
kecil" (Luk 16: 10; 19: 17; Mat 25: 21.23) serta "menerima Kerqjaan Allah sebagai seorang
anak kecil" (Mat 18: 3-4; 19: 14; Mrk 9:35; 10: 14-15; Luk 18: 17).
- 163 -
- 164 -
13. PELAYANAN DALAM KUASA ROH KUDUS
I. PENDAHULUAN
Yesus telah memberi kita suatu tugas perutusan sebagaimana terdapat dalam Yoh 20:21: “Maka
kata Yesus sekali lagi: ‘Damai sejahtera bagi kamu. Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian
juga sekarang Aku mengutus kamu.’ “ (Yoh 20:21). Tugas perutusan ini juga terdapat dalam Mat
28:18-20: “Yesus mendekati mereka dan berkata:‘KepadaKu telah diberikan segala kuasa di
surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah
mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala
sesuatu yang te!ah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman.”
Apabila Yesus memberi suatu tugas kepada kita, Ia juga memberi kita kuasa dan wewenang
untuk melakukannya. Ia memberikan kita Penolong yaitu Roh KudusNya sendiri yang
memampukan kita menjalankan tugas perutusan ini. Pelayanan kita ada di dalam kuasa Roh
Kudus (bdk. 1 Tes 1:5). Yesus sendiri berjanji bahwa kuasa Roh Kudus dicurahkan bagi semua
orang yang percaya (Mrk 16:17).
Dalam menjalankan perutusan ini, Yesus sendiri telah memberi kita teladan yaitu dengan
menjadi seorang pelayan sehagaimana ucapan Yesus sendiri dalam Mrk 10:45: “Karena Anak
Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Ini berarti sebagai pengikut Kristus kita juga
dipanggil untuk melayani Allah dan sesama. Model pelayanan kita adalah pelayanan Yesus
sendiri.
II. PELAYANAN YESUS DALAM KUASA ROH KUDUS
Seluruh pelayanan yang dilakukan oleh Yesus dimaksudkan juga untuk dilakukan oleh kita
pengikutNya (Yoh 14:12). Yesus datang ke dunia untuk membawakan apa saja yang ada pada
Allah: kekuatan, kebaikan, kemurahan Allah, sehingga kita dapat melihat Allah dalam diri
Yesus. Demikian juga seluruh pelayanan Yesus dilakukanNya dalam persatuan dengan Bapa
(Yoh 8:28-29 : “...dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriku sendiri, tetapi Aka
berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepadaKu. Dan, Ia, yang telah
menqutus Aku, Ia menyertai Aku, Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa
- 165 -
berbuat apa yang berkenan kepadaNya.”) Yesus melakukan segala karyaNya dalam kuasa
Allah. KaryaNya dan mujizat-mujizatNya adalah tanda kehadiran Allah.
Sejak dikandung dan saat kelahiranNya Yesus telah mendapat tanda-tanda istimewa. Namun
sebagai Mesias, Ia diurapi secara resmi yaitu pada saat dibaptis (Luk 3:21-22). Setelah itu
dikatakan dalam Luk 4:1 “Yesus yang penuh dengan Roh Kudus kembali dari Sungai Yordan.”
Sesudah dipenuhi Roh Kudus, Yesus didorong ke padang gurun selama 40 hari, di situ Yesus
membiarkan diri dibimbing oleh Roh Kudus. Yesus menyerahkan diri kepada Bapa sehingga
kuasa Roh Kudus dapat bekerja secara sempurna. Tanpa penyerahan tidak ada bimbingan Roh
Kudus. Selanjutnya dalam kuasa Roh Kudus, Yesus kembali ke Galilea untuk memulai
karyaNya. Roh Kudus membimbing Yesus untuk melaksanakan kehendak Bapa. Seluruh karya
Yesus ada dalam kuasa Roh Kudus.
