Page 1 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Penyaluran Tenaga

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik Ke Pelanggan
Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan teknis, dimana tenaga
listrik dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu, sedangkan pemakai tenaga listrik
atau pelanggan tenaga listrik tersebar diberbagai tempat yang letaknya jauh dari
pembangkit tenaga listrik, maka penyampaian tenaga listrik dari tempat
dibangkitkan sampai ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan
teknis. Berikut ini merupakan gambaran proses penyaluran tenaga listrik ke
pelanggan ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Unit
Transmisi
Gardu Induk
distribusi
Unit Distribusi
Trf
Transformator
PMT
PMT
Pemutus
Tenaga
G
Generator


Konsumen Besar

Distribusi Distribusi
sekunder Primer
Unit
Pembangkitan
Konsumen Umum
Gambar 2.1 Proses penyaluran tenaga listrik ke pelanggan
Tenaga listrik dibangkitkan oleh pembangkit listrik kemudian dinaikkan
tegangannya oleh Transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada
7
8
Setelah disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di
Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui trafo penurun tegangan
(step down) menjadi tegangan menengah (20 kV) atau sering disebut jaringan
distribusi. Kemudian tenaga listrik tersebut diturunkan kembali tegangannya
dalam Gardu distribusi melalui Trafo distribusi penurun tegangan
tegangan rendah
menjadi
400/231 Volt untuk dibagi-bagi oleh papan hubung bagi
tegangan rendah (PHB-TR) yang selanjutnya disalurkan melalui jaringan
tegangan rendah (JTR) dan sambungan Rumah
(SR) sampai dengan alat
pengukur dan pembatas (APP) Pelanggan sebesar 380/220V yang sekaligus
merupakan titik akhir kepemilikan PT PLN (Persero).
2.2 Transformator
2.2.1 Umum
Transformator (Trafo) pada umumnya banyak di pergunakan untuk sistem
tenaga listrik maupun untuk rangkaian elektronik.
Dalam sistem tenaga listrik,
trafo di pergunakan untuk memindahkan energi dari satu rangkaian listrik ke
rangkaian listrik berikutnya tanpa merubah frekuensi. Biasanya dapat menaikkan
atau menurunkan tegangan maupun arus, sehingga memungkinkan transmisi
ekstra tinggi. Pemakaian pada sistem tenaga dapat di bagi menjadi tiga yaitu :
a)
Trafo penaik tegangan (step up) : dapat di sebut trafo daya, untuk
menaikkan tegangan pembangkitan manjadi tegangan transmisi.
b)
Trafo penurun tegangan (step down) : dapat di sebut trafo distribusi,
untuk menurunkan tegangan transmisi menjadi tegangan distribusi.
c)
Trafo instrument : yang terdiri dari Trafo tegangan dan trafo arus, dipakai
menurunkan tegangan dan arus guna sistem pengukuran dan proteksi. Trafo
9
pada sistem tenaga untuk kapasitas besar dapat dihubungkan tiga fase dan
untuk kapasitas kecil dapat dihubungkan satu fase.
Sedangkan dalam rangkaian elektronik, trafo di pergunakan sebagai
gandengan impedans antara sumber dan beban, memisahkan satu rangkaian dari
rangkaian yang lain dapat menghambat arus searah sambil melakukan arus
bolak-balik, dengan daya yang cukup kecil.
2.2.2
Prinsip Kerja Trafo
Prinsip kerja trafo adalah berdasarkan induksi elektro magnetik. Untuk
memahami prinsip kerja tersebut perhatikan gambar dibawah ini (Gambar 2.2)
Gambar 2.2 Prinsip kerja trafo
Sisi belitan X1 dan X2 adalah sisi tegangan rendah dan sisi belitan H1 dan H2
adalah sisi tegangan tinggi. Bila salah satu sisi, baik sisi tegangan tinggi (TT)
maupun sisi tegangan rendah (TR) dihubungkan dengan sumber tegangan bolakbalik maka sisi tersebut di sebut dengan sisi primer, sedangkan sisi lain yang
dihubungkan dengan beban disebut sisi sekunder.
