BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik Ke Pelanggan Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan teknis, dimana tenaga listrik dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu, sedangkan pemakai tenaga listrik atau pelanggan tenaga listrik tersebar diberbagai tempat yang letaknya jauh dari pembangkit tenaga listrik, maka penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkan sampai ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Berikut ini merupakan gambaran proses penyaluran tenaga listrik ke pelanggan ditunjukkan pada Gambar 2.1. Unit Transmisi Gardu Induk distribusi Unit Distribusi Trf Transformator PMT PMT Pemutus Tenaga G Generator Konsumen Besar Distribusi Distribusi sekunder Primer Unit Pembangkitan Konsumen Umum Gambar 2.1 Proses penyaluran tenaga listrik ke pelanggan Tenaga listrik dibangkitkan oleh pembangkit listrik kemudian dinaikkan tegangannya oleh Transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada 7 8 Setelah disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui trafo penurun tegangan (step down) menjadi tegangan menengah (20 kV) atau sering disebut jaringan distribusi. Kemudian tenaga listrik tersebut diturunkan kembali tegangannya dalam Gardu distribusi melalui Trafo distribusi penurun tegangan tegangan rendah menjadi 400/231 Volt untuk dibagi-bagi oleh papan hubung bagi tegangan rendah (PHB-TR) yang selanjutnya disalurkan melalui jaringan tegangan rendah (JTR) dan sambungan Rumah (SR) sampai dengan alat pengukur dan pembatas (APP) Pelanggan sebesar 380/220V yang sekaligus merupakan titik akhir kepemilikan PT PLN (Persero). 2.2 Transformator 2.2.1 Umum Transformator (Trafo) pada umumnya banyak di pergunakan untuk sistem tenaga listrik maupun untuk rangkaian elektronik. Dalam sistem tenaga listrik, trafo di pergunakan untuk memindahkan energi dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik berikutnya tanpa merubah frekuensi. Biasanya dapat menaikkan atau menurunkan tegangan maupun arus, sehingga memungkinkan transmisi ekstra tinggi. Pemakaian pada sistem tenaga dapat di bagi menjadi tiga yaitu : a) Trafo penaik tegangan (step up) : dapat di sebut trafo daya, untuk menaikkan tegangan pembangkitan manjadi tegangan transmisi. b) Trafo penurun tegangan (step down) : dapat di sebut trafo distribusi, untuk menurunkan tegangan transmisi menjadi tegangan distribusi. c) Trafo instrument : yang terdiri dari Trafo tegangan dan trafo arus, dipakai menurunkan tegangan dan arus guna sistem pengukuran dan proteksi. Trafo 9 pada sistem tenaga untuk kapasitas besar dapat dihubungkan tiga fase dan untuk kapasitas kecil dapat dihubungkan satu fase. Sedangkan dalam rangkaian elektronik, trafo di pergunakan sebagai gandengan impedans antara sumber dan beban, memisahkan satu rangkaian dari rangkaian yang lain dapat menghambat arus searah sambil melakukan arus bolak-balik, dengan daya yang cukup kecil. 