BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sifat Termodinamika
Bagian penting dalam menganalisis sistem termal adalah penentuan sifat
termodinamika yang bersangkutan. Suatu sifat adalah setiap karakteristik atau ciri dari
bahan yang dapat dijajaki secara kuantitatif, seperti suhu, tekanan, dan rapat massa.
Kerja dan kalor dijajaki dalam hal perubahan sifat-sifatnya, tetapi keduanya bukan
merupakan sifat itu sendiri. Suatu sifat adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh bahan.
Kerja dan perpindahan kalor adalah hal yang dilakukan terhadap sistem untuk
mengubah sifat-sifatnya. Kerja dan kalor dapat diukur hanya pada pembatas sistem dan
jumlah energi yang dipindahkan tergantung pada cara terjadinya perubahan.
Keadaan atau kondisi termodinamika suatu sistem di definisikan berdasarkan
sifat-sifatnya. Untuk bahan-bahan campuran, misalnya udara kering dan uap air, ada
tiga sifat termodinamika yang perlu ditetapkan dalam menentukan keadaannya. Sifatsifat termodinamika yang diutamakan adalah tekanan, suhu, rapat massa dan volume
spesifik, kalor spesifik, entalpi, entropi, dan sifat cair-uap dari suatu keadaan.
6
7
2.2
Perpindahan Kalor
Analisis perpindahan kalor digali dari hukum termodinamika tentang konservasi
massa dan energi, hukum kedua termodinamika, dan tiga persamaan tentang konduksi,
radiasi, dan konveksi. Persamaan-persamaan ini dikembangkan dari pengamatan gejala
fisika tentang perubahan energi yang merupakan ungkapan matematis dari model-model
yang dibuat untuk menjelaskan gejala tersebut.
Perpindahan kalor melalui suatu bahan padat yang disebut peristiwa konduksi,
menyangkut pertukaran energi pada tingkat molekuler. Sebaliknya, radiasi adalah
proses yang membawa energi dengan jalan pelompatan foton dari suatu permukaan ke
permukaan yang lain. Radiasi dapat memindahkan energi menyeberangi ruang vakum
dan tidak bergantung pada medium perantara untuk menghubungkan dua permukaan.
Perpindahan kalor konveksi bergantung pada konduksi antara permukaan benda padat
dengan fluida terdekat yang bergerak. Jadi masing-masing mekanisme perpindahan
kalor berbeda satu sama lainnya. Akan tetapi semuanya mempunyai karakteristik umum
karena masing-masing tergantung pada suhu dan dimensi benda yang ditinjau.
2.2.1 Perpindahan Kalor Konduksi
Konduksi adalah proses dimana kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur
lebih tinggi ke daerah yang bertemperatur lebih rendah di dalam satu medium (padat,
cair, atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara
langsung. Dalam aliran kalor konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan
molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Menurut
teori kinetik, temperatur elemen suatu zat sebanding dengan energi kinetik rata-rata
molekul yang membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang
disebabkan oleh kecepatan dan posisi relatif molekul-molekulnya disebut energi dalam.
8
Jadi, semakin cepat molekul-molekul bergerak, semakin tinggi temperatur energi dalam
elemen zat. Bila molekul-molekul di satu daerah memperoleh energi kinetik rata-rata
yang lebih besar dari pada yang dimiliki oleh molekul-molekul di suatu daerah yang
berdekatan, maka molekul-molekul yang memiliki energi yang lebih besar akan
memindahkan
sebagian
energinya
kepada
molekul-molekul
di
daerah
yang
bertemperatur lebih rendah. Perpindahan energi tersebut dapat berlangsung tumbukan
elastik (misalnya dalam fluida) atau dengan pembauran (difusi) elektron-elektron yang
bergerak secara lebih cepat dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah (misalnya dalam logam). Jika beda temperatur dipertahankan
dengan penambahan dan pembuangan kalor di berbagai titik, maka akan berlangsung
aliran kalor yang terus-menerus dari daerah yang lebih panas ke daerah yang lebih
dingin.
Laju perpindahan panas dinyatakan dengan hukum Fourier (Jense, Ted J., 1993)
q = - kA
W ..................................................(2.1)
Dengan :
k
= konduktivitas termal (W/m.K)
A
= luas penampang (m2)
dT/dx
= gradien temperatur (K/m)
Nilai minus, (-) dalam persamaan diatas menunjukkan bahwa kalor selalu berpindah ke
arah temperatur yang lebih rendah.
