BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persalinan 2.1.1 Pengertian Persalinan Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (sarwono, 2002) Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan pada umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Prawirohardjo, 1997) Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2006) Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks Universitas Sumatera Utara (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (JNPKKR, 2007) Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut merupakan proses alamiah. (Rohani, 2011) Bentuk persalinan berdasarkan teknik : 1. Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir. 2. Persalinan buatan, yaitu persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan sectio sesaria 3. Persalinan anjuran yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsang. (Rukiyah; Ai yeyeh; dkk, 2009) Persalinan berdasarkan umur kehamilan : 1. Abortus adalah terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin di bawah 1.000 gram atau usia kehamilan di bawah 28 minggu. 2. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan 2836 minggu. Janin dapat hidup, tetapi prematur; berat janin antara 1.000-2.500 gram. 3. Partus matures/aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram. Universitas Sumatera Utara 4. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut postmatur. 5. Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas kenderaan, dan sebagainya. 6. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya Cephalo pelvic Disproportion (CPD). (Rohani; dkk, 2011) 2.1.2 Tahap Persalinan Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum. (Rohani; dkk, 2011) a. Kala I (Kala Pembukaan) Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Universitas Sumatera Utara Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif. 1. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam. 2. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3 subfase. a. Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. b. Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. c. Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap. Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/ jam. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum akanmembuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama. Universitas Sumatera Utara b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin) Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam. Tanda dan gejala kala II 1. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit. 2. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi. 3. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vagina. 4. Perineum terlihat menonjol. 5. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka. 6. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah. Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang menunjukkan : 1. Pembukaan serviks telah lengkap. 2. Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina. c. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta) Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Perubahan psikologis kala III 1. Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya. 2. Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya; juga merasa sangat lelah. Universitas Sumatera Utara 3. Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vagina perlu dijahit. 4. Menaruh perhatian terhadap plasenta d. Kala IV (Kala Pengawasan) Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV : 1. Tingkat kesadaran. 2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan pernapasan. 3. Kontraksi uterus. 4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak melebihi 400 samapai 500 cc. Asuhan dan pemantauan pada kala IV 1. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk merangsang uterus berkontraksi. 2. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri. 3. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. 4. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau episiotomi). 5. Evaluasi kondisi ibu secara umum. 6. Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan. Universitas Sumatera Utara 2.1.3 Asuhan Persalinan Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan, dalam upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi. Kebijakan pelayanan asuhan persalinan : 1. Semua persalinan harus dihindari dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih. 2. Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal harus tersedia 24 jam. 3. Obat-obatan esensial, bahan, dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas terlatih. 2.1.4 Tanda-tanda Persalinan Tanda dan gejala inpartu 1. Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur. 2. Keluar lendir bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada serviks. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi servikal dari proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barier protektif dan menutup servikal selama kehamilan. Bloody show adalah pengeluaran dari mukus. 3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran yang normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan lebih dari 80% wanita akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam. Universitas Sumatera Utara 4. Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Berikut ini adalah perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan multipara. a. Nulipara Biasanya sebelum persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan pembukaan sampai 1 cm; dan dengan dimulainya persalinan, biasanya ibu nulipara mengalami penipisan serviks 50-100%, kemudian terjadi pembukaan. b. Multipara Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal persalinan, tetapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara serviks akan membuka, kemudian diteruskan dengan penipisan. 5. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit) 2.2. Persalinan di Rumah 2.2.1. Indikasi dan Persyaratan Persalinan di Rumah Indikasi dilakukannya persalinan di rumah adalah sebagai berikut : 1. Multipara, Umumnya ibu yang baru pertama kali bersalin dianjurkan bersalin di rumah sakit atau di klinik bersalin. Jika pada waktu melahirkan bayi pertama itu tidak mengalami kesulitan, melahirkan bayi berikutnya di rumah sendiri dapat diizinkan. 2. Selama melakukan asuhan antenatal tidak didapatinya adanya kelainan atau penyakit yang akan menyulitkan proses persalinan. Universitas Sumatera Utara 3. Jauh dari tempat pelayanan kesehatan (tinggal di pemukiman pedesaan). (Syafrudin, 2012 ) Mengingat fungsi pertolongan persalinan yang sangat berat, dalam melakukan persalinan di rumah diperlukan pemenuhan persyaratan sebagai berikut : 1. Mengkonfirmasikan bahwa kehamilan bersifat fisiologis atau normal. Artinya, jika tidak terdapat kelainan 3 P, yakni : power atau kekuatan dari si calon ibu; passage atau jalan lahir; dan passanger yakni kondisi janin yang akan melaluinya. Kalau ketiga faktor tersebut dalam keadaan baik, bisa disimpulkan bahwa persalinan tersebut adalah fisiologis atau akan berlangsung normal. 2. Tersedianya tenaga penolong persalinan yang andal. Penolong persalinan tidak harus seorang dokter ahli kebidanan dan kandungan, namun cukup seorang dokter umum yang terampil dalam bidang tersebut atau bidan yang berpengalaman. Memilih tenaga berkualifikasi seperti itu sebenarnya tidak terlalu sulit. Dalam waktu yang tidak terlalu lama kita akan bisa memperoleh informasi tentang dokter atau bidan mana yang andal sebagai penolong persalinan dan bersedia dimintai pertolongan sewaktu-waktu. Meskipun berprofesi sebagai penolong persalinan, mereka harus mengenal dengan baik siapa yang akan ditolong. Oleh karena itu periksa kehamilan secara teratur penting dilakukan. Dokter yang memiliki banyak pasien atau yang sangat sibuk bukanlah tipe penolong persalinan di rumah yang ideal. Seorang penolong persalinan yang baik tidak hanya berpengalaman, berpengetahuan, dan berketerampilan dibidangnya, tetapi juga sebaiknya seorang Universitas Sumatera Utara pribadi yang berdedikasi tinggi dalam membimbing persalinan. Sebagai contoh, proses pembukaan jalan lahir hingga sempurna biasanya dipimpin seorang bidan. Selama proses ini sang calon ibu biasanya mengalami rasa sakit mulas yang makin lama makin sering disertai nyeri dalam waktu yang relatif agak lama. Dalam kondisi seperti ini sang penolong persalinan harus bisa menanamkan rasa percaya diri, tenang, aman, terlindung, serta kepastian akan keselamatan pada sang calon ibu yang ditolong. 3. Mempersiapkan satu kamar atau ruang bersalin di rumah. Tidak perlu harus ruangan khusus. Kamar tidur keluarga dapat dipersiapkan merangkap sebagai kamar bersalin. Kamar ini hendaknya bersih, tenang, serta memiliki penerangan dan ventilasi udara yang baik. 4. Perlengkapan lain untuk kebutuhan ibu dan bayi. Ibu : dua helai kain panjang bersih, satu gunting steril (minimal direbus dalam air mendidih selama lebih dari 15 menit), benang kasur steril, satu buah kateter urine logam steril untuk wanita, sebuah neerbeken atau pispot bersih, serta sebuah baskom penampung ari-ari. Sedangkan untuk bayinya : air hangat secukupnya untuk mandi, sebotol minyak kelapa atau baby oil, baju, popok, baju hangat, sepotong kain kasa steril, dan 60 cc alkohol 70%. 2.2.2. Persiapan Persalinan di Rumah Ada beberapa persiapan menyangkut alat, persiapan ibu, persiapan keluarga, dan bidan. 1. Persiapan alat. Alat yang tersedia dan siap untuk dipakai Universitas Sumatera Utara a. Perlengkapan yang diperlukan oleh ibu guna persalinan di rumah. b. Perlengkapan yang diperlukan oleh bayi segera setelah lahir. c. Tempat tidur untuk bersalin. d. Peralatan bidan. 2. Persiapan ibu untuk bersalin. Pemeriksaan dan kegiatan terhadap ibu mencakup hal berikut . a. Observasi : keadaan umum, meliputi suhu, nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah. b. Melakukan : inspeksi, palpasi, dan auskultasi abdomen. c. Menghitung denyut jantung janin (DJJ) 3. Persiapan keluarga. Bantuan keluarga mencakup hal berikut. a. Menyiapkan ruangan untuk ibu bersalin . b. Mengupayakan ruangan dalam kondisi bersih, pencahayaannya cukup, dan ventilasi bagus. c. Menyiapkan segala sesuatu jika klien dirujuk. 4. Persiapan bidan a. Menyiapkan segala yang diperlukan untuk persalinan. b. Memakai tutup pakaian plastik. c. Mencuci tangan secara aseptik. Universitas Sumatera Utara 2.2.3. Keuntungan dan Kekurangan Persalinan di Rumah 2.2.3.1. Keuntungan 1. Ibu terhindar dari perasaan cemas sebab suasana di rumah yang akrab membuat ibu hamil merasa didukung keluarga dan teman atau tetangga. Selain itu, ibu juga tidak merasa cemas bayinya akan tertukar. 2. Bagi keluarga, persalinan di rumah akan menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Keluarga tidak perlu repot membesuk atau menjenguk ke rumah sakit. 