2.2.2 Prinsip Kerja Trafo Prinsip kerja trafo adalah berdasarkan induksi elektro magnetik. Untuk memahami prinsip kerja tersebut perhatikan gambar dibawah ini (Gambar 2.2) Gambar 2.2 Prinsip kerja trafo Sisi belitan X1 dan X2 adalah sisi tegangan rendah dan sisi belitan H1 dan H2 adalah sisi tegangan tinggi. Bila salah satu sisi, baik sisi tegangan tinggi (TT) maupun sisi tegangan rendah (TR) dihubungkan dengan sumber tegangan bolakbalik maka sisi tersebut di sebut dengan sisi primer, sedangkan sisi lain yang dihubungkan dengan beban disebut sisi sekunder. Sisi belitan X1 dan X2 di hubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik sebesar V1 atau sama dengan VP, maka fluks bolak balik akan di bangkitkan pada inti sebesar Ømax yang melingkar dan menghubungkan belitan kawat primer dengan belitan kawat sekunder serta menghasilkan tegangan induksi (EMF/GGL) baik pada belitan primer sebesar E1 atau sama dengan EP, maupun 10 pada belitan sekunder sebesar E2 atau sama dengan Es seperti yang terdapat pada persamaan (2.1 dan 2.2) berikut ini E1 = Ep = 4.44 x f x Np x Ømax x 10-8 Volt ...………. (2.1) E2 = Es = 4.44 x f x Ns x Ømax x 10-8 Volt ….. …...…. (2.2) Kemudian karena frekuensi dan fluksnya sama, maka : E1 N 1 …………………………………….……… (2.3) E2 N 2 Jika rugi-rugi trafo tidak di perhitungkan dan efisiensi dianggap 100 %, maka secara praktis faktor daya primer (PF1) sama dengan faktor daya sekunder (PF2) sehingga besarnya daya primer sama dengan daya sekunder seperti persamaan berikut ini: I1 x E1 x PF1 = I2 x E2 x PF2………………………… (2.4) Maka : E1 I 2 ……………….…………………...….…… (2.5) E2 I1 Sehingga rumus umum perbandingan belitan trafo adalah : E1 N 1 I 2 a …………….……………….…… (2.6) E2 N 2 I1 Untuk trafo ideal, berlaku persamaan berikut : V1 = E1 = Vp = Ep ………………..……….………… (2.7) V2 = E2 = Vs = Es ………………..……………….… (2.8) Dimana : E1 = Ep : Tegangan induksi yang dibangkitkan sisi primer (V) E2 = Es : Tegangan induksi yang dibangkitkan sisi sekunder (V) N1 = Np : banyaknya lilitan pada sisi primer 11 N2 = Ns : banyaknya lilitan pada sisi sekunder. Ømax : fluks maksimum dalam besaran Maxwell f : frekuensi arus dan tegangan sistem (Hz) V1 = Vp : tegangan sumber yang masuk di primer (Volt) V2 = Vs : tegangan sekunder ke beban (Volt) a : rasio trafo (%) PF1 : power faktor atau faktor daya 2.3 Trafo Distribusi Pada sistem distribusi, trafo digunakan untuk menurunkan tegangan penyaluran 20 kV ke tegangan pelayanan 400/231 V. Untuk fungsi tersebut, trafo dapat berupa trafo satu fase (Gambar 2.3) atau tiga fase (Gambar 2.4) dengan berbagai kelompok vektor. Berikut ini merupakan gambaran dari kedua penjelasan trafo tersebut. Gambar 2.3 Trafo satu Fase Gambar 2.4 Trafo tiga Fase Secara umum untuk trafo fasa tiga dengan kapasitas ≤ 160 kVA memiliki hubungan vektor Yzn5 sedangkan untuk Kapasitas > 160 KVA memiliki hubungan vektor Dyn5 (berdasarkan SPLN 50 tahun 1982 dan 1997, serta SPLN D3.002-1 : 2007) 12 2.3.1 Konstruksi Berikut ini merupakan gambaran dari bagian-bagian trafo distribusi beserta keterangannya (Gambar 2.5) Gambar 2.5 Bagian-bagian Trafo Distribusi 1. Inti besi 6. Konservator 11. Breather 2. Klem inti besi 7. Pin radiator 12. Pembatas tekanan 3. Belitan sekunder 8. Bushing primer 13. Gelas penduga 4. Belitan primer 9. Bushing sekunder 14. Roda 5. Penyangga belitan 10. Tap 15. Kuping pengangkat changer 2.3.1.1 Bagian Aktif Bagian aktif trafo merupakan kesatuan dari beberapa komponen yang mendukung berlangsungnya fungsi transfer energi, yaitu : inti besi dan belitan. Pada bentuk konstruksinya, inti besi dilengkapi dengan klem penjepit (core clamping) dan belitan dilengkapi dengan struktur penyangga (winding support) dan insulasi antar lapisan (layer) belitan. Berdasarkan bentuk dari susunan inti besi dan belitan, trafo dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : tipe core (Gambar 2.6) dan tipe shell (Gambar 2.7). 