Daya hantar (konduktivitas) termal dan laju perpindahan kalor ditentukan oleh
struktur molekul bahan. Semakin rapat dan tersusun rapinya molekul-molekul, yang
umumnya terdapat pada logam, akan memindahkan energi yang semakin cepat
dibandingkan dengan susunan yang acak dan jarang, yang umumnya terdapat pada
9
bahan bukan logam. Elektron bebas di dalam struktur logam juga mempertinggi daya
hantar termalnya. Penghantar listrik yang baik biasanya juga sebagai penghantar kalor
yang baik. Daya hantar (konduktivitas) termal pada bahan padat anorganik yang
molekuknya kurang tersusun rapi, lebih rendah dari daya hantar termal logam. Jadi,
bahan-bahan organik dan bahan berserat (fibrous materials) seperti kayu, mempunyai
daya hantar termal yang rendah. Daya hantar termal bahan non-logam yang berbentuk
cairan umumnya lebih rendah dari bentuk padatnya, begitu juga gas-gasnya pada
tekanan atmosfir berpenghantar termal yang rendah. Penurunan daya hantar termal pada
fluida menandakan lemahnya daya ikat dan besarnya jarak antar molekul dalam bahan
tersebut.
2.2.2
Perpindahan Kalor Konveksi
Perpindahan kalor konveksi adalah ilmu tentang proses angkutan kalor
diakibatkan oleh aliran fluida. Kata dasar konveksi berasal dari bahasa latin yaitu
convecto-are dan convěho-věhěre, yang berarti membawa bersama atau membawa ke
dalam satu tempat. Perpindahan kalor konveksi, secara jelas adalah suatu bidang pada
antar muka diantara dua bidang ilmu perpindahan kalor dan mekanika fluida. Untuk
alasan ini, ilmu tentang permasalahan perpindahan kalor konveksi harus berdasarkan
pemahaman prinsip perpindahan kalor dasar dan mekanika fluida.
Konveksi juga merupakan proses angkutan energi dengan kerja gabungan
konduksi kalor, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting
sebagai mekanisme perpindahan energi anatara permukaan benda padat dan cairan atau
gas.
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang
temperaturnya di atas tenperatur fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap.
10
Pertama, kalor akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel
fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan
temperatur dan energi dalam partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel
fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bertemperatur lebih rendah di dalam fluida
dimana mereka akan bercampur dan memindahkan sebagian energinya kepada partikelpartikel fluida lainnya. Energi sebenarnya disimpan di dalam partikel-partikel fluida dan
diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel-partikel tersebut.
Perpindahan kalor konveksi dibagi dua yaitu konveksi bebas (free convection)
dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan mencampur berlangsung sebagai
akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien temperatur maka disebut
konveksi bebas. Dan bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat dari luat,
seperti pompa atau kipas maka prosesnya disebut dengan konveksi paksa. Keefektifan
perpindahan kalor konveksi tergantung sebagian besarnya pada gerakan mencampur
fluida.
Pada umumnya perpindahan panas konveksi dinyatakan dengan hukum
pendinginan Newton : (Jansen, Ted., 1993)
q = hA(Td-T) W (Watt) ....................................(2.2)
Dengan :
h = koefisien konveksi (W/m2.K)
A = luas permukaan (m2)
Td = temperatur dinding (K)
T = temperatur udara (K)
11
Mengenal parameter yang telah teruji dan mengenal bentuk korelasi yang banyak
digunakan dalam menentukan koefisien koveksi h, yaitu :
Bilangan Reynold Re
=
.................................................................(2.3)
Bilangan Prandtl Pr
=
........................................................(2.4)
Bilangan Nusselt Nu
=
........................................................(2.5)
Banyak rumusan yang telah dikembangkan untuk susunan aliran tertentu
sehingga hubungan antara bilangan nusselt, Reynolds dan Prandtl dapat dirumuskan
sebagai :
Nu = C (Ren) (Prm)..............................................(2.6)
Dengan harga tetapan C, serta eksponen n dan m ditentukan secara percobaan. Selain
dari rumusan diatas, hubungan ini digambarkan dalam bentuk grafik. Yang memuat
besaran yang terpakai untuk aliran turbulen di dalam pipa mulus. Tabel 2.2 memuat
harga khas h bagi perpindahan kalor cara konveksi oleh air, udara, air mendidih, dan aie
embun.
