jurnal sosial dan politik - Journal | Unair

advertisement
JURNAL SOSIAL DAN POLITIK
FENOMENA PENGEMIS ANAK
Studi Kualitatif Proses Sosialisasi Serta Eksploitasi Ekonomi pada Pengemis Anak Di
Makam Sunan Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik
Oleh : Putri Ratna Zunita
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Airlangga
ABSTRAK
Keberadaan pengemis di wisata religi makam Sunan Giri memang sudah tidak asing
lagi bagi penduduk sekitar makam. Keberadaan pengemis di tempat tersebut saat mudah
dijumpai, mulai dari pengemis tua sampai anak-anak. Kawasan wisata tersebut justru
disalahgunakan oleh orang-orang yang ada disekitar tempat wisata dengan memanfaatkan untuk
meminta-minta khususnya yang dilakukan oleh anak-anak. Oleh karena itu peneliti ingin
mengungkap fenomena pengemis anak yang ada di makam Sunan Giri dengan rumusan masalah
yakni bagaimana proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga
anak mereka menjadi pengemis, Apa bentuk eksploitasi yang dialami pengemis anak dan
Bagaimana dampak sosial dan psikologis yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik purposive
sebagai teknik penentuan subjek penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan metode
wawancara (indept interview) dan observasi. Sedangkan untuk menganalisis lebih mendalam
permasalahan dalam penelitian ini menggunakan teori proses sosialisasi Rogers Herbert Mead
dan teori eksploitasi Karl Marx. Paradigma yang digunakan adalah paradigma definisi sosial.
Kesimpulan dari penelitian ini yakni diketahui bahwa mengajak anak ikut serta dalam
kegiatan mengemis merupakan sosialisasi awal yang merupakan penyebab anak menjadi
pengemis di makam Sunan Giri. Bentuk eksploitasi yang terjadi yakni eksploitasi ekonomi yang
dilakukan oleh orang tua kandung mereka sendiri yang juga menjadi pengemis di makam Sunan
Giri. Sedangkan dampak sosial yang dialami pengemis anak yakni anak mendapat cap negatif
dari masyarakat sekitar, sedangkan dampak psikologis yakni anak merasa malu dan tidak
percaya diri.
Kata Kunci: pengemis anak, proses sosialisasi, eksploitasi
ABSTRACT
The existence of the beggars in religious tourism object of Sunan Giri’s burial plot is not
spotted as the hottest issue anymore for the citizens around. The beggars that easy to find around
that site includes children and adult beggars. The site is always crowded and full of tourist, the
beggars take an vantage from the situation that turn the image of the site into negative in
society’s perspective. From that case. The writer want to highlight the phenomena of children
beggars with be statement of the problem how is the socialization process that adopted and
developed by the children’s beggars parents that turn them and force them to be beggars, what
are the exploitations had been suffered by children beggars and how are the social and
psychological effects for the children beggar in Sunan Giri’s burial plot.
The observation using qualitative method combine by purposive technique as the
determining technique. The technique of data collection using interview method (indept
interview) and observation. For analyzing the data further this observation using socialization
process theory by Rogers Herbert Mead and exploitation theory by Karl Marx and using social
paradigm.
The conclusion of this observation, the early step of socialization by children beggars’
parents is asking or challenging their children go to Sunan Giri’s burial plot when their parents
is “at work” or “begging”. The exploitation that happened is economic exploitation by their own
biological parents that actually works as beggars in Sunan Giri’s site. The social effect that
suffered by the children beggars is the negative perspective tagged to them by the society, while
the psychological effect makes the ashamed and have less self confidence.
Keyword: children beggars, process socialization, exploitation
LATAR BELAKANG
Keberadaan pengemis di wisata religi Sunan Giri memang sudah tidak asing lagi bagi
penduduk sekitar makam bahkan pengunjung makam Sunan Giri sendiri. Keberadaan pengemis
di tempat wisata religi tersebut sangat mudah dijumpai, mulai dari pengemis tua, dewasa, muda
bahkan pengemis anak-anak.
makan Sunan Giri yang terletak di kecamatan Kebomas,
Kabupaten Gresik, Jawa Timur merupakan salah satu dari sekian banyak tempat wisata religi
yang banyak dikunjungi oleh para pengunjung atau peziarah. Keberadaan makan Sunan Giri
tersebut memberikan banyak sekali manfaat. Tempat wisata religi tersebut menarik perhatian
banyak pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia, hal tersebut dapat memperluas lapangan
pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran di kabupaten Gresik. Sehingga meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Makam sunan Giri sendiri adalah makam
salah satu penyebar ajaran agama Islam di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan “Wali
Songo”. Sunan Giri adalah salah satu “Wali Songo” yang ada di Pulau Jawa. Makan Sunan Giri
banyak dikunjungi oleh para peziarah seperti makam sunan-sunan lainnya, makan Sunan Giri
tidak pernah sepi oleh pengunjung, apalagi disaat libur sekolah atau hari besar Islam. Tempat
yang seperti itu dimanfaatkan oleh para pengemis baik orang tua, orang dewasa bahkan anakanak untuk mendapatkan uang dengan cara mengharapkan dan meminta belas kasihan orang
lain.
Anak-anak yang bekerja sebagai pengemis tersebut rawan mendapatkan tekanan dan
eksploitasi dari pihak lain, dan pekerjaan yang dilakukan tersebut dapat merugikan bagi anak itu
sendiri dikarenakan anak dalam posisi yang tidak berdaya juga sangat rentan terhadap
eksploitasi ekonomi. Dalam pasal 32 UUD mewajibkan pemerintah untuk melindungi anak dari
“eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan apa saja yang berkemungkinan
membahayakan atau menganggu pendidikan anak, atau berbahaya bagi kesehatan fisik, jiwa,
rohani, moral atau perkembangan sosial anak”. Dalam konvensi, wajib belajar dan pendidikan
dasar yang cuma-cuma, pencapaian standar kesehatan tertinggi, jaminan sosial, dan ketentuan
untuk istirahat dan rekreasi. Serta jika anak terpaksa atau tidak harus bekerja, berarti bisa
menempatkan anak-anak tersebut dalam kategori berbahaya dan mempengaruhi proses tumbuh
kembang secara wajar.
Realitas yang ada, dimana anak-anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan
pembinaan agar kelak menjadi orang dewasa yang sehat, cerdas terampil dan handal, malah
mereka menggantungkan diri dengan cara mengharap dan meminta belas kasihan orang lain.
Bisa dibilang anak-anak tersebut melakukan pekerjaan diusia mereka yang masih muda.
Kawasan wisata yang seharusnya mensejahterakan penduduknya justru disalahgunakan
oleh orang-orang yang ada disekitar tempat wisata dengan memanfaatkan anak untuk bekerja.
Anak tersebut bekerja sebagai sebagai pengemis, mereka berada di tempat wisata tersebut mulai
dari pagi hari hingga larut malam. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat jam kerja
yang lumayan panjang karena mereka juga memerlukan waktu untuk belajar, bermain dan anak
tersebut juga rawan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pihak. Penelitian
ini yang berbeda dengan penelitian sebelumya, yaitu peneliti meneliti bagian dari anak jalanan
yakni pengemis anak. Permasalahan pengemis anak belum pernah diteliti secara mendalam,
terutama dengan setting penelitian pada tempat wisata religi.
FOKUS PERMASALAHAN
Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, fokus dari penelitian yang diteliti
yakni masalah pengemis anak. Khususnya para pengemis anak yang biasanya menetap atau
mangkal di Makam Sunan Giri. Keberadaan pengemis anak dilatarbelakangi oleh berbagai hal
sehingga mereka masih dan harus melakukan pekerjaan tersebut. Pengemis anak sangat rentan
mengalami tindak kekerasan baik yang dilakukan oleh oknum tertentu maupun orang yang
terdekat, sehingga peneliti ingin mengfokuskan penelitian yakni :
1. Bagaimana proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anakanak mereka menjadi pengemis di Makam Sunan Giri?
2. Apa bentuk eksploitasi yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri?
3. Bagaimana dampak sosial dan psikologis yang dialami pengemis anak di makam Sunan
Giri?
TUJUAN PENELITIAN
Dari latar belakang dan fokus penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan
dari penelitian ini yakni:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada
anaknya sehingga anak-anak mereka menjadi pengemis di Makam Sunan Giri
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk eksploitasi yang dialami pengemis anak di
makam Sunan Giri
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan dampak sosial dan psikologis yang dialami oleh
pengemis anak di makam Sunan Giri
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat akademis
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kritikan untuk membangun
pengembangan ilmu, khusunya pada sosiologi keluarga dan masalah sosial anak.
2. Dapat dijadikan referensi untuk menulis ataupun penelitian tentang pengemis anak, proses
sosialisasi dan eksploitasi anak.
Manfaat Praktis
1. Dengan penelitian ini diharapkan bisa menjadi input pemerintahan terkait atau Dinas Sosial
terkait untuk menyelesaikan permasalahan tentang pengemis anak yang ada di makam
Sunan Giri
2. Dengan penelitian tentang pengemis anak diharapkan bisa membantu untuk memencahkan
masalah yang ada.
3. Dengan penelitian diharapkan bisa memberi atau merencanakan penanganan tentang
pengemis anak.
KAJIAN TEORITIK
Penelitian ini menggunakan Paradigma definisi sosial, Paradigma definisi sosial
menjelaskan makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakan mereka. Paradigma ini
secara pasti memandang manusia sebagai orang yang aktif menciptakan kehidupan sosialnya
sendiri, sehingga paradigma ini lebih mengarahkan perhatian kepada bagaimana cara manusia
mengartikan kehidupan sosialnya atau bagaimana cara mereka membentuk kehidupann sosial
yang nyata.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yakni teori permulaan diri atau
perkembangan diri manusia (sosialisasi) George Herbert Mead dan Teori Eksploitasi Karl
Marx. Teori sosialisasi George Herbert Mead yang menjelaskan bahwa Sosialisasi adalah
proses dimana manusia belajar melalui cara, nilai dan menyesuaikan tindakan dengan
masyarakat dan budaya, isinnya melihat bagaimana manusia meningkatkan pertumbuhan pribadi
mereka agar sesuai dengan keadaan , nilai, norma dan budaya sebuah masyarakat.