13 Gambar 2.6 Tipe Core Gambar 2.7 Tipe Shell a) Inti besi Bahan inti besi yang paling banyak digunakan adalah cold rolled grain oriented (CGO) atau baja elektrikal berbentuk pelat tipis yang dilaminasi dengan silikon. Pada penerapannya, pelat tipis untuk pembentukan inti besi tersebut dapat dikonstruksi secara tersusun (tipe stacked) seperti pada Gambar 2.8 atau digulung (tipe wound) Gambar 2.9. Gambar 2.8 Tipe Stacked Gambar 2.9 Tipe Wound 14 b) Klem Inti besi Material klem yang umum digunakan adalah baja dan kayu, seperti yang terdapat pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 dibawah ini. Gambar 2.10 Klem inti dari baja Gambar 2.11 Klem inti dari Kayu Melonggarnya susunan pelat inti besi dapat menyebabkan meningkatnya tingkat bising (noise level) pada trafo. Selain itu, kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya suhu operasi trafo. c) Belitan Belitan dibentuk dari lilitan-lilitan konduktor berinsulasi. Lilitan tersebut dapat terdiri dari beberapa lapis (layer) yang dipisahkan satu dengan lainnya dengan kertas insulasi. Setiap beberapa lapisan diberi jalur untuk melintasnya minyak pendingin seperti yang terdapat pada gambar berikut ini (Gambar 2.12). Gambar 2.12 Jalur minyak pada lapisan belitan Bahan untuk konduktor belitan adalah tembaga atau aluminium.Tembaga merupakan material yang paling banyak digunakan, sedangkan aluminium muncul 15 lebih belakangan sebagai material alternatif, dan umumnya digunakan pada belitan tegangan rendah. Resistivitas aluminium lebih tinggi dibandingkan tembaga, sehingga untuk mendapatkan rugi-rugi yang setara harus dikompensasi dengan luas penampang yang lebih besar. Material konduktor untuk belitan primer yang paling banyak digunakan adalah enamelled round copper wire dengan varnish jenis PVF (polyvinil formal) dengan kelas suhu A (105°C). Dibandingkan varnish lain yang digunakan pada enamelled wire (polyurethane, polyester) karena kelas suhu PVF lebih rendah, namun varnish ini cocok digunakan dalam rendaman minyak. Untuk belitan sekunder, material konduktor adalah tembaga atau aluminium. Bentuk konduktor berbentuk segi empat (rectangular wire) atau lembaran (metal foil) yang diinsulasi dengan kertas seperti pada gambar 2.13. Kertas digunakan karena perpaduannya dengan minyak mempunyai ketahanan tegangan yang cukup tinggi. Metal foil, yang dikombinasikan dengan kertas sebagai insulasi antar foil, mempunyai ketahanan hubung singkat yang lebih baik dibandingkan bentuk konduktor segi empat. Gambar 2.13 Belitan metal foil d) Penyangga belitan Fungsi penyangga belitan adalah menjaga kestabilan belitan, terutama pada saat terjadi gangguan pada sisi eksternal trafo. Bahan yang digunakan adalah kayu 16 trafo atau kayu alam. Sebelum digunakan, kayu alam perlu melalui proses pengeringan terlebih dahulu untuk memastikan kandungan airnya tidak berlebihan sehingga