2.3
Evaporasi
Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari pelarut sehingga
didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Tujuan dari
evaporasi itu sendiri yaitu memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak
mudah menguap dan pelarutnya adalah air. Evaporasi tidak sama dengan pengeringan,
dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair, kadang-kadang zat cair yang sangat
viskos, dan bukan zat padat. Begitu pula, evaporasi berbeda dengan distilasi, karena
disini uapnya biasanya komponen tunggal, dan walaupun uap itu merupakan campuran,
dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk memisahkannya menjadi fraksi-fraksi.
12
Biasanya dalam evaporasi, zat cair pekat itulah yang merupakan produk yang berharga
dan uapkan biasanya dikondensasikan dan dibuang.
Proses evaporasi terdiri dari dua peristiwa yang berlangsung :
1. Interface evaporation, yaitu transformasi air menjadi uap di permukaan tanah.
Nilai ini tergantung dari tenaga yang tersimpan.
2. Vertikal vapour transfers, yaitu perpindahan lapisan yang kenyang dengan uap
air dari interface ke uap (atmosfer bebas).
Besar kecilnya penguapan dari permukaan air bebas dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu :
a. Kelembaban udara (semakin lembab semakin kecil penguapannya).
b. Tekanan udara.
c. Kedalaman dan luas permukaan, semakin luas semakin besar penguapannya.
d. Kualitas air, semakin banyak unsur kimia, biologi dan fisika, penguapan
semakin kecil
e. Kecepatan angin
f. Topografi, semakin tinggi daerah semakin dingin dan penguapan semakin kecil.
g. Sinar matahari.
h. Temperatur.
Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan dari pada liquid (cairan)
dengan penambahanpanas (Robert B. Long, 1995). Panas dapat disuplai dengan
berbagai cara, diantaranya secara alami dan penambahan steam. Evaporasi didasarkan
pada proses pendidihan secara intensif, yaitu:
13
-
Pemberian panas ke dalam cairan
Makin tinggi pressure makin besar panas yang dibutuhkan jadi pressure
perlu diturunkan untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimal.
-
Pembentukan gelembung-gelembung (bubbles) akibat uap.
Peristiwa bubbling yaitu terbentuknya nukleat sebagai awal pembentukan
gelembung.
-
Pemisahan uap dari cairan.
Evaporasi atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor ke
dalam zat cair mendidih (Warren L. Mc Cabe, 1999).
Perbedaan evaporasi dengan proses lain adalah :
1.
Evaporasi dengan pengeringan.
Evaporasi tidak sama dengan pengeringan, dalam evaporasi sisa penguapan
adalah za cair kadang-kadang zat cair yang sangat viskos dan bukan zat padat.
Perbedaan lainnya adalah, pada evaporasi cairan yang diuapkan dalam kuantitas
relatif banyak, sedangkan pada pengeringan sedikit.
2.
Evaporasi dengan distilasi.
Evaporasi berbeda pula dari distilasi, karena uapnya biasa dalam komponen
tunggal, dan walaupun uap itu dalam bentuk campuran, dalam proses evaporasi
ini tidak ada usaha untuk memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Selain itu,
evaporasi biasanya digunakan untuk menghilangkan pelarut-pelarut volatil,
seperti air, dari pengotor nonvolatil. Contoh pengotor nonvolatil seperti lumpur
dan limbah radioaktif. Sedangkan distilasi digunakan untuk pemisahan bahanbahan nonvolatil.
14
3.
Evaporasi dengan kristilisasi.
Evaporasi lain dari kristalisasi dalam hal pemekatan larutan dan bukan
pembuatan zat padat atau kristal. Evaporasi hanya menghasilkan lumpur kristal
dalam larutan induk (mother liquor). Evaporasi secara luas biasanya digunakan
untuk mengurangi volume cairan atau slurry atau umtul mendapatkan kembali
pelarut pada recycle. Cara ini biasanya menjadikan konsentrasi padatan dalam
liquid semakin besar sehingga terbentuk kristal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan evaporasi antara lain :
a. Suhu; walaupun cairan bisa evaporasi di bawah suhu titik didihnya, namun
prosesnya akan cepat terjadi ketika suhu di sekeliling lebih tinggi. Hal ini
terjado karena evaporasi menyerap kalor laten dari sekelilingnya. Dengan
demikian, semakin hangat suhu sekeliling semakin banyak jumlah kalor yang
terserap untuk mempercepat evaporasi.
b. Kelembapan udara; jika kelembapan udara kurang, berarti udara sekitar
kering. Semakin kering udara (setidaknya kandungan uap air di dalam udara)
semakin cepat evaporasi terjadi. Contohnya, tetesan air yang berada di
kepingan gelas di ruang terbuka lebih cepat terevaporasi lebih cepat daripada
tetesan air di dalam botol gelas. Hal ini menjelaskan mengapa pakaian lebih
cepat kering di daerah kelembapan udaranya rendah.
c. Tekanan; semakin besar tekanan yang dialami semakin lambat evaporasi
terjadi. Pada tetesan air yang berada di gelas botol yang udaranya telah
dikosongkan (tekanan udara berkurang), maka akan sepat terevaporasi.