IlI. MENGEMBANGKAN PELAYANAN DALAM KUASA ROH KUDUS
Untuk dapat mengembangkan pelayanan dalam kuasa Roh Kudus, kita harus memperhatikan
beberapa hal penting yaitu:
1. tujuan pelayanan
2. macam-macam bentuk pelayanan
3. citra seorang pelayan yang baik
4. dasar pelayanan
III.1. Tujuan Pelayanan
Dalam Komunitas Tritunggal Mahakudus, sangatlah penting pelayanan ke dalam: untuk
membentuk anggota-anggota KTM yang komit. Disamping itu anggota KTM juga melakukan
pelayanan ke luar: melayani umat sambil menunjukkan keindahan hidup KTM.
Secara singkat tujuan pelayanan adalah sehagai berikut
1. Membawa orang-orang pada pertobatan yang sungguh-sungguh sehingga Tuhan betul-betul
menjadi pusat hidup.
2. Membawa orang-orang yang telah bertobat pada pertumbuhan hidup rohani yang lebih
dewasa.
3. Membawa suatu pembaharuan umat Allah, melalui pembaharuan pribadi demi pribadi.
- 166 -
Tujuan pelayanan ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Tujuan jangka pendek.
Membuat pribadi-pribadi menjadi murid Kristus yang sejati, yang semakin lama semakin
rnenyerupai Kristus. Dengan dernikian Yesus sendiri semakin tampil dan tampak melalui
pikiran, ucapan. tindakan, pekerjaan, dan segala segi kehidupan.
2. Tujuan jangka panjang
1. Melalui pembaharuan pribadi-prihadi. akhirnya seluruh Gereja dapat diperbaharui.
2. Masuknya pemerintahan Allah (kerajaan Allah).
Kedua tujuan ini tidak dapat tercapai begitu saja. Justru dengan melayani. kita perlahan-lahan
mencapai tujuan ini.
III.2. Macam-macam Bentuk Pelayanan
Banyak bentuk pelayanan yang dapat kita lakukan sesuai dengan karunia yang diberikan Tuhan
kepada kita, antara lain:
1. evangelisasi/ Pewartaan
2. puji-pujian
3. pengajaran
4. doa syafaat
5. konseling
6. pelayanan yang berhubungan dengan bermacam-macam karunia Roh Kudus. Karuniakarunia Roh Kudus ini diaktifkan melalui persekutuan doa atau pertemuan komunitas.
111.3. Citra Seorang Pelayan yang Baik
Jika kita mengerti citra seorang pelayan yang baik, diharapkan kita dapat menghindarkan banyak
kesalahan dan kita dapat berbuat banyak serta berkembang lebih maju dalam pelayanan yang
dipercayakan Tuhan kepada kita.
Citra seorang pelayan yang baik dapat kita sebutkan sebagai berikut:
1. Seorang pelayan yang baik haruslah seorang yang beriman
Seorang pelayan yang baik harus mendasarkan hidupnya atas iman. Iman di sini mencakup
ketiga tingkatan iman yaitu: iman kepercayaan. iman penyerahan dan iman penuh harapan. Iman
- 167 -
kepercayaan merupakan iman yang kita perlukan untnk menerima kebenaran-kebenaran
doktrinal dasar Kristiani. Iman ini tercakup dalam Kredo Para Rasul. Iman penyerahan ialah
iman untuk mempercayai bahwa Allah itu baik, mencintai dan selalu memelihara umatNya.
Sedangkan iman penuh harapan merupakan iman yang sampai kepada Yesus dan
mengharapkanNya untuk bertindak dalam situasi-situasi khusus. Bila iman penuh harapan
sifatnya aktif dan dinamis, kedua macam iman lainnya sifatnya pasif. (lihat buku : Menuju
Kedewasaan Rohani Bab III Iman no. 4 Tingkatan Iman)
Iman timbul dan pendengaran akan Kitab Suci. Oleh karena itu merupakan suatn keharusan bagi
seorang pelayan untuk senantiasa mendalami firman Tuhan. Dengan semakin bertumbuhnya
iman kita maka pelayanan kitapun akan semakin berkembang. Kita akan melihat keajaiban karya
Tuhan dalam hal-hal yang sehelumnya kita anggap mustahil.
2. Seorang pelayari yang baik hams memiliki hati yang dipenuhi cinta dan belas kasihan.
lman tanpa cinta kasih bisa menjadi sangat keras dan menuntut secara keliru. Seseorang yang
terlalu menekankan iman saja, bisa secara keliru menuntut orang lain, Amat dibutuhkan cinta
dan belas kasihan Allah sendiri yang mengalir di dalam diri kita agar kita dapat melayani
sesama.
Agar kasih Allah senantiasa mengalir dalam diri kita, dibutuhkan suatu hubungan yang intim
dengan Tuhan. Seorang yang mau melayani tapi tidak mempunyai hubungan yang intim dengan
Allah sama saja dengan pendusta. Orang yang sungguh dekat pada Tuhan mempunyai suatu
keberanian untuk percaya yang luar biasa, karena dia tahu Tuhan mencintainya bukan karena
jasa-jasanya tapi melulu karena kebaikanNya.
Yesus dalam seluruh pelayananNya mengalirkan kasih Bapa. Kita mungkin tidak dapat menjadi
sempurna namun kita harus menuju kepada kesempurnaan kasih. Orang yang sempurna adalah
orang yang merasa dirinya sendiri paling tidak sempurna. Jika kita merasa suci, ini berarti kita
masih jauh sekali dari sempurna. Tapi semakin seseorang itu dekat pada Tuhan, semakin ia
menyadari kerapuhannya dan kekecilannya di hadapan Tuhan.
3. Seorang pelayan yang baik haruslah dapat mendengarkan
Seorang pelayan yang baik haruslah dapat mendengarkan. Terlalu banyak orang suka memberi
nasihat tanpa mau mendengarkan, padahal kebanyakan orang itu amat butuh didengarkan. Kalau
kita dapat mendengarkan dengan baik, kita dapat menolong banyak orang.
- 168 -
4. Seorang pelayan yang baik haruslah seorang pendoa
Sebagai pelayan Allah kita harus mengenal Allah yang kita layani. Bagaimana mungkin kita
dapat menyampaikan sesuatu tentang Allah kalau kita tidak mengenalNya? Supaya kita dapat
mengenal Allah kita perlu banyak membaca surat cintaNya yaitu Kitab Suci dan banyak berdoa.
Tanpa doa kita tidak dapat berbuat apa-apa. Bila kita mempunyai sikap doa dan hubungan
pribadi dengan Allah, kita akan merasa bahwa tidak ada apapun juga yang dapat menekan kita,
karena kita yakin bahwa kita sepenuhnya berada dalam Allah (lihat perumpamaan tentang pokok
anggur dan carang-carangnya dalam Yoh 15: 4-5).
5. Seorang pelayan yang baik haruslah selulu berusaha mencari kehendak Allah.
Seorang pelayan harus selalu memurnikan motivasinya, agar motivasi pelayanannya adalah
melulu untuk menuruti kehendak Allah. Banyak contoh kejatuhan pelayan Tuhan karena
motivasi yang bergeser dari pelaksanaan kehendak Allah, Motivasi yang tidak benar misalnya:
uang. gengsi, nama baik, dls. Banyak juga orang yang pada awalnya mulai melakukan pelayanan
dengan baik dan tulus namun berakhir dengan kehancuran karena motivasinya lama-kelamaan
diselewengkan oleh si jahat. Untuk menghindarkan penyelewengan-penyelewengan sebaiknya
pelayan melayani dalam suatu tim/ kelompok secara bersama - sama.
6. Seorang pelayan yang baik haruslah mempunyai kelepasan pada buah-buah karyanya
Kita tidak boleh mengikat atau membuat orang-orang yang kita layani tergantung pada kita. Kita
tidak perlu sakit hati apabila orang yang kita layani suatu saat berkonsultasi pada orang lain. Jika
kita tidak mengikat orang lain pada kita, justru kita akan mempunyai banyak sahahat. Kita harus
meneladan sikap Yohanes Pembaptis ketika banyak pengikutnya meninggalkannya dan datang
kepada Yesus. Yohanes berkata: ‘Yang empunya mempelai perempuan ialah mempelai laki-laki
(Yoh 3:29). Juga apabila kita telah selesai melakukan suatu pelayanan, sebaiknya kita berkata:
“Aku ini hanyalah hamba yang tidak berguna: yang melakukan apa yang harus aku lakukan.”
(bdk. Luk 17:10). Jika kita tidak mengikat orang lain pada kita, justru kita akan mempunyai
banyak sahabat.
7. Seorang pelayan yang baik haruslah rendah hati.
Sikap dasar yang harus dimiliki oleh setiap pelayan Tuhan adalah kerendahan hati. Orang yang
rendah hati menyadari bahwa ia tergantung sepenuhnya pada Allah. Oleh karena itulah
kerendahan hati memberi suatu kekuatan yang besar karena orang menyadari bahwa segalagalanya berasal dari Allah, sebagairnana Paulus berkata: “Segala perkara dapat kutanggang di
dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Flp 4:13). Orang yang rendah hati merasa tidak
- 169 -
memiliki apa-apa, sehingga dia berani melangkah tanpa khawatir kehilangan sesuatu. Sebaliknya
orang yang sombong mengkhawatirkan gengsinya, takut kehilangan harga diri, takut salah/
gagal, takut disepelekan orang lain, dls.
111.4.
Dasar Pelayanan
Kita perlu meletakkan dasar yang benar dan kokoh dalam pelayanan kita. Seandainya kita ini
dipanggil untuk menyirami tanam-tanaman di ladang Tuhan, maka kita harus menggali sumur
yang airnya tidak habis. Jika kita hanya mengandalkan cadangan/ simpanan air kita saja, maka
dengan segera kita akan kehabisan air dan tidak dapat lagi menyiram. Demikianlah dalam
pelayanan, kita harus menggali dari sumber utama kita, yaitu Kristus. Semakin kita dipanggil
dalam pelayanan. semakin kita harus menggali dan memperdalam hubungan kita dengan Kristus.
Pelayanan kita menjadi kering apabila tidak bersumber pada Kristus. Kalau kita tidak menggali
dan memperdalam hubungan pribadi kita dengan Kristus, maka kita tidak dapat melayani orang
lain untuk dapat bertemu dengan Yesus.
Kasih kepada Kristus, yang mendasari pelayanan kita, juga harus makin mendalam. Kalau
pertama-tama kita mau melayani karena takut, kemudian berkembang karena terdorong oleh rasa
syukur. maka selanjutnya hubungan kasih kita dengan Knistus haruslah menjadi seperti suatu
hubungan kasih antara laki-laki dan wanita yang saling rnembutuhkan sehingga Kristus betulbetul menguasai hidup kita dan kita tidak bisa hidup tanpa Kristus. Bagi pria hubungan kasih ini
dapat menjadi hubungan antara sahahat dengan sahabat atau raja dengan bawahannya, atau Bapa
dengan anakNya, ataupun seorang Guru dengan muridNya. Huhungan yang mendalam inilah
yang menjiwai segala-galanya dan inilah dasar yang kuat dan benar dalam pelayanan kita.
- 170 -
IV. MODEL PELAYANAN YANG BENAR
Model pelayanan kita adalah pelayanan Yesus sendiri karena kita adalah murid-murid Kristus.
Kita harus merasa seperti Yesus, berpikir seperti Yesus, mencintaI dan melayani seperti Yesus.
Oleh karena itu Paulus berkata dalam Flp 2:5-8: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama,
menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yes us, yang walaupun dalam
rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah
merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kaqu salib”.
Beherapa sikap Yesus dalam melayani, yang harus juga menjadi sikap dasar para pengikutNya
dalam melayani, adalah sebagai berikut:
1. Yesus selalu hanya mencari kehendak Allah.
2. Yesus melayani bukan demi kemuliaanNya sendiri, melainkan demi kemuliaan Allah.
3. Yesus selalu menampilkan wajah Allah, BapaNya dalam PelayananNya.
4. Yesus berani taat dan rela menderita.
1V. 1. Yesus Selalu Hanya Mencari Kehendak Allah
Sebagaimana Yesus hanya mencari kehendak Allah dalam melayani, demikianlah juga
seharusnya kita para pengikutNya, Yesus berkata dalam Yoh 4:34: “MakananKu ialah
melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya”.
Mencari kehendak Allah tidak mudah karena tidak selalu jelas, namun kita harus terus-menerus
berusaha mencari apa yang menjadi kehendakNya agar pelayanan kita dapat selalu berdasarkan
kehendakNya. Kita bisa mengetahui kehendak Allah melalui Kitab Suci, pembimbing rohani,
peristiwa-peristiwa tertentu, atau dorongan tertentu. Agar bisa lebih peka mengenali kehendak
Allah, diperlukan pembaharuan dalam cara berpikir, tindakan dan seluruh kepribadian kita, yang
hanya dimungkinkan oleh kuasa Roh Kudus.
- 171 -
IV.2. Yesus Melayani Bukan demi KemuliaanNya Sendiri, Melainkan demi Kemuliaan
Bapa
Pekerjaan yang harus kita lakukan adalah pekerjaan Allah sendiri, yang dan hakikatnya
melampaui segala kekuatan kita. IJntuk itu Knistus telah membekali kita dengan kuasaNya yang
telah diterimaNya dari Bapa (bdk. Yoh 14:12). Kuasa Allah itu, yang dari dirinya sendiri adalah
baik, mudah diselewengkan. Orang mudah tergoda nntuk menjadi sombong, berbangga-bangga
secara siasia, mencari kemuliaan diri sendiri. Yesus, walaupun mahakuasa, telah merendahkan
diriNya sebagai manusia lemah. Walaupun banyak sekali mukjizat yang telah dilakukanNya, Dia
tidak pernah membanggakan diri atas semuanya itu. Sebaliknya, dalam segala hal Ia hanya
memuliakan Bapa dan bukan diriNya sendiri.
Mengapa Yesus tidak mencari kemuliaanNya sendiri? Pertama, karena Ia menyadari bahwa Bapa
sungguh-sungguh rnengasihi Dia. ltulah segala-galanya bagi Dia. Kedua, karena Ia menyadari
dan menerima sepenuhnya ketergantunganNya yang mutlak kepada Bapa. Terakhir, karena Ia
sadar sepenuhnya bahwa Ia berharga di mata Bapa dan dikasihi Bapa sehingga Ia tidak
membutuhkan pengukuhan dari pihak lain. Kasih Bapa sudah lebih dari cukup bagiNya.
Bila Allah melakukan pekerjaanNya melalui kita, hendaklah kita tidak terbuai karena
sesungguhnya kita hanyalah keledai yang ditunggangi Yesus. Orang tidak menghormati keledai
melainkan Yesus yang menunggangi keledai itu. Janganlah berbangga atas diri sendiri apabila
kita telah melayani karena itu sudah sepatutnya bagi pengikut Kristus. Hal ini diajarkan oleh
Yesus dalam Luk 17:10: “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala
sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu benkata: Kami adalah hamba- hamba yang
tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”
IV.3. Yesus Selalu Menampilkan Wajah BapaNya
Apa yang dilakukan Kristus adalah ungkapan dari apa yang dilakukan oleh Bapa sehingga kita
bisa melihat Allah dalam diri Yesus. Yesus datang ke dunia untuk membawa apa saja yang ada
pada Allah (Yes 61: 1-2). Setiap kali Yesus menyembuhkan, memberi makan, mengampuni,
menghibur, membuat tanda-tanda, sebenarnya Allah Bapa sendirilah yang rnelakukan semua itu
di dalam Kristus (Yoh 8:28). Oleh karena itu Rasul Petnus meringkas hidup dan pelayanan
- 172 -
Kristus seperti tertulis dalam Kis 10:38: “yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah
mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil
berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai iblis, sebab Allah menyertai Dia”.
Segala sesuatu yang dilakukan Yesus sungguh berkenan kepada Allah. Hal ini jelas tertulis
dalam Yoh 8:29: “Dan ía, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku
sendiri, sebab Aka senantiasa berbuat apa yang benkenan kepadaNya”.
Sebagaimana Yesus sepanjang hidup dan pelayananNya di depan publik selalu menampilkan
wajah Allah BapaNya. demikian jugalah seharusnya kita para pengikut Kristus.
V. MELAYANI DALAM KESATUAN
Kerinduan hati Yesus yang terdalam sebagaimana kita ketahui dari doa Yesus bagi semua orang
yang percaya dalam Yoh 17:21-23: “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau,
ya Bapa, di dalam Aku dan Aka di dalam Engkau agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia
percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada
mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepadaKu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti
kita adalah satu: Aka di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku, supaya mereka sempurna
menjadi satu … .”
Yesus berdoa secara khusus bagi para murid-muridNya, bagi semua orang yang percaya dan bagi
semua orang yang melayaniNya secara khusus. Doa Yesus ini disertai dengan kebijaksanaan dan
cinta yang tidak terbatas.
V.1. Perpecahan dalam Tubuh Gereja dan dalam Pembaharuan Karismatik Katolik
Mereka yang mau sungguh-sungguh melayani Tuhan dengan hati murni dan tulus akan
senantiasa mengalami hambatan. Si iblis berusaha sekuat tenaga untuk menggagalkan karya
Allah dengan menggoda orang-orang yang dipakai Tuhan. Bila tidak bisa membawa orang-orang
yang melayani Tuhan jatuh dalann dosa, iblis akan berusaha menentang dan memusuhi mereka
rnelalui tangan-tangan orang lain yang terbuka terhadap bisikan iblisnya. Pententangan atau
- 173 -
penmusuhan ini bisa saja timbul dari kalangan biasa maupun penguasa, dari umat beriman
maupun pimpinan. Tak jarang terjadi bahwa perlawanan yang paling hebat justru datangnya dari
orang-onang yang menurut jabatannya seharusnya melindungi karya Allah.
Perlawanan dan penganiayaan semacam itu dialami oleh setiap pembaharuan yang otentik.
Pernbaharuan besar dalam gereja yang ditimbulkan oleh para Fransiskan dan Dominikan pada
abad XIII mendapat reaksi negatif yang hebat dari kalangan hirarki, para imam dan uskup-uskup
tertentu. Pada abad XVII reformasi St. Teresa Avila yang mempunyai dampak besar sekali bagi
gereja mendapat tantangan hebat sehingga Teresa dan Yohanes Salib harus menanggung banyak
sekali aniaya dan kesengsaraan. Sejarah membuktikan bahwa motivasi utama dari perlawanan itu
adalah iri hati dan kepentingan / ambisi pribadi.
Dewasa ini Pembaharuan Karismatik mengalami hambatan dan pertentangan di mana-mana, di
samping dukungan dan pimpinan Gereja yaitu Sri Paus dan konperensi para uskup. Situasi ini
memang berbeda dari jaman para Fransiskan dan Teresa, namun ada juga persamaannya . Kali
ini pembaharuan itu menyangkut seluruh lapisan umat dalam Gereja dan tersebar luas di
kalangan umat. Demikian pula KTM telah dan akan mengalami tantangan. Ironisnya, tantangan
terbesar justru datang dari Pembaharuan Karismatik Katolik sendiri dan pimpinannya, juga
karena iri hati dan kepentingan pribadi. Tantangannya sama, yaitu iblis yang tidak senang
dengan semua itu juga membangkitkan per1awanan di mana-mana. Meneladani pendahulu kita
dan belajar dari sejarah, dalam situasi yang sukar kita harus tetap setia dan taat. Kesetiaan dan
ketaatan membutuhkan kedewasaan iman. Orang yang sungguh beriman taat kepada Yesus
sendiri, yang adalah Kepala GerejaNya di dalam diri para wakil-wakilnya, yaitu para pimpinan
Gereja. Semangat untuk selalu setia dan taat telah ditunjukkan oleh Yesus sendiri dalam
ketaatanNya kepada Bapa sampai wafat di kayu salib. Jadi bila kita mau mengikuti Kristus kita
juga harus meneladani ketaatan Kristus. Bila kita tetap setia dan taat, Tuhan akan memberkati
kesetiaan itu dengan rahmat yang berlimpah-limpah.
Cara iblis yang paling ampuh untuk memecah belah Pembaharuan Karismatik adalah dengan
berusaha merongrong pembaharuan itu dari dalam. Iblis selalu berusaha menimbulkan
perpecahan, permusuhan, iri hati dan persaingan tidak sehat di antara para pemimpin Karismatik
sendiri. Inilah senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan pembaharuan itu sendiri.
Perpecahan dalam Pembaharuan Karismatik paling sering diakibatkan oleh godaan kekuasaan.
Orang-orang yang terlibat dalam Pembaharuan Karismatik rawan sekali terhadap hal ini karena
setelah mengalami pencurahan dan menerima kuasa Roh Kudus, orang bisa saja, kalau tidak
- 174 -
waspada, menggunakan kuasa itu untuk kepentingan diri sendiri.
V.2. Sebab-sebab Timbulnya Perpecahan
Kita perlu melihat hal-hal yang biasanya menimbulkan perpecahan agar kita bisa lebih waspada
dan dapat menjaga kesatuan dalam komunitas kita, dalam lingkungan yang lebih luas dan
akhirnya dalam tubuh Kristus sendiri yaitu Gereja KudusNya.
Hal-hal yang seringkali menimbulkan penpecahan umat Allah adalah:
1. Iri hati, dengki dan rasa superioritas
Seringkali kita melihat penyakit ini pada diri para senior yang tidak dapat menerima keunggulan
orang yang masih lebih muda atau masih baru. Ada ketakutan dalam diri orang-orang tertentu
kalau orang lain lehih daripada dirinya sendiri.
2. Dendam dan tidak saling menqampuni
Permasalahan dalam kelompok pasti selalu ada namun yang penting, setiap kali ada perselisihan,
ketidak cocokan pendapat, perasaan negatif terhadap satu sarna lain, harus segera diselesaikan
dengan berdamai. Perdarnaian dapat terjadi jika salah satu pihak meminta maaf dan yang lain
memaafkan. Cara meminta maaf harus benar yaitu secara langsung, tanpa suatu upaya
pembenaran diri dan tanpa menyalahkan pihak lain. Pihak yang menerima permintaan maaf
harus menerima dan memaafkan dengan sungguh-sungguh. Jika ada kesulitan menentukan pihak
mana yang harus meminta maaf dulu, maka hendaklah diingat bahwa pihak yang memulai
meminta maaf adalah mereka yang merasa diri Kristen.
3. Lidah yang tajam.
Seringkali kita saling menyakiti dengan lidah, antara lain apabila kita menceritakan keburukan
keluarga, sahabat, kenalan kita, entah hal itu benar atau tidak, hanya karena kita menuruti
keinginan kita yang tidak teratur ataupun karena suatu tujuan untuk menjatuhkan orang tersebut.
Firman Tuhan dalam Yak 1:26 mengajarkan kita untuk mengekang lidah: “Jikalau ada seorang
menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri.
maka sia-sialah ibadahnya.” Kita harus mengekang lidah supaya jangan sampai kita menjadi
- 175 -
alat iblis untuk memecah belah umat Allah melalui segala perkataan yang menyakitkan, fitnah,
dusta, dll.
V.a.
Kuasa Melayani dalam Kesatuan
Perpecahan dalam Gereja dan dalam Pembaharuan Karismatik dan Komunitas Tritunggal
Mahakudus akan menimbulkan kelemahan. Sebaliknya kalau umat Allah bersatu padu
menyatukan segala kemampuan, hal ini akan merupakan suatu laskar yang sangat besar dan kuat
untuk menyikat habis kuasa neraka. Kesatuan umat Allah inilah yang paling ditakuti iblis
sehingga iblis terus-menerus berusaha memecah belah GerejaNya melalui berbagai macam cara.
Tuhan selalu merupakan kesatuan antara Bapa, Putera dan Roh Kudus yang saling menyerahkan
diri yang satu kepada yang lain. Yesus tergantung dari BapaNya dan Bapa menyerahkan segala
sesuatu kepada Putera dalam Roh Kudus. Murid-murid tergantung kepada Yesus dan saling
tergantung satu sama lain. Gereja didirikan oleh Yesus sebagai suatu struktur di mana ada Bapa
Paus sebagai wakil Kristus menjadi kepala sehingga setiap anggota Gereja mempunyai
keterikatan satu sama lain dibawah satu pimpinan.
Gereja yang bersatu dengan sungguh-sungguh mempunya kuasa karena:
1. Kesatuan para pengikut Kristus adalah tanda bagi dunia bahwa Yesus benar-benar diutus
Allah. Tidak mungkin ada kuasa untuk mempersatukan umat yang sedemikian besar kalau bukan
dari Allah sendiri,
2. Kesatuan para pengikut Kristus menghasilkan kekuatan besar. Kita tidak dapat bertahan kalau
tidak bersatu karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan
pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang
gelap, melawan roh-roh jahat di udara sebagaimana dituliskan St. Paulus dalam Ef 6:12. Tepatlah
pepatah ‘Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh’.
Kita menyadari memang tidak mudah menciptakan suatu umat Allah yang betul-betul bersatu
secara utuh, namun doa Yesus bagi semua orang yang percaya dalam namaNya, yaitu supaya
kita semua menjadi satu sama seperti Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah satu, merupakan suatu
jaminan bahwa kesatuan para pengikut Kristus, umat Allah, dapat benar-benar terwujud. Sebagai
- 176 -
anggota KTM kita wajib menghayati kesatuan itu dalam tubuh KTM dengan ketaatan kita
kepada Gembala dan pimpinan KTM.
VI. PENUTUP
Janji Yesus kepada kita: “Jikalau kamu tiaggal di dalam Aku dan FirmanKu tinggal di
dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (Yoh
15:7). Jika kita selalu menuruti kehendak Allah dan selalu berada dalam kehendakNya,
maka kita dapat meminta apa saja dengan penuh keyakinan dan kita akan menerimanya. Jika
kita semakin bersatu dengan Kristus dan satu sama lain, kita juga semakin dapat melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang Yesus lakukan. Inilah rahasia keberhasilan pelayanan kita dalam
kuasa Roh KudusNya.
- 177 -
- 178 -
I.
No.
DATA PEMBINAAN ANGGOTA
BAHAN PENGAJARAN
TANGGAL TT. PENGAJAR
*
**
1a. Tujuan Hidup Kristiani
1b. Kebajikan Teologal
2a. Kebajikan Iman
2b, Karunia Iman
3a. Mengasihi Allah
3b. Mangasihi sesama
4a. Bimbingan Allah
4b. Mencari dan mengenali kehendak Allah
5a. Karunia mem-beda2-kan Roh/Discernment
5b. Karisma dalan hidup Gereja
6a. Mengatasi daging
6b. Penyangkalan diri/Askesis
7. Sakramen Ekaristi
1
1
2
2
1
1
2
2
8a. Sakramen Tobat
8b. Memperbaiki perbuatan salah
9a. Menanggulangi kerja roh2 jahat
9b. Spiritualitas Karmel I
10. Spiritualitas Karmel II
- 179 -
No.
BAHAN PENGAJARAN
11. Spiritualitas St. There sia Lisieux I
12. Spiritualitas St. Theresia Lisleux II
13. Spiritualitas St. Theresia Lisieux III
14. Spiritualitas St. Theresia Lisieux IV
15 Karunia-karunia Roh Kudus
16 Pelayanan dalam kuasa Roh Kudus
17 Karunia Nubuat
18 Karunia Penyembuhan
No. ANJURAN RETRET
TANGGAL TT. PENGAJAR
*
**
1
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
2
TANGGAL TT. PENGAJAR
*
**
1. Spiritualitas St. Theresia Lisieux
2. Karunia-karunia Roh Kudus
3. Pelayanan dalam kuasa Roh Kudus
- 180 -
Keterangan:
*
**
Isilah dengan tanggal anggota menempuh bahan pengajaran atau retret.
Isilah dengan tanda tangan pengajar setelah anggota menempuh bahan pengajaran
atau dengan tanda tangan Pelayan Sel setelah anggota menempuh reteret.
s
- 181 -
Download