mempengaruhi mutu dielektrik minyak insulasi. Konstruksi penyangga belitan tidak dibuat rapat, bagian yang terbuka dipersiapkan sebagai jalur bagi minyak pendingin dalam membasuh lapisan-lapisan belitan seperti yang terdapat pada Gambar 2.14 Berikut ini Gambar 2.14 Penyangga belitan 2.3.1.2 Sistem Pendingin Panas yang ditimbulkan oleh rugi-rugi trafo berpotensi merusak ketahanan komponen-komponen dari sistem insulasi (kertas atau enameled wire) trafo. Untuk menjaga agar suhu pada semua bagian insulasi selalu berada dibawah batas ketahanan termalnya, diperlukan pendinginan. Sistem pendinginan yang umum digunakan pada trafo distribusi adalah ONAN. Dua huruf awal menggambarkan metode pendinginan internal, sedangkan dua huruf terakhir untuk metode eksternal. Tabel 2.1 berikut ini merupakan penjelasan dari penjelasan digit tersebut. 17 Tabel 2.1 Arti digit pada sistem pendinginan Trafo ONAN Medium internal yang kontak O dengan titik bakar ≤ 300 °C dengan belitan Mekanisme Minyak mineral atau sintetik sirkulasi dari N medium pendingin internal Aliran natural / Alamiah melalui belitan Medium pendinginan eksternal A Udara Mekanisme N Konveksi natural / Alamiah sirkulasi dari medium eksternal Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, pemeran utama di bagian internal adalah minyak isolasi. Kemampuan minyak untuk fungsi ini dipengaruhi oleh kualitas heat transfernya dan bagaimana minyak dapat secara efektif mengalir (membasuh) pada setiap celah dari susunan belitan. Pada bagian eksternal, pemeran utamanya adalah suhu dan aliran udara di sekitar trafo serta luas permukaan sirip-sirip pendingin. Secara umum sistem pendinginan ONAN berarti minyak sebagai pendingin kumparan trafo yang bersikulasi secara alami dan dengan udara sebagai pendingin luar trafo yang bersikulasi secara alami pula. a) Sirip Pendingin Sirip pendingin merupakan bagian dari sistem pendinginan eksternal trafo. luas permukaan dari sirip-sirip pendingin yang akan berinteraksi dengan udara luar merupakan faktor yang menentukan efektifitas pendinginan. Untuk hal tersebut, jumlah dan ukuran sirip pendingin didesain sedemikian, sehingga mampu mendisipasi suhu yang timbul saat trafo dioperasikan. Pada proses pendinginan, aliran udara melakukan pertukaran panas melalui sirip-sirip 18 pendingin. Luas permukaan sirip pendingin akan menentukan kualitas pendinginan. Untuk trafo dengan kelas suhu A, seperti halnya pada kebanyakan trafo distribusi, desain ketahanan termal ditentukan pada suhu ruang maksimum 40°C. Suhu pada bagian-bagian trafo dibedakan menjadi suhu rata-rata dan suhu titik terpanas (hot spot). Suhu panas pada bagian selain belitan dapat terjadi pada bagian konstruksi klem inti besi yang dibuat dari bahan logam magnetik dan bagian tutup tangki di sekitar bushing. b) Minyak trafo Minyak trafo adalah minyak berbasis mineral yang digunakan karena keunggulan sifat kimia dan kekuatan dielektrik. Minyak berfungsi sebagai isolasi dan sekaligus media pendingin oleh karena itu Kualitas minyak akan mempengaruhi sifat insulasi dan pendingin. Selain berfungsi sebagai media pendingin, minyak mineral juga berfungsi untuk mengisolasi tegangan yang timbul pada setiap bagian-bagian trafo. Tabel Berikut ini merupakan