15
d. Gerakan udara; pakaian akan lebih cepat kering ketika berada di ruang yang
sirkulasi udara atau angin lancar karena membantu pergerakan molekul air.
Hal ini sama saja dengan mengurangi kelembapan udara.
e. Sifat cairan; cairan dengan titik didih yang rendah terevaporasi lebih cepat
daripada cairan yang titik didihnya besar. Contoh, raksa dengan titik 357°C
lebih susah terevaporasi daripada eter yang titik didihnya 35°C.
2.4
Refrigerasi
Refrigerasi adalah produksi atau pengusahaan dan pemeliharaan tingkat suhu
dari suatu bahan atau ruangan pada tingkat yang lebih rendah dari pada suhu lingkungan
tau atmosfir sekitarnya dengan cara penarikan atau penyerapan panas dari bahan atau
ruangan tersebut. Refrigerasi dapat dikatakan juga sebagai proses pemindahan panas
dari suatu bahan atau ruangan ke bahan atau ruangan lainnya (Ilyas, 1993), sedangkan
menurut Hartanto (1985) pendinginan tau refrigerasi adalah suatu proses penyerapan
panas pada suatu benda dimana proses ini terjadi karena proses penguapan bahan
pendingin (refrigeran), dan menurut Arismunandar dan Saito (2005) refrigerasi adalah
usaha mempertahankan suhu rendah yaitu suatu peoses mendinginkan udara sehingga
dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi yang
dipersyaratkan terhadap kondisi udara dari suatu ruangan tertentu.
Refrigerasi memanfaatkan sifat-sifat panas (thermal) dari bahan
refrigeran
selagi bahan itu berubah keadaan dari bentuk cairan menjadi bentuk gas atau uap dan
sebaliknya dari gas menjadi cairan (Ilyas, 1993)
2.4.1. Proses Yang Berlangsung Dalam Sistem Refrigerasi
Dalam suatu sistem refrigrasi mekanik, berlangsung beberapa prosses fisik yang
sederhana. Jika ditinjau dari segi termodinamika, seluruh proses perubahan itu terlibat
16
tenaga panas, yang dikelompokkan atas panas laten penguapan, panas sensibel, panas
laten pengembunan dan lain sebagainya. Menurut Sofyan Ilyas (1993), suatu siklus
refrigrasi secara berurutan berawal dari pemampatan, melalui pengembunan
(kondensasi), pengaturan pemuaian dan berakhir pada penguapan (evaporasi).
Siklus refrigrasi kompresi uap adalah sebagai berikut:
a. Penampatan (kompresi). Uap refrigeran lewat panas bersuhu dan tekanan
rendah yang berasal dari proses penguapan dimampatkan oleh kompresor
menjadi uap bersuhu dan bertekanan tinggi agar kemudian mudah
diembunkan, uap kembali menjadi cairan didalam kondensor.
b. Pengembunan
(kondensasi).
Proses
pengembunan
adalah
proses
pengenyahan atau pemindahan panas dari uap refrigeran bersuhu dan
bertekanan tinggi hasil pemampatan kompresor ke medium pengembun
di luar kondensor.
c. Pemuaian. Pemuaian adalah proses pengaturan kesempatan bagi
refrigeran cair untuk memuai agar selanjutnya dapat menguap di
evaporator.
d. Penguapan (evaporasi), pada proses ini refrigeran cair berada dalam pipa
logam evaporator mendidih dan menguap pada suhu tetap, walaupun
telah menyerap sejumlah besar panas dari lingkungan sekitarnya yang
berupa zat alir dan pangan dalam ruangan tertutup berinsulasi.
17
Gambar 2.1 Siklus Refrigerasi
2.4.2. Siklus Refrigerasi dalam Diagram P-h
Untuk melihat besaran-besaran seperti tekanan, suhu, enthalpy dalam siklus
refrigerasi biasanya digunakan diagram P-h refrigeran tertentu. Ada banyak jenis
refrigeran, setiap refrigeran memiliki diagram P-h yang berbeda-beda. Refrigeran yang
biasanya di pasaran antara lain R22, R134a, R12, dan lain-lain. Beberapa jenis
refrigeran sudah tidak dijual karena alasan merusak lingkungan.