George Herbert Mead dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society
(George Herbert Mead, 1972). Mead menguraikan tahap pengembangan diri manusia. Manusia
yang baru lahir belum mempunyai diri, diri manusia berkembang secara bertahap melalui
interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia
berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan
diri untuk mengenal dunia sosialnya. Pada tahap ini juga anak mulai melakukan kegiatan
meniru meski tidak sempurna. Dalam tahap ini, individu sebagai calon anggota
masyarakat dipersiapkan dengan dibekali nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pedoman bergaul dalam masyarakat oleh lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga.
2. Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peranperan yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran
tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai
menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang
ibu dari dirinya.
3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan peran yang
secara
langsung
dimainkan
sendiri
dengan
penuh
kesadaran.
Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat, sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini individu mulai berhubungan
dengan teman teman sebaya di luar rumah.
4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia dapat bertenggang rasa
tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan
masyarakat secara luas.
Sedangkan teori eksploitasi Karl Marx yang menjelaskan tentang Hubungan antar
manusia terjadi antara posisi masing-masing terhadap sarana produksi yaitu dilihat dari usaha
yang berbeda dalam mendapatkan sumber-sumber daya yang langka. Eksploitasi lebih
mencerminkan distribusi kekayaan dan kekuasaan yang tidak merata dan tidak sama secara
kebetulan. Penjelasan tentang teori eksploitasi, Marx lebih detail tentang teori kelas yang akan
menyebabkan adanya eksploitasi tersebut, Marx lebih melihat hubungan antar manusia terjadi
antara posisi masing-masing terhadap sarana produksi yaitu dilihat dari usaha yang berbeda
dalam mendapatkan sumber-sumber daya yang langka. Dimana dalam dunia kapitalis yang
mana terjadi pertentangan-pertentangan antara golongan yaitu mereka yang mengeksploitasi dan
mereka yang dieksploitasi. Sejarah kehidupan manusia kata marx, tidak lebih dari pertentangan
antar kelas, atau antar golongan, mulai dari golongan atau kelas yang terdiri dari orang-orang
yang bebas merdeka dengan budak-budak, sampai kepada pertentangan antara kelas penindas
dengan yang tertindas, dimana pertikaian kelas kaya dengan miskin, antara penguasa dan
dikuasai. Dalam penelitian hanya menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Karl Mrx yakni
Kaum Borjuis dan Kaum Proletar, Kaum Superordinat dan Kaum Subordinat serta Kaum yang
mengeksploitasi dan kaum yang Dieksploitasi.
PEMBAHASAN
Proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anak-anak
mereka menjadi pengemis di Makam Sunan Giri
George Herbert Mead menjelaskan proses sosialisasi diri atau manusia melalui beberapa
tahap, yakni Tahap persiapan (Preparatory Stage), Tahap Meniru (Play Stage), Tahap Siap
Bertindak (Game Stage) dan Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage). Teori
perkembangan diri atau manusia yang dikemukakan oleh George Herbert Mead tersebut
digunakan dalam menjelaskan fenomena pengemis anak makam Sunan Giri, keikutsertaan anak
dalam kegiatan mengemis serta proses sosialisasi orang tua kepada anaknya sehingga anak
menjadi pengemis di makam tersebut. Dari data yang diperoleh dilapangan, pengemis anak
makam Sunan Giri adalah anak kandung dari pengemis yang juga mengemis di makam Sunan
Giri.
Pengemis anak yang mengaku melakukan kegiatan meminta-minta di makam Sunan Giri
dilakukanya sejak dia masih kecil, mereka tidak mengetahui kapan tepatnya mereka mulai
melakukanya, mereka hanya mengetahui kegiatan mengemis di makam Sunan Giri tersebut
sudah lama mereka lakukan. Pada hari libur sekolah dan selesai pulang sekolah adalah jadwal
mereka untuk mengemis, namun kegiatan mengemis tidak hanya dilakukan di makam Sunan
Giri. Para pengemis anak tersebut mengaku mengemis di makam Sunan Giri mereka lakukan
pada hari libur sekolah yakni pada hari minggu, hal tersebut mereka lakukan tidak tanpa alasan,
karena mereka sudah mengetahui kondisi dan situasi di makam Sunan Giri saat hari minggu
yang dipadati para pengujung atau peziarah. Banyaknya para pengunjung yang datang ke
makam Sunan Giri berarti semakin banyak peluang para pengemis anak untuk mendapatkan
uang. Sehingga pada hari minggu atau hari libur sekolah para pengemis anak memutuskan untuk
mengemis di makam Sunan Giri.