karakteristik minyak trafo berdasarkan standar IEC 60422:2005 (Tabel 2.2) Tabel 2.2 Karakteristik minyak Trafo berdasarkan IEC 60422:2005 No. 1 2 3 4 5 Parameter Warna dan penampakan Tegangan tembus [kV/2,5 mm] Kadar air pada 20°C [mg/kg] Keasaman [mgKOH/g] Kadar air pada 20°C [mg/kg] Baik Clear > 40 < 10 < 0,15 < 10 Cukup 30 - 40 10 - 25 0,15 - 0,30 10 - 25 Buruk Gelap < 30 > 25 > 0,30 > 25 19 c) Media Pendingin Ketahanan thermal suhu dinyatakan dengan kelas thermal insulasi / kertas. Pada Trafo distribusi digunakan kertas dengan suhu insulasi kelas A. Tabel berikut ini merupakan beberapa jenis kelas pada sistem insulasi Trafo Tabel 2.3 Kelas thermal insulasi 2.3.1.3 Pengubah Sadapan Pengubah sadapan (tap changer) merupakan lengkapan yang dipasang pada belitan primer dengan maksud pengaturan tegangan keluaran trafo. Pengaturan tegangan diperlukan untuk mengkompensasi jatuh tegangan (Drop) pada saluran jaringan tegangan menengah yang memasok suatu trafo distribusi. Pada lokasi yang jauh dari sumber ataupun berbeban berat, tegangan yang diterima konsumen berpotensi lebih rendah dari ketentuan standar mutu pelayanan (+5% dan -10%) dari tegangan rendah 220/380V, sebagai akibat dari tegangan yang diterima oleh terminal primer trafo lebih rendah dari tegangan nominalnya ataupun karena pembebanan yang tinggi. Melalui pengubah sadapan ini, nilai tegangan pelayanan dapat dicapai. Gambar 2.15 berikut ini merupakan gambaran dari tap changer 20 Gambar 2.15 Pengubah sadapan (tap changer) Prinsip dasar pengubah sadapan adalah pengaturan jumlah lilitan dari belitan sisi primer. Jenis pengubah sadapan yang digunakan pada trafo distribusi adalah off circuit, sehingga untuk merubah posisi sadapan, trafo harus dalam kondisi tidak bertegangan (Offline). Tabel 2.4 berikut ini merupakan jumlah sadapan pada Trafo distribusi berdasarkan standar PLN (SPLN) Tabel 2.4 Jumlah Sadapan berdasarkan Standar PLN No. SPLN SPLN 50 : 1982 SPLN 50 : 1997 SPLN D3.002-1 : 2007 Tap 1 21 22 21 21 21 Tap 2 20,5 21 20 20,5 20,5 SADAPAN / TAP (KV) Tap 3 Tap 4 Tap 5 20 19,5 19 20 19 18 19 20 19,5 19 20 19,5 19 Tap 6 18,5 - Tap 7 18 - 2.3.1.4 Terminal Terminal belitan primer dan sekunder (yang bertegangan) harus dapat dikeluarkan dari tangki dengan aman agar dapat dihubungkan dengan sumber dan beban. Untuk itu digunakanlah meminimalkan stress tegangan koneksi. bushing yang sekaligus digunakan untuk dan menyediakan fasilitas untuk kemudahan 21 Bushing didesain untuk menginsulasi konduktor lead yang melewati tutup atau dinding tangki dan juga menjaga integritas seal tangki agar mencegah masuknya air, udara dan kontaminan lain ke dalam tangki. Bushing sisi sekunder menggunakan bushing dari keramik, sedangkan jenis bushing primer tergantung dari jenis konstruksi trafo. Pada trafo pasangan luar (Outdoor) menggunakan bushing keramik, sedangkan trafo pasangan dalam (Indoor) umumnya menggunakan plug-in bushing. Gambar 2.16 dan 2.17 berikut ini merupakan gambaran dari penjelasan tersebut. Gambar 2.16 Terminal trafo pasangan dalam Gambar 2.17 Terminal trafo pasangan luar 2.3.1.5 Pembatas Tekanan Pembatas tekanan berfungsi untuk mengurangi tekanan di dalam tangki saat terjadi gangguan (Gambar 2.18). Untuk trafo hermetik, rating tekanan dari pembatas tekanan harus dipilih sehingga tidak membuka selama proses operasi normal trafo. 