Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Mengenai Bank
Bank merupakan suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang keuangan
. dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Disamping
itu bank juga dikenal sebagai lembaga keuanagan yang usaha pokoknya adalah
menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam
bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang (Kuncoro,2006:68).
Pengertian perbankan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan
atas UU No. 7 tahun 1992 pasal 1 adalah sebagai berikut :
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya”.
2.1.1 Pengertian Bank
Berbagai definisi mengenai bank telah dikemukakan oleh berbagai
kalangan dan ahli. Berikut akan dikemukakan beberapa pengertian bank :
Definisi bank menurut UU Perbankan No.10 tahun 1998 yaitu :
12
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak”.
Dalam PSAK No. 31 tahun 2009 Akuntansi Perbankan (revisi 2000)
disebutkan sebagai berikut :
“Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan
(financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana
(surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit),
serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas
pembayaran”.
Definisi bank menurut menurut menurut Taswan (2010:6) menyatakan bahwa :
“Bank adalah sebuah lembaga atau perusahaan yang aktifitas menghimpun
dana berupa giro, deposito, tabungan dan simpanan yang lain dari
pihakyang kelebihan dana (surplus spending unit) kemudian
menempatkannya kembali kepada masyarakar yang membutuhkan dana
(deficit spending unit) melalui penjualan jasa keuangan yang pada
gilirannya meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak”
Dalam pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya
bank merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman (kredit).
2.1.2 Fungsi Bank
Sesuai Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan pasal 3 menyebutkan :
“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat”.
13
Fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai
financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of
trust, agent of development, dan agent of services (Susilo dkk,2000:6).
a. Agent of trust
Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan
perbankkan adalah kepercayaan ( trust ), baik dalam penghimpun dana
maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya
di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun
kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank
dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor.
Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak
ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana,
penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.
b. Agent Of Development
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.
Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan
bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank
tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi,
kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat
bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan
dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi,
dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian
suatu masyarakat
c. Agent Of Services
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.
Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa
yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian
masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa
pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan
bank, dan jasa penyelesaian tagihan
14
2.1.3 Jenis Bank
Jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi kepemilikan dan dari segi
menentukan harga. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya
kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah
operasinya. Kemudian kepemilikan perusahaan dilihat dari segi pemilikan saham
yang ada serta akta pendiriannya. Sedangkan dari menentukan harga, yaitu antara
bank konvensional berdasarkan bunga dan bank syariah berdasarkan bagi hasil
(Kasmir, 2012:22)
Janis
atau
bentuk
bank
bermacam-macam
tergantung
pada
cara
penggolongannya Menurut Dendawijaya (2009:46) penggolongannya dapat
berdasarkan sebagai berikut :
1. jenis bank berdasarkan undang-undang
Menurut pasal 6 UU RI no 10 tahun 1998 jenis perbankan berdasarka
fungsinya terdiri dari :
a. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa
yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh
jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat
15
dilakukan diseluruh wilayah Indonesia, bahkan keluar negeri (cabang).
Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank).
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Dalam kegiatannya BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Artinya jasa-jasa perbankan yang ditawarkan BPR jauh
lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum
2. Jenis Bank berdasarkan kepemilikan, yaitu :
a. Bank Milik Negara (BUMN)
b. Bank Milik Pemerintah Daerah (BUMD)
c. Bank Milik Koperasi
d. Bank Milik Swasta Nasional
e. Bank Milik Asing
f. Bank Milik Campuran
3. Jenis bank berdasarkan penekanan kegiatannya :
a. Bank retail (Retail Bank)
b. Bank koporasi (Corporate Bank)
c. Bank pedesaan (Rural Bank)
d. Bank Pembangunan (Development Bank)
4. Jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil :
a. Bank Konvensional
b. Bank berdasarkan prinsip syariah
16
2.1.4 Usaha Bank Umum
Kegiatan bank umum pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi enam
kegiatan utama, yaitu perkreditan, marketing, treasury, operation, pengelolaan
sumber daya manusia (SDM) dan audit (Dahlan,2005:47)
1. Perkreditan
Perkreditan merupakan rangkaian kegiatan utama bank umum untuk
penghasilan terbesar bank diperoleh dari bunga, provisi, komisi,
commitment fee, appraisal fee, dan lain-lain yang diterima sebagai akibat
dari pemberian kredit bank. Risiko terbesar yang dipikul oleh bank berasal
dari kegiatan pemberian kredi, misalnya risiko spread, risiko kredit
bermasalah, risiko nilai jaminan, risiko kurs valuta asing.