3. Bagi aspek fisiologis, aktivitas ibu di rumah akan memperbaiki sirkulasi darah, merangsang peningkatan produksi ASI, dan mempercepat pemulihan kondisinya. Aktivitas ibu dengan berjalan-jalan dalam beberapa hari setelah melahirkan akan melancarkan pembekuan darah/darah kotor akibat pengaruh gaya gravitasi bumi. 4. Bagi aspek material/finansial, persalinan di rumah merupakan tindakan penghematan yang banyak mendatangkan keuntungan serta akan menghemat biaya karena sebagian biaya rumah sakit dan sewa kamar bersalin dapat dialihkan untuk kebutuhan lain. 5. Bagi aspek psikologis, bayi merasa diterima, dinantikan, dirindukan, dan dicintai oleh seisi rumah. 6. Bagi aspek imunologis, bayi secara bertahap akan dikenalkan antigen asing sehingga respons kekebalan yang ditimbulkan lebih memadai dan berfungsi melindungi dirinya kelak. 7. Ibu dan bayi dapat terhindar dari penyakit infeksi silang yang bisa terjadi di rumah sakit seperti disre, ispa, penyakit kulit dan lainnya. Universitas Sumatera Utara 8. Bagi ibu yang telah mempunyai anak sebelumnya, ibu dan anak sebelumnya tidak perlu berpisah lama dan ibu akan merasa nyaman karena dapat melakukan kebiasaannya di lingkungan rumah sendiri. 9. Kamar selalu tersedia dan tak memerlukan pengangkutan ke rumah sakit. 2.2.3.2. Kekurangan 1. Penolong persalinan (dukun bayi, bidan atau tenaga lain) umumnya hanya satu. 2. Sanitasi, fasilitas, peralatan, dan persediaan air bersih mungkin kurang. 3. Jika memerlukan rujukan, diperlukan pengangkutan dan pertolongan pertama selama perjalanan. Jika perjalanannya jauh atau lama, maka komplikasi yang terjadi misalnya perdarahan atau kejang-kejang dapat lebih parah. Di rumah, perawatan bayi prematur juga sulit. (Mubarak, 2012) 2.2.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi dalam Memilih Persalinan di Rumah Banyak ibu lebih memilih melahirkan di rumah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain : 1. Umur Karakteristik umur (beresiko tinggi dan beresiko rendah) memiliki kecenderungan yang sama dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Umur merupakan suatu variabel yang tidak bisa dimodifikasi, sesuatu yang harus diterima. Pada kelompok umur berisiko tinggi memang dianjurkan untuk tidak hamil lagi, namun demikian apabila sudah hamil maka sebaiknya disarankan untuk lebih memperhatikan perawatan kehamilannya dan persiapan persalinan yang lebih baik. Universitas Sumatera Utara Sehingga apabila terjadi komplikasi kehamilan maupun persalinan dapat diketahui lebih dini. 2. Pendidikan Hubungan antara pendidikan dengan pola pikir, persepsi dan perilaku masyarakat memang sangat signifikan, dalam arti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional dalam pengambilan keputusan. Peningkatan tingkat pendidikan akan mempengaruhi persepsi negatif terhadap nilai anak dan akan menekan adanya keluarga besar. Pendidikan yang ditempuh oleh seseorang merupakan salah satu faktor demografi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan individu maupun masyarakat. (Kusmawati, 2006) Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran terhadap pentingnya kesehatan sehingga mendorong seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Seseorang dengan pendidikan tinggi akan lebih senang menggunakan pelayanan kesehatan modern dari pada pelayanan tradisional, karena sudah mendapatkan informasi tentang keuntungan dan kerugiannya. (Widiawati, 2008) 3. Biaya Persalinan Biaya sering diartikan sebagai nilai suatu pengorbanan untuk memperoleh suatu output tertentu. Pengorbanan itu dapat berupa uang, barang, tenaga, waktu maupun kesempatan. Biaya persalinan sangat bervariasi, tergantung fasilitas yang diinginkan. Selain fasilitas, jenis persalinan juga membedakan tarif layanan bersalin di klinik maupun rumah sakit. Persalinan normal tentu lebih murah dibanding caesar, Universitas Sumatera Utara tetapi bisa juga bertambah mahal jika disertai komplikasi yang butuh penanganan lebih lanjut. Penelitian Damsir (2005) tentang perilaku ibu bersalin yang berhubungan dengan akses pencarian pelayanan kesehatan dikabupaten oku sumatra selatan menyimpulkan bahwa pendapatan, biaya persalinan dan dukungan keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan pencarian pelayanan kesehatan. Keterbatasan dan ketidaktersediaan biaya menjadi salah satu kendala masyarakat untuk memperoleh akses ke pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. 4. Pendapatan Keluarga Beberapa peneliti dalam Rini Susilowati (2001), menyatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor determinan terhadap akses pelayanan kesehatan. Kemampuan finansial keluarga mempengaruhi apakah keluarga tersebut dapat membayar pelayanan kesehatan seperti membeli obat, membayar biaya pelayanan, membayar biaya transportasi ke tempat pelayanan. Menurut laporan Rikesdas persentase ibu melahirkan menurut tempat persalinan berdasarkan status ekonomi, makin tinggi status ekonomi lebih memilih tempat persalinan di fasilitas kesehatan, sebaliknya untuk persalinan di rumah makin rendah status ekonomi, persentase persalinan di rumah makin besar. 