22 Gambar 2.18 Proses reduksi tekanan saat trafo mengalami gangguan besar Beberapa jenis pembatas tekanan dapat dilihat pada gambar 2.19. Jenis pada gambar terakhir tidak mampu mereduksi tekanan saat gangguan besar, sehingga kerusakan tangki cenderung lebih besar dan berpotensi membahayakan lingkungan di sekitar lokasi trafo terpasang. Gambar 2.19 Jenis pembatas tekanan 2.3.2 Jenis Trafo Distribusi 2.3.2.1 Trafo Konvensional (Konservator) Konstruksi trafo konvensional terdiri dari tangki dan konservator. Konservator berfungsi untuk menampung pemuaian minyak saat trafo berbeban. Gambar 2.20 berikut ini merupakan gambaran dari trafo jenis konvensional. 23 Gambar 2.20 Trafo konvensional Pada trafo jenis ini, ketika terjadi pemuaian dan penyusutan minyak trafo, konservator difungsikan menampung minyak ketika memuai atau mensuplai minyak ketika minyak menyusut. Dengan demikian, udara luar masih memungkinkan untuk keluar masuk ke dalam trafo melalui konservator sehingga beresiko minyak terkontaminasi oleh air yang terkandung dalam udara tersebut yang berujung pada penurunan nilai tegangan tembus minyak trafo. Untuk mengantisipasi adanya udara luar yang lembab masuk ke dalam trafo maka tipe ini pada umumnya dilengkapi oleh silika gel untuk menyaring udara luar yang akan masuk ke dalam trafo .Silika gel yang baik ditandai dengan warna biru atau orange sebagai warna awal dan akan berubah menjadi pink atau coklat setelah silika gel jenuh seperti pada gambaran berikut ini (Gambar 2.21) Gambar 2.21 Warna awal dan warna jenuh silika gel Selain itu untuk memisahkan medium pendingin internal (minyak) dengan atmosfer luar pada trafo dilengkapi dengan bladder yang berupa balon karet (rubber bag) yang dipasang pada konservator. Dengan adanya bladder, kontak 24 minyak dengan atmosfer luar akan dipisahkan oleh bantal karet dari bladder. Gambar 2.22 berikut ini merupakan gambaran dari bladder. Gambar 2.22 Conservator bladder 2.3.2.2 Trafo Hermetik Konsep lain dalam memproteksi trafo dari udara lembab adalah dengan sistem tangki kedap (hermetically sealed). Pada sistem ini konservator dan sistem pipa untuk hubungan dengan atmosfer luar tidak digunakan lagi. Ada dua jenis sistem hermetik pada trafo distribusi dengan pendekatan teknologi berbeda yaitu dengan bantalan gas (hermetically sealed inert gas cushion) dan minyak penuh (fully filled). a) Hermetically Sealed Inert Gas Cushion Sistem hermetik jenis ini umumnya digunakan pada bentuk tangki rigid dengan menerapkan bantalan gas (nitrogen) pada ruang di atas level minyak. Volume untuk ruang gas diperhitungkan agar mampu menampung ekspansi minyak yang terjadi pada saat beban maksimum. Minyak dan gas berperan bersama-sama dalam membentuk tekanan tangki. Pemanasan minyak trafo dan peningkatan suhu gas akibat sentuhan dari minyak panas tersebut, ditambah dengan konstruksi tangki yang rigid menyebabkan peningkatan tekanan tangki relatif tinggi (0,5 – 0,8 bar). Gambar 2.23 berikut ini merupakan gambaran dari trafo jenis tersebut. 