2. Pemasaran (marketing)
Kegiatan pemasaran (marketing) suatu bank umum lebih banyak
diarahkan pada penghimpunan dana. Hal ini dikarenakan semuua kegiatan
bank pada sisi aktiva, seperti pemberian kredit, penanaman dalam surat
berharga, penanaman dalam penyertaan pada suatu perusahaan, serta
penempatan dana pada bank lain sangat tergantung pada adanya dana
yang dapat dihimpun oleh bank yang jumlahnya dapat dilihat pada sisi
pasiva pada neraca bank.
3. Treasury
Kegiatan treasury lebih diutamakan kepada pengelolaan dana oleh para
eksekutif banak. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh kinerja yang optimal
17
dalam memperoleh dana serta memaksimalkan alokasi dana kepada aktiva
produktif.
4. Operations
Kegiatan operasi adalah kegiatan unit-unit dalam bank yang bersifat
membantu kegitan-kegiatan unit utama bank lainnya
5. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Pengelolaan sumber daya manusia dalam bank mencakup seluruh siklus di
bidang sumber daya manusia yang meliputi perencanaan sumber daya
anusia, penarikan tenaga kerja, penempatan pegawai, dan lain-lain
6. Audit (Pengawasan)
Dalam bisnis perbankan terdapat tiga jenjang pengawasan atau audit,
yaitu pengawasan intern, pengawasan ekstern, dan pengawasan BI.
2.1.5 Pembinaan dan Pengawasan Perbankan
Bank dalam menjalankan usahanya adalah atas dasar kepercayaan, karena
setiap bank harus berupaya menjaga kesehatannya dan terus memelihara
kepercayaan masyarakat yang diberikan kepadanya, agar bank-bank bekerja
dengan baik perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank. Sejalan
dengan hal tersebut, tertuang dalam pasal 29 ayat 1 UU Perbankan No.10 tahun
1998 “Pembinaaan dan pengawasan dilakukan oleh Bank Indonesia”.
Dalam menjalankan usahanya Bank Indonesia menggunakan upayanya
yang bersifat pretentif dlalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, penasehat,
18
bimbingan, dan pengarahan. Sedangkan tindakan repsesif adalah dalam bentuk
tindakan perbaikan.
2.2
Tingkat Kesehatan Bank
2.2.1 Pengertian Kesehatan Bank
Berdasarkan Pasal 29 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank wajib memelihara
tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset,
kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas, serta aspek lain yang
berkaitan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian.
Kesehatan Bank Menurut Susilo dkk (2000:22-23), kesehatan suatu bank
dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan
operasional perbankan secara normal dan maupun untuk memenuhi semua
kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang
sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan suatu bank
untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Adapun kegiatannya,
meliputi :
a. Kemampuan untuk menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain,
dan modal sendiri
b. Kemampuan mengelola dana
c. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat
19
d. Kemampuan untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan,
pemilik modal, dan pihak lain
e. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
2.2.2 Penilaian Tingkat kesehatan Bank
Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan petunjuk pelaksanaan dari
Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum, yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri
(self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan
Risiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara
konsolidasi.
Selanjutnya, Surat Edaran Bank Indonesia ini mencabut ketentuan yang
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Adapun untuk menghasilkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank
sesuai dengan vide SE No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum adalah dengan cara :
a. Penilaian faktor Profil Risiko
merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan
Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib
dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko
Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko
Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.
20
b. Penilaian Faktor GCG
merupakan
penilaian
terhadap
kualitas
manajemen
Bank
atas
pelaksanaan prinsip-prinsip GCG. Prinsip-prinsip GCG dan fokus
penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip GCG berpedoman pada
ketentuan
Bank
Indonesia
mengenai
Pelaksanaan
GCG
bagi
Bank Umum dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas
usaha Bank.
c. Penilaian faktor Rentabilitas
evaluasi terhadap kinerja Rentabilitas, sumber-sumber Rentabilitas,
kesinambungan
(sustainability)
Rentabilitas.
Penilaian
mempertimbangkan
tingkat,
Rentabilitas,
dan
manajemen
dilakukan
trend,
dengan
struktur,
stabilitas
Rentabilitas Bank, dan perbandingan kinerja Bank dengan kinerja peer
group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif.
d. Penilaian atas faktor Permodalan
evaluasi terhadap kecukupan Permodalan dan kecukupan pengelolaan
Permodalan. Dalam melakukan perhitungan Permodalan, Bank wajib
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum. Selain
itu,
dalam
melakukan
penilaian
kecukupan Permodalan, Bank juga harus mengaitkan kecukupan modal
dengan
Profil
Risiko
Bank.
Semakin
tinggi
Risiko
Bank,
21
semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko
tersebut.
