4 BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas 2.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4°C dan akan bertambah pada temperatur lebih rendah ataupun lebih tinggi. Melalui tabel termodinamika diketahui jika air dipanaskan dari temperatur 4 sampai 100°C, maka volumenya akan bertambah 4,3%. Pada perancangan dan pemasangan instalasi air panas aspek ini harus diperhatikan. 2.1.2 Satuan Kalor Secara umum banyaknya energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dan mengubah fasa air adalah dirumuskan sebagai berikut : Q = mC p ,v (T1 − Tsat ) + mh fg + mC p ,w (Tsat − T2 ) (2.1) dengan Q : Kalor (joule) m : Massa air yang dipanaskan (kg) Cp : Panas jenis fluida (Joule/kg.K) T1,2 : Temperatur air awal dan akhir (K) Tsat : Temperatur jenuh air pada tekanan kerja (K) w,v : Water, vapor 2.1.3 Pengaruh Kualitas Air dan Temperatur Selain zat asam, air biasanya mengandung mineral yang dapat menimbulkan karat pada logam. Semakin sedikit kandungan mineral perusak tersebut maka kualitas air semakin baik Temperatur air berpengaruh pada intensitas proses pengkaratan. Secara umum, setiap peningkatan 10°C temperatur air maka kecepatan proses pengkaratan akan menjadi dua kali lebih cepat. Sehingga dianjurkan untuk tidak memanaskan air secara berlebihan. 5 2.2 Penyediaan Air Panas 2.2.1 Sistem Penyediaan Air Panas Air panas disediakan dengan menggunakan sumber air bersih yang dipanaskan dengan berbagai cara. Terdapat dua macam instalasi penyediaan air panas yaitu lokal dan sentral. Kedua instalasi ini dipilih berdasarkan pada jenis penggunaan gedung, cara pemakaian air panas dan harga peralatannya. 2.2.1.1 Instalasi Lokal Pada instalasi jenis ini, pemanas air diletakkan berdekatan dengan alat plambing yang membutuhkan air panas. Kelebihan cara ini adalah air panas dapat dengan cepat diperoleh, kehilangan kalor ke lingkungan relatif kecil, pemasangan dan perawatan instalasi mudah, dan harga cukup rendah. Oleh karena itu, instalasi ini banyak digunakan di tempat yang membutuhkan air panas terbatas. Pada instalasi lokal proses pemanasan sesaat dapat dilakukan. Maksudnya air dipanaskan dalam pipa yang dipasang pada alat pemanas kemudian langsung dialirkan menuju alat plambing. Selain itu proses pemanasan simpan dapat dilakukan juga. Air dipanaskan dalam tanki yang dapat menyimpan air panas dalam jumlah yang tak besar. Umumnya diperlukan waktu beberapa menit untuk memperoleh air panas. Kemudian teknik pencampuran uap panas dan air dapat juga diterapkan. Jika dalam suatu gedung terdapat sumber uap panas, maka uap panas tersebut dapat langsung dicampurkan dengan air dalam tanki pemanas. 2.2.1.2 Instalasi Sentral Air panas akan dibangkitkan di tempat lain, kemudian melalui pipa distribusi akan dialirkan menuju seluruh alat plambing. Instalasi jenis ini umumnya digunakan di tempat yang banyak membutuhkan air panas. Terdapat dua macam sistem pendistribusian air panas, yaitu sistem langsung dan sirkulasi. Pada sistem langsung air hanya dialirkan sekali menuju alat plambing. Jika air lama tidak digunakan dan ketika akan digunakan kembali, 6 maka alat plambing yang jauh tempatnya akan memperoleh air panas dengan temperatur yang lebih rendah. Sedangkan pada sistem sirkulasi, jika air tidak dipergunakan, air akan kembali menuju ke tanki pemanasan. Dengan demikian kualitas temperatur air tetap terjaga. 