JURNAL SOSIAL DAN POLITIK FENOMENA PENGEMIS ANAK Studi Kualitatif Proses Sosialisasi Serta Eksploitasi Ekonomi pada Pengemis Anak Di Makam Sunan Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik Oleh : Putri Ratna Zunita Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga ABSTRAK Keberadaan pengemis di wisata religi makam Sunan Giri memang sudah tidak asing lagi bagi penduduk sekitar makam. Keberadaan pengemis di tempat tersebut saat mudah dijumpai, mulai dari pengemis tua sampai anak-anak. Kawasan wisata tersebut justru disalahgunakan oleh orang-orang yang ada disekitar tempat wisata dengan memanfaatkan untuk meminta-minta khususnya yang dilakukan oleh anak-anak. Oleh karena itu peneliti ingin mengungkap fenomena pengemis anak yang ada di makam Sunan Giri dengan rumusan masalah yakni bagaimana proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anak mereka menjadi pengemis, Apa bentuk eksploitasi yang dialami pengemis anak dan Bagaimana dampak sosial dan psikologis yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik purposive sebagai teknik penentuan subjek penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara (indept interview) dan observasi. Sedangkan untuk menganalisis lebih mendalam permasalahan dalam penelitian ini menggunakan teori proses sosialisasi Rogers Herbert Mead dan teori eksploitasi Karl Marx. Paradigma yang digunakan adalah paradigma definisi sosial. Kesimpulan dari penelitian ini yakni diketahui bahwa mengajak anak ikut serta dalam kegiatan mengemis merupakan sosialisasi awal yang merupakan penyebab anak menjadi pengemis di makam Sunan Giri. Bentuk eksploitasi yang terjadi yakni eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh orang tua kandung mereka sendiri yang juga menjadi pengemis di makam Sunan Giri. Sedangkan dampak sosial yang dialami pengemis anak yakni anak mendapat cap negatif dari masyarakat sekitar, sedangkan dampak psikologis yakni anak merasa malu dan tidak percaya diri. Kata Kunci: pengemis anak, proses sosialisasi, eksploitasi ABSTRACT The existence of the beggars in religious tourism object of Sunan Giri’s burial plot is not spotted as the hottest issue anymore for the citizens around. The beggars that easy to find around that site includes children and adult beggars. The site is always crowded and full of tourist, the beggars take an vantage from the situation that turn the image of the site into negative in society’s perspective. From that case. The writer want to highlight the phenomena of children beggars with be statement of the problem how is the socialization process that adopted and developed by the children’s beggars parents that turn them and force them to be beggars, what are the exploitations had been suffered by children beggars and how are the social and psychological effects for the children beggar in Sunan Giri’s burial plot. The observation using qualitative method combine by purposive technique as the determining technique. The technique of data collection using interview method (indept interview) and observation. For analyzing the data further this observation using socialization process theory by Rogers Herbert Mead and exploitation theory by Karl Marx and using social paradigm. The conclusion of this observation, the early step of socialization by children beggars’ parents is asking or challenging their children go to Sunan Giri’s burial plot when their parents is “at work” or “begging”. The exploitation that happened is economic exploitation by their own biological parents that actually works as beggars in Sunan Giri’s site. The social effect that suffered by the children beggars is the negative perspective tagged to them by the society, while the psychological effect makes the ashamed and have less self confidence. Keyword: children beggars, process socialization, exploitation LATAR BELAKANG Keberadaan pengemis di wisata religi Sunan Giri memang sudah tidak asing lagi bagi penduduk sekitar makam bahkan pengunjung makam Sunan Giri sendiri. Keberadaan pengemis di tempat wisata religi tersebut sangat mudah dijumpai, mulai dari pengemis tua, dewasa, muda bahkan pengemis anak-anak. makan Sunan Giri yang terletak di kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur merupakan salah satu dari sekian banyak tempat wisata religi yang banyak dikunjungi oleh para pengunjung atau peziarah. Keberadaan makan Sunan Giri tersebut memberikan banyak sekali manfaat. Tempat wisata religi tersebut menarik perhatian banyak pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia, hal tersebut dapat