KEYNOTE SPEECH DEPUTI GUBERNUR SENIOR BANK INDONESIA 1 “KEBIJAKAN BANK INDONESIA DALAM MENDORONG KREDIT AGRO BISNIS” Yth: Rektor UI Prof. Dr. Gumilar R. Somantri, Sdr. Dr. Ruslan Prijadi, Ketua Program Pascasarjana Ilmu Manajemen FEUI, Sdri. Dr. Rofikoh Rokhim, economist harian Bisnis Indonesia, Para Undangan dan Panelis yang saya muliakan, serta Hadirin sekalian yang berbahagia, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua, Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua, sehingga pada pagi yang berbahagia ini kita dapat berkumpul dalam pertemuan ilmiah, yaitu “The 3rd MRC Doctoral Journey in Management”, yang terselenggara atas kerjasama Fakultas Ekonomi UI, khususnya Management Research Center (MRC) Program Pascasarjana Ilmu Manajemen dan Harian Bisnis Indonesia. Dengan tema ”Optimizing Local Resources for Competitiveness”, Journey atau temu ilmiah ini menurut hemat saya merupakan wahana yang penting untuk bertukar informasi dan mencari terobosan ilmiah dalam ranah ilmu manajemen, guna meningkatkan daya saing bangsa ini ke depan. Bagi saya, tema pertemuan ini juga merupakan momentum yang strategis. Isu daya saing bangsa ini memang selayaknya semakin menjadi perhatian serius kita semua, terlebih lagi anda yang hadir disini, yang notabene memiliki bekal intelektual di atas rata-rata (dengan titel doktor dan master yang dimiliki). Sebagaimana kita ketahui, dari laporan Global Competitive Index 2007-2008, peringkat Indonesia masih belum beranjak dari peringkat 54, masih sama dengan report tahun sebelumnya 1 Disampaikan pada The 3rd MRC Doctoral Journey in Management in conjunction with The 1st Master Journey in Management, dengan tema “Optimizing Local Resources for Competitiveness”, kerjasama FEUI dan harian Bisnis Indonesia, Kamis, 7 Agustus 2008 di Jakarta. 2 (2006-2007). Untuk kawasan ASEAN, kita memang masih lebih baik dari Vietnam (68), Filipina (71), atau Kamboja (110), namun masih jauh di bawah Singapura (7), Malaysia (21), atau Thailand (28). Saya yakin kita semua sangat sadar, bahwa dengan sumber daya dan potensi yang kita miliki, sesungguhnya kita mampu dan layak berada di peringkat yang jauh lebih baik. Namun demikian, saya tidak akan berbicara tentang upaya peningkatan daya saing tersebut pada hari ini. Sesuai permintaan dalam undangan panitia kepada Gubernur Bank Indonesia yang saya wakili, saya akan memberikan paparan tentang Kebijakan Bank Indonesia dalam Mendorong Kredit Agro Bisnis. Sebelum beranjak lebih jauh ke topik tersebut, perkenankan saya untuk mulai dengan menyampaikan sekilas perkembangan terakhir perekonomian kita. Saudara-saudara yang berbahagia, ASESMEN PEREKONOMIAN SECARA UMUM Sebagaimana kita pahami bersama, perekonomian kita saat ini sedang menghadapi beberapa tantangan yang bersumber dari ketidakpastian perekonomian global. Tiga faktor yang mempengaruhi ketidakpastian itu pertama terkait dengan prospek pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun. IMF pada WEO April 2008 merevisi prospek pertumbuhan ekonomi global tahun 2008 dari 4,2% menjadi 3,7%. Sebagaimana kita ketahui, perlambatan ekonomi global ini dipicu oleh dampak akumulasi permasalahan subprime mortgage di AS yang kemudian melalui jalur “wealth effect” telah menurunkan perekonomian AS dan global. Kedua bersumber dari peningkatan kerentanan pasar keuangan global. Kerentanan ini antara lain dipengaruhi juga oleh dampak menurunnya keyakinan investor pasar keuangan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global, yang selanjutnya mempengaruhi perkembangan harga komoditas global. Ketiga terkait dengan harga komoditas global baik komoditas energi maupun komoditas pangan yang masih tinggi, sejalan dengan fenomena climate change yang memberikan dampak dan implikasi kebijakan yang serius bagi perkembangan ekonomi global ke depan. Harga minyak masih cukup tinggi jika dibandingkan akhir 2007 sebesar $95/barel, meski saat ini sudah mulai menurun pada kisaran US118/barrel seiring melemahnya permintaan dari negara 3 maju. Sementara harga komoditi pangan seperti beras, jagung, CPO dan gandum juga relatif pada level yang tinggi. Berbagai kondisi global yang kurang menguntungkan tersebut mengganggu kinerja perekonomian terutama pada tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi pada 2008 diperkirakan pada kisaran 6% atau sedikit menurun dibandingkan perkiraan awal. Sementara inflasi, dengan inflasi tahunan per Juli 2008 yang mencapai 11,90%, serta memperhitungkan beberapa faktor risiko serta tekanan inflasi yang masih akan timbul, kami memprakirakan inflasi IHK pada akhir tahun ini akan berada pada kisaran 11,5%-12,5% (y-o-y). Terkait dengan tekanan inflasi ini, pengamatan terakhir kami mengindikasikan masih adanya risiko tekanan inflasi ke depan yang perlu direspon dengan kebijakan yang tepat. Risiko inflasi tersebut terkait dengan dampak gejolak harga minyak dan pangan dunia tersebut serta tekanan permintaan dalam negeri. Risiko tersebut menjadi pertimbangan Bank Indonesia 2 hari yang lalu untuk kembali menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 9%. Agar lebih mengefektifkan kebijakan moneter, kenaikan BI Rate juga diiringi optimalisasi penggunaan instrumen kebijakan moneter lain seperti pengendalian volatilitas nilai tukar dan penyerapan ekses likuiditas melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT). Dengan demikian diharapkan inflasi tahun depan pada kisaran 6,5%-7,5% dapat dicapai. Sementara di sisi perbankan, ketahanan industri masih terjaga dengan didukung pelaksanaan fungsi intermediasi yang baik, meski terdapat sedikit tekanan di sektor riil. Kredit perbankan masih tumbuh 31,6% (y-o-y) dengan NPL yang menurun menjadi 4,08% (gross) dan level CAR pada 16,4%. Sementara cadangan devisa, hingga akhir Juli 2008 mencapai USD60,56 miliar atau setara 4,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Hadirin yang berbahagia, PERAN BANK INDONESIA DALAM MENDORONG KREDIT AGRO BISNIS Beranjak dari perjalan perekonomian kita satu tahun terakhir ini, serta masih tingginya ketidakpastian global dewasa ini, satu pelajaran penting yang dapat ditarik 4 dalam upaya memperkuat perekonomian nasional ke depan adalah pentingnya strategi yang tepat dan responsif dalam pengelolaan dan pengembangan sektor pertanian agar semakin memiliki ketahanan yang baik. Ketahanan sektor pertanian yang semakin baik tidak hanya mendorong sektor pertanian untuk akan dapat menyerap risiko dampak kenaikan harga global seperti terjadi dewasa ini, namun juga dapat berkontribusi strategis pada peningkatan potensi pertumbuhan ekonomi ke depan. Saya yakin bahwa kita semua yang hadir disini sepakat akan hal ini, apalagi karakteristik geografis dan sumber daya alam yang kita miliki mendukung upaya memperkuat sektor pertanian ini. Namun demikian, memang, tantangan di sektor pertanian yang dihadapi di depan mata masih cukup berat. Izinkan saya untuk mengungkapkan tantangan tersebut, yang saya kutip dari apa yang disampaikan oleh Bp. Bayu Krisnamurthi, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan dalam sebuah seminar beberapa hari yang lalu (Kompas, 6 Agustus 2008): ? Untuk mengembalikan daya dukung pantai utara Jawa sebagai infrastruktur dasar pertanian nasional, dibutuhkan reinvestasi jangka panjang sekitar Rp100 triliun untuk 5-10 tahun ke depan; ? Investasi yang sama juga diperlukan untuk pembukaan wilayah pertanian di luar Jawa; ? Untuk itu selain diperlukan anggaran multi-tahun, juga multi-komitmen dari pemerintah (yang berganti tiap 5 tahun) sebagai penyedia infrastruktur pertanian; ? Investasi diperlukan untuk memperbaiki bendung, membangun jaringan irigasi, dan membenahi SDM (data Departemen PU: 50 dari 106 bendung di tanah air dalam kondisi rusak); ? Pemerintah daerah pun diharapkan komitmennya untuk mengalokasikan anggaran yang memadai kepada sektor pertanian; ? Produktivitas lahan di Indonesia masih rendah. Dari 7,4 juta hektar lahan, hanya dapat ditanami 1,6 kali dalam setahun, yang menunjukkan indeks pertanaman yang rendah. 5 Saudara-saudara yang saya hormati, Dari gambaran tadi, kita dapat melihat bahwa penyediaan infrastruktur pertanian menjadi aspek yang sangat penting dan tidak dapat ditunda-tunda. Tentunya hal ini menjadi tanggung jawab Pemerintah dengan didukung komitmen tinggi dan penyediaan anggaran yang memadai. Di sisi lain, kami melihat bahwa secara umum pelaku usaha di industri agro bisnis (terutama yang berskala menengah dan besar) tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh pembiayaan dari perbankan. Hal ini terlihat dari data kredit perbankan ke sektor pertanian yang tumbuh pesat selama setahun terakhir (Juni 2007-2008), yakni mencapai 30,7%. Dalam data statistik perkreditan di Bank Indonesia, sektor pertanian dibagi ke dalam 8 sub-sektor, yakni tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan dan pemotongan kayu (logging), perburuan, sarana pertanian, dan lainnya. Namun jika ditelaah lebih jauh, pertumbuhan yang pesat tersebut ternyata hanya terjadi pada kredit berskala besar sedangkan kredit UMKM yang meliputi kredit mikro (s.d. Rp50 juta), kecil (Rp50 juta – Rp500 juta), dan menengah (Rp500 juta – Rp5 miliar) yang disalurkan ke sektor pertanian hanya tumbuh 20% selama periode yang sama. Perkembangan kredit ke sektor pertanian ini ditengarai merupakan pengaruh kenaikan harga komoditas pertanian di pasar internasional yang terjadi selama hampir 2 tahun terakhir, yang mendorong lonjakan ekspansi penyaluran kredit ke debitur besar di sektor pertanian. Berkenaan dengan kondisi ini saya ingin mengingatkan kepada kalangan perbankan agar “euphoria” penyaluran kredit ke sektor yang sedang naik daun ini tidak mengorbankan prinsip prudential banking dan kelestarian lingkungan, mengingat porsi terbesar kredit tersebut diambil oleh para debitur besar. Kembali ke peran Bank Indonesia di sektor ini, perlu saya tekankan bahwa sejak berlakunya UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia (sebagaimana diamandemen dengan UU No.3/2004), maka kebijakan Bank Indonesia dalam mendukung peningkatan iklim usaha atau sektor riil telah mengalami perubahan mendasar. Perubahan tersebut adalah bahwa Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan bantuan keuangan atau kredit likuiditas secara langsung seperti di masa lalu, namun bantuan yang diberikan lebih bersifat tidak langsung, antara lain melalui 6 regulasi dan fasilitasi dalam peran-peran strategis. Dengan kata lain, Bank Indonesia tidak secara khusus mendesain suatu kebijakan dalam bidang perkreditan secara sektoral. Kebijakan Bank Indonesia lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan UMKM, terutama yang berbasis komoditas unggulan, agar dapat dibiayai oleh perbankan. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bentuk pengaturan (ketentuan) dan pemberian bantuan teknis (khususnya melalui perbankan) serta kerjasama dengan pemangku kepentingan (departemen, lembaga donor dan lembaga terkait pemberdayaan UMKM). Di dalam kebijakan yang bersifat lintas sektoral tersebut, terdapat kegiatan-kegiatan yang berupaya mendukung pengembangan sektor agribisnis. Secara umum, kalau boleh saya katakan bahwa “kami tidak lagi memberikan ikan, namun memberikan kail”. Apa saja “kail-kail” itu ? Mari coba kita lihat satu persatu ....... 1. Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) DIBI menyajikan data dan informasi berbasis website dan dapat diakses melalui website Bank Indonesia (www.bi.go.id). Informasi yang disajikan dalam DIBI didasarkan atas penelitian yang dilakukan Bank Indonesia, antara lain data dan informasi mengenai potensi ekonomi daerah, komoditas ekspor potensial, serta pola pembiayaan (lending model) untuk komoditi agrobisnis. 2. Pola Pembiayaan (lending model) UMKM Bank Indonesia melaksanakan penelitian mengenai pola pembiayaan/lending model berbagai komoditi yang potensial untuk dibiayai oleh bank. Saat ini telah terdapat 88 pola pembiayaan konvensional dan 21 pola pembiayaan syariah, yang mana sebagian besar dari pola pembiayaan tersebut adalah untuk komoditas agribisnis. 3. Pengembangan UMKM melalui Pengembangan Klaster Program ini didesain untuk mengembangkan UMKM melalui model klaster yang terintegrasi dari hulu ke hilir. UMKM akan memperoleh manfaat dari kerjasama dengan usaha menengah maupun besar yang berperan sebagai local champion 7 dalam suatu komunitas usaha yang sejenis. Pada tahun 2007 telah dilaksanakan pengembangan klaster komoditas unggulan di 6 wilayah Kantor Bank Indonesia, antara lain untuk komoditas rumput laut, emping melinjo, paprika, dan opak. Program ini dilaksanakan bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan di daerah baik Pemda maupun perbankan dan instansi terkait. 4. Penelitian tentang Pola Kemitraan Penelitian ini bertujuan untuk melihat berbagai pola kemitraan antara Usaha Menengah/Usaha Besar dengan UMKM dalam rangka potensi peningkatan akses kredit kepada perbankan. Dalam kemitraan tersebut, usaha menengah maupun usaha besar dapat berperan sebagai pemberi rekomendasi, avalis dan juga memberikan jaminan cash collateral bagi UMKM yang menjadi mitra dalam hubungan usaha kemitraan. Sektor agribisnis merupakan salah satu sektor yang banyak terlibat dalam hubungan kemitraan dengan usaha menengah dan besar. 5. Program Pengembangan Inti-Plasma Bank Indonesia telah cukup lama (sejak sebelum UU BI 1999) membiayai kegiatan Inti Plasma terutama untuk komoditas kelapa sawit dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Saat ini, meskipun sudah tidak ada pembiayaan dengan KLBI, Bank Indonesia masih memberikan perhatian pada proses kesinambungan hubungan inti-plasma, terutama dengan berbagai masalah sosial pasca reformasi. Bank Indonesia berperan menjadi mediator bagi adanya konflik kepentingan dari berbagai pihak yang terlibat dalam program inti-plasma tersebut. Model penyelesaian masalah dalam hubungan inti-plasma pada komoditi kelapa sawit ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam hubungan kemitraan antara inti dan plasma ke depan. Disamping itu, dalam rangka mendorong pemberian kredit perkebunan dengan pola inti plasma ini, Bank Indonesia telah melakukan relaksasi ketentuan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit, yakni pemberian kredit dengan pola kemitraan inti plasma dimana perusahaan inti yang menjamin kredit kepada plasma dikecualikan dari pengertian kelompok peminjam, sebagaimana tertuang 8 dalam PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. 6. Fasilitasi Percepatan dan Pemberdayaan Ekonomi Daerah Program ini merupakan upaya Bank Indonesia untuk mengembangkan ekonomi daerah terutama sektor riil yang masih dirasakan terhambat perkembangannya. Bank Indonesia melalui jaringan Kantor Bank Indonesia bergerak mendukung berbagai program dari dinas/instansi yang dirasakan masih terhambat pembiayaannya oleh perbankan di daerah. Kami berharap peran Bank Indonesia di dalamnya sedikit banyak dapat memperlancar pembiayaan proyek-proyek kegiatan di daerah. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan antara lain mendukung revitalisasi perkebunan/pertanian seperti kelapa sawit dan karet, serta pembiayaan untuk komoditi vanili, jagung, padi, rumput laut, jeruk, gula tebu dan lainnya. Melalui berbagai upaya yang dilakukan Bank Indonesia tersebut, yaitu dengan mengambil peran sebagai regulator dan fasilitator, kami berharap agar perbaikan di sektor riil dapat berjalan dengan lebih cepat dan signifikan. Namun demikian tentu saja, upaya yang kami lakukan tersebut masih memerlukan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaannya, disamping tentunya kami membutuhkan dukungan dari semua pihak yang terkait dan peduli terhadap upaya peningkatan iklim usaha yang secara umum dirasakan masih jauh dari memuaskan. Hadirin yang berbahagia, REKOMENDASI DAN LANGKAH KE DEPAN Memasuki bagian akhir dari sambutan ini, saya berharap pemerintah dan otoritas kebijakan lainnya perlu melakukan evaluasi, koordinasi kebijakan, dan upaya terobosan, baik dari sisi regulasi maupun reorientasi pencapaian tujuan yang lebih difokuskan pada kesejahteraan rakyat banyak dengan cara mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif di sektor riil, khususnya sektor pertanian. Kiranya juga 9 diperlukan kebijakan di sektor pertanian dengan skala prioritas dan stages implementasi yang jelas, sehingga para pelaku usaha agro bisnis dapat lebih akurat dalam mengambil keputusan di lingkungan bisnis yang predictable. Saya juga berharap forum ilmiah yang digagas FEUI ini dapat membantu mencari terobosan yang bermanfaat bagi upaya mengoptimalkan sumber daya yang kita miliki demi meningkatkan daya saing bangsa, usaha dan tentu saja daya saing kita masingmasing sebagai individu di era globalisasi dan borderless world ini. Selamat menjalani journey anda, sekian dan terima kasih.