Sisi belitan X1 dan X2 di hubungkan dengan sumber tegangan
bolak-balik sebesar V1 atau sama dengan VP, maka fluks bolak balik akan di
bangkitkan pada inti sebesar Ømax yang melingkar dan menghubungkan belitan
kawat primer dengan belitan kawat sekunder serta menghasilkan tegangan induksi
(EMF/GGL) baik pada belitan primer sebesar E1 atau sama dengan EP, maupun
10
pada belitan sekunder sebesar E2 atau sama dengan Es seperti yang terdapat pada
persamaan (2.1 dan 2.2) berikut ini
E1 = Ep = 4.44 x f x Np x Ømax x 10-8 Volt ...………. (2.1)
E2 = Es = 4.44 x f x Ns x Ømax x 10-8 Volt ….. …...…. (2.2)
Kemudian karena frekuensi dan fluksnya sama, maka :
E1 N 1
…………………………………….……… (2.3)

E2 N 2
Jika rugi-rugi trafo tidak di perhitungkan dan efisiensi dianggap 100 %, maka
secara praktis faktor daya primer (PF1) sama dengan faktor daya sekunder (PF2)
sehingga besarnya daya primer sama dengan daya sekunder seperti persamaan
berikut ini:
I1 x E1 x PF1 = I2 x E2 x PF2………………………… (2.4)
Maka :
E1 I 2
……………….…………………...….…… (2.5)

E2 I1
Sehingga rumus umum perbandingan belitan trafo adalah :
E1 N 1 I 2


 a …………….……………….…… (2.6)
E2 N 2 I1
Untuk trafo ideal, berlaku persamaan berikut :
V1 = E1 = Vp = Ep ………………..……….………… (2.7)
V2 = E2 = Vs = Es ………………..……………….… (2.8)
Dimana :
E1 = Ep
: Tegangan induksi yang dibangkitkan sisi primer (V)
E2 = Es
: Tegangan induksi yang dibangkitkan sisi sekunder (V)
N1 = Np : banyaknya lilitan pada sisi primer
11
N2 = Ns : banyaknya lilitan pada sisi sekunder.
Ømax
: fluks maksimum dalam besaran Maxwell
f
: frekuensi arus dan tegangan sistem (Hz)
V1 = Vp
: tegangan sumber yang masuk di primer (Volt)
V2 = Vs : tegangan sekunder ke beban (Volt)
a
: rasio trafo (%)
PF1
: power faktor atau faktor daya
2.3 Trafo Distribusi
Pada sistem distribusi, trafo digunakan untuk menurunkan tegangan
penyaluran 20 kV ke tegangan pelayanan 400/231 V. Untuk fungsi tersebut, trafo
dapat berupa trafo satu fase (Gambar 2.3) atau tiga fase (Gambar 2.4) dengan
berbagai kelompok vektor. Berikut ini merupakan gambaran dari kedua
penjelasan trafo tersebut.
Gambar 2.3 Trafo satu Fase
Gambar 2.4 Trafo tiga Fase
Secara umum untuk trafo fasa tiga dengan kapasitas ≤ 160 kVA memiliki
hubungan vektor Yzn5 sedangkan
untuk Kapasitas > 160 KVA memiliki
hubungan vektor Dyn5 (berdasarkan SPLN 50 tahun 1982 dan 1997, serta SPLN
D3.002-1 : 2007)
12
2.3.1 Konstruksi
Berikut ini merupakan gambaran dari bagian-bagian trafo distribusi beserta
keterangannya (Gambar 2.5)
Gambar 2.5 Bagian-bagian Trafo Distribusi
1.
Inti besi
6.
Konservator
11.
Breather
2.
Klem inti besi
7.
Pin radiator
12.
Pembatas tekanan
3.
Belitan sekunder
8.
Bushing primer
13.
Gelas penduga
4.
Belitan primer
9.
Bushing sekunder
14.
Roda
5.
Penyangga belitan
10. Tap
15.