5. Kepercayaan terhadap Bidan Kepercayaan yaitu sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian, tanpa menunjukkan sikap pro atau anti. Artinya, jika seseorang percaya bahwa Universitas Sumatera Utara merokok dapat menyebabkan kanker paru, maka dianggapnya hal itu benar, terlepas dari apakah dia suka atau tidak suka merokok. Seringkali suatu kepercayaan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dimana anggota-anggotanya mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama. Tidak jarang pula kepercayaan kelompok ini (group belief) ditumbuhkan oleh pihak yang berwenang atau pemimpin masyarakat yang disebar luaskan ke anggota masyarakat yang lain. Pengalaman menunjukkan, lebih sulit untuk mengubah kepercayaan kelompok dari pada kepercayaan individu, karena kepercayaan individu sifatnya lebih subjektif dan relatif sedangkan kepercayaan kelompok memiliki intensitas yang lebih kuat karena di dukung oleh individu-individu lain yang besar jumlahnya, apalagi jika kepercayaan tersebut di dukung oleh tokoh-tokoh masyarakat. (Sarwono, 2012) 6. Akses Pelayanan Keterjangkauan masyarakat termasuk jarak akan fasilitas kesehatan akan memengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Selain itu, jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan. Pada pemanfaatan pelayanan kesehatan salah satu pertimbangan yang menentukan sikap individu memilih sumber perawatan adalah jarak tempat tinggal ke tempat sumber perawatan. (Eryando, 2007) Diketahui bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan yaitu merupakan keterjangkauan lokasi tempat pelayanan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia. Aksesibilitas dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak tempuh, jenis transportasi, dan Universitas Sumatera Utara kondisi di pelayanan kesehatan, seperti jenis pelayanan, tenaga kesehatan yang tersedia dan jam praktek. 7. Rasa Takut terhadap Intervensi Medis Pada model pengurangan rasa takut, agar pemberian informasi tentang suatu tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit dapat dipahami dengan baik, maka rasa takut si pasien perlu dikurangi dulu. Rasa takut tidak selamanya menimbulkan reaksi penolakan atas tindakan yang dianjurkan. Kadang-kadang rasa takut itu justru memacu individu untuk melakukan tindakan tersebut. Makin besar rasa takut itu, makin kuat pula keinginan untuk melakukan tindakan yang dianjurkan. Menurut Janis (1967) dalam Sarwono 2012 membuktikan bahwa jika melampaui batas ambang tertentu, rasa takut itu justru akan menimbulkan reaksi penolakan. Hubungan antara rasa takut dan penerimaan tindakan itu, menurur Janis, membentuk seperti kurva. Bahwa sampai dengan tingkat tertentu dari rasa takut, individu cenderung menerima tindakan yang dianjurkan. Tetapi jika rasa takut itu sedikit sekali atau terlalu kuat, maka individu akan menolak anjuran tersebut. Intervensi yang rutin atau tidak diperlukan dalam persalinan, dalam beberapa tahun terakhir, telah semakin dikenal sebagai salah satu area yang menyebabkan ketidakpuasan bagi banyak wanita. Intervensi meliputi intervensi medis, seperti ruptura membran buatan, infus oksitosin intravena, persalinan dengan menggunakan bantuan alat, episiotomi dan seksio sesaria. Kenyataannya, terkadang disadari bahwa terdapat beberapa intervensi tertentu yang dianggap sebagai rutinitas dan hanya Universitas Sumatera Utara mendatangkan sedikit keuntungan, tidak efektif bahkan membahayakan. (Henderson, 2006) 8. Lingkungan Persalinan Persalinan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan tempat persalinan berlangsung. Idealnya, setiap wanita yang bersalin dan tim yang mendukung serta memfasilitasi usahanya untuk melahirkan bekerja sama dalam suatu lingkungan yang paling nyaman dan aman bagi ibu yang melahirkan. Bagi banyak wanita, keluarga, dan pemberi perawatan, tempat yang aman untuk melahirkan adalah di rumah. Menurut World Health Organization (WHO) seorang wanita hamil berisiko rendah harus melahirkan di tempat yang membuat wanita merasa aman. Tempat tersebut terdapat di rumah, di sebuah klinik maternitas kecil, atau di rumah bersalin di kota, atau mungkin di sebuah unit maternitas di rumah sakit yang lebih besar. Tempat tersebut harus merupakan sebuah tempat dimana semua perhatian dan perawatan di fokuskan pada kebutuhan dan keamanannya, sedekat mungkin dengan lingkungan yang dikenalnya. (Varney, 2008) Rumah merupakan lingkungan yang sudah dikenal wanita sehingga ia dapat merasa nyaman dan rileks selama persalinan, tempat ia dapat mempertahankan privasi dan dikelilingi oleh orang-orang yang diinginkannya, yang akan memberi dukungan dan ketenangan pada dirinya. 9. Dukungan Suami/Keluarga Dukungan sosial dan hubungan sosial yang baik akan memberikan sumbangan penting bagi kesehatan. Dukungan sosial dan hubungan sosial yang baik Universitas Sumatera Utara akan memberikan sumbangan penting bagi kesehatan. Dukungan sosial membantu dalam pemenuhan sumber-sumber emosional dan praktis seseorang. Adanya dukungan jaringan sosial dalam berkomunikasi dan hubungan saling menguntungkan akan membuat seseorang merasa diperhatikan, dicintai, berharga dan bernilai. Dukungan sosial memiliki efek perlindungan yang luar biasa terhadap kesehatan. Hubungan yang saling mendukung kemungkinan akan memberikan dorongan bagi terbentuknya pola-pola perilaku yang lebih sehat. Dukungan keluarga mengacu pada dukunga sosial yang dipandang oleh anggota keluarga. Dukungan keluarga (suami/istri) memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai system pendukung bagi anggota-anggotanya. Dukungan sosial keluarga dapat berupa : a. Dukungan sosial keluarga internal : seperti dukungan dari suami, istri dan dukungan dari keluarga kandung. b. Dukungan keluarga eksternal, yaitu dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga). Baik keluarga inti maupun keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota-anggotanya. 