Walaupun refrigeran memiliki diagram P-h yang berbeda-beda, namun pola
siklus refrigerasinya sama dan dengan cara yang sama pula dapat diketahui dan analisis
besaran-besaran tersebut. Siklus refrigerasi dapat digambarkan dalam diagram P-h
seperti pada gambar.
18
Gambar 2.2 Siklus Refrigerasi dalam Diagram P-h
Berikut penjelasan siklus refrigerasi dalam gambar:
-
1 ke 2, Proses kompresi menyebabkan kenaikan tekanan rendah (Low
Pressure) ke tekanan tinggi (High Pressure). Proses ini berlangsung secara
isentropik. Garis 1 ke 2 mengikuti garis isentropik pada diagram P-h. Karena
berlangsung secara isentropik maka entropi pada titik 1 dan titik 2 adalah
sama. Kondisi pada titik 1 berupa saturasi gas dan titik 2 dalam keadaan
superheated. Enthalpinya naik dari h1 ke h2. Refrigeran pun mengalami
kenaikan suhu. Untuk proses ini memerlukan kerja, besarnya kerja yang
dilakukan adalah:
w = h2 – h1.......................................................... (2.7)
W = ṁ x w.......................................................... (2.8)
dimana:
w = Banyaknya energi dalam setiap satuan massa refrigeran (kJ/kg)
W = Banyaknya energi dalam setiap satuan waktu (kJ/s atau Watt)
ṁ = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
-
2 ke 3, Proses kondensasi ini terjadi pada tekanan yang sama (isobarik).
Dalam proses ini terjadi pelepasan kalor sehingga terjadi penurunan suhu
19
dan enthalpi refrigeran sampai dengan saturasi gas (2a). Kemudian
refrigeran terus melepaskan kalor dan mulai berubah menjadi cair. Dari titik
2a ke titik 3 tidak terjadi penurunan suhu tetapi terjadi perubahan fasa.
Karena terjadi pelepasan kalor maka refrigeran mengalami penurunan
enthalpi dari h2 ke h3. Besarnya kalor yang dilepaskan pada proses ini yaitu:
qout = h2 – h3 ...................................................... (2.9)
Qout = ṁ x qout .................................................. (2.10)
dimana :
qout = banyaknya kalor yang dilepaskan setiap satuan massa refrigeran
(kJ/kgm, Btu/lb)
Qout = banyaknya kalor yang dilepaskan dalam setiap satuan waktu
(kJ/s atau Watt)
ṁ
-
= Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
3 ke 4, Proses ekspansi ini terjadi secara isoenthalpi sehingga enthalpi di
titik 3 dan titik 4 adalah sama. Tekanan pada titik 3 masih tekanan tinggi
(High Pressure) kemudian turun hingga titik 4 di tekanan rendah (Low
Pressure). Penurunan tekanan ini disertai dengan penurunan suhu. Kondisi
refrigeran yang tadinya saturasi cair (titik 3) menjadi campuran gas dan cair.
Proses ini berlaku:
h3 – h4 ............................................................... (2.11)
-
4 ke 1, Proses evaporasi ini terjadi pada tekanan yang sama (isobarik).
Dalam proses ini terjadi penarikan kalor sehingga terjadi kenaikan enthalpi.
Suhu tidak mengalami kenaikan karena kalor yang diambil digunakan untuk
mengubah fasa dari yang tadinya campuran (titik 4) menjadi gas jenuh (titik
20
1). Dalam proses inilah terjadi pendinginan terhadap objek karena kalor
pada objek ditarik oleh refrigeran dalam evaporator. Kapasitas pendinginan
ditentukan pada proses ini yaitu besarnya penarikan kalor.
2.5
Evaporator
Evaporator adalah alat industri untuk memekatkan larutan dengan jalan
menguapkan pelarutnya. Jadi hasil utamanya adalah cairan dengan konsentrasi yang
lebih pekat. Evaporator melibatkan peristiwa transfer massa, yaitu dengan adanya
perpindahan massa dari fasa cair ke uap pada peristiwa penguapan pelarut, dan transfer
panas, yaitu adanya energi panas yang diperlukan untuk menguapkan pelarut. Sumber
panas yang biasa digunakan adalah uap air (steam).
2.5.1
Jenis Evaporator di Industri
Ada beberapa macam evaporator, sesuai dengan tujuan penggunaannya,
bentuknya pun dapat berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena media yang hendak
digunakan dapat berupa gas, cairan atau zat padatan maka evaporator dapat dibagi
dalam beberapa golongan.
Beberapa jenis alat evaporator di industri, antara lain :
a. Horizontal-tube evaporator
Spesifikasi alat :
-
Merupakan jenis evaporator yang paling sederhana
-
Posisi tube horizontal
-
Pemanas steam dialirkan melalui tube, cairan di luar tube
-
Tidak ada sirkulasi paksaan pada cairan sehingga harga koefisien transfer
panasnya rendah, terutama untuk cairan viskous
21
-
Sesuai untuk larutan dengan viskositas rendah, tidak sesuai untuk larutan
yang mudah menimbulkan buih dan kerak
Gambar 2.3 Horizontal-tube evaporator
Sumber :fallfilmverdapfer.info/english/workingprinciples.htm/07012015/12.36
b. Standart Vertical-tube evaporator
Ada 2 jenis vertical-tube evaporator, yaitu : basket evaporator dan standar
vertical.
22
Gambar 2.4 Standard vertical evaporator
Sumber : epsem.upc.edu/07012015/12.46
Secara umum spesifikasi alat vertical-tube evaporator adalah sebagai berikut :
-
Posisi tube vertical
-
Cairan dilewatkan tube dengan kecepatan 1-3 ft/s, sistem di luar tube
-
Sirkulasi cairan : naik lewat tube dengan bantuan pompa, cairan yang belum
menguap kembali turun
-
Sesuai untuk salting liquid atau larutan dengan viskositas sedang
-
Jika steam chest merupakan chamber tertutup dengan liquid return space
berbentuk annular disebut jenis basket evaporator
-
Jika steam chest berbentuk annular dengan liquid return space berada di
tengah (central downtake) disebut jenis standard vertical.
23
c. Forced-circulation evaporator
Spesifikasi alat :
-
Posisi tube ada yang horizontal dan ada yang vertikal
-
Cairan disirkulasi dengan bantuan pompa (biasanya pompa sentrifugal)
melalui tube
-
Sesuai untuk larutan viskous
Gambar 2.5 Forced-circulation evaporator dengan tube horizontal
Sumber : tappsa.co.za/07012015/12.52
d. Long tube vertical evaporator (LTV)
Spesifikasi alat :
-
Nama lain kestner evaporator
-
Posisi tube vertical
-
Panjang tube 21-20 ft
24
-
Cairan dialirkan melalui tube
-
Tidak baik untuk larutan yang mudah menimbulkan kerak (scaling or salting
liquid)
-
Sesuai untuk larutan yang mudah menimbulkan buih
Gambar 2.6 Long tube vertical evaporator (LTV)
Sumber : nptel.ac.id/07012015/12.52
2.5.2
Jenis Evaporator dengan Keadaan Refrigrant yang ada didalamnya
a. Jenis Expansi Kering
Dalam jenis expansi kering, cairan yang diexpansikan melalui katup
expansi, ;ada waktu masuk ke dalam evaporator sudah dalam keadaan campuran
cair dan uap, sehingga keluar dari evaporator dalam keadaan uap kering.
25
Oleh karena itu sebagian besar dari evaporator terisi oleh uap refrigran,
maka perpindahan kalor yang terjadi tidak begitu besar jika dibandingkan
dengan keadaan dimana evaporator terisi oleh refrigran cair. Akan tetapi,
evaporator jenis expansi kering tidak memerlukan refrigran dalam jumlah yang
besar. Di samping itu, jumlah minyak pelumas yang tertinggal di dalam
evaporator sangat kecil.
Jumlah refrigran yang masuk ke dalam evaporator dapat diatur oleh
katup expansi demikian rupa sehingga semua refrigran meninggalkan evaporator
dalam bentuk uap jenuh, dan bahkan dalam keadaan super panas.
b. Evaporator Jenis Setengah Basah
Evaporator jenis setengah basah adalah evaporator dengan kondisi
refrigran diantara evaporator jenis ecpansi kering dan evaporator jenis basah.
Dalam evaporator jenis ini, selalu terdapat refrigran cair dalam pipa
penguapannya. Oleh karena itu, laju perpindahan kalor dalam evaporator jenis
setengah basah lebih tinggi dari pada yang dapat diperoleh dari jenis kering,
tetapi lebih rendah dari pada yang diperoleh pada jenis basah. Pada jenis expansi
kering, refrigran masuk dari bagian atas koil, sedangkan pada evaporator jenis
setengah basah, refrigran dimasukkan dari bagian bawah koil evaporator.
c. Evaporator Jenis Basah
Dalam evaporator jenis basah, sebagian dari jenis evaporator terisi oleh
cairan refrigran. Proses penguapan terjadi seperti pada ketel uap. Gelembung
refrigran yang terjadi karena pemanasan akan naik, pecah pada permukaan cair
atau terlepas dari permukaan. Sebagian refrigran kemudian masuk ke dalam
26
akumulator yang memisahkan uap dari cairannya maka refrigran yang ada dalam
bentuk uap sajalah yang masuk ke dalam kompresor. Bagian refrigran cair yang
dipisahkan di dalam akumulator akan masuk kembali ke dalam evaporator,
bersama-sama dengan refrigran (cair) yang berasal dari kondensor.
Jadi tabung evaporator terisi oleh cairan refrigran. Cairan refrigran
menyerap kalor dari fluida yang hendak di dinginkan (air larutan garam, dsb),
yang mengalir di dalam pipa uap refrigran yang terjadi dikumpulkan di bagian
atas dari evaporator sebelum masuk ke kompresor.
Tinggi permukaan cairan refrigran yang ada di dalam evaporator diatur
oleh katup pelampung, biasanya sedikit lebih dari setengah tinggi tabung.
Jumlah refrigran yang dimasukkan ke dalam tabung evaporator disesuaikan
dengan beban pendingin yang harus dilayani.
2.6
Bagan Psikometrik (Psychrometric Chart)
Psikometrik adalah salah satu sub-bidang engineering yang khusus mempelajari
sifat-sifat thermofisik campuran udara dan uap air. Dalam hal ini, campuran udara dan
uap air untuk senajutnya disebut “udara”. Pada psikometrik, udara “hanya” dibedakan
atas udara kering dan uap air.
Meskipun udara kering masih dapat dibedakan lagi menjadi komponen gas yang
terdiri dari nitrogen, oksigen, karbon dioksida, dan yang lainnya, tetapi pada
psikometrik semuanya diperlakukan sebagai satu unit sebagai udara kering. Demikian
juga, jika di dalam udara yang dibahas terdapat kandungan gas lain atau kontaminan,
pada analisis psikometrik, efek kandungan ini terdapat sifat-sifat termodinamik dapat
diabaikan.
27
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan sifat-sifat termodinamik
udara, yaitu dengan menggunakan persamaan-persamaan dan dengan menggunakan
grafik yang menggambarkan sifat-sifat termodinamik udara, yang biasanya disebut
Psychrometric chart. Dengan menggunakan grafik ini, prosses-proses seperti
pendinginan udara, dehumidification, dan perlakuan udara pengering dapat dijelaskan
dengan lebih mudah. Parameter-parameter dan istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sifat-sifat termodinamik udara antara lain humidity ratio, relative
humidity, dry-bulb dan wet-bulb temperature, dew point temperature, sensible and
latent heat, density, moist volume, dan entalpi.
Gambar 2.7 Psychrometric Chart
Sumber : psychrometric-chart-ashrae/centralds.net/07012015/12.58
28
2.6.1
Humidity Ratio (Rasio Humiditas)
Karena udara adalah gabungan udara kering dan uap air yang tergantung pada
udara, maka humidity ratio adalah perbandingan massa uap air (mw) dan massa udara
(ma), yang dirumuskan :
w=
..............................................................(2.12)
Satuan dari parameter ini adalah kg uap air/kg udara atau gram uap air/kg udara.
Dengan menggunakan persamaan gas ideal dan hukum Dalton, yang merumuskan
hubungan antara kandungan gas dengan tekanan parsial gas, maka rasio humiditas dapat
juga dinyatakan dengan :
w = 0,62198
........................................(2.13)
Dimana Pw adalah tekanan parsial uap air dan Patm adalah tekanan atmosfer.
Persamaan (2.15) menunjukkan bahwa hanya dengan mengetahui tekanan parsial uap
air pada temperatur tertentu, kita dapat menentukan kandungan uap air pada udara.
2.6.2
Relative Humidity (RH)
Relative Humidity merupakan perbandingan fraksi mol uap air pada udara
dengan fraksi mol uap air saat jika udara tersebut mengalami saturasi. Berdasarkan
definisi ini, persamaan yang digunakan untuk menghitung RH adalah:
RH =
..........................................(2.14)
Sebagai catatan, pada saat saturasi fraksi mol uap air yang terkandung di dalam
udara adalah fraksi mol maksimum. Setelah itu uap air akan mulai mengembun, atau
berubah fasa menjadi cair. Berdasarkan fakta ini, pada saat terjadi saturasi, nilai relative
humidity adalah 100%. Jadi harus diingat saat terjadi saturasi RH = 100%.
29
Dengan menguraikan definisi fraksi mol dan persamaan gas ideal, RH dapat juga
didefinisikan sebagai :
RH =
...........................................................(2.15)
Pws adalah tekanan uap saat terjadi saturasi dan merupakan fungsi dari temperatur.
2.6.3 Temperatur Bola Kering dan Temperatur Bola Basah (Dry Bulb and Wet
Bulb Temperature)
Temperatur bola kering (dry bulb temperature) adalah temperatur udara yang
ditunjukkan oleh alat ukur termometer. Penyebutan “bola kering” ini hanyalah untuk
keperluan analisis pada psikometrik, pada prakteknya dalam kehidupan sehari-hari
istilah “bola kering” hampir tidak pernah disebutkan.
Temperatur bola basah, T, (wet bulb temperature) adalah suatu parameter yang
sulit untuk didefinisikan. Parameter ini adalah parameter fiktif yang digunakan untuk
mendefinisikan sifat udara. Untuk mendefinisikan Twb akan digunakan ilustrasi berikut :
Misalkan pada suatu ruangan yang tertutup rapat atau adiabatik, terdapat air dan
udara yang mempunyai temperatur bola kering Tdb. Setelah beberapa lama, air akan
menguap sebagian dan bercampur dengan udara, udara mengalami dehumidifikasi, dan
terjadilah kondisi setimbang atau jenuh.
Karena ruangan tersebut bersifat adiabatik, sementara proses penguapan air dari
cair menjadi fasa uap pasti menyerap energi berupa panas, maka panas ini pasti berasal
dari udara di ruang tersebut
30
Gambar 2.8 Perubahan temperatur menjadi temperatur bola basah
Sumber : (Himsar Ambarita, 2010)
Oleh karena itu, temperatur awal udara akan turun akibat naiknya kandungan
uap airnya. Temperatur inilah yang didefinisikan menjadi temperatur bola basah.
Berdasarkan kesetimbangan energi, Twb dapat dihitung dengan persamaan :
Twb = Tdb -
(
)
......................................(2.16)
hfg adalah panas penguapan air pada temperatur bola basah. Sementara Cpa adalah panas
jenis udara.
2.6.4
Panas Jenis Udara pada Tekanan Constan (Cp)
Panas jenis udara atau gas ada dua, yaitu panas jenis pada volume konstan dan
panas jenis pada tekanan konstan. Pada psikometrik, hanya pada tekanan konstan yang
digunakan. Panas jenis udara pada tekanan konstan adalah penjumlahan panas jenis
udara kering dan panas jenis uap air yang dikandung udara tersebut.
Cp = Cda + cps ............................................................................... (2.17)
Dimana Cda adalah panas jenis udara kering dan cps adalah panas jenis uap air.
31
2.6.5
Volume Spesifik Udara, Moist Volume (v) dan Rapat Massa (Density)
Volume udara (v) mempunyai massa tepat 1 kg, atau dapat dirumuskan v = V /
m(
). Dengan mengingat desinisi bahwa udara adalah campuran udara kering dan uap
air, dan dengan menggunakan persamaan gas ideal, maka v dapat dirumuskan menjadi :
=
v=
...............(2.18)
Dimana T adalah suhu udara dalam K dan p tekanan dalam Pa. Sementara density
adalah kebalikan dari v.
ρ=
2.6.6
= ...........................................................(2.19)
Temperatur Dew-Point (Dew-Point Temperature)
Temperatur Dew-point adalah temperatur udara saat terjadi kondensasi.
Misalkan udara yang mempunyai temperatur awal T dan rasio kelembaban w diturunkan
suhunya secara perlahan-lahan. Temperatur udara saat mulai terbentuk embun, disebut
temperatur dew point. Hubungan antara temperatur udara dan temperatur dew-point
dirumuskan sebagai berikut :
Td =
– 235 ...........................(2.20)
Dengan catatan semua temperatur dalam satuan Celcius.
2.6.7
Entalpi Udara
Entalpi udara adalah kandungan energi total yang dimiliki oleh udara. Di dalam
termodinamika, entalpi suatu materi harus dihitung dengan menggunakan nilai acuan
(referensi). Dengan menggunakan acuan saat udara pada °C, entalpi udara dalam
(kJ/kg) dihitung dengan persamaan :
ha = 1,006T + w (2501 + 1,775T).....................(2.21)
32
Dimana T adalah temperatur dalam °C.
Sebagai catatan, bagian pertama dari persamaan (2.21) adalah entalpi udara
kering dan bagian kedua adalah entalpi uap air yang dikandung udara saat itu.
Download