Pengemis anak makam Sunan Giri mereka memiliki hubungan erat dan intensif dengan
orang tua mereka, karena mereka mengemis di makam Sunan Giri bersama dengan orang
tuanya. Orang tua dalam kasus maraknya pengemis anak di makam Sunan Giri menjadi pihak
yang melatarbelakangi keikutsertaan anak dalam kegiatanya. dimana orang tua adalah agen
pertama dalam proses sosialisasi yang akan membentuk diri seorang anak kedepanya. George
Herbert Mead dengan teori empat tahap pengembangan diri manusia yang dijelaskan
sebelumnya akan dikaitkan dengan fenomena pengemis anak di makam Sunan Giri.
1. Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Fenomena pengemis anak yang terjadi di makam Sunan Giri, yakni banyaknya anakanak yang ikut serta dalam kegiatan mengemis, mulai dari anak yang belum genap
berumur satu tahun sampai anak-anak yang menjelang masuk dalam Kategori remaja
bisa ditemui di makam Sunan Giri. Bahkan salah satu informan mengaku anaknya saat
berumur 3 bulan sudah diajak mengemis di makam Sunan Giri. Disini orang tua secara
tidak disadari telah mempersiapkan anaknya untuk menjadi sepertinya yakni pengemis.
Karena dalam tahap ini anak sudah bisa meniru apa yang dilihat meski tidak sempurna.
Seperti memperhatikan cara orang tuanya mengemis, sikap orang tuanya saat ada
pengunjung datang, dan sebagainya. Ini merupakan tahap pengenalan awal anak pada
dunia sekitar, para pengemis anak makam Sunan Giri sejak kecil sudah diperkenalkan
dengan dunia mengemis, dunia dimana ibunya bekerja. Dari sinilah para pengemis anak
mulai memahami peran-peran yang dilakukan orang dewasa yang berada di sekitarnya
terutama ibunya.
2. Tahap Meniru (Play Stage)
Tapahan dimana seorang menirukan peran-peran yang dilakukan orang dewasa yang
berada di sekitarnya. Pada tahap ini kemampuan anak untuk menempatkan diri pada
posisi orang lain mulai terbentuk serta juga menyadari tentang apa yang dilakukan oleh
seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari dirirnya. Keikutsertaan anak
dalam kegiatan mengemis khususnya yang dilakukan oleh pengemis anak makam Sunan
Giri sejak iya masih kecil, sehingga anak menyadari apa yang dilakukan ibunya,
meminta-minta adalah pekerjaan yang ibunya lakukan sehingga anak menyadari bahwa
yang dilakukan oleh ibunya adalah suatu hal yang juga harus dia lakukan, oleh karena itu
dalam tahap ini anak sudah mulai meniru apa yang dilakukan oleh ibunya, yakni
mengemis. meskipun seorang ibu tidak pernah menyadari mengajarkan cara mengemis
kepada anak, tapi dengan membawanya ke tempat dia mengemis merupakan sebuah
pembelajaran, dimana pembelajaran itu mungkin tidak disadari oleh orang tuanya.
3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Pengemis anak makam Sunan Giri dalam tahap ini sudah tak lagi untuk memahami peran
dan meniru peran orang yang ada disekitarnya, namun dalam dalam tahap ini anak sudah
mulai action, yakni melakukan kegiatan yang mengemis seperti yang dilakukan ibunya,
karena dalam tahap ini kemapuan anak menempatkan diri pada posisi orang lain pun
meningkat, sehinga memungkinkan anak untuk melakukan kegiatan yang selama dari
tahap prepatory stage dan tahap play stage sudah mereka dapatkan. Selain itu, tidak
adanya larangan dari orang tua saat anak memulai melakukan kegiatan mengemis sendiri
juga merupakan penyebab keikutsertaan anak dalam kegiatan mengemis.
4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage)
Dalam tahap ini anak sudah dianggap dewasa, individu dinilai sudah mencapai tahap
kematangan untuk siap terjun ke masyarakat. Untuk pengemis anak makam Sunan Giri
tahap ini merupakan tahap dimana mereka menyadari kegiatan yang mereka lakukan
merupakan kegiatan yang melanggar norma dan aturan yang berlaku dimasyarakat.
Dalam tahap ini seorang anak yang menuju usia dewasa, sudah mengetahui larangan dari
kegiatan mengemis serta sanksi sosial yang akan didapatkanya, maka ditangan individu
tersebutlah keputusan untuk tetap mengemis atau berhenti mengemis berada. Karena
pada tahap ini individu sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat yang
luas.
Tahap perkembangan diri manusia tersebut, menjelaskan bahwa dalam proses sosialisasi
awal seorang sangat penting bagi perkembangan anak kelak, dimana dalam tahap tersebut tahap
pertama dan tahap kedua yang disebut preparatory stage and play Stage menjadi tahap penting
bagi perkembangan diri manusia terutama anak, dimana dalam tahap tersebut anak mulai
dikenalkan pada dunianya, dunia orang orang terdekatnya dan orang yang sering dia temui.
Usia anak yang masih sangat muda dimana anak belum mengetahui tentang norma serta nilai
yang baik dan buruk bagi dirinya. Anak hanya akan memperhatikan serta meniru apa yang
mereka lihat saat itu, terutama memperhatikan dan meniru apa yang dilakukan orang tuanya.
dalam kedua tahap tersebut anak belum mengetahui tentang diri mereka. meraka masih dalam
tahap untuk menemukan dirinya, dengan memperhatikan serta mengambil peran-peran dari
orang terdekatnya.
Eksploitasi pengemis anak di makam Sunan Giri
Anak adalah individu yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Dimana anak memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, diantaranya
yakni Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Setiap anak berhak untuk
beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,
berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi
pengembangan diri, sesuai UU Republik Indonesia nomer 23 tahun 2002 dan Konvensi Hak
Anka (KHA).
Namun dalam kenyataanya masih banyak orang-orang dewasa yang melanggar hak-hak
anak tersebut, Dalam pandangan masyarakat keseluruhan (dari semua etnis) anak adalah milik
keluarga atau orang dewasa. Patron hubungan fungsional yang selalu berlangsung adalah anak
yang harus menghormati, berbakti, dan membalas budi orang tua atau keluarga. Salah satu
manifesnya adalah kepatuhan seorang anak terhadap orang tua (orang dewasa) yang memiliki
macam-macam kehendak. Pola hubungan cultural anak dengan orang tua atau orang dewasa
seperti itu, untuk kalangan masyarakat miskin memposisikan anak menjadi rentan terhadap
sejumlah eksploitasi. Dengan alasan melatih anak belajar bekerja dan bertanggung jawab lalu
anak diminta membantu bekerja dengan pola penggunaan waktu tak tertentu.
Samahalnya yang dialami oleh para pengemis anak khusunya pengemis anak makam
Sunan Giri kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Para pengemis anak makam Sunan Giri
mengalami tindakan eksploitasi. Tindakan eksploitasi tersebut dilakukan oleh orang terdekatnya
yakni oleh orang tua khususnya oleh ibu kandungnya sendiri. menurut data penelitian yang telah
didapatkan kegiatan meminta-minta yang dilakukan para pengemis anak tersebut sudah mereka
lakukan sejak dia kecil, bahkan ada informan yang mengaku mengajak anaknya untuk
mengemis sejak anak masih berumur tiga bulan.
Hal tersebut jelas sebuah pelanggaran yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anak karena orang tua tidak memberikan pendidikan awal
kepada anak dengan baik, malah mengajak anak untuk melakukan pekerjaan yang sudah
dianggap rendah, sepele dan atau sebelah mata oleh masyarakat yakni menjadi pengemis. namun
kebanyakan orang tidak memperdulikan hal tersebut karena masyarakat telah beranggapan
bahwa anak adalah urusan orang tua anak tersebut. bisa dibilang permasalahan orang tua dan
anak umunya menjadi masalah internal keluarga sendiri atau menjadi urusan keluarga.
Hak anak untuk beristirahat bersenang-senang untuk bermain dengan teman sebaya, hak
anak atas perlindungan dari tindakan eksploitasi serta hak anak memperoleh taraf hidup layak
bagi perkembangan fisik, mental dan sosial, hak-hak tersebut tidak didapatkan oleh anak yang
menjadi seorang pengemis. waktu bersenang-senang dan bermain seorang anak yang menjadi
pengemis menjadi berkurang bahkan tidak ada, karena anak selesai sekolah harus mencari uang
untuk kebutuhanya sendiri atau menjadi pengemis. selain itu Kebutuhan ekonomi anak menjadi
tanggung jawab orang tua sampai anak mencapai usia kerja dan atau mempunyai keterampilan
untuk bekerja, menyuruh anak bekerja maupun mengajak anak bekerja di usia yang masih kecil
atau belum cukup umur merupakan sebuah pelanggaran hak anak. Sama halnya yang dilakukan
oleh orang tua pengemis anak terhadap anaknya yang terjadi di makam Sunan Giri, mereka
mengajak anak untuk melakukan pekerjaan, meskipun pekerjaanya dilakukan diluar jam
sekolah, meskipun dimana sebagian besar anak dan orang tua mengaku bahwa hasil yang
didapat anak akan kembali kepada anak tersebut atau dengan kata lain untuk memenuhi
kebutuhan anak sendiri, meskipun begitu hal tersebut sudah melanggar hak anak, tidak
selayaknya anak yang masih dibawah umur bekerja dan memnuhi kebutuhanya sendiri, karena
mereka masih menjadi tanggungan orang tua mereka masing-masing. apalagi pekerjaan yang
mereka lakukan mendapat cap negative dari masyarakat yakni menjadi seorang pengemis, hal
tersebut akan berdampak pada kondisi sosial dan psiokologis seorang anak, sehingga fenomena
pengemis anak yang terjadi di makam Sunan Giri adalah sebuah eksploitasi anak.
Dalam posisi tersebut pengemis anak makam Sunan Giri menjadi kaum subordinat,
mereka tidak memiliki kekuatan dan kewenangan untuk menolak ajakan dan suruhan ibunya.
mereka telah dikenalkan pada dunia mengemis sejak kecil dengan kata lain anak telah
mendapatkan sosialisasi awal yang kurang baik dari orang tua. Usia anak yang masih sangat
kecil menyebabkan anak tidak menyadari bahwa ajakan orang tuanya untuk mengemis akan
berdampak kurang baik bagi dirinya. Anak hanya menuruti apa yang dikatakan dan
diperintahkan
oleh
orang
tuanya,
karena
ketidakberdayaan,
ketidakmampuan
serta
ketidakberanian anak untuk menolak ajakan dan suruhan orang tua mereka. sedangkan orang tua
atau atau ibu kandung para pengemis anak tersebut menjadi kaum superordinat dimana anak
menjadi pengemis karena suruhan dan ajakan ibu kandungnya, dimana ibu kandungnya
mempunyai kekuatan atau power untuk menyuruh anak mengemis, orang tua beranggapan
mengajak anak demi anak tersebut. mereka beranggapan melakukakan kegiatan mengemis dan
mengajak anak untuk mengemis demi anak itu sendiri, dalam hal ini orang tua salah dalam
mengartikan bahwa yang dilakukannya adalah demi anak, tapi karena hal yang dilakukanya
tersebut akan berdampak negative pada anak tersebut.
Dampak sosial dan psikologis yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri
Pengemis merupakan salah satu satu gejala sosial yang sampai saat ini belum tuntas
diselesaikan dan diperlukan penanganan secara khusus. Kebaikan hati dan rasa simpati
seseorang dimanfaatkan oleh para pengemis untuk mendapatkan uang. Dengan menyodorkan
tangan atau dengan bantuan benda seperti; gelas, mangkok maupun plastik bekas makanan, para
pengemis mengharapkan belas kasihan orang lain. Keberadaan para pengemis baik yang di
perempatan jalan, fasilitas umum, tempat wisata dan sebagainya dapat menganggu ketertiban
dan kenyamanan umum. Pengertian pengemis sendiri menurut Peraturan Pemerintah No.31
Tahun 1980 adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta di muka
umum dengan berbagai cara dan alasan dengan mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Undang-undang tersebut juga membahas tentang larangan untuk mengemis di tempat umum
yang dibahas pada peraturan Penanggulangan Gelandangan dan pengemis. larangan memintaminta kepada orang lain atau mengemis tersebut juga dilakukan di makam Sunan Giri
Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. hal tersebut ditunjukkan dengan adanya papan
peringatan yang berdiri tepat di depan pintu masuk menuju makam utama Sunan Giri.
Oleh karena itu, sering terjadi razia atau pengerebekam yang dilakukan oleh polisi
petugas pamong praja atau Satpoll PP untuk menertipkan para gelandangan dan pengemis
tersebut, sama halnya yang etrajdi di makam Sunan Giri, din makam Sunan Giri sering terjadi
pengerebakan oleh petugas Satpol PP kabupaten Gresik untuk menertibkan makam Sunan Giri
dai para pengemis yang sering mangkal disana. hasil wawancara menujukkan bahwa pengemis
makam Sunan Giri termasuk didalamnya pengemis anak Makam Sunan Giri sering terkena razia
oleh petugas Satpoll PP, sehingga diusia anak yang sangat muda tersebut harus dihadapkan
dengan hukum (ringan) serta ketakutan terjaring razia petugas Satpoll PP selalu terbayangbayang saat anak melakukan kegiatan mengemis.
kegiatan mengemis adalah kegiatan yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat,
kegiatan tersebut tidak layak untuk dilakukan, terutama anak-anak. Anak mendapat pandangan
negatif atau cap negatif dari masyarakat karena kegiatan yang dilakukanya seperti dari
lingkungan rumah dan lingkungan sekolah. anak sering mendapat perlakuan yang kurang baik
dari lingkunganya yang akan menganggu psikologis anak mendapat cemooh, cibiran dan
gunjingan dari teman sebaya baik di rumah maupun di sekolah. Anak merasa malu dan merasa
tidak percaya diri jika bertemu dengan anak yang seusianya karena kegiatan yang dilakukanya.
Seorang anak mendapat cap dari lingkunganya menjadi sosok yang kurang baik dimata
masyarakat menyebabkan anak tumbuh dengan cap tersebut, malah bisa jadi individu tersebut
akan mempertahankannya. Dampak tersebutlah yang dialami oleh para pengemis anak makam
Sunan Giri, mereka sudah mendapat cap sebagai pengemis baik di lingkungan tempat tinggalnya
maupun lingkungan sekolahnya.
KESIMPULAN
Pengemis merupakan suatu gejala sosial yang sampai saat ini belum menemukan solusi
yang nyata untuk menyelesaikannya. Sama halnya yang terjadi di makam Sunan Giri,
keberadaan pengemis dari segala umur terutama anak-anak sulit untuk dipisahkan. Para
pengemis tersebut termasuk pengemis anak memanfaatkan makam Sunan Giri yang tiap hari
tidak pernah sepi oleh para peziarah makam. Dari paparan data yang telah didapat peneliti serta
dikaitkan dengan teori sosiologi atau analisis teoritik pada bab sebelumya, maka disini peneliti
menjawab rumusan penelitian dan mendapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anak menjadi
pengemis yakni dengan mengajak anak ikut serta dalam kegiatanya, yakni meminta-minta
kepada orang atau pengujung di makam Sunan Giri. Hal tersebut dilakukan orang tua saat
anak masih sangat kecil bahkan masih dalam usia balita. Dimana hal tersebut secara
langsung atau tidak langsung telah mengajarkan anaknya untuk menjadi pengemis. Praktik
ini yang diwariskan secara turun temurun, disosialisasikan melalui kehidupan keluarga dan
kehidupan masyarakat, Sehingga muncullah fenomena pengemis makam Sunan Giri.
2. Bentuk eksploitasi yang didapat para pengemis anak makam Sunan Giri adalah ekpsloitasi
ekonomi. Tindakan eksploitasi ekonomi yang didapat anak atau pengemis anak makam
Sunan Giri tersebut dilakukan oleh orang tua kandung pengemis anak sendiri. Dimana sejak
kecil anak sudah harus mencari uang dengan cara meminta-minta kepada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, selain itu terdapat anak yang juga harus memenuhi
kebutuhan primer bahkan kebutuhan sekunder keluarganya.
3. Dampak Sosial yang dialami anak baik dari proses sosialisasi dan eksploitasi ekonomi yang
didapat anak yakni anak mendapat cap negative dari masyarakat sekitar sebagai seorang
pengemis dan anak dari seorang pengemis, yang merupakan kegiatan atau perbuatan yang
dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Sedangkan dampak psikologis yang dialami anak
yakni merasa malu dan merasa tidak percaya diri jika bertemu dengan anak yang seusianya
yang bersekolah, mereka akan merasa malu karena tidak mampu dalam segi ekonomi.
SARAN
Peneliti mengaku penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari penulisan laporan
maupun dari isi. Oleh karena itu peneliti ingin memberikan saran kepada peneliti selanjutnya
yang mengambil topik penelitian yang sama dengan penelitian ini yakni pengemis anak agar
lebih menguak dan memperdalam fenomena pengemis anak baik yang terjadi di makam Sunan
Giri maupun tempat lainnya.
Saran untuk pemerintah dan pihak terkait dimana larangan pengemis yang mengajak anak
yang masih dibawah umur perlu ditegakkan kembali dengan memberikan tindakan tegas. Hal
tersebut sangat dibutuhkan untuk penyelesaian fenomena yang tidak kunjung usai ini. Selain itu
Sosialisasi kepada orang tua tentang pentingnya tahap sosialisasi awal atau perkembangan awal
anak sangat dibutuhkan, karena ketidaktahuan orang tua terhadap dampak yang akan terjadi jika
terjadi kesalahan dalam tahap sosialisasi awal orang tua kepada anak. Hal tersebut diharapkan
menjadi salah satu materi atau program kerja dinas terkait, seperti Dinas Sosial maupun
Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM).
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Alam. 1984. Pelacuran dan pemerasan : studi sosiologis tentang eksploitasi manusia oleh
manusia. Bandung : Penerbit Alumni
Iskandar, Maskun. 2000. Anak Jalanan Dilecehkan Anak Gedongan Dimensinkan.
Lembaga Pers Dr. Soetomo
Keraf, Goyrs. 2004. Komposisi; sebuah pengantar kemahiran bahasa. Semarang :
Penerbit Nusa Indah
Krisnawati, Emiliana. 2005. Aspek hukum perlindungan anak. CV utomo : Bandung
Raho, Bernald. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakata : Prestasi Pustaka
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2001. Teori Marxis dan berbagai ragam teori
neo Marxian. Kreasi Wacana : Bantul Yogyakarta
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2011, Teori Sosiologi Modern, Kencana, Jakarta.
Ritzer, George. 2003. Sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda. Jakarta
Rajawali pers
:
Ritzer, George. 2012. teori sosiologi : Dari sosiologi klasik sampai perkembangan
terakhir postmodern. Yogyakarta : Pustaka P elajar
Shalahuddin, Odi. 2004. Dibawah bayang – bayang ancaman. Semarang : Yayasan setara
Siahaan, Hotman. 1986. Pengantar kearah sejarah dan teori sosiologi. Erlangga: Surabaya
Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R & D. Bandung :
Alfabeta
Suseno, Franz Magnis.1999. pemikiran Karl marx: Dari sosialisme utopis ke perselisihan
revisionalisme. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Suyanto, Bagong. 1999. Pelanggaran hak dan perlindungan sosial bagi anak rawan.
Surabaya : Airlangga University Press
Suyanto, Bagong. 2010. Masalah sosial anak. Jakarta : kencana Prenada media group
Usman dan Jalal, Nachrowi. 2004. Pekerja anak di Indonesia ; kondisi, determinan dan
eksploitasi (kajian kuantitatif). Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia
Wetini, Wanda. 2004. Kompleks Makam Sunan Giri: Tinjauan Historis Arkeologis
dalam buku Grissee Tempo Doeloe.. Pemerintah Kabupaten Gresik
Widodo, Dukut Imam et,al. 2004. Grissie Tempo Doeloe. Gresik: Pemerintah Kabupaten
Gresik.
B. Jurnal penelitian
Prandnyapasa, Dhita Ayu. 2013. sosialisasi pengemis : studi deskriptif tentang sosialisasi
mengemis di dusun duluran, desa gedangsewu, pare Kediri. Departemen Sosiologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Hendrawati, Lucy Dyah.2005. Identifikasi masalah dan kendala penanganan pengemis
dan gelandangan di Surabaya. lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
Universitas Airlangga
Bahari, Yohanes. Karl Marx: Sekelumit Tentang hidup dan pemikiranya. Pendidikan
sosiologi FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak.
Nurwijayanti, Andriyani Mustika. 2011. Eksploitasi Anak: Perlindungan Hukum
Jalanan Dalam Perspektif Hukum Pidana Di Daerah Yogyakarta. Jurisprudence
Yuniarti, Ninik. 2012. Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengamen Dan Pengemis Di
Terminal Tidar Oleh Keluarga. Komunitas : Universitas Negeri Semarang
Setyaningrum, Nurrohmah. 2014. Fenomena Pengemis Anak Di Pasar Klewer Surakarta :
Studi Tentang Fenomena Akses Layanan Pendidikan Pengemis Anak. Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret :Surakarta
Rahman,Astriani. Eksploitasi Orang Tua Terhadap Anak Dengan Mempekerjakan Sebagai
Buruh. Universitas Gunadarma
C. Internet
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,18911-lang,id-c,wartat,Fatwa+Haram+Mengemis+Belum+Diperlukan-.phpx diakses pada hari minggu tanggal 20
april 2014 pukul 19.42 WIB
http://regional.kompas.com/read/2013/01/11/16514615/19.Gelandangan.dan.Pengemis.Terjaring
.Razia.di.Gresik. Diakses pada hari sabtu tgl 8 maret 2014. Pkl 15.30
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/sedekah-keutamaan-dan-macam-macamnya.html
diakses pada tanggal 14 April 2014 pukul 08.14 WIB
http://id.scribd.com/doc/40631645/Pemikiran-George-Herbert-Mead diakses pada tanggal 10
Desember 2014 pukul 13.13 WIB
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/546/jbptunikompp-gdl-adekagustu-27293-3-5.babii.pdf
diakses pada tanggal 21 November 2014 pukul 17.22 WIB
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=599 diakses pada tanggal
11 Desember 2014 pukul 08.29 WIB
http://sejarahsemarang.wordpress.com/kemiskinan/kota-pengemis/ diakses pada tanggal 11
Desember 2014 pukul 08.35 WIB
http://pekanbaru.tribunnews.com/2014/05/07/orangtua-eksploitasi-anak-harus-dijerat-uuperlindungan-anak diakses pada tanggal 11 Desember 2014 pukul 08.40 WIB
www.lensaindonesia.com/2012/10/21/dki-jakarta-dipenuhi-pengemis-anak-di-bawah-umur.html
diakses pada tanggal 11 Desember 2014 pukul 11.54 WIB
http://www.indosiar.com/fokus/sengaja-bawa-anak-demi-belas-kasihan_91661.html
pada tanggal 7 Desember 2014 pukul 15.54 WIB
diakses
www.tribunnews.com/regional/2013/04/09/aniaya-dan-paksa-anak-jadi-pengemis-mamidipolisikan diakses pada tanggal 7 Desember 2014 pukul 15.34 WIB
http://www.balikpapanpos.co.id/berita/detail/137532-anjal-kakak-beradik-dipaksamengemis.html diakses pada tanggal 4 Desember 2014 pukul 08.54 WIB
http://detakjateng.com/berita/anak-jalanan-dan-pengemis-terjaring-razia.html
tanggal 7 Desember 2014 pukul 15.44 WIB
diakses
pada
http://www.jawapos.com/baca/artikel/4909/Banyak-Anak-Dipaksa-Mengemis
tanggal 6 Desember 2014 pukul 14.22 WIB
diakses
pada
http://www.tempo.co/read/news/2013/09/21/214515473/Bocah-Ini-Mengemis-dengan-SeragamSekolah diakses pada tanggal 7 Desember 2014 pukul 20.22 WIB
Download