2.2.3 Manajemen Risiko Perbankan
1. Pengertian Manajemen Risiko
Pengertian manajemen risiko telah dirumuskan di dalam Pasal 1 angka
(5) Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa Manajemen Risiko adalah
serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh usaha
Bank
2. Fungsi dan tujuan manajmen risiko
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan manajemen risiko yang
merupakan desain prosedur serta implementasi prosedur untuk mengelola suatu
risiko usaha. Manajemen risiko memiliki fungsi, antara lain:
a. Menemukan risiko potensial
b. Mengevaluasi risiko potensial
c. Memilih teknik/cara yang tepatatau menentukan suatu kombinasi dari
teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian
Tujuan yang hendak dicapai dengan manajemen risiko ialah mengelola
perusahaan
supaya
mencegah
perusahaan
dari
kegagalan,
mengurangi
pengeluaran, menaikkan keuntungan perusahaan, menekan biaya produksi, dan
22
sebagainya. Ferry N. Idroes dalam bukunya Manajemen Risiko Perbankan,
menjelaskan manajemen risiko diperlukan untuk:
a. mendukung pencapaian tujuan;
b. memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang
yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi; risiko
yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai
terhadap risiko;
c. mengurangi kemungkinan kesalahan fatal;
d. menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan
dalam organisisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan
mengelola risiko masing - masing sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya
3. Jenis-Jenis Risiko yang Dihadapi Bank
Banyak teori yang ada untuk mendefinisikan jenis - jenis risiko dalam
menjalankan bisnis perbankan. Namun, pada dasarnya jenis - jenis risiko yang
dihadapi dapat dibagi dua kelompok besar, yaitu:
a. Risiko financial
Risiko finansial terkait dengan kerugian langsung berupa hilangnya
sejumlah uang akibat risiko yang terjadi. Risiko kredit, pasar, operasional,
risiko konsentrasi kredit, risiko suku bunga pada buku bank, termasuk ke
dalam risiko finansial.
b. Risiko non financial
23
Risiko non finansial terkait kepada kerugian yang tidak dapat
dikalkulasikan secara jelas jumlah uang yang hilang. Dampak finansial
dari risiko non finansial tidak langsung dapat dirasakan. Kasus seperti
ketika kehilangan nasabah dan kehilangan bisnis akibat risiko yang terjadi
tidak dapat terjadi tidak langsung membuat bank menjadi rugi. Namun
pada gilirannya, risiko
non finansial berpotensi untuk menimbulkan
kerugian finansial.Risiko bisnis, risiko strateijk, serta risiko reputasional
termasuk ke dalam non finansial.
Menurut Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 TentangPerubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 TentangPenerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum, Risiko - risiko perbankan yang harus dikelola antara
lain:
a. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada bank
b. Risiko Pasar;
Berdasarkan Pasal 1 angka (7), risiko pasar adalah risiko pada posisi
neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat
Perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko
perubahan harga option
c. Risiko Likuiditas;
Berdasarkan Pasal 1 angka (8), risiko likuiditas adalah risiko akibat
ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
24
sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan
bank
d. Risiko Operasional;
Berdasarkan Pasal 1 angka (9) risiko operasional adalah risiko akibat
ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal
yang mempengaruhi operasional bank
e. Risiko Hukum;
Sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka (11) dinyatakan bahwa risiko
hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek
yuridis
f. Risiko Reputasi;
Sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka (12) dinyatakan bahwa, risiko
reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder
yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank
g. Risiko Stratejik; dan
Berdasarkan Pasal 1 angka (13), pengertian risiko stratejik adalah risiko
akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis
h. Risiko Kepatuhan;
25
Sebagaimana diatur pada Pasa l 1 angka (10) risiko kepatuhan adalah
risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku
2.2.4 Basel III
Dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan mampu
berkembang serta bersaing secara nasional maupun internasional, maka Bank
perlu meningkatkan kemampuan untuk menyerap risiko yang disebabkan oleh
kondisi krisis dan/atau pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan melalui
peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan Bank sesuai dengan standar
internasional yang berlaku yaitu Basel III.
Peningkatan kualitas permodalan Bank dilakukan melalui penyesuaian
komponen dan persyaratan instrumen modal serta penyesuaian rasio-rasio
permodalan. Selanjutnya,
Peningkatan kuantitas permodalan Bank dicapai
melalui kewajiban pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (buffer)
berupa Capital Conservation Buffer, Countercyclical Buffer, dan Bank yang
dianggap berpotensi sistemik wajib membentuk tambahan modal berupa Capital
Surcharge.
Substansi Pengaturan
1. Peningkatan kualitas permodalan melalui perubahan komponen dan
persyaratan instrumen modal sesuai dengan kerangka Basel III antara lain:
a) Komponen modal inti (Tier 1) yang terdiri atas:
26
1) modal inti utama (common equity Tier 1) yaitu instrumen
modal berkualitas tinggi dalam bentuk saham biasa (common
stock) dan tidak memiliki fitur preferensi dalam pembayaran
dividen/imbal hasil.