10. Dukungan Penolong Persalinan Keahlian bidan dalam mendukung dan memfasilitasi suatu pengalaman persalinan yang positif adalah sangat penting. Salah satu pengaruh yang paling signifikan dalam asuhan persalinan adalah jenis dan kualitas dukungan yang diterima Universitas Sumatera Utara oleh wanita. Dukungan yang membawa dampak positif adalah dukungan yang bersifat fisik dan emosional. Dukungan tersebut juga meliputi beberapa aspek perawatan seperti menggosok punggung wanita atau memegang tangannya, mempertahankan kontak mata, ditemani orang-orang yang ramah, dan diberi janji bahwa wanita yang berada dalam persalinan tidak akan ditinggal sendirian. Kemampuan memberi dukungan emosional untuk wanita dalam persalinan merupakan sesuatu yang dikembangkan bidan. Pemberian dukungan emosional dapat mencakup keterampilan komunikasi dan pemberian informasi. Pola asuh yang ditawarkan selama kelahiran dapat memberi pengaruh positif pada ibu dan bidan. Jenis dukungan yang diberikan oleh bidan dan tenaga lain pada saat persalinan memiliki efek jangka panjang pada kehidupan wanita. Bidan memiliki wewenang untuk meyakinkan bahwa wanita mempunyai dukungan yang adekuat dalam lingkungan yang mendukung. (Henderson, 2006) 11. Paritas Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006). Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009). Grandemultipara Universitas Sumatera Utara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008). Indikasi dilakukannya persalinan di rumah adalah multipara, Umumnya ibu yang baru pertama kali bersalin dianjurkan bersalin di rumah sakit atau di klinik bersalin. Jika pada waktu melahirkan bayi pertama itu tidak mengalami kesulitan, melahirkan bayi berikutnya di rumah sendiri dapat diizinkan. 12. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Peneltian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu, Awarenes (Kesadaran), interest (merasa tertarik), evaluation (menimbang-nimbang), trial (mencoba sesuatu), adoption (berperilaku). Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Universitas Sumatera Utara Pengetahua yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recal) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. Universitas Sumatera Utara d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis penunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukannya sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya. (notoatmodjo, 2010) Universitas Sumatera Utara Pemilihan tempat bersalin dan penolong persalinan yang tidak tepat akan berdampak langsung pada kesehatan ibu. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya pengetahuan dalam mencari penolong persalinan yang aman. Karena pengetahuan tersebut akan memengaruhi keputusan dalam meminta bantuan pertolongan persalinan. (Rohmah, 2010) 2.3. Analisis Faktor 2.3.1. Pengertian Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variabel). (Supranto, 2010) Secara prinsip, analisis faktor mencoba menemukan hubungan (interralationship) antar sejumlah variabel-variabel yang awalnya saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. (Santoso, 2012) Di dalam analisis faktor, variabel tidak dikelompokkan menjadi variabel bebas dan tak bebas, sebaliknya sebagai penggantinya seluruh set hubungan interdependen antar variabel diteliti. Analisis faktor dipergunakan dalam situasi sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (Underlying dimensions) atau faktor, yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel. 2. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkolerasi (independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkolerasi di dalam analisis multivariate selanjutnya. 3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariate selanjutnya. 2.3.2. Tujuan Analisis Faktor Pada dasarnya tujuan Analisis faktor adalah : a. Data Summarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi. Jika korelasi dilakukan antar variabel, analisis tersebut dinamakan R Faktor Analysis. Namun, jika korelasi dilakukan antar responden atau sampel, analisis disebut Q Faktor Analysis, yang juga populer disebut CLUSTER ANALYSIS. b. Data Reduction, yakni setelah melakukan korelasi, dilakukan proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu. 2.3.3. Model Analisis Faktor dan Statistik yang Relevan Secara sistematis, analisis faktor agak mirip dengan regresi linear berganda, yaitu bahwa setiap variabel dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear dari faktor yang melandasi (underlying factors). Jumlah (amount) varian yang disumbangkan Universitas Sumatera Utara oleh suatu variabel dengan variabel lainnya yang tercakup dalam analisis disebut communiality. Kovariasi antar variabel yang diuraikan, dinyatakan dalam suatu common factors yang sedikit jumlahnya ditambah dengan faktor yang unik untuk setiap variabel. (Supranto, 2010) Untuk memilih timbangan (weight) atau koefisien nilai faktor (factor score coeficients) sehingga faktor yang pertama menjelaskan sebagian besar porsi seluruh varian atau menyerap sebagian besar varian seluruh variabel. Kemudian set timbangan yang kedua dapat dipilih, sehingga faktor yang kedua menyerap sebagian besar sisa varian, setelah diambil faktor pertama, dengan syarat bahwa faktor yang kedua tidak berkolerasi (orthogonal) dengan faktor pertama. Prinsip yang sama dapat dipergunakan untuk memilih faktor selanjutnya, sebagai faktor tambahan, yaitu faktor ketiga. Jadi, faktor bida diperkirakan/diestimasi sehingga nilai faktor yang satu tidak berkolerasi dengan nilai faktor lainnya. Faktor yang diperoleh merupakan