Kuping pengangkat
changer
2.3.1.1 Bagian Aktif
Bagian aktif trafo merupakan kesatuan dari beberapa komponen yang
mendukung berlangsungnya fungsi transfer energi, yaitu : inti besi dan belitan.
Pada bentuk konstruksinya, inti besi dilengkapi dengan klem penjepit (core
clamping) dan belitan dilengkapi dengan struktur penyangga (winding support)
dan insulasi antar lapisan (layer) belitan. Berdasarkan bentuk dari susunan inti
besi dan belitan, trafo dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : tipe core (Gambar
2.6) dan tipe shell (Gambar 2.7).
13
Gambar 2.6 Tipe Core
Gambar 2.7 Tipe Shell
a) Inti besi
Bahan inti besi yang paling banyak digunakan adalah cold rolled grain
oriented (CGO) atau baja elektrikal berbentuk pelat tipis yang dilaminasi dengan
silikon. Pada penerapannya, pelat tipis untuk pembentukan inti besi tersebut dapat
dikonstruksi secara tersusun (tipe stacked) seperti pada Gambar 2.8 atau digulung
(tipe wound) Gambar 2.9.
Gambar 2.8 Tipe Stacked
Gambar 2.9 Tipe Wound
14
b) Klem Inti besi
Material klem yang umum digunakan adalah baja dan kayu, seperti yang
terdapat pada Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 dibawah ini.
Gambar 2.10 Klem inti dari baja
Gambar 2.11 Klem inti dari Kayu
Melonggarnya susunan pelat inti besi dapat menyebabkan meningkatnya
tingkat bising (noise level) pada trafo. Selain itu, kondisi ini dapat menyebabkan
meningkatnya suhu operasi trafo.
c) Belitan
Belitan dibentuk dari lilitan-lilitan konduktor berinsulasi. Lilitan tersebut
dapat terdiri dari beberapa lapis (layer) yang dipisahkan satu dengan lainnya
dengan kertas insulasi. Setiap beberapa lapisan diberi jalur untuk melintasnya
minyak pendingin seperti yang terdapat pada gambar berikut ini (Gambar 2.12).
Gambar 2.12 Jalur minyak pada lapisan belitan
Bahan untuk konduktor belitan adalah tembaga atau aluminium.Tembaga
merupakan material yang paling banyak digunakan, sedangkan aluminium muncul
15
lebih belakangan sebagai material alternatif, dan umumnya digunakan pada
belitan tegangan rendah. Resistivitas aluminium lebih tinggi dibandingkan
tembaga, sehingga untuk mendapatkan rugi-rugi yang setara harus dikompensasi
dengan luas penampang yang lebih besar.
Material konduktor untuk belitan primer yang paling banyak digunakan
adalah enamelled round copper wire dengan varnish jenis PVF (polyvinil formal)
dengan kelas suhu A (105°C). Dibandingkan varnish lain yang digunakan pada
enamelled wire (polyurethane, polyester) karena kelas suhu PVF lebih rendah,
namun varnish ini cocok digunakan dalam rendaman minyak.
Untuk belitan sekunder, material konduktor adalah tembaga atau aluminium.
Bentuk konduktor berbentuk segi empat (rectangular wire) atau lembaran (metal
foil) yang diinsulasi dengan kertas seperti pada gambar 2.13. Kertas digunakan
karena perpaduannya dengan minyak mempunyai ketahanan tegangan yang cukup
tinggi. Metal foil, yang dikombinasikan dengan kertas sebagai insulasi antar foil,
mempunyai ketahanan hubung singkat yang lebih baik dibandingkan bentuk
konduktor segi empat.
Gambar 2.13 Belitan metal foil
d) Penyangga belitan
Fungsi penyangga belitan adalah menjaga kestabilan belitan, terutama pada
saat terjadi gangguan pada sisi eksternal trafo. Bahan yang digunakan adalah kayu
16
trafo atau kayu alam. Sebelum digunakan, kayu alam perlu melalui proses
pengeringan terlebih dahulu untuk memastikan kandungan airnya tidak berlebihan
sehingga mempengaruhi mutu dielektrik minyak insulasi. Konstruksi penyangga
belitan tidak dibuat rapat, bagian yang terbuka dipersiapkan sebagai jalur bagi
minyak pendingin dalam membasuh lapisan-lapisan belitan seperti yang terdapat
pada Gambar 2.14 Berikut ini
Gambar 2.14 Penyangga belitan
2.3.1.2 Sistem Pendingin
Panas yang ditimbulkan oleh rugi-rugi trafo berpotensi merusak ketahanan
komponen-komponen dari sistem insulasi (kertas atau enameled wire) trafo.
Untuk menjaga agar suhu pada semua bagian insulasi selalu berada dibawah batas
ketahanan termalnya, diperlukan pendinginan. Sistem pendinginan yang umum
digunakan pada trafo distribusi adalah ONAN. Dua huruf awal menggambarkan
metode pendinginan internal, sedangkan dua huruf terakhir untuk metode
eksternal. Tabel 2.1 berikut ini merupakan penjelasan dari penjelasan digit
tersebut.
17
Tabel 2.1 Arti digit pada sistem pendinginan Trafo ONAN
Medium internal yang kontak
O
dengan titik bakar ≤ 300 °C
dengan belitan
Mekanisme
Minyak mineral atau sintetik
sirkulasi
dari
N
medium pendingin internal
Aliran natural / Alamiah melalui
belitan
Medium pendinginan eksternal
A
Udara
Mekanisme
N
Konveksi natural / Alamiah
sirkulasi
dari
medium eksternal
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, pemeran utama di bagian
internal adalah minyak isolasi. Kemampuan minyak untuk fungsi ini dipengaruhi
oleh kualitas heat transfernya dan bagaimana minyak dapat secara efektif
mengalir (membasuh) pada setiap celah dari susunan belitan. Pada bagian
eksternal, pemeran utamanya adalah suhu dan aliran udara di sekitar trafo serta
luas permukaan sirip-sirip pendingin.
Secara umum sistem pendinginan ONAN berarti minyak sebagai pendingin
kumparan trafo yang bersikulasi secara alami dan dengan udara sebagai pendingin
luar trafo yang bersikulasi secara alami pula.
a) Sirip Pendingin
Sirip pendingin merupakan bagian dari sistem pendinginan eksternal trafo.
luas permukaan dari sirip-sirip pendingin yang akan berinteraksi dengan udara
luar merupakan faktor yang menentukan efektifitas pendinginan. Untuk hal
tersebut, jumlah dan ukuran sirip pendingin didesain sedemikian, sehingga
mampu mendisipasi suhu yang timbul saat trafo dioperasikan. Pada proses
pendinginan, aliran udara melakukan pertukaran panas melalui sirip-sirip
18
pendingin. Luas permukaan sirip pendingin akan menentukan kualitas
pendinginan.
Untuk trafo dengan kelas suhu A, seperti halnya pada kebanyakan trafo
distribusi, desain ketahanan termal ditentukan pada suhu ruang maksimum 40°C.
Suhu pada bagian-bagian trafo dibedakan menjadi suhu rata-rata dan suhu titik
terpanas (hot spot). Suhu panas pada bagian selain belitan dapat terjadi pada
bagian konstruksi klem inti besi yang dibuat dari bahan logam magnetik dan
bagian tutup tangki di sekitar bushing.
b) Minyak trafo
Minyak trafo adalah minyak berbasis mineral yang digunakan karena
keunggulan sifat kimia dan kekuatan dielektrik. Minyak berfungsi sebagai isolasi
dan sekaligus media pendingin oleh karena itu Kualitas minyak akan
mempengaruhi sifat insulasi dan pendingin. Selain berfungsi sebagai media
pendingin, minyak mineral juga berfungsi untuk mengisolasi tegangan yang
timbul pada setiap bagian-bagian trafo.
Tabel Berikut ini merupakan karakteristik minyak trafo berdasarkan standar
IEC 60422:2005 (Tabel 2.2)
Tabel 2.2 Karakteristik minyak Trafo berdasarkan IEC 60422:2005
No.
1
2
3
4
5
Parameter
Warna dan penampakan
Tegangan tembus [kV/2,5 mm]
Kadar air pada 20°C [mg/kg]
Keasaman [mgKOH/g]
Kadar air pada 20°C [mg/kg]
Baik
Clear
> 40
< 10
< 0,15
< 10
Cukup
30 - 40
10 - 25
0,15 - 0,30
10 - 25
Buruk
Gelap
< 30
> 25
> 0,30
> 25
19
c) Media Pendingin
Ketahanan thermal suhu dinyatakan dengan kelas thermal insulasi / kertas.
Pada Trafo distribusi digunakan kertas dengan suhu insulasi kelas A. Tabel
berikut ini merupakan beberapa jenis kelas pada sistem insulasi Trafo
Tabel 2.3 Kelas thermal insulasi
2.3.1.3 Pengubah Sadapan
Pengubah sadapan (tap changer) merupakan lengkapan yang dipasang pada
belitan primer dengan maksud pengaturan tegangan keluaran trafo. Pengaturan
tegangan diperlukan untuk mengkompensasi jatuh tegangan (Drop) pada saluran
jaringan tegangan menengah yang memasok suatu trafo distribusi. Pada lokasi
yang jauh dari sumber ataupun berbeban berat, tegangan yang diterima konsumen
berpotensi lebih rendah dari ketentuan standar mutu pelayanan (+5% dan -10%)
dari tegangan rendah 220/380V, sebagai akibat dari tegangan yang diterima oleh
terminal primer trafo lebih rendah dari tegangan nominalnya ataupun karena
pembebanan yang tinggi. Melalui pengubah sadapan ini, nilai tegangan pelayanan
dapat dicapai. Gambar 2.15 berikut ini merupakan gambaran dari tap changer
20
Gambar 2.15 Pengubah sadapan (tap changer)
Prinsip dasar pengubah sadapan adalah pengaturan jumlah lilitan dari
belitan sisi primer. Jenis pengubah sadapan yang digunakan pada trafo distribusi
adalah off circuit, sehingga untuk merubah posisi sadapan, trafo harus dalam
kondisi tidak bertegangan (Offline).
Tabel 2.4 berikut ini merupakan jumlah sadapan pada Trafo distribusi
berdasarkan standar PLN (SPLN)
Tabel 2.4 Jumlah Sadapan berdasarkan Standar PLN
No. SPLN
SPLN 50 : 1982
SPLN 50 : 1997
SPLN D3.002-1 :
2007
Tap 1
21
22
21
21
21
Tap 2
20,5
21
20
20,5
20,5
SADAPAN / TAP (KV)
Tap 3 Tap 4 Tap 5
20
19,5
19
20
19
18
19
20
19,5
19
20
19,5
19
Tap 6
18,5
-
Tap 7
18
-
2.3.1.4 Terminal
Terminal belitan primer dan sekunder (yang bertegangan) harus dapat
dikeluarkan dari tangki dengan aman agar dapat dihubungkan dengan sumber dan
beban. Untuk itu digunakanlah
meminimalkan stress tegangan
koneksi.
bushing yang sekaligus digunakan untuk
dan menyediakan fasilitas untuk kemudahan
21
Bushing didesain untuk menginsulasi konduktor lead yang melewati tutup
atau dinding tangki dan juga menjaga integritas seal tangki agar mencegah
masuknya air, udara dan kontaminan lain ke dalam tangki. Bushing sisi sekunder
menggunakan bushing dari keramik, sedangkan jenis bushing primer tergantung
dari jenis konstruksi trafo. Pada trafo pasangan luar (Outdoor) menggunakan
bushing keramik, sedangkan trafo pasangan dalam (Indoor) umumnya
menggunakan plug-in bushing. Gambar 2.16 dan 2.17 berikut ini merupakan
gambaran dari penjelasan tersebut.
Gambar 2.16 Terminal trafo pasangan dalam
Gambar 2.17 Terminal trafo pasangan luar
2.3.1.5 Pembatas Tekanan
Pembatas tekanan berfungsi untuk mengurangi tekanan di dalam tangki saat
terjadi gangguan (Gambar 2.18). Untuk trafo hermetik, rating tekanan dari
pembatas tekanan harus dipilih sehingga tidak membuka selama proses operasi
normal trafo.
22
Gambar 2.18 Proses reduksi tekanan saat trafo mengalami gangguan besar
Beberapa jenis pembatas tekanan dapat dilihat pada gambar 2.19. Jenis pada
gambar terakhir tidak mampu mereduksi tekanan saat gangguan besar, sehingga
kerusakan tangki cenderung lebih besar dan berpotensi membahayakan
lingkungan di sekitar lokasi trafo terpasang.
Gambar 2.19 Jenis pembatas tekanan
2.3.2 Jenis Trafo Distribusi
2.3.2.1 Trafo Konvensional (Konservator)
Konstruksi trafo konvensional terdiri dari tangki dan konservator.
Konservator berfungsi untuk menampung pemuaian minyak saat trafo berbeban.
Gambar 2.20 berikut ini merupakan gambaran dari trafo jenis konvensional.
23
Gambar 2.20 Trafo konvensional
Pada trafo jenis ini, ketika terjadi pemuaian dan penyusutan minyak trafo,
konservator difungsikan menampung minyak ketika memuai atau mensuplai
minyak ketika minyak menyusut. Dengan demikian, udara luar masih
memungkinkan untuk keluar masuk ke dalam trafo melalui konservator sehingga
beresiko minyak terkontaminasi oleh air yang terkandung dalam udara tersebut
yang berujung pada penurunan nilai tegangan tembus minyak trafo. Untuk
mengantisipasi adanya udara luar yang lembab masuk ke dalam trafo maka tipe
ini pada umumnya dilengkapi oleh silika gel untuk menyaring udara luar yang
akan masuk ke dalam trafo .Silika gel yang baik ditandai dengan warna biru atau
orange sebagai warna awal dan akan berubah menjadi pink atau coklat setelah
silika gel jenuh seperti pada gambaran berikut ini (Gambar 2.21)
Gambar 2.21 Warna awal dan warna jenuh silika gel
Selain itu untuk memisahkan medium pendingin internal (minyak) dengan
atmosfer luar pada trafo dilengkapi dengan bladder yang berupa balon karet
(rubber bag) yang dipasang pada konservator. Dengan adanya bladder, kontak
24
minyak dengan atmosfer luar akan dipisahkan oleh bantal karet dari bladder.
Gambar 2.22 berikut ini merupakan gambaran dari bladder.
Gambar 2.22 Conservator bladder
2.3.2.2 Trafo Hermetik
Konsep lain dalam memproteksi trafo dari udara lembab adalah dengan
sistem tangki kedap (hermetically sealed). Pada sistem ini konservator dan sistem
pipa untuk hubungan dengan atmosfer luar tidak digunakan lagi. Ada dua jenis
sistem hermetik pada trafo distribusi dengan pendekatan teknologi berbeda yaitu
dengan bantalan gas (hermetically sealed inert gas cushion) dan minyak penuh
(fully filled).
a) Hermetically Sealed Inert Gas Cushion
Sistem hermetik jenis ini umumnya digunakan pada bentuk tangki rigid
dengan menerapkan bantalan gas (nitrogen) pada ruang di atas level minyak.
Volume untuk ruang gas diperhitungkan agar mampu menampung ekspansi
minyak yang terjadi pada saat beban maksimum. Minyak dan gas berperan
bersama-sama dalam membentuk tekanan tangki. Pemanasan minyak trafo dan
peningkatan suhu gas akibat sentuhan dari minyak panas tersebut, ditambah
dengan konstruksi tangki yang rigid menyebabkan peningkatan tekanan tangki
relatif tinggi (0,5 – 0,8 bar). Gambar 2.23 berikut ini merupakan gambaran dari
trafo jenis tersebut.
25
Gambar 2.23 Hermetically sealed inert gas cushion
b) Hermetically-sealed fully filled
Konsep hermetik lainnya adalah dengan mengisi seluruh ruang di dalam
tangki dengan minyak. Bantalan gas tidak digunakan dan perannya dalam
menangani ekspansi minyak diambil alih oleh kelenturan sirip dari pelat
corrugated. Penggunaan sirip lentur membuat volume tangki bersifat variabel,
membesar saat beban tinggi dan kembali mengecil pada beban yang lebih rendah.
Untuk dapat mengangani kondisi ini, bahan logam pelat dari sirip radiator harus
fleksibel namun kuat menahan tekanan tangki.
Volume yang bersifat variabel akan meminimalkan tekanan di dalam tangki.
Pada saat beban tinggi, tekanan dapat dibatasi hanya berkisar 0,2 – 0,3 bar,
sehingga stress terhadap seal (gasket) lebih kecil daripada sistem gas cushion.
Gambar 2.24 berikut ini merupakan gambaran dari Trafo jenis tersebut.
26
Gambar 2.24 Hermetically-sealed fully filled
2.4 Ohm-meter
adalah alat pengukur hambatan listrik, yaitu daya untuk menahan
mengalirnya arus listrik dalam suatu konduktor. Besarnya satuan hambatan yang
diukur oleh alat ini dinyatakan dalam ohm. Alat ohm-meter ini menggunakan
galvanometer untuk mengukur besarnya arus listrik yang lewat pada suatu
hambatan listrik (R), yang kemudian dikalibrasikan ke satuan ohm.
Desain asli dari ohmmeter menyediakan baterai kecil untuk menahan arus
listrik. Ini menggunakan galvanometer untuk mengukur arus listrik melalui
hambatan. Skala dari galvanometer ditandai pada ohm, karena voltase tetap dari
baterai memastikan bahwa hambatan menurun, arus yang melalui meter akan
meningkat. Ohmmeter dari sirkui itu sendiri, oleh karena itu mereka tidak dapat
digunakan tanpa sirkuit yang terakit.
Tipe yang lebih akurat dari ohmmeter memiliki sirkuit elektronik yang
melewati arus constant (I) melalui hambatan, dan sirkuti lainnya yang mengukur
voltase (V) melalui hambatan. Menurut persamaan berikut, yang berasal dari
hukum Ohm, nilai dari hambatan (R) dapat ditulis dengan:
R= V / I
27
V = Potensial listrik (voltase/tegangan)
I = Arus listrik yang mengalir.
Prinsip dasar Ohmmeter
a)
Arus yang dilewatkan pada Galvanometer dapat juga digunakan untuk
mengukur tahanan
b) Berdasarkan hukum Ohm R= V/I
c)
Dengan mengetahui teganan sumber dan arus yang melalui suatu resistor
berarti dapat dihitung nilai R yang tidak diketehui.
d) Oleh karena itu Ohmmeter membutuhkan sebuah sumber listrik DC (searah)
Gambar 2.25 Ohm Meter Digital
Untuk pengukuran tingkat tinggi tipe meteran yang ada di atas sangat tidak
memadai. Ini karena pembacaan meteran adalah jumlah dari hambatan
pengukuran timah, hambatan kontak dan hambatannya diukur. Untuk mengurangi
efek ini, ohmmeter yang teliti untuk mengukur voltase melalui resistor. Dengan
tipe dari meteran ini, setiap arus voltase turun dikarenakan hambatan dari
gulungan pertama dari timah dan hubungan hambatan mereka diabaikan oleh
meteran.
28
2.5
Jembatan Wheatstone
Jembatan Wheatstone adalah alat ukur yang ditemukan oleh Samuel Hunter
Christie pada 1833 dan meningkat kemudian dipopulerkan oleh Sir Charles
Wheatstone pada tahun 1843. Ini digunakan untuk mengukur suatu yang tidak
diketahui hambatan listrik dengan menyeimbangkan dua kali dari rangkaian
jembatan, satu kaki yang mencakup komponen diketahui kerjanya mirip dengan
aslinya potensiometer. Jembatan Wheatstone adalah suatu alat pengukur, alat ini
dipergunakan untuk memperoleh ketelitian dalam melaksanakan pengukuran
terhadap suatu tahanan yang nilainya relatif kecil sekali umpamanya saja suatu
kebocoran dari kabel tanah/ kartsluiting dan sebagainya.
Jembatan Wheatstone adalah alat yang paling umum digunakan untuk
pengukuran tahanan yang teliti dalam daerah 1 sampai 100.000 Ω. Jembatan
Wheatstone terdiri dari tahanan R1, R2, R3, dimana tahanan tersebut merupakan
tahanan yang diketahui nilainya dengan teliti dan dapat diatur.
Metode Jembatan Wheatstone adalah susunan komponen-komponen
elektronika yang berupa resistor dan catu daya seperti tampak pada gambar
berikut:
29
Gambar 2.26 Rangkaian Jembatan Wheatstone
Hasil kali antara hambatan hambatan berhadapan yang satu akan sama
dengan hasil kali hambatan hambatan berhadapan lainnya jika beda potensial
antara c dan d bernilai nol. Persamaan R1 . R3 = R2 . R4 dapat diturunkan dengan
menerapkan Hukum Kirchoff dalam rangkaian tersebut. Hambatan listrik suatu
penghantar merupakan karakteristik dari suatu bahan penghantar tersebut yang
mana adalah kemampuan dari penghantar itu untuk mengalirkan arus listrik, yang
secara matematis dapat dituliskan:
R = p. (L/A)
Dimana:
R : Hambatan listrik suatu penghantar (Ω)
ρ : Resitivitas atau hambatan jenis (Ω. m)
L : Panjang penghantar (m)
A : Luas penghantar ( m²)
30
2.6
Hukum Dasar Rangkaian Listrik yang Berhubungan dengan Jembatan
Wheatstone
2.6.1 Hukum Ohm
Hukum Ohm menyatakan “Jika suatu arus listrik melalui suatu penghantar,
maka kekuatan arus tersebut adalah sebanding-larus dengan tegangan listrik yang
terdapat diantara kedua ujung penghantar tadi”.
Rumus Hukum Ohm, Secara matematis, hukum Ohm ini dituliskan
V = I.R
atau
I=V/R
Dimana:
I = arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar (Ampere)
V = tegangan listrik yang terdapat pada kedua ujung penghantar (Volt)
R = hambatan listrik yang terdapat pada suatu penghantar (Ohm)
2.6.2 Hukum Kirchoff I
Dipertengahan abad 19, Gustav Robert Kichoff (1824-1887) menemukan
cara untuk menentukan arus listrik pada rangkaian bercabang yang kemudian
dikenal dengan hukum Kirchoff. Hukum Kirchoff berbunyi “Jumlah kuat arus
yang masuk dalam titik percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar
dari titik percabangan.”
Jumlah I masuk = I keluar
31
2.6.3 Hukum Kirchoff II
Hukum Kirchoff II berbunyi, “Dalam rangkaian tertutup, jumlah aljabar
GGL (E) dan jumlah penurunan potensial sama dengan nol.” Maksud dari jumlah
penurunan potensial sama dengan nol adalah tidak adanya energi listrik yang
hilang dalam rangkaian tersebut atau dalam arti semua energi bisa digunakan atau
diserap.
2.7
Prinsip Kerja Jembatan Wheatstone
a.) Hubungan antara resitivitas dan hambatan, yang berarti setiap penghantar
memiliki besar hambatan tertentu. Dan juga menentukan hambatan sebagai
fungsi dari perubahan suhu.
b.) Hukum Ohm yang menjelaskan tentang hubungan antara hambatan, tegangan
dan arus listrik. Yang mana besar arus yang mengalir pada galvanometer
diakibatkan oleh adanya suatu hambatan.
c.) Hukum Kirchoff 1 dan 2, yang mana sesuai dari hukum ini menjelaskan
jembatan dalam keadaan seimbang karena besar arus pada ke-2 ujung
galvanometer sama besar sehingga saling meniadakan
Download