2) modal inti tambahan (Additional Tier 1) yaitu penyempurnaan
komponen modal inovatif yang berupa saham preferen atau
instrumen utang yang bersifat subordinasi, tidak memiliki
jangka waktu, pembayaran dividen atau imbal hasil bersifat
non kumulatif, dan tidak memiliki fitur step up.
b) Komponen modal pelengkap (Tier 2) yaitu instrumen utang yang
bersifat subordinasi, memiliki jangka waktu paling kurang 5 (lima)
tahun, dan tidak memiliki fitur step up
2. Bank wajib menyediakan modal inti (Tier 1) paling rendah sebesar 6%
(enam persen) dari ATMR dan modal inti utama (Common Equity Tier 1)
paling rendah sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari ATMR baik
secara individual maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
3. Bank yang memenuhi kriteria tertentu wajib membentuk tambahan modal
sebagai penyangga (buffer) di atas kewajiban penyediaan modal minimum
sesuai profil risiko yang ditetapkan sebagai berikut:
a) Capital Conservation Buffer sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
dari ATMR untuk Bank yang tergolong dalam Bank Umum
Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan BUKU 4 yang pemenuhannya
secara bertahap;
27
b) Countercyclical Buffer dalam kisaran sebesar 0% (nol persen)
sampai dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR bagi
seluruh Bank; dan
c) Capital Surcharge untuk D-SIB dalam kisaran sebesar 1% (satu
persen) sampai dengan 2,5% (dua koma lima persen) dari ATMR
untuk Bank yang ditetapkan berdampak sistemik.
4. Jangka waktu penyesuaian rasio permodalan, pemberlakuan komponen
modal, dan pembentukan tambahan modal sebagai penyangga (buffer)
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Tabel Jangka waktu penyesuaian rasio permodalan, pemberlakuan
komponen modal, dan pembentukan tambahan modal sebagai
penyangga (buffer)
Tanggal
Ketentuan
Keterangan
Rasio modal inti minimum Sampai dengan 31 Desember 2014
sebesar 6% dari ATMR dan pemenuhan rasio modal inti minimum
rasio
1 Januari
utama
2014
4,5%
modal
minimum
inti dan rasio modal inti utama minimum
sebesar mengacu
pada
komponen
modal
dari ATMR wajib sebagaimana diatur pada Peraturan
dipenuhi Bank.
Bank
Indonesia
Nomor
14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum.
28
Tanggal
Ketentuan
Persyaratan
keterangan
komponen
modal dalam ketentuan ini
Pengaturan komponen modal dan
pengaturan lainnya dalam PBI No.
mulai berlaku.
14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku, sehingga PBI yang baru
1 Januari
mulai berlaku secara penuh.
2015
Kewajiban
Bank
membentuk
untuk 1.
Capital
0,625% dari ATMR mulai 1
Januari 2016
Conservation Buffer mulai 2.
berlaku secara bertahap.
1,25% dari ATMR mulai 1
Januari 2017
3.
1,875% dari ATMR mulai 1
Januari 2018
4.
2,5% dari ATMR mulai 1
Januari 2019
Kewajiban
1 Januari
2016
Bank
untuk Berdasarkan penilaian atas kondisi
membentuk Countercyclical makroekonomi
Buffer mulai berlaku.
Indonesia
Indonesia,
dapat
Bank
menetapkan
pemberlakuan Countercyclical Buffer
lebih cepat dari tahun 2016.
Kewajiban
Bank
membentuk
Surcharge
untuk Metode perhitungan dan tata cara
Capital pembentukan
untuk
Capital
Surcharge
D-SIB untuk D-SIB akan diatur lebih lanjut
mulai berlaku bagi Bank oleh otoritas yang berwenang.
yang ditetapkan berdampak
sistemik.
29
5. Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2014.
2.3
Laporan Keuangan Bank
Secara umum setiap perusahaan baik bank maupun non bank pasa suatu
periode tertentu akan melaporkan kegiatan keuangannya. Informasi tentang proses
keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, alirak kas dan informasi lainnya yang
berkaitan dengan kegiatan laporan keuangan dapat diperoleh dari laporan
keuanganperusahaan. Pelaporan keuangan adalah system dan sarana penyampaian
informasi tentang segala kondisi dan kinerja perusahaan terutama dari segi
keuangan dan tidak terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui laporan
keuangan. SFAC ( Statement of Financial Accounting Concept ) No. 1.
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang
menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi dan perkembangan
perusahaan, sehingga dapat menjadi salah satu sarana menilai tingkat
profesionalisme perusahaan yang bersangkutan dalam melakukan kegiatan
pengusaha, Suwardjono,(2008). Laporan keuangan juga mengukur hasil usaha dan
perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu dan untuk mengetahui sudah
sejauh mana perusahaan mencapai tujuannya (Fahmi,2011:4).
Menurut SFAC (Statements of Financial Accounting Concepts) No.1
FASB (Finally Accounting Standart Board) 1978 tujuan utama laporan keuangan
adalah menyediakan informasi yang bermanfaat kepada investor, kreditor, dan
pemakai lainnya baik yang sekarang maupun yang potensial dalam pembuatan
30
investasi, kredit, dan keputusan sejenis secara rasional. Tujuan kedua adalah
menyediakan informasi dalam menilai jumlah, waktu, ketidakpastian penerimaan
kas dari dividen dan bunga di masa yang akan datang ( Triyono,2007).
2.4
Analisis Rasio Keuangan Bank
Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang
ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka lainnya.
Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalan
suatu laporan keuangan atau antar komponen yang ada diantara laporan keuangan
(Kasmir,2012:104).
Analisis rasio keuangan adalah metode analisis untuk mengetahui
hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara
individu
ataupun
secara
kombinasi
dari
kedua
laporan
tersebut
(Munawir,2004:34). Dengan menggunakan analisa rasio dimungkinkan untuk
dapat menentukan tingkat kinerja suatu bank. Menurut Dendawijaya (2006:46)
rasio keuangan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
1. Rasio Likuiditas
Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap
kemampuan
bank
pendeknya atau
dalam
memenuhi
kewajiban-kewajiban
jangka
kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio
likuiditas yang sering dipergunakan dalam menilai kinerja suatu bank
yaitu Cash Ratio, Reserve Requirement, Loan to Deposit Ratio, Loan to
Asset Ratio, Rasio kewajiban bersih call money (Dendawijaya, 2009)
31
2. Rasio Solvabilitas
Analisis solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau
kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi
likuidasi bank. Disamping itu, rasio ini digunakan untuk mengetahui
perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai
utang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain
diluar model bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada
berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Beberapa rasionya adalah
Capital Adequacy Ratio(CAR), Debt to Equity Ratio, Long Term Debt to
Assets Ratio(Dendawijaya, 2009).
3. Rasio Rentabilitas
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau
mengukur tingkat efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh
bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini dapat
pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Dalam
perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbal
balik antarpos yang terdapat pada laporan laba rugi ataupun hubungan
timbal balik antarpos yang terdapat pada laporan laba rugi bank dengan
pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang
bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang
bersangkutan. Analisis rasio rentabilitas suatu bank pada bab ini antara
32
lain yaitu Return on Assets, Return on Equuity, Net Profit Margin, rasio
biaya operasional (Dendawijaya, 2009).
2.4.1 Return On Assets
Pengertian rentabilitas atau profitabilitas dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bank untuk menghasilkan laba selama periode tertentu
(Hasibuan,2006:100). Pengertian profitabilitas menurut beberapa ahli, antara lain:
Profitabilitas adalah kemampuan bank dalam menghasilkan laba (Malayu
Hasibuan,2006:104) dan Profitabilitas menunjukkan perbandingan antara laba
dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tesebut (Bambang
Riyanto,2001:35)
Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli sebelumnya, maka dapat
disimpulkan
bahwa
profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba dengan menggunakan aktiva atau modal yang dimilikinya.
Terdapat beberapa cara untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan,
salah satunya dengan menggunakan rasio Return On Asset yang mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat
pendapatan, asset dan modal saham tertentu (Hanafi dan Halim,2003:27).
Return on Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
menggunakan total aktiva yang ada. Menurut Hanafi (2007: 159) ”Return on
Asset adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba
33
dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah
disesuaikan dengan biaya-biaya untuk menandai aset tersebut”.
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menetapkan ROA sebesar 1,5%
agar bank tersebut dapat dikatakan dalam kondisi sehat. Secara sistematis ROA
dapat dirumuskan sebagai berikut : (Mahmud, 2007)
ROA = laba sebelum pajak x 100%
Total asset rata-rata
2.4.2 Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank
yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank
lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh danadana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman
(hutang), dan lain-lain (Dendawijaya,2009:121). Selain itu CAR merupakan
modal minimum yang cukup menjamin kepentingan pihak ketiga. CAR
merupakan rasio yang menghitung jumlah modal yang dimiliki oleh bank
terhadap Aktifa Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) . (Taswan, 2010 : 166)
Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Rasio ini dirumuskan
sebagai berikut
CAR =
Modal Bank
x 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
34
Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri dari
modal inti dan modal pelengkap. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio
saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba tahun lalu, laba tahun
berjalan, dan bagian kekayaan anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasikan. Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap,
cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasa, dan pinjaman
subordinasi. Sedangkan ATMR merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca
dengan ATMR administratif.
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan
oleh aktiva yang berisiko.
Ketentuan tentang modal minimum bank umum yang berlaku di Indonesia
mengikuti standar Bank for International Settlements (BIS). Sejalan dengan
standar tersebut, dalam kerangka paket deregulasi tanggal 29 Februari 1991, Bank
Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar
8% dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).
2.4.3 Non Performing Loan (NPL)
Non Performing loan (NPL) menunjukkan bahwa kemampuan manajemen
bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Kredit
bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Menurut Riyadi (2006:161), risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila
peminjam tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam dan bunga yang harus
35
dibayarnya.Menurut Dendawijaya (2009), kemacetan fasilitas kredit disebabkan
oleh 2 faktor yaitu :
1. Dari pihak perbankan
Dalam hal ini pihak analis kredit kurang teliti baik dalam mengecek
kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam menghitung rasio-rasio
yang ada. Akibatnya, apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya.
2. Dari pihak Nasabah
Kemacetan kredit yang disebabkan nasabah diakibatkan 2 hal yaitu:
a. Adanya unsur kesengajaan
b. Adanya unsur tidak sengaja
Tingkat risiko kredit diproksikan dengan NPL dikarenakan NPL dapat
digunakan untuk mengukur sejauh mana kredit yang bermasalah yang ada dapat
dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank. (Riyadi, 2006).
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Sesuai SE No.6/23/DPNP Tanggal 31
Mei 2004) :
NPL = Kredit Bermasalah x 100%
Total Kredit
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada table
dibawah ini :
Tabel 2.2
Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio NPL
Rasio
Predikat
NPL ≤ 5%
Sehat
NPL > 5%
Tidak Sehat
36
Berdasarkan tabel diatas, Bank Indonesia menetapkan nilai NPL
maksimum adalah sebesar 5%, apabila bank melebihi batas yang diberikan maka
bank tersebut dikatakan tidak sehat.
2.4.4 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga perantara keuangan atau
financial intermediary. Fungsi intermediasi ini dapat ditunjukkan oleh Loan to
Deposit Ratio (LDR). Menurut Dendawijaya (2009:118), Loan to Deposit Ratio
(LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana
yang diterima oleh bank. Sedangkan menurut kasmir (2012:290), Loan to Deposit
Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan
dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan.
LDR menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan
yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah
kemampuan likuiditas bank. Hal ini dikarenakan penyaluran kredit merupakan
salah satu tujuan dari penghimpunan dana bank, yang sekaligus memberikan
kontribusi pendapatan terbesar bagi bank. Semakin banyak kredit yang disalurkan,
maka semakin illiquid suatu bank, karena seluruh dana yang berhasil dihimpun
telah disalurkan dalam bentuk kredit, sehingga tidak terdapat kelebihan dana
untuk dipinjamkan lagi atau untuk diinvestasikan.
Tingginya rasio LDR ini, di satu sisi menunjukkan pendapatan bank
yangsemakin besar, tetapi menyebabkan suatu bank menjadi tidak likuid dan
37
memberikan konsekuensi meningkatnya risiko yang harus ditanggung oleh bank,
berupa meningkatnya jumlah Non Performing Loan atau Credit Risk, yang
mengakibatkan bank mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang telah
dititipkan oleh nasabah, karena kredit yang disalurkan mengalami kegagalan atau
bermasalah.
Namun, disisi lain, rendahnya rasio LDR, walaupun menunjukkan tingkat
likuiditas yang semakin tinggi, tetapi menyebabkan bank memiliki banyak dana
menganggur (idle fund) yang apabila tidak dimanfaatkan dapat menghilangkan
kesempatan
bank
untuk
memperoleh
pendapatan
sebesar-besarnya,
dan
menunjukkan bahwa fungsi utama bank sebagai financial intermediary tidak
berjalan.
Untuk menghitung nilai dari LDR, dapat menggunakan suatu persamaan
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank
Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, yaitu :
LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan x 100%
Dana Pihak Ketiga
Bank Indonesia selaku otoritas moneter menetapkan batas LDR berada
pada tingkat 85%-100% dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP
tanggal 29 Mei 1993. Namun, per tanggal 1 Maret 2011, BI akan memperlakukan
peraturan Bank Indonesia No012/19/PBI/2010 yang berisi ketentuan standar LDR
pada tingkat 78%-110%.
38
2.4.5 Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan
rasio
yang menunjukkan besaran perbandingan antara beban atau biaya
operasional terhadap pendapatan operasional suatu perusahaan pada periode
tertentu (Riyadi, 2006:159). BOPO telah menjadi salah satu rasio yang perubahan
nilainya sangat diperhatikan terutama bagi sektor perbankan mengingat salah satu
kriteria penentuan tingkat kesehatan bank oleh Bank Indonesia adalah besaran
rasio ini.
Bank yang nilai rasio BOPO-nya tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut
tidak beroperasi dengan efisien karena tingginya nilai dari rasio ini
memperlihatkan besarnya jumlah biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh
pihak bank untuk memperoleh pendapatan operasional. Disamping itu, jumlah
biaya operasional yang besar akan memperkecil jumlah laba yang akan diperoleh
karena biaya atau beban operasional bertindak sebagai faktor pengurang dalam
laporan laba rugi. Nilai rasio BOPO yang ideal berada antara 50-75% sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004, kategori peringkat yang akan diperoleh bank dari besaran nilai BOPO yang
dimiliki adalah sebagai berikut.
39
Tabel 2.3
Peringkat Bank berdasarkan Rasio BOPO
Peringkat
Predikat
Besaran nilai BOPO
1
Sangat Sehat
50-75%
2
Sehat
76-93%
3
Cukup Sehat
94-96%
4
Kurang Sehat
97-100%
5
Tidak Sehat
>100%
Sumber : SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Pada Bank, beban operasional umumnya terdiri dari biaya bunga (beban
bunga yang dibayarkan oleh pihak bank kepada nasabah yang menyimpan
uangnya di bank dalam bentuk dana pihak ketiga seperti giro, tabungan dan
deposito), biaya administrasi, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dsb.
Sedangkan, pendapatan operasional bank umumnya terdiri dari pendapatan bunga
(diperoleh dari pembayaran angsuran kredit dari masyarakat, komisi dsb. BOPO
dapat dirumuskan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia sebagai berikut :
BOPO =
Beban Oprasional
x 100%
Pendapatan Oprasional
Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban
bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah
penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional
lainnya.
40
2.5
Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang rasio-rasio keuangan perbankan serta pengaruhnya
terhadap kinerja profitabilitas antara lain :
1. Suyono (2005) melakukan penelitian tentang Analisis Rasio-Rasio Bank
yang berpengaruh Terhadap Return On Asset (ROA). Sampel sebanyak
60 bank diambil secara purposive dari perusahaan perbankan dari Bank
Indonesia yang mempublikasikan laporan keuangannya pada tahun 20012003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio keuangan perbankan
yaitu CAR, BOPO, dan LDR berpengaruh signifikan positif terhadap laba
satu tahun kedepan. Sedangkan NIM dan NPL tidak berpengaruh
signifikan terhadap ROA.
2. Mawardi (2005) melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia (Studi Kasus pada
Bank Umum dengan Total Aset kurang dari 1 trilyun). Dalam
penelitiannya digunakan BOPO, NPL, NIM, dan CAR dengan hasil
penelitiannya yang menunjukkan bahwa NPL, NIM, dan BOPO memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap ROA, sedangkan variabel CAR
mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap ROA.
3. Mahardian (2008) melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh CAR,
BOPO, NPL, dan LDR terhadap ROA (Studi Kasus Pada Bank Umum di
Indonesia Periode Juni 2002-Juni 2007)”. Data yang digunakan adalah
data laporan keuangan publikasi triwulanan perusahaan perbankan yang
tercatat di BEI periode Juni 2002-Juni 2007. Populasi sebanyak 25 bank
41
kemudian sampel dipilih secara purposive sampling sebanyak 24 bank.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, dan LDR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan BOPO
berpengaruh signifikan negatif dan NPL berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap ROA.
4. Tri Widyastuti (2010) melakukan penelitian tentang Pengaruh CAR,
NIM,dan LDR terhadap ROA pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 2004-2008. Metodologi dalam
penelitian ini adalah deskriftif kuantitatif dengan menggunakan analisis
regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio kinerja
keuangan pada perbankan korporasi yaitu NIM CAR memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap ROA. Sementara LDR memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap ROA dalam bisnis perbankan.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu di atas, maka dapat dijadikan
ringkasan penelitian terdahulu yang dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini :
42
Tabel 2.4
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti
Judul
Variabel
Peneliti
Model
Analisis
1.
Suyono
(2005)
Analisis RasioRasio Bank
yang
Berpengaruh
Terhadap Return
On Asset (ROA)
(Studi Empiris
pada Bank
Umum di
Indonesia
Periode 20012003)
CAR,
BOPO,
NIM,
NPL,
LDR,
dan ROA
Regresi
linier
berganda
2
Mawardi
(2005)
Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Kinerja Bank
Umum di
Indonesia
(Studi
Kasus
pada
BankUmum
denganTotal
Aset kurang dari
1 trilyun)
BOPO,
NPL,
NIM,
CAR,
dan ROA
Regresi
linier
berganda
Kesimpulan
Hasil penelitian
menunjukkan
CAR, BOPO,
dan LDR
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap laba.
Sedangkan
NIM dan NPL
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap ROA
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa rasio
NPL dan rasio
BOPO
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
kinerja
keuangan, NIM
berpengaruh
positif, dan
CAR
tidak
berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan
43
No.
3.
Peneliti
Variabel
Peneliti
CAR,NIM,
LDR,
BOPO,
NPL dan
ROA
Model
Analisis
Mahardian
(2008)
Analisis
Pengaruh
CAR, BOPO,
NPL, NIM,
dan LDR
terhadap ROA
(Studi Kasus
Pada Bank
Umum di
Indonesia
Periode Juni
2002-Juni
2007)
Tri
Widyastuti
(2010)
Pengaruh CAR, CAR,
Regresi
NIM,dan LDR
NIM, LDR linier
terhadap ROA
dan ROA
berganda
pada Perusahaan
Perbankan
.
4
Judul
Regresi
linier
berganda
Kesimpulan
\
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa CAR,
NIM dan LDR
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap ROA.
Sedangkan
variable BOPO
berpengaruh
signifikan NPL
berpengaruh
negative
terhadap ROA.
NIM dan CAR
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap ROA.,
sementara LDR
memiliki
pengaruh
negatif
dan signifikan
terhadap ROA.
Sumber : Dari berbagai Jurnal
2.6
Kerangka Pemikiran
2.6.1 Pengaruh CAR terhadap ROA
Capital Adequacy Ratio (CAR) disebut sebagai rasio kecukupan modal,
yang berarti jumlah modal sendiri yang diperlukan untuk menutup risiko kerugian
yang timbul dari penanaman aktiva-aktiva yang mengandung risiko serta
44
membiayai seluruh benda tetap dan inventaris bank. Seluruh bank yang ada di
Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari
ATMR. Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank
juga semakin besar. Dengan kata lain, semakin kecil risiko suatu bank maka
semakin
besar
keuntungan
yang
diperoleh
bank
(Kuncoro
dan
Suhardjono,2006:241).
Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR menunjukkan
sejauhmana penurunan asset bank yang masih dapat ditutup oleh equity bank yang
tersedia, semakin tinggi CAR maka semakin baik kondisi bank (Tarmizi, 2003)
Hal tersebut di jelaskan juga bahwa CAR merupakan indikator terhadap
kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari
kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko dengan
kecukupan modal yang dimilikinya (Dendawijaya,2009:120).
Maka rasio kecukupan modal yang sering disebut dengan Capital
Adequacy Ratio (CAR) mencerminkan kemampuan bank untuk menutup risiko
kerugian dari aktivitas yang dilakukannya dan kemampuan bank dalam mendanai
kegiatan operasionalnya (Idroes, 2008:69). Oleh sebab itu modal merupakan salah
satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung
resiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank
tersebut utnuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang
berisiko. Jika nilai CAR tinggi (sesuai ketentuan BI 8%) berarti bank tersebut
45
mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut
akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Mudrajad
Kuncoro dan Suhardjono , 2006: 573)
2.6.2 Pengaruh NPL terhadap ROA
Non Performing Loan (NPL) merupakan saha satu rasio keuangan yang
mencerminkan risiko kredit. NPL didefinisikan sebagai pinjaman yang mengalami
kesulitan pelunasan atau sering disebut kredit macet pada bank (Riyadi,
2006:161). Besarnya NPL yang diperbolehkan Bank Indonesia saat ini adalah
maksimal 5%. Semakin tinggi tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tidak
professional dalam pengelolaan kreditnya sehingga bank mengalami kredit macet
yang akhirnya akan berdampak pada kerugian bank (Rahim dan Irpa, 2008).
Jika kredit bermasalah lebih besar dibandingkan dengan aktiva
produktifnya maka hal itu dapat mengakibatkan kecilnya kesempatan untuk
memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan , sehingga mengurangi laba
dan
berpengaruh
negative
pada
profitabilitas,
Limpaphayom
dan
Polwitoon (2004).
Selain itu NPL yang tinggi akan memperbesar baiaya, baik biaya
pencadangan aktiva produktif maupun biaya lain, sehingga berpotensi untuk
menimbulkan kerugian pada bank atau dengan kata lain NPL menurunkan
profitabilitas bank , Wisnu M (