variabel baru yang tidak berkolerasi antara satu faktor dengan faktor lainnya, artinya tidak terjadi multi collinearity. Bayak nya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel asli yang dianalisis faktor, sebab analisis faktor memang mereduksi jumlah variabel yang banyak menjadi variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit. Lebih lanjut, faktor pertama menyerap sebagian besar varian dari seluruh variabel, kemudian faktor kedua menyerap sebagian besar sisa varian dari variabel, setelah diperoleh faktor pertama, dan faktor ketiga menyerah sebagian besar sisa varian dari variabel, setelah faktor 1 dan faktor 2 diperoleh. Begitu seterusnya, Universitas Sumatera Utara sehingga faktor 1 menyerap sebagian besar varian dari seluruh variabel, faktor 2 menyerap sebagian besar varian yang kedua dan kemudian proses pencarian faktor berhenti setelah varian dari seluruh variabel asli sudah terserap, katakan lebih dari 75%. 2.3.4. Model Matematik dalam Analisis Faktor Analisis faktor mensyaratkan bahwa hubungan antar-variabel terobservasi harus linier dan nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya benar-benar harus ada hubungan. Komponen hipotesis yang diturunkan harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut. 1. Komponen hipotesis tersebut diberi nama faktor. Faktor-faktor ini membentuk linierly independent set variabel. Tak ada faktor yang menjadi kombinasi linier dari faktor lain, sebab faktor-faktor tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bebas (independent) satu sama lain. 2. Variabel komponen hipotesis yang disebut faktor tersebut bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu : common factors and unique factors. Dua komponen ini bisa dibedakan kalau dinyatakan dalam timbangan di dalam persamaan linier, yang menurunkan variabel observasi dari variabel komponen hipotesis. 3. Common factor selalu dianggap tidak berkolerasi dengan faktor unik. Faktor unik biasanya juga dianggap saling tidak berkolerasi (mutually uncorrelated), akan tetapi common factor mungkin atau tidak mungkin berkolerasi satu sama lain. Universitas Sumatera Utara Umumnya dianggap bahwa jumlah common factor lebih sedikit dari jumlah variabel asli. Akan tetapi, banyaknya faktor unik biasanya dianggap sama dengan banyaknya variabel asli. (Supranto, 2010) 2.3.5. Penentuan Banyaknya Faktor Beberapa prosedur bisa disarankan untuk menentukan banyaknya faktor yang terbentuk, yaitu : a. Penentuan Apriori Penentuan secara apriori yaitu ditentukan terlebih dahulu, misalnya berdasarkan variabel yang ada bisa ditarik sekian faktor. Kadang karena pengalaman sebelumnya, peneliti sudah tahu berapa banyak faktor sebenarnya, dengan menyebut suatu angka, misalnya 3 atau 4 faktor yang harus disarikan dari variabel atau data asli. Upaya untuk menyarikan (to extract) berhenti, setelah banyaknya faktor yang diharapkan sudah didapat, misalnya cukup 4 faktor saja. b. Penentuan Berdasarkan Eigenvalues Di dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalues lebih besar dari 1 (satu) yang dipertahankan, kalau lebih kecil dari satu, faktornya tidak diikutsertakan dalam model. Suatu eigenvalues menunjukkan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varian seluruh variabel asli. Hanya faktor dengan varian lebih besar dari satu, yang dimasukkan dalam model. Faktor dengan varian lebih kecil dari satu tidak lebih baik dari asli, sebab variabel asli telah dibakukan (standarlized) yang berarti rata-ratanya nol dan variannya satu. Apabila banyaknya variabel asli kurang dari 20, pendekatan ini akan menghasilkan sejumlah faktor yang konservatif. Universitas Sumatera Utara c. Penentuan Berdasarkan Scree Plot Scree Plot merupakan suatu plot dari eigenvalue sebagai fungsi banyaknya faktor, dalam upaya untuk ekstraksi (mengambil saripatinya). Bentuk scree plot dipergunakan untuk menetukan banyaknya faktor. Scree Plot seperti garis yang patah-patah. d. Penentuan Berdasarkan Persentase Varian Di dalam pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi oleh faktor mencapaisuatu level tertentu yang memuaskan. Sebetulnya berapa besarnya kumulatif persentase varian sehingga dicapai suatu level yang memuaskan? Hal ini sangat tergantung pada masalahnya. Akan tetapi sebagai pedoman/petunjuk yang disarankan ialah bahwa ekstraksi faktor dihentikan kalau kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian. e. Penentuan Berdasarkan Split-Half Reliability Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing-masing bagian sampel tersebut. Hanya faktor dengan faktor loading yang sesuai pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor-faktor yang dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada masing-masing bagian sampel. f. Penentuan Berdasarkan Uji Signifikasi Dimungkinkan untuk menentukan signifikasi statistik untuk eigenvalues yang terpisah dan pertahankan faktor-faktor yang memang berdasarkan uji statistik eigenvalue-nya signifikan pada α = 5% atau 1%. Universitas Sumatera Utara Penentuan banyaknya faktor dengan cara ini ada kelemahannya, khususnya dengan ukuran sampel yang besar, katakan di atas 200 responden, banyak faktor menunjukkan hasil uji yang signifikan, walaupun dari pandangan praktis, banyak faktor yang mempunyai sumbangan terhadap seluruh varian hanya kecil. 2.3.6. Proses Dasar Analisis Faktor Proses utama analisis faktor meliputi hal-hal berikut : 1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis. 2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan pada langkah 1 di atas untuk menentukan variabel-variabel yang dianggap layak untuk masuk tahap analisis faktor. 