memperluas lapangan pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran di kabupaten Gresik. Sehingga meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Makam sunan Giri sendiri adalah makam salah satu penyebar ajaran agama Islam di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan “Wali Songo”. Sunan Giri adalah salah satu “Wali Songo” yang ada di Pulau Jawa. Makan Sunan Giri banyak dikunjungi oleh para peziarah seperti makam sunan-sunan lainnya, makan Sunan Giri tidak pernah sepi oleh pengunjung, apalagi disaat libur sekolah atau hari besar Islam. Tempat yang seperti itu dimanfaatkan oleh para pengemis baik orang tua, orang dewasa bahkan anakanak untuk mendapatkan uang dengan cara mengharapkan dan meminta belas kasihan orang lain. Anak-anak yang bekerja sebagai pengemis tersebut rawan mendapatkan tekanan dan eksploitasi dari pihak lain, dan pekerjaan yang dilakukan tersebut dapat merugikan bagi anak itu sendiri dikarenakan anak dalam posisi yang tidak berdaya juga sangat rentan terhadap eksploitasi ekonomi. Dalam pasal 32 UUD mewajibkan pemerintah untuk melindungi anak dari “eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan apa saja yang berkemungkinan membahayakan atau menganggu pendidikan anak, atau berbahaya bagi kesehatan fisik, jiwa, rohani, moral atau perkembangan sosial anak”. Dalam konvensi, wajib belajar dan pendidikan dasar yang cuma-cuma, pencapaian standar kesehatan tertinggi, jaminan sosial, dan ketentuan untuk istirahat dan rekreasi. Serta jika anak terpaksa atau tidak harus bekerja, berarti bisa menempatkan anak-anak tersebut dalam kategori berbahaya dan mempengaruhi proses tumbuh kembang secara wajar. Realitas yang ada, dimana anak-anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan pembinaan agar kelak menjadi orang dewasa yang sehat, cerdas terampil dan handal, malah mereka menggantungkan diri dengan cara mengharap dan meminta belas kasihan orang lain. Bisa dibilang anak-anak tersebut melakukan pekerjaan diusia mereka yang masih muda. Kawasan wisata yang seharusnya mensejahterakan penduduknya justru disalahgunakan oleh orang-orang yang ada disekitar tempat wisata dengan memanfaatkan anak untuk bekerja. Anak tersebut bekerja sebagai sebagai pengemis, mereka berada di tempat wisata tersebut mulai dari pagi hari hingga larut malam. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat jam kerja yang lumayan panjang karena mereka juga memerlukan waktu untuk belajar, bermain dan anak tersebut juga rawan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pihak. Penelitian ini yang berbeda dengan penelitian sebelumya, yaitu peneliti meneliti bagian dari anak jalanan yakni pengemis anak. Permasalahan pengemis anak belum pernah diteliti secara mendalam, terutama dengan setting penelitian pada tempat wisata religi. FOKUS PERMASALAHAN Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, fokus dari penelitian yang diteliti yakni masalah pengemis anak. Khususnya para pengemis anak yang biasanya menetap atau mangkal di Makam Sunan Giri. Keberadaan pengemis anak dilatarbelakangi oleh berbagai hal sehingga mereka masih dan harus melakukan pekerjaan tersebut. Pengemis anak sangat rentan mengalami tindak kekerasan baik yang dilakukan oleh oknum tertentu maupun orang yang terdekat, sehingga peneliti ingin mengfokuskan penelitian yakni : 1. Bagaimana proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anakanak mereka menjadi pengemis di Makam Sunan Giri? 2. Apa bentuk eksploitasi yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri? 3. Bagaimana dampak sosial dan psikologis yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri? TUJUAN PENELITIAN Dari latar belakang dan fokus penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini yakni: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anak-anak mereka menjadi pengemis di Makam Sunan Giri 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk eksploitasi yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri 3. Untuk mengetahui dan menjelaskan dampak sosial dan psikologis yang dialami oleh pengemis anak di makam Sunan Giri MANFAAT PENELITIAN Manfaat akademis 1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kritikan untuk membangun pengembangan ilmu, khusunya pada sosiologi keluarga dan masalah sosial anak. 2. Dapat dijadikan referensi untuk menulis ataupun penelitian tentang pengemis anak, proses sosialisasi dan eksploitasi anak. Manfaat Praktis 1. Dengan penelitian ini diharapkan bisa menjadi input pemerintahan terkait atau Dinas Sosial terkait untuk menyelesaikan permasalahan tentang pengemis anak yang ada di makam Sunan Giri 2. Dengan penelitian tentang pengemis anak diharapkan bisa membantu untuk memencahkan masalah yang ada. 3. Dengan penelitian diharapkan bisa memberi atau merencanakan penanganan tentang pengemis anak. KAJIAN TEORITIK Penelitian ini menggunakan Paradigma definisi sosial, Paradigma definisi sosial menjelaskan makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakan mereka. Paradigma ini secara pasti memandang manusia sebagai orang yang aktif menciptakan kehidupan sosialnya sendiri, sehingga paradigma ini lebih mengarahkan perhatian kepada bagaimana cara manusia mengartikan kehidupan sosialnya atau bagaimana cara mereka membentuk kehidupann sosial yang nyata. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yakni teori permulaan diri atau perkembangan diri manusia (sosialisasi) George Herbert Mead dan Teori Eksploitasi Karl Marx. Teori sosialisasi George Herbert Mead yang menjelaskan bahwa Sosialisasi adalah proses dimana manusia belajar melalui cara, nilai dan menyesuaikan tindakan dengan masyarakat dan budaya, isinnya melihat bagaimana manusia meningkatkan pertumbuhan pribadi mereka agar sesuai dengan keadaan , nilai, norma dan budaya sebuah masyarakat. George Herbert Mead dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (George Herbert Mead, 1972). Mead menguraikan tahap pengembangan diri manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri, diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut : 1. Tahap persiapan (Preparatory Stage) Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya. Pada tahap ini juga anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Dalam tahap ini, individu sebagai calon anggota masyarakat dipersiapkan dengan dibekali nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman bergaul dalam masyarakat oleh lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga. 2. Tahap Meniru (Play Stage) Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peranperan yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari dirinya. 3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage) Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat, sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan teman teman sebaya di luar rumah. 4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage) Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan masyarakat secara luas. Sedangkan teori eksploitasi Karl Marx yang menjelaskan tentang Hubungan antar manusia terjadi antara posisi masing-masing terhadap sarana produksi yaitu dilihat dari usaha yang berbeda dalam mendapatkan sumber-sumber daya yang langka. Eksploitasi lebih mencerminkan distribusi kekayaan dan kekuasaan yang tidak merata dan tidak sama secara kebetulan. Penjelasan tentang teori eksploitasi, Marx lebih detail tentang teori kelas yang akan menyebabkan adanya eksploitasi tersebut, Marx lebih melihat hubungan antar manusia terjadi antara posisi masing-masing terhadap sarana produksi yaitu dilihat dari usaha yang berbeda dalam mendapatkan sumber-sumber daya yang langka. Dimana dalam dunia kapitalis yang mana terjadi pertentangan-pertentangan antara golongan yaitu mereka yang mengeksploitasi dan mereka yang dieksploitasi. Sejarah kehidupan manusia kata marx, tidak lebih dari pertentangan antar kelas, atau antar golongan, mulai dari golongan atau kelas yang terdiri dari orang-orang yang bebas merdeka dengan budak-budak, sampai kepada pertentangan antara kelas penindas dengan yang tertindas, dimana pertikaian kelas kaya dengan miskin, antara penguasa dan dikuasai. Dalam penelitian hanya menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Karl Mrx yakni Kaum Borjuis dan Kaum Proletar, Kaum Superordinat dan Kaum Subordinat serta Kaum yang mengeksploitasi dan kaum yang Dieksploitasi. PEMBAHASAN Proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anak-anak mereka menjadi pengemis di Makam Sunan Giri George Herbert Mead menjelaskan proses sosialisasi diri atau manusia melalui beberapa tahap, yakni Tahap persiapan (Preparatory Stage), Tahap Meniru (Play Stage), Tahap Siap Bertindak (Game Stage) dan Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage). Teori perkembangan diri atau manusia yang dikemukakan oleh George Herbert Mead tersebut digunakan dalam menjelaskan fenomena pengemis anak makam Sunan Giri, keikutsertaan anak dalam kegiatan mengemis serta proses sosialisasi orang tua kepada anaknya sehingga anak menjadi pengemis di makam tersebut. Dari data yang diperoleh dilapangan, pengemis anak makam Sunan Giri adalah anak kandung dari pengemis yang juga mengemis di makam Sunan Giri. Pengemis anak yang mengaku melakukan kegiatan meminta-minta di makam Sunan Giri dilakukanya sejak dia masih kecil, mereka tidak mengetahui kapan tepatnya mereka mulai melakukanya, mereka hanya mengetahui kegiatan mengemis di makam Sunan Giri tersebut sudah lama mereka lakukan. Pada hari libur sekolah dan selesai pulang sekolah adalah jadwal mereka untuk mengemis, namun kegiatan mengemis tidak hanya dilakukan di makam Sunan Giri. Para pengemis anak tersebut mengaku mengemis di makam Sunan Giri mereka lakukan pada hari libur sekolah yakni pada hari minggu, hal tersebut mereka lakukan tidak tanpa alasan, karena mereka sudah mengetahui kondisi dan situasi di makam Sunan Giri saat hari minggu yang dipadati para pengujung atau peziarah. Banyaknya para pengunjung yang datang ke makam Sunan Giri berarti semakin banyak peluang para pengemis anak untuk mendapatkan uang. Sehingga pada hari minggu atau hari libur sekolah para pengemis anak memutuskan untuk mengemis di makam Sunan Giri. Pengemis anak makam Sunan Giri mereka memiliki hubungan erat dan intensif dengan orang tua mereka, karena mereka mengemis di makam Sunan Giri bersama dengan orang tuanya. Orang tua dalam kasus maraknya pengemis anak di makam Sunan Giri menjadi pihak yang melatarbelakangi keikutsertaan anak dalam kegiatanya. dimana orang tua adalah agen pertama dalam proses sosialisasi yang akan membentuk diri seorang anak kedepanya. George Herbert Mead dengan teori empat tahap pengembangan diri manusia yang dijelaskan sebelumnya akan dikaitkan dengan fenomena pengemis anak di makam Sunan Giri. 1. Tahap persiapan (Preparatory Stage) Fenomena pengemis anak yang terjadi di makam Sunan Giri, yakni banyaknya anakanak yang ikut serta dalam kegiatan mengemis, mulai dari anak yang belum genap berumur satu tahun sampai anak-anak yang menjelang masuk dalam Kategori remaja bisa ditemui di makam Sunan Giri. Bahkan salah satu informan mengaku anaknya saat berumur 3 bulan sudah diajak mengemis di makam Sunan Giri. Disini orang tua secara tidak disadari telah mempersiapkan anaknya untuk menjadi sepertinya yakni pengemis. Karena dalam tahap ini anak sudah bisa meniru apa yang dilihat meski tidak sempurna. Seperti memperhatikan cara orang tuanya mengemis, sikap orang tuanya saat ada pengunjung datang, dan sebagainya. Ini merupakan tahap pengenalan awal anak pada dunia sekitar, para pengemis anak makam Sunan Giri sejak kecil sudah diperkenalkan dengan dunia mengemis, dunia dimana ibunya bekerja. Dari sinilah para pengemis anak mulai memahami peran-peran yang dilakukan orang dewasa yang berada di sekitarnya terutama ibunya. 2. Tahap Meniru (Play Stage) Tapahan dimana seorang menirukan peran-peran yang dilakukan orang dewasa yang berada di sekitarnya. Pada tahap ini kemampuan anak untuk menempatkan diri pada posisi orang lain mulai terbentuk serta juga menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari dirirnya. Keikutsertaan anak dalam kegiatan mengemis khususnya yang dilakukan oleh pengemis anak makam Sunan Giri sejak iya masih kecil, sehingga anak menyadari apa yang dilakukan ibunya, meminta-minta adalah pekerjaan yang ibunya lakukan sehingga anak menyadari bahwa yang dilakukan oleh ibunya adalah suatu hal yang juga harus dia lakukan, oleh karena itu dalam tahap ini anak sudah mulai meniru apa yang dilakukan oleh ibunya, yakni mengemis. meskipun seorang ibu tidak pernah menyadari mengajarkan cara mengemis kepada anak, tapi dengan membawanya ke tempat dia mengemis merupakan sebuah pembelajaran, dimana pembelajaran itu mungkin tidak disadari oleh orang tuanya. 3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage) Pengemis anak makam Sunan Giri dalam tahap ini sudah tak lagi untuk memahami peran dan meniru peran orang yang ada disekitarnya, namun dalam dalam tahap ini anak sudah mulai action, yakni melakukan kegiatan yang mengemis seperti yang dilakukan ibunya, karena dalam tahap ini kemapuan anak menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat, sehinga memungkinkan anak untuk melakukan kegiatan yang selama dari tahap prepatory stage dan tahap play stage sudah mereka dapatkan. Selain itu, tidak adanya larangan dari orang tua saat anak memulai melakukan kegiatan mengemis sendiri juga merupakan penyebab keikutsertaan anak dalam kegiatan mengemis. 4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage) Dalam tahap ini anak sudah dianggap dewasa, individu dinilai sudah mencapai tahap kematangan untuk siap terjun ke masyarakat. Untuk pengemis anak makam Sunan Giri tahap ini merupakan tahap dimana mereka menyadari kegiatan yang mereka lakukan merupakan kegiatan yang melanggar norma dan aturan yang berlaku dimasyarakat. Dalam tahap ini seorang anak yang menuju usia dewasa, sudah mengetahui larangan dari kegiatan mengemis serta sanksi sosial yang akan didapatkanya, maka ditangan individu tersebutlah keputusan untuk tetap mengemis atau berhenti mengemis berada. Karena pada tahap ini individu sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat yang luas. Tahap perkembangan diri manusia tersebut, menjelaskan bahwa dalam proses sosialisasi awal seorang sangat penting bagi perkembangan anak kelak, dimana dalam tahap tersebut tahap pertama dan tahap kedua yang disebut preparatory stage and play Stage menjadi tahap penting bagi perkembangan diri manusia terutama anak, dimana dalam tahap tersebut anak mulai dikenalkan pada dunianya, dunia orang orang terdekatnya dan orang yang sering dia temui. Usia anak yang masih sangat muda dimana anak belum mengetahui tentang norma serta nilai yang baik dan buruk bagi dirinya. Anak hanya akan memperhatikan serta meniru apa yang mereka lihat saat itu, terutama memperhatikan dan meniru apa yang dilakukan orang tuanya. dalam kedua tahap tersebut anak belum mengetahui tentang diri mereka. meraka masih dalam tahap untuk menemukan dirinya, dengan memperhatikan serta mengambil peran-peran dari orang terdekatnya. Eksploitasi pengemis anak di makam Sunan Giri Anak adalah individu yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dimana anak memiliki hak-hak yang harus dipenuhi, diantaranya yakni Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri, sesuai UU Republik Indonesia nomer 23 tahun 2002 dan Konvensi Hak Anka (KHA). Namun dalam kenyataanya masih banyak orang-orang dewasa yang melanggar hak-hak anak tersebut, Dalam pandangan masyarakat keseluruhan (dari semua etnis) anak adalah milik keluarga atau orang dewasa. Patron hubungan fungsional yang selalu berlangsung adalah anak yang harus menghormati, berbakti, dan membalas budi orang tua atau keluarga. Salah satu manifesnya adalah kepatuhan seorang anak terhadap orang tua (orang dewasa) yang memiliki macam-macam kehendak. Pola hubungan cultural anak dengan orang tua atau orang dewasa seperti itu, untuk kalangan masyarakat miskin memposisikan anak menjadi rentan terhadap sejumlah eksploitasi. Dengan alasan melatih anak belajar bekerja dan bertanggung jawab lalu anak diminta membantu bekerja dengan pola penggunaan waktu tak tertentu. Samahalnya yang dialami oleh para pengemis anak khusunya pengemis anak makam Sunan Giri kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Para pengemis anak makam Sunan Giri mengalami tindakan eksploitasi. Tindakan eksploitasi tersebut dilakukan oleh orang terdekatnya yakni oleh orang tua khususnya oleh ibu kandungnya sendiri. menurut data penelitian yang telah didapatkan kegiatan meminta-minta yang dilakukan para pengemis anak tersebut sudah mereka lakukan sejak dia kecil, bahkan ada informan yang mengaku mengajak anaknya untuk mengemis sejak anak masih berumur tiga bulan. Hal tersebut jelas sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak karena orang tua tidak memberikan pendidikan awal kepada anak dengan baik, malah mengajak anak untuk melakukan pekerjaan yang sudah dianggap rendah, sepele dan atau sebelah mata oleh masyarakat yakni menjadi pengemis. namun kebanyakan orang tidak memperdulikan hal tersebut karena masyarakat telah beranggapan bahwa anak adalah urusan orang tua anak tersebut. bisa dibilang permasalahan orang tua dan anak umunya menjadi masalah internal keluarga sendiri atau menjadi urusan keluarga. Hak anak untuk beristirahat bersenang-senang untuk bermain dengan teman sebaya, hak anak atas perlindungan dari tindakan eksploitasi serta hak anak memperoleh taraf hidup layak bagi perkembangan fisik, mental dan sosial, hak-hak tersebut tidak didapatkan oleh anak yang menjadi seorang pengemis. waktu bersenang-senang dan bermain seorang anak yang menjadi pengemis menjadi berkurang bahkan tidak ada, karena anak selesai sekolah harus mencari uang untuk kebutuhanya sendiri atau menjadi pengemis. selain itu Kebutuhan ekonomi anak menjadi tanggung jawab orang tua sampai anak mencapai usia kerja dan atau mempunyai keterampilan untuk bekerja, menyuruh anak bekerja maupun mengajak anak bekerja di usia yang masih kecil atau belum cukup umur merupakan sebuah pelanggaran hak anak. Sama halnya yang dilakukan oleh orang tua pengemis anak terhadap anaknya yang terjadi di makam Sunan Giri, mereka mengajak anak untuk melakukan pekerjaan, meskipun pekerjaanya dilakukan diluar jam sekolah, meskipun dimana sebagian besar anak dan orang tua mengaku bahwa hasil yang didapat anak akan kembali kepada anak tersebut atau dengan kata lain untuk memenuhi kebutuhan anak sendiri, meskipun begitu hal tersebut sudah melanggar hak anak, tidak selayaknya anak yang masih dibawah umur bekerja dan memnuhi kebutuhanya sendiri, karena mereka masih menjadi tanggungan orang tua mereka masing-masing. apalagi pekerjaan yang mereka lakukan mendapat cap negative dari masyarakat yakni menjadi seorang pengemis, hal tersebut akan berdampak pada kondisi sosial dan psiokologis seorang anak, sehingga fenomena pengemis anak yang terjadi di makam Sunan Giri adalah sebuah eksploitasi anak. Dalam posisi tersebut pengemis anak makam Sunan Giri menjadi kaum subordinat, mereka tidak memiliki kekuatan dan kewenangan untuk menolak ajakan dan suruhan ibunya. mereka telah dikenalkan pada dunia mengemis sejak kecil dengan kata lain anak telah mendapatkan sosialisasi awal yang kurang baik dari orang tua. Usia anak yang masih sangat kecil menyebabkan anak tidak menyadari bahwa ajakan orang tuanya untuk mengemis akan berdampak kurang baik bagi dirinya. Anak hanya menuruti apa yang dikatakan dan diperintahkan oleh orang tuanya, karena ketidakberdayaan, ketidakmampuan serta ketidakberanian anak untuk menolak ajakan dan suruhan orang tua mereka. sedangkan orang tua atau atau ibu kandung para pengemis anak tersebut menjadi kaum superordinat dimana anak menjadi pengemis karena suruhan dan ajakan ibu kandungnya, dimana ibu kandungnya mempunyai kekuatan atau power untuk menyuruh anak mengemis, orang tua beranggapan mengajak anak demi anak tersebut. mereka beranggapan melakukakan kegiatan mengemis dan mengajak anak untuk mengemis demi anak itu sendiri, dalam hal ini orang tua salah dalam mengartikan bahwa yang dilakukannya adalah demi anak, tapi karena hal yang dilakukanya tersebut akan berdampak negative pada anak tersebut. Dampak sosial dan psikologis yang dialami pengemis anak di makam Sunan Giri Pengemis merupakan salah satu satu gejala sosial yang sampai saat ini belum tuntas diselesaikan dan diperlukan penanganan secara khusus. Kebaikan hati dan rasa simpati seseorang dimanfaatkan oleh para pengemis untuk mendapatkan uang. Dengan menyodorkan tangan atau dengan bantuan benda seperti; gelas, mangkok maupun plastik bekas makanan, para pengemis mengharapkan belas kasihan orang lain. Keberadaan para pengemis baik yang di perempatan jalan, fasilitas umum, tempat wisata dan sebagainya dapat menganggu ketertiban dan kenyamanan umum. Pengertian pengemis sendiri menurut Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 1980 adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan dengan mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Undang-undang tersebut juga membahas tentang larangan untuk mengemis di tempat umum yang dibahas pada peraturan Penanggulangan Gelandangan dan pengemis. larangan memintaminta kepada orang lain atau mengemis tersebut juga dilakukan di makam Sunan Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. hal tersebut ditunjukkan dengan adanya papan peringatan yang berdiri tepat di depan pintu masuk menuju makam utama Sunan Giri. Oleh karena itu, sering terjadi razia atau pengerebekam yang dilakukan oleh polisi petugas pamong praja atau Satpoll PP untuk menertipkan para gelandangan dan pengemis tersebut, sama halnya yang etrajdi di makam Sunan Giri, din makam Sunan Giri sering terjadi pengerebakan oleh petugas Satpol PP kabupaten Gresik untuk menertibkan makam Sunan Giri dai para pengemis yang sering mangkal disana. hasil wawancara menujukkan bahwa pengemis makam Sunan Giri termasuk didalamnya pengemis anak Makam Sunan Giri sering terkena razia oleh petugas Satpoll PP, sehingga diusia anak yang sangat muda tersebut harus dihadapkan dengan hukum (ringan) serta ketakutan terjaring razia petugas Satpoll PP selalu terbayangbayang saat anak melakukan kegiatan mengemis. kegiatan mengemis adalah kegiatan yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat, kegiatan tersebut tidak layak untuk dilakukan, terutama anak-anak. Anak mendapat pandangan negatif atau cap negatif dari masyarakat karena kegiatan yang dilakukanya seperti dari lingkungan rumah dan lingkungan sekolah. anak sering mendapat perlakuan yang kurang baik dari lingkunganya yang akan menganggu psikologis anak mendapat cemooh, cibiran dan gunjingan dari teman sebaya baik di rumah maupun di sekolah. Anak merasa malu dan merasa tidak percaya diri jika bertemu dengan anak yang seusianya karena kegiatan yang dilakukanya. Seorang anak mendapat cap dari lingkunganya menjadi sosok yang kurang baik dimata masyarakat menyebabkan anak tumbuh dengan cap tersebut, malah bisa jadi individu tersebut akan mempertahankannya. Dampak tersebutlah yang dialami oleh para pengemis anak makam Sunan Giri, mereka sudah mendapat cap sebagai pengemis baik di lingkungan tempat tinggalnya maupun lingkungan sekolahnya. KESIMPULAN Pengemis merupakan suatu gejala sosial yang sampai saat ini belum menemukan solusi yang nyata untuk menyelesaikannya. Sama halnya yang terjadi di makam Sunan Giri, keberadaan pengemis dari segala umur terutama anak-anak sulit untuk dipisahkan. Para pengemis tersebut termasuk pengemis anak memanfaatkan makam Sunan Giri yang tiap hari tidak pernah sepi oleh para peziarah makam. Dari paparan data yang telah didapat peneliti serta dikaitkan dengan teori sosiologi atau analisis teoritik pada bab sebelumya, maka disini peneliti menjawab rumusan penelitian dan mendapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. proses sosialisasi yang dikembangkan orang tua kepada anaknya sehingga anak menjadi pengemis yakni dengan mengajak anak ikut serta dalam kegiatanya, yakni meminta-minta kepada orang atau pengujung di makam Sunan Giri. Hal tersebut dilakukan orang tua saat anak masih sangat kecil bahkan masih dalam usia balita. Dimana hal tersebut secara langsung atau tidak langsung telah mengajarkan anaknya untuk menjadi pengemis. Praktik ini yang diwariskan secara turun temurun, disosialisasikan melalui kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat, Sehingga muncullah fenomena pengemis makam Sunan Giri. 2. Bentuk eksploitasi yang didapat para pengemis anak makam Sunan Giri adalah ekpsloitasi ekonomi. Tindakan eksploitasi ekonomi yang didapat anak atau pengemis anak makam Sunan Giri tersebut dilakukan oleh orang tua kandung pengemis anak sendiri. Dimana sejak kecil anak sudah harus mencari uang dengan cara meminta-minta kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, selain itu terdapat anak yang juga harus memenuhi kebutuhan primer bahkan kebutuhan sekunder keluarganya. 3. Dampak Sosial yang dialami anak baik dari proses sosialisasi dan eksploitasi ekonomi yang didapat anak yakni anak mendapat cap negative dari masyarakat sekitar sebagai seorang pengemis dan anak dari seorang pengemis, yang merupakan kegiatan atau perbuatan yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Sedangkan dampak psikologis yang dialami anak yakni merasa malu dan merasa tidak percaya diri jika bertemu dengan anak yang seusianya yang bersekolah, mereka akan merasa malu karena tidak mampu dalam segi ekonomi. SARAN Peneliti mengaku penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari penulisan laporan maupun dari isi. Oleh karena itu peneliti ingin memberikan saran kepada peneliti selanjutnya yang mengambil topik penelitian yang sama dengan penelitian ini yakni pengemis anak agar lebih menguak dan memperdalam fenomena pengemis anak baik yang terjadi di makam Sunan Giri maupun tempat lainnya. Saran untuk pemerintah dan pihak terkait dimana larangan pengemis yang mengajak anak yang masih dibawah umur perlu ditegakkan kembali dengan memberikan tindakan tegas. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk penyelesaian fenomena yang tidak kunjung usai ini. Selain itu Sosialisasi kepada orang tua tentang pentingnya tahap sosialisasi awal atau perkembangan awal anak sangat dibutuhkan, karena ketidaktahuan orang tua terhadap dampak yang akan terjadi jika terjadi kesalahan dalam tahap sosialisasi awal orang tua kepada anak. Hal tersebut diharapkan menjadi salah satu materi atau program kerja dinas terkait, seperti Dinas Sosial maupun Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM). DAFTAR PUSTAKA A. Buku Alam. 1984. Pelacuran dan pemerasan : studi sosiologis tentang eksploitasi manusia oleh manusia. Bandung : Penerbit Alumni Iskandar, Maskun. 2000. Anak Jalanan Dilecehkan Anak Gedongan Dimensinkan. Lembaga Pers Dr. Soetomo Keraf, Goyrs. 2004. Komposisi; sebuah pengantar kemahiran bahasa. Semarang : Penerbit Nusa Indah Krisnawati, Emiliana. 2005. Aspek hukum perlindungan anak. CV utomo : Bandung Raho, Bernald. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakata : Prestasi Pustaka Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2001. Teori Marxis dan berbagai ragam teori neo Marxian. Kreasi Wacana : Bantul Yogyakarta Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2011, Teori Sosiologi Modern, Kencana, Jakarta. Ritzer, George. 2003. Sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda. Jakarta Rajawali pers : Ritzer, George. 2012. teori sosiologi : Dari sosiologi klasik sampai perkembangan terakhir postmodern. Yogyakarta : Pustaka P elajar Shalahuddin, Odi. 2004. Dibawah bayang – bayang ancaman. Semarang : Yayasan setara Siahaan, Hotman. 1986. Pengantar kearah sejarah dan teori sosiologi. Erlangga: Surabaya Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta Suseno, Franz Magnis.1999. pemikiran Karl marx: Dari sosialisme utopis ke perselisihan revisionalisme. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Suyanto, Bagong. 1999. Pelanggaran hak dan perlindungan sosial bagi anak rawan. Surabaya : Airlangga University Press Suyanto, Bagong. 2010. Masalah sosial anak. Jakarta : kencana Prenada media group Usman dan Jalal, Nachrowi. 2004. Pekerja anak di Indonesia ; kondisi, determinan dan eksploitasi (kajian kuantitatif). Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia Wetini, Wanda. 2004. Kompleks Makam Sunan Giri: Tinjauan Historis Arkeologis dalam buku Grissee Tempo Doeloe.. Pemerintah Kabupaten Gresik Widodo, Dukut Imam et,al. 2004. Grissie Tempo Doeloe. Gresik: Pemerintah Kabupaten Gresik. B. Jurnal penelitian Prandnyapasa, Dhita Ayu. 2013. sosialisasi pengemis : studi deskriptif tentang sosialisasi mengemis di dusun duluran, desa gedangsewu, pare Kediri. Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Hendrawati, Lucy Dyah.2005. Identifikasi masalah dan kendala penanganan pengemis dan gelandangan di Surabaya. lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Universitas Airlangga Bahari, Yohanes. Karl Marx: Sekelumit Tentang hidup dan pemikiranya. Pendidikan sosiologi FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak. Nurwijayanti, Andriyani Mustika. 2011. Eksploitasi Anak: Perlindungan Hukum Jalanan Dalam Perspektif Hukum Pidana Di Daerah Yogyakarta. Jurisprudence Yuniarti, Ninik. 2012. Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengamen Dan Pengemis Di Terminal Tidar Oleh Keluarga. Komunitas : Universitas Negeri Semarang Setyaningrum, Nurrohmah. 2014. Fenomena Pengemis Anak Di Pasar Klewer Surakarta : Studi Tentang Fenomena Akses Layanan Pendidikan Pengemis Anak. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret :Surakarta Rahman,Astriani. Eksploitasi Orang Tua Terhadap Anak Dengan Mempekerjakan Sebagai Buruh. Universitas Gunadarma C. Internet http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,1-id,18911-lang,id-c,wartat,Fatwa+Haram+Mengemis+Belum+Diperlukan-.phpx diakses pada hari minggu tanggal 20 april 2014 pukul 19.42 WIB http://regional.kompas.com/read/2013/01/11/16514615/19.Gelandangan.dan.Pengemis.Terjaring .Razia.di.Gresik. Diakses pada hari sabtu tgl 8 maret 2014. Pkl 15.30 http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/sedekah-keutamaan-dan-macam-macamnya.html diakses pada tanggal 14 April 2014 pukul 08.14 WIB http://id.scribd.com/doc/40631645/Pemikiran-George-Herbert-Mead diakses pada tanggal 10 Desember 2014 pukul 13.13 WIB http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/546/jbptunikompp-gdl-adekagustu-27293-3-5.babii.pdf diakses pada tanggal 21 November 2014 pukul 17.22 WIB http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=599 diakses pada tanggal 11 Desember 2014 pukul 08.29 WIB http://sejarahsemarang.wordpress.com/kemiskinan/kota-pengemis/ diakses pada tanggal 11 Desember 2014 pukul 08.35 WIB http://pekanbaru.tribunnews.com/2014/05/07/orangtua-eksploitasi-anak-harus-dijerat-uuperlindungan-anak diakses pada tanggal 11 Desember 2014 pukul 08.40 WIB www.lensaindonesia.com/2012/10/21/dki-jakarta-dipenuhi-pengemis-anak-di-bawah-umur.html diakses pada tanggal 11 Desember 2014 pukul 11.54 WIB http://www.indosiar.com/fokus/sengaja-bawa-anak-demi-belas-kasihan_91661.html pada tanggal 7 Desember 2014 pukul 15.54 WIB diakses www.tribunnews.com/regional/2013/04/09/aniaya-dan-paksa-anak-jadi-pengemis-mamidipolisikan diakses pada tanggal 7 Desember 2014 pukul 15.34 WIB http://www.balikpapanpos.co.id/berita/detail/137532-anjal-kakak-beradik-dipaksamengemis.html diakses pada tanggal 4 Desember 2014 pukul 08.54 WIB http://detakjateng.com/berita/anak-jalanan-dan-pengemis-terjaring-razia.html tanggal 7 Desember 2014 pukul 15.44 WIB diakses pada http://www.jawapos.com/baca/artikel/4909/Banyak-Anak-Dipaksa-Mengemis tanggal 6 Desember 2014 pukul 14.22 WIB diakses pada http://www.tempo.co/read/news/2013/09/21/214515473/Bocah-Ini-Mengemis-dengan-SeragamSekolah diakses pada tanggal 7 Desember 2014 pukul 20.22 WIB