2.2.2 Cara Pemanasan 2.2.2.1 Pemanasan Langsung Salah satu cara pemanasan langsung adalah dengan menggunakan ketel pemanas. Air akan dipanaskan oleh dinding ruang bakar ketel dan kemudian didistribusikan. Kelemahan pada proses ini adalah : 1. Saat air panas keluar dari ketel, air dingin akan masuk untuk mengganti massa air yang hilang. Hal ini akan menyebabkan perubahan temperatur yang terus-menerus pada dinding ketel sehingga dapat menyebabkan perubahan tegangan dalam dinding ketel, dan akhirnya memperpendek umur ketel. 2. Jika kualitas air pengisi ketel kurang baik akan timbul kerak. Selain langsung didistribusikan air dari ketel dapat pula ditampung dalam tanki penyimpanan. 2.2.2.2 Pemanasan Tidak Langsung Digunakan penukar panas sebagai media untuk menghasilkan air panas. Efisiensi sistem ini lebih rendah, tetapi kekurangan yang ada pada sistem lain dapat diatasi. 2.2.3 Temperatur Air Panas Berdasarkan pustaka Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing, S. Noerbambang diketahui bahwa temperatur air yang digunakan untuk berbagai macam keperluan akan berbeda-beda, seperti tercantum pada Tabel 2.1. Untuk dapat mengatasi panas yang hilang saat pendistribusian, maka temperatur persediaan harus dibuat sedikit lebih tinggi dari temperatur pemakaian. 7 Tabel 2.1 Standard temperatur air panas menurut jenis pemakaiannya Jenis Pemakaian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Minum Mandi : dewasa Mandi : anak-anak Pancuran mandi Cuci muka dan tangan Cuci tangan untuk pengobatan Bercukur Dapur : Macam-macam keperluan Pencucian mesin cuci Pembilasan mesin cuci Cuci pakaian Macam-macam pakaian Bahan sutra dan wol Bahan linen dan katun Kolam renang Cuci mobil (bengkel) Temperatur °C 50-55 42-45 40-42 40-43 40-42 43 46-52 45 45-60 70-80 60 33-49 49-60 21-27 24-30 Apabila diasumsikan bahwa kerugian panas diabaikan, maka temperatur air campuran dapat dihitung sebagai berikut Tm = mc TC + mhTh mc + mh (2.2) dengan Tm : Temperatur campuran (°C) Tc : Temperatur air dingin (°C) Th : Temperatur air panas (°C) mc : Massa air dingin (kg) mh : Massa air panas (kg) Formulasi tersebut dapat pula digunakan untuk menghitung banyaknya air panas yang diperlukan untuk memperoleh air campuran pada temperatur Tm untuk setiap kilogram air dingin, yaitu mh = Tm − Tc Th − Tm (2.3) Hasil perhitungan jumlah air panas yang diperlukan untuk mendapatkan air hangat diketahui dari pustaka yang sama dan ditabelkan pada Tabel 2.2 8 Sedangkan persentase air panas dalam campuran dinyatakan sebagai P= Tm − Tc 100% Th − Tm (2.4) Hasil perhitungan persentase air panas dalam campuran ditabelkan pada Tabel 2.3 Tabel 2.2 Jumlah air panas yang dibutuhkan dalam campuran untuk mendapatkan air hangat Tabel 2.3 Persentase air panas dalam campuran untuk mendapatkan air hangat 9 2.2.4 Laju Aliran Air Panas Kuantitas air panas yang digunakan bergantung pada jenis pemakaian gedung, jumlah orang yang menggunakan air panas, banyaknya alat plambing, kebiasaan dan kebudayaan orang, juga musim. Terdapat dua cara untuk menghitung kebutuhan air panas, yaitu kebutuhan berdasar jumlah pemakai dan kebutuhan berdasar jumah dan alat plambing. 