3. Setelah sejumlah variabel yang memenuhi syarat didapat, kegiatan berlanjut ke proses inti pada analisis faktor; yakni factoring; proses ini akan mengekstrak satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos uji variabel sebelumnya. 4. Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk tersebut, yang dianggap bisa mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut. 5. Validasi atas hasil faktor untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah valid. Validasi bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu : a) Membagi sampel awal menjadi dua bagian, lalu membandingkan hasil faktor sampel satu dengan sampel dua. Jika hasil tidak banyak perbedaan, bisa dikatakan faktor yang terbentuk telah valid. Universitas Sumatera Utara b) Dengan melakukan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan cara Structural Equation Modelling. Proses ini bisa dibantu dengan software khusus. 2.4. Bidan 2.4.1. Definisi Menurut Depkes RI bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti pendidikan kebidanan yang diakui oleh pemerintah dan telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus ujian yang telah ditentukan serta memperoleh ijazah yang terdaftar sebagai persyaratan utama untuk melakukan praktek sesuai dengan profesinya (Depkes RI, 1995 dalam Rukiyah, 2011) Bidan adalah seorang perempuan yang lulus pendidikan kebidanan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (kepmenkes No.KH.02.02/Menkes/149/I/2010 Bab I pasal 1 dalam Nurhayati, dkk, 2012) 2.4.2. Pelayanan Kebidanan dan Praktik Kebidanan Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab bidan mulai dari kehamilan sampai keluarga berencana termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Tujuan utama asuhan kebidanan adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi dimana asuhan kebidanan berfokus pada pencegahan dan promosi kesehatan yang bersifat holistik, memberikan kepada wanita informasi yang relevan, obyektif dan konseling, memfasilitasi pilihan setelah terinformasi. Universitas Sumatera Utara Lingkup praktek kebidanan asuhan kebidanan meliputi : 1. Asuhan prakonsepsi, antenatal, intranatal, neonatal, nifas, keluarga berencana, ginekolog, pre-menopause, dan asuhan primer. Dalam pelaksanaannya bekerja dalam sistem pelayanan yang memberikan konsultasi, manajemen kolaborasi, dan rujukan sesuai dengan kebutuhan dan pelayanan kesehatan klien. 2. Pelayanan kebidanan merupakan perpaduan antara kiat dan ilmu dimana yang dimaksud dengan kiat bidan membutuhkan kemempuan untuk memahami kebutuhan wanita itu, mendorong semangatnya, dan menumbuhkan rasa percaya diri klien dalam menghadapi kehamilan, persalinan maupun dalam perannya sebagai ibu, tugas bidan membutuhkan ilmu dan kemampuan untuk mengambil keputusan jika menghadapi klien dan kasus-kasus tertentu yang bersifat kegawatdaruratan. (Rukiyah, 2011) 2.4.3. Peran Fungsi dan Kompetensi Bidan Dikaitkan dengan Profesionalisme Peran fungsi dan kompetensi bidan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Peran sebagai Pelaksanan Sebagai pelaksanan bidan memiliki tiga kategori tugas yaitu : a. Tugas Mendiri Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan. Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pranikah dengan melibatkan klien. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, persalinan, pada bayi baru lahir, pada bayi, balita, masa nifas dengan Universitas Sumatera Utara melibatkan keluarga, serta wanita subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana, pada wanita gangguan sistem reproduksi dan awanita selama masa klimakterium dan menopause. b. Tugas Kolaborasi/Kerjasama 1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. 2) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi. 3) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. 4) Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. 5) Memberikan suhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. 6) Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkanklien dan keluarga. Universitas Sumatera Utara c. Tugasketergantungan/merujuk 1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien/keluarga. 2) Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu : hamil dengan resiko tinggi dan kegawat daruratan; pada masa persalinan dengan melibatkan klien dan keluarga; pada masa nifas dengan penyulit tertentu dengan kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan keluarga. 3) Memberikan asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawat daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien/keluarga. 2. Peran sebagai Pengelola Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada dibawah bimbingan dalam wilayah kerjanya. 3. Peran sebagai Pendidik Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan Universitas Sumatera Utara khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana. Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan dan keperawatan serta membina dukun di wilayah kerjanya. 4. Peran sebagai Peneliti Melakukan penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun secara kelompok. 