25 Gambar 2.23 Hermetically sealed inert gas cushion b) Hermetically-sealed fully filled Konsep hermetik lainnya adalah dengan mengisi seluruh ruang di dalam tangki dengan minyak. Bantalan gas tidak digunakan dan perannya dalam menangani ekspansi minyak diambil alih oleh kelenturan sirip dari pelat corrugated. Penggunaan sirip lentur membuat volume tangki bersifat variabel, membesar saat beban tinggi dan kembali mengecil pada beban yang lebih rendah. Untuk dapat mengangani kondisi ini, bahan logam pelat dari sirip radiator harus fleksibel namun kuat menahan tekanan tangki. Volume yang bersifat variabel akan meminimalkan tekanan di dalam tangki. Pada saat beban tinggi, tekanan dapat dibatasi hanya berkisar 0,2 – 0,3 bar, sehingga stress terhadap seal (gasket) lebih kecil daripada sistem gas cushion. Gambar 2.24 berikut ini merupakan gambaran dari Trafo jenis tersebut. 26 Gambar 2.24 Hermetically-sealed fully filled 2.4 Ohm-meter adalah alat pengukur hambatan listrik, yaitu daya untuk menahan mengalirnya arus listrik dalam suatu konduktor. Besarnya satuan hambatan yang diukur oleh alat ini dinyatakan dalam ohm. Alat ohm-meter ini menggunakan galvanometer untuk mengukur besarnya arus listrik yang lewat pada suatu hambatan listrik (R), yang kemudian dikalibrasikan ke satuan ohm. Desain asli dari ohmmeter menyediakan baterai kecil untuk menahan arus listrik. Ini menggunakan galvanometer untuk mengukur arus listrik melalui hambatan. Skala dari galvanometer ditandai pada ohm, karena voltase tetap dari baterai memastikan bahwa hambatan menurun, arus yang melalui meter akan meningkat. Ohmmeter dari sirkui itu sendiri, oleh karena itu mereka tidak dapat digunakan tanpa sirkuit yang terakit. Tipe yang lebih akurat dari ohmmeter memiliki sirkuit elektronik yang melewati arus constant (I) melalui hambatan, dan sirkuti lainnya yang mengukur voltase (V) melalui hambatan. Menurut persamaan berikut, yang berasal dari hukum Ohm, nilai dari hambatan (R) dapat ditulis dengan: R= V / I 27 V = Potensial listrik (voltase/tegangan) I = Arus listrik yang mengalir. Prinsip dasar Ohmmeter a) Arus yang dilewatkan pada Galvanometer dapat juga digunakan untuk mengukur tahanan b) Berdasarkan hukum Ohm R= V/I c) Dengan mengetahui teganan sumber dan arus yang melalui suatu resistor berarti dapat dihitung nilai R yang tidak diketehui. d) Oleh karena itu Ohmmeter membutuhkan sebuah sumber listrik DC (searah) Gambar 2.25 Ohm Meter Digital Untuk pengukuran tingkat tinggi tipe meteran yang ada di atas sangat tidak memadai. Ini karena pembacaan meteran adalah jumlah dari hambatan pengukuran timah, hambatan kontak dan hambatannya diukur. Untuk mengurangi efek ini, ohmmeter yang teliti untuk mengukur voltase melalui resistor. Dengan tipe dari meteran ini, setiap arus voltase turun dikarenakan hambatan dari gulungan pertama dari timah dan hubungan hambatan mereka diabaikan oleh meteran. 28 2.5 Jembatan Wheatstone Jembatan Wheatstone adalah alat ukur yang ditemukan oleh Samuel Hunter Christie pada 1833 dan meningkat kemudian dipopulerkan oleh Sir Charles Wheatstone pada tahun 1843. Ini digunakan untuk mengukur suatu yang tidak diketahui hambatan listrik dengan menyeimbangkan dua kali dari rangkaian jembatan, satu kaki yang mencakup komponen diketahui kerjanya mirip dengan aslinya potensiometer. Jembatan Wheatstone adalah suatu alat pengukur, alat ini dipergunakan untuk memperoleh ketelitian dalam melaksanakan pengukuran terhadap suatu tahanan yang nilainya relatif kecil sekali umpamanya saja suatu kebocoran dari kabel tanah/ kartsluiting dan sebagainya. Jembatan Wheatstone adalah alat yang paling umum digunakan untuk pengukuran tahanan yang teliti dalam daerah 1 sampai 100.000 Ω. Jembatan Wheatstone terdiri dari tahanan R1, R2, R3, dimana tahanan tersebut merupakan tahanan yang diketahui nilainya dengan teliti dan dapat diatur. Metode Jembatan Wheatstone adalah susunan komponen-komponen elektronika yang berupa resistor dan catu daya seperti tampak pada gambar berikut: 29 Gambar 2.26 Rangkaian Jembatan Wheatstone Hasil kali antara hambatan hambatan berhadapan yang satu akan sama dengan hasil kali hambatan hambatan berhadapan lainnya jika beda potensial antara c dan d bernilai nol. Persamaan R1 . R3 = R2 . R4 dapat diturunkan dengan menerapkan Hukum Kirchoff dalam rangkaian tersebut. Hambatan listrik suatu penghantar merupakan karakteristik dari suatu bahan penghantar tersebut yang mana adalah kemampuan dari penghantar itu untuk mengalirkan arus listrik, yang secara matematis dapat dituliskan: R = p. (L/A) Dimana: R : Hambatan listrik suatu penghantar (Ω) ρ : Resitivitas atau hambatan jenis (Ω. m) L : Panjang penghantar (m) A : Luas penghantar ( m²) 30 2.6 Hukum Dasar Rangkaian Listrik yang Berhubungan dengan Jembatan Wheatstone 2.6.1 Hukum Ohm Hukum Ohm menyatakan “Jika suatu arus listrik melalui suatu penghantar, maka kekuatan arus tersebut adalah sebanding-larus dengan tegangan listrik yang terdapat diantara kedua ujung penghantar tadi”. Rumus Hukum Ohm, Secara matematis, hukum Ohm ini dituliskan V = I.R atau I=V/R Dimana: I = arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar (Ampere) V = tegangan listrik yang terdapat pada kedua ujung penghantar (Volt) R = hambatan listrik yang terdapat pada suatu penghantar (Ohm) 2.6.2 Hukum Kirchoff I Dipertengahan abad 19, Gustav Robert Kichoff (1824-1887) menemukan cara untuk menentukan arus listrik pada rangkaian bercabang yang kemudian dikenal dengan hukum Kirchoff. Hukum Kirchoff berbunyi “Jumlah kuat arus yang masuk dalam titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan.” Jumlah I masuk = I keluar 31 2.6.3 Hukum Kirchoff II Hukum Kirchoff II berbunyi, “Dalam rangkaian tertutup, jumlah aljabar GGL (E) dan jumlah penurunan potensial sama dengan nol.” Maksud dari jumlah penurunan potensial sama dengan nol adalah tidak adanya energi listrik yang hilang dalam rangkaian tersebut atau dalam arti semua energi bisa digunakan atau diserap. 2.7 Prinsip Kerja Jembatan Wheatstone a.) Hubungan antara resitivitas dan hambatan, yang berarti setiap penghantar memiliki besar hambatan tertentu. Dan juga menentukan hambatan sebagai fungsi dari perubahan suhu. b.) Hukum Ohm yang menjelaskan tentang hubungan antara hambatan, tegangan dan arus listrik. Yang mana besar arus yang mengalir pada galvanometer diakibatkan oleh adanya suatu hambatan. c.) Hukum Kirchoff 1 dan 2, yang mana sesuai dari hukum ini menjelaskan jembatan dalam keadaan seimbang karena besar arus pada ke-2 ujung galvanometer sama besar sehingga saling meniadakan