2.2.4.1 Kebutuhan Berdasarkan Jumlah Orang Pada metode ini kebutuhan air panas dihitung berdasarkan jumlah orang dan kebutuhan air panas setiap harinya. Secara umum diformulasikan sebagai Qd = Nq d Qh = Qd q h V = Qd v (2.5) H = Qd γ (Th − Tc ) dengan Qd = Jumlah air panas per hari (L/hari) Qh = Laju aliran air panas maksimum (L/jam) V = Volume tanki penyimpanan (liter) H = Kapasitas pemanas (Joule/jam) N = Jumlah orang pemakai air panas qd,h = Faktor pengali penggunaan. Lihat Tabel 2.4 Tabel 2.4 Faktor pengali pemakaian air panas pada temperature 60°C 2.2.4.2 Kebutuhan Berdasarkan Jumlah Alat Plambing Kebutuhan air panas dihitung berdasarkan frekuensi pemakaian alat plambing pada beban puncak. Angka yang diperoleh dari perhitungan merupakan 10 suatu volume efektif, sehingga diperlukan faktor keamanan untuk menjamin sistem tidak mengalami kekurangan air. Umumnya besar faktor keamanan yang ditambahkan 25 – 30%. 2.3 Aliran Dalam Pipa Pada umumnya fluida dialirkan dari satu tempat menuju tempat lain melalui sistem pemipaan. Sistem ini merupakan gabungan konstruksi dari komponen-komponen pemipaan yang meliputi run pipe sebagai penyalur fluida, elbow sebagai pengarah arah aliran, tee sebagai pembagi dan penambah aliran, juga reducer atau difusor sebagai pengatur kecepatan aliran. Analisis mengenai sistem pemipaan akan meliputi perhitungan mengenai laju aliran, ukuran, jenis, panjang dan jumlah pipa, juga energi yang terbuang. 2.3.1 Ukuran Pipa Air Panas Ukuran pipa air panas dihitung berdasarkan kecepatan aliran air dalam pipa. Kecepatan aliran yang terlampau tinggi dapat menyebabkan timbulnya pukulan air pada alat plambing, menimbulkan suara berisik, tahanan aliran yang lebih tinggi dan menyebabkan keausan pada dinding pipa. Nilai kecepatan aliran air dalam pipa yang ideal adalah 0,9 sampai 1,2m/s. Nilai maksimumnya dibatasi antara1,5 m/s sampai 2 m/s. Ukuran pipa air panas secara singkat dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut q = AV A= dengan q = Debit aliran air (m3/s) A = Luas penampang pipa (m2) V = Kecepatan air dalam pipa (m/s) d = Diameter dalam pipa (m) πd 2 4 (2.6) 11 2.3.2 Jenis aliran dalam pipa 2.3.2.1 Aliran Laminar dan Turbulen Aliran laminar merupakan suatu bentuk aliran yang menggambarkan keadaan kecepatan suatu titik dalam pipa yang konstan setiap waktu. Sedangkan aliran turbulen menggambarkan kecepatan suatu titik dalam pipa yang berbeda secara acak setiap waktu. Keadaan jenis aliran yang terjadi di dalam pipa dapat diketahui dengan menghitung besar bilangan Reynolds pada aliran tersebut. Bilangan Reynolds, Re dirumuskan sebagai Re = ρVd μ (2.7) dengan ρ = Massa jenis fluida (kg/m3) μ = keksaran permukaan pipa (m) Re sama dengan 2300, merupakan Re maksimum untuk menyatakan aliran laminar. Re sama dengan 4000 merupakan Re minimum untuk menyatakan aliran turbulen. Sedangkan nilai diantaranya menunjukkan jenis aliran transisi. Jenis aliran yang terjadi dalam pipa akan memberikan pengaruh pada besar energi yang terbuang. Hal tersebut diindikasikan dengan besarnya penurunan tekanan yang terjadi sepanjang jalur pemipaan. Setiap jenis aliran akan memiliki jenis perhitungan penurunan tekanan yang berbeda. 2.3.2.2 Fully Developed Flow Aliran fluida dikategorikan berkembang penuh jika profil kecepatan fluida dalam pipa tidak berubah lagi. Aliran berkembang penuh akan terjadi jika keadaan fluida dalam pipa tenang. Keadaan berkembang penuh diindikasikan dengan nilai perbandingan antara panjang pemasukan Le, dengan diameter pipa, D. Jika hasil perhitungan 12 Le ≈ 0 .0 6 R e D 1 Le ≈ 4 .4 R e 6 D , maka aliran berkembang penuh bersifat laminar, sedangkan jika maka aliran berkembang penuh akan bersifat turbulen. Untuk menganalisis aliran berkembang penuh dalam pipa akan digunakan asumsi bahwa viskositas fluida konstan. 2.3.3 Persamaan Energi Perhitungan mengenai energi terbuang yang diindikasikan dengan penurunan tekanan akan didasarkan pada perumusan dengan menggunakan hukum Bernoulli. ⎛V 2 + α 1 ⎜⎜ 1 ρ ⎝ 2 P1 ⎞ ⎟ + gz 1 + H ⎟ ⎠ p = ⎛V 2 + α 2 ⎜⎜ 2 ρ ⎝ 2 P2 ⎞ ⎟ + gz 2 + gh L ⎟ ⎠ (2.8) Jika digunakan asumsi aliran berkembang penuh, maka α1 akan sama α2 dan V1 sama dengan V2, sehingga P1 ρ + gz1 + H p = P2 + gz 2 + ghL ρ (2.9) Kemudian dengan menggunakan analisis dimensional akan diketahui besar penurunan tekanan sebagai berikut ⎛V 2 ⎞ g hL ε ⎞ ⎛ L , R e, , hL = K ⎜ = F ⎜ ⎟ ⎟ 1 2 D ⎠ ⎝ D ⎝ 2g ⎠ V 2 (2.10) K merupakan koefisien friksi dari aliran. Nilai K akan ditentukan oleh jenis aliran yang terjadi dan jenis komponen pipa. Pada komponen jenis run pipe, apabila aliran laminar dan berkembang penuh, maka besar penurunan tekanan adalah sebagai berikut ghL = 64 ⎛ L ⎞⎛ V 2 ⎜ ⎟⎜ Re ⎝ d ⎠⎜⎝ 2 ⎞ 32μVL ⎟⎟ = ρd 2 ⎠ (2.11) Sedangkan pada komponen yang sama untuk aliran turbulen, perumusan penurunan tekanan adalah 2 ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 2 0. 5 ⎜ ⎟ ⎛ L ⎞⎛⎜ V ghL = ⎜ ⎟ ⎜ ⎛ 3.7 ⎞ ⎟ ⎝ d ⎠⎜ 2 ⎝ ⎟⎟ ⎜ log⎜ / ε d ⎠⎠ ⎝ ⎝ ⎞ ⎟⎟ ⎠ (2.12) 13 2.3.4 Aliran seri dan paralel Untuk dapat memenuhi kebutuhan mengalirklan fluida maka pompa sebagai pemicu aliran dapat disusun secara seri ataupun paralel. Susunan seri dapat digunakan jika diinginkan head pompa yang besar. Sedangkan susunan paralel digunakan jika diinginkan debit aliran yang besar. Pada susunan pipa seri, maka QA = QB = … = QN, sedangkan pada susunan pipa parallel, maka Q = QA + QB + … + QN, sehingga pada percabangan akan berlaku hubungan ⎛ ⎞ AA QA = ⎜ ⎟ Q to ta l ⎝ A A + A B + ... + A N ⎠ 2.4 (2.13) Perpindahan Panas Perpindahan panas akan berlangsung secara spontan apabila terjadi perbedaan temperatur. Panas akan berpindah dari medium dengan temperatur tinggi menuju medium yang temperaturnya lebih rendah. 2.4.1 Balans energi Fluida akan mengalir dengan membawa energi, berupa energi kinetik, energi potensial dan energi termal. Gambar 2.1 akan menunjukan balans energi yang terjadi. Gambar 2.1 Balans energi aliran Apabila energi potensial dan energi kinetik diabaikan. Maka aliran fluida hanya akan mempengaruhi energi termal yang dimiliki oleh fluida. Jika fluida yang mengalir memiliki temperatur yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya, maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur fluida berubah. Perpindahan panas ini dapat terjadi secara konveksi, konduksi, ataupun radiasi. 14 Secara umum besarnya perpindahan energi dirumuskan sebagai berikut : Q = mc p (T2 − T1 ) (2.14) Laju energi yang dipindahkan secara konveksi dirumuskan sebagai : Q = hA(T2 − T1 ) (2.15) dengan h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K) Laju energi yang dipindahkan secara konduksi dirumuskan sebagai : Q = kA (T2 − T1 ) x (2.16) dengan k = konduktivitas termal (W/mK) Laju energi yang dipindahkan secara radiasi dirumuskan sebagai : Q = εAσ (Ts − Tsur ) 4 4 (2.17) dengan ε = emisivitas (0 < ε < 1) σ = konstanta Stefan-Boltzmann ( 5,67E-8 W/m2K4) Ts = Temperatur permukaan (K) Tsur = Temperatur lingkungan (K) 2.4.2 Perpindahan panas dalam saluran. Besarnya perpindahan panas dalam saluran dapat dihitung dengan mengetahui jenis aliran dalam saluran (laminar, turbulen). Kemudian untuk mengetahui besarnya koefisien perpindahan panas dalam saluran, hd, maka perlu diketahui terlebih dahulu bilangan Nusselt, Nu, dari aliran tersebut. Pada aliran turbulen, Nu = 0.023 Re 0.8 Pr n (2.18) n=0,3 untuk cooling process dan n=0,4 untuk heating process. Setelah bilangan Nu diketahui, besar koefisien perpindahan panas diketahui dengan menggunakan perumusan Nu = hD k (2.19) 15 2.4.3 Perpindahan panas diluar saluran Perpindahan panas di luar saluran banyak dimanfaatkan pada perancangan shell and tube heat exchanger karena saluran yang dilewati umumnya berupa jajaran dari tube atau pipa. Analisis dilakukan untuk mengetahui terlebih dahulu bilangan Re, kemudian bilangan Nu, dan nilai h. Terdapat beberapa perumusan Nu yang disesuaikan dengan jumlah tube dan bilangan Pr. Nu = 1.13C1 Re, max Pr 1 / 3 m (2.20) untuk N>10, Pr > 0,7 Nu = C Re, max Pr m 0.36 0.25 ⎛ Pr ⎜⎜ ⎝ Prs ⎞ ⎟⎟ ⎠ ⎛ Pr ⎜⎜ ⎝ Prs ⎞ ⎟⎟ ⎠ (2.21) untuk N>20, 0.7<Pr<500 Nu = C 2 Re, max Pr m 0.36 0.25 (2.22) untuk N<20, 0.7<Pr<500 Besar nilai c, m, C1, C2 merupakan konstanta dari persamaan yang dapat dilihat pada buku Introduction to Heat Transfer, Incropera. Bilangan Re,max diketahui dengan menggunakan formulasi 2.7, tetapi menggunakan kecepatan aliran maksimum Vmax, yang diformulasikan sebagai Vmax = ST V ST − S D (2.23) Tetapi apabila 2( S D − D ) < ( S T − D ) (2.24) maka Vmax = ST V 2( S D − D) (2.25) ST, SD merupakan jarak antara tube yang dapat pula dilihat pada buku yang sama 2.4.4 Perpindahan Panas Dua Fasa Dalam Saluran Proses perpindahan panas mungkin akan menyebabkan terjadinya perubahan fasa. Uap menjadi cair ataupun cair menjadi uap. Besar 16 − koefisienperpindahan panas secara keseluruhan , h pada proses perubahan fasa dirumuskan ⎡ gρl ( ρl − ρ g )kl 3h fg ' ⎤ h = 0.555⎢ ⎥ ⎣⎢ μl (Tsat − Ts ) D ⎦⎥ − 0.25 (2.26) dengan 3 h fg ' = h fg + C p ,l (Tsat − Ts ) 8 2.4.5 (2.27) Alat Penukar Panas Penukar panas merupakan suatu peralatan yang digunakan sebagai sarana untuk menukarkan panas pada dua atau lebih medium. Pemilihan jenis penukar panas umumnya didasarkan pada beberapa hal, antara lain efisiensi termal, biaya, dan jangkauan perubahan temperatur. Penukar panas umumnya diklasifikasikan berdasarkan jenis aliran dan tipe konstruksinya. Tipe aliran dapat berupa aliran paralel, Gambar 2.2, counter flow, Gambar 2.3 dan cross flow, Gambar 2.4. Gambar 2.2 Penukar panas parallel flow Gambar 2.3 Penukar panas counter flow 17 Gambar 2.4 Penukar panas cross flow Jenis penukar panas yang sederhana adalah double pipe heat exchanger, DPHE. Konstruksi DPHE serupa dengan Gambar 2.2 dan Gambar 2.3. Pada penukar panas jenis ini, masing-masing fluida panas dan dingin akan mengalir melalui suatu pipa. Jenis lain adalah shell and tube heat exchanger, STHE, seperti tampak pada Gambar 2.5. Kalsifikasi jenis ini didasarkan pada jumlah shell dan tube. Pada penukar panas ini terdapat baffle yang dimanfaatkan untuk meningkatkan perpindahan panas yang terjadi. Peningkatan ini diakibatkan oleh aliran turbulen yang diciptakan oleh baffle. Gambar 2.5 Shell and Tube Heat Exchanger Umumnya STHE digunakan apabila tekanan fluida cukup tinggi dan dibutuhkan perubahan temperatur fluida yang cukup besar. Apabila perubahan temperatur yang dibutuhkan tidak besar dapat digunakan jenis plate heat exchange,PHE. Tetapi temperatur dan tekanan awal 18 fluida tidak boleh terlampau tinggi juga. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga fungsi dari karet gasket yang dapat mengalami kerusakan pada temperatur tinggi. Selain itu, terdapat pula jenis direct contact heat exchanger. Pada jenis ini fluida panas dan dingin akan bercampur secara langsung untuk mengalami perubahan temperatur. Dengan menggunakan penukar panas ini dapat diperoleh perbedaan temperatur fluida yang cukup besar.