2.5. Landasan Teori Persalinan dipengaruhi oleh lingkungan tempat persalinan berlangsung. Seorang wanita dapat memilih melahirkan di kamar bersalin rumah sakit, klinik bersalin atau di rumah. Banyak ibu yang lebih memilih melahirkan di rumah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor (Syafrudin, 2012) : a) Persalinan di rumah didukung oleh keluarga, dalam lingkungan yang dikenal, tempatmereka merasa memiliki kendali terhadap tubuhnya. b) Lingkungan rumah sendiri menimbulkan rasa tenang dan tenteram pada ibu yang akan melahirkan c) Berdasarkan perbandingan dengan pengalaman melahirkan di rumah sakit, dalam lingkungan yang kurang memiliki sentuhan pribadi yang penuh dengan peraturan dan staf yang sibuk. 2.5.1 Teori Perilaku Kesehatan a. Teori Lawrence Green Berangkat dari analisis penyebab masalah kesehatan, Green membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor Universitas Sumatera Utara perilaku), dan non behavioral factors (faktor non-perilaku). Selanjutnya Green menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu : a. Faktor Predisposisi (predisposing factors) Faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, umur, jenis kelamin,tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi. b. Faktor Pemungkin (enabling factors) Faktor pemungkin yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, dan sebagainya. c. Faktor Penguat (reinforcing factors) Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Yang termasuk faktor ini adalah pendapat, dukungan pasangan dan keluarga. Kiritik baik dari teman sekerja, tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas kesehatan sendiri juga berpengaruh meskipun tidak sebesar pengaruh dari suami dan keluarga. (notoatmodjo, 2010) Universitas Sumatera Utara Model ini dapat digambarkan sebagai berikut : B = f (PF,EF,RF) Dimana : B = Behaviour RF = Reinforcing Factors PF = Predisposing Factors f = Fungsi EF = Enabling Factors Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. b. Health Believe Model (Model Kepercayaan Kesehatan) Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosiopsikologi. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Ada beberapa model perilaku kesehatan yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah perilaku terbentuk, teori Health Believe Model (HBM) dan Becker & Rosenstock. Teori ini berpendapat bahwa persepsi kita terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang Universitas Sumatera Utara sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock (1966) didasarkan pada empat elemen persepsi seseorang, yaitu: a. Perceived Suscepilbility: penilalan Indlvidu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit b. Perceived Seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut c. Perceived Barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan fmansial, fisik, dan psikososial d. Perceived Benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan. Selanjutnya, teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu: a. Variabel demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dan sebagainya. b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dan sebagainya. c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dan sebagainya. 2.5.2 Penelitian yang Berhubungan dengan Pemilihan Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan 1. Triani Wulan Sari, Farid Agusbybana, Yudhy Dharmawan tentang Analisis Spasial Pemilihan tempat pertolongan Persalinan di kelurahan Sendangmulyo Semarang tahun 2010. Variabel penelitian karakteristik sosiodemografi (umur, pendidikan), pekerjaan ibu dan pendapatan keluarga. Universitas Sumatera Utara 2. Rabea Pangerti Jekti, D.Mutiatikum, tentang hubungan antara kepatuhan ante natal care dengan pemilihan penolong persalinan di wilayah Puskesmas Jati Sampurna Bekasi tahun 2010. Variabel penelitian umur, paritas, jarak kehamilan, riwayat kehamilan dan pemilihan penolong persalinan 3. Sodikin, Ova Emilia, Koentjoro, tentang Determinan perilaku suami yang mempengaruhi pilihan penolong persalinan bagi istri di wilayah kerja puskesmas kecamatan Pekuncen tahun 2009. Variabel penelitian dukungan sosial, biaya, pengetahun, sikap dan keyakinan. 4. Nur’aini Suryati Pohan, tentang Pemanfaatan bidan desa sebagai penolong persalinan ditinjau dari aspek sosial budaya masyarakat di wilayah kerja puskesmas kutalimbaru tahun 2009, variabel penelitian karakteristik informan, pengetahun, kepercayaan, nilai dan norma yang dianut, pandangan tokoh masyarakat, kendala atau hambatan yang dihadapi bidan. 5. Agung Dwilaksono, Erna Hidayati, tentang Upaya peningkatan persalinan tenaga kesehatan berdasarkan analisis Need dan Demand di kabupaten Pamekasan tahun 2008. Variabel penelitian karakteristik ibu, persepsi ibu bersalin, karakteristik demografis dan karakteristik ekonomi. 6. Effi M Hafids, tentang hubungan peran suami dan orang tua dengan perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan persalinan di wilayah puskesmas kecamatan Sedan kabupaten Rembang tahun 2007. Variabel penelitian perilaku ibu hamil dalam pelayanan antenatal dan persalinan. Universitas Sumatera Utara Dari hasil kajian dan dari literatur yang berhubungan dengan pemilihan persalinan di rumah maka penelitian ini menggabungkan variabel-variabel diatas serta hasil dari survey pendahuluan sehingga di dapat kerangka konsep seperti berikut. 2.6. Kerangka Konsep Umur Pendidikan Pendapatan keluarga Paritas Biaya persalinan Kepercayaan terhadap bidan Akses pelayanan kesehatan Takut terhadap tindakan medis Lingkungan persalinan Dukungan suami/keluarga Dukungan penolong persalinan Pengetahuan tentang persalinan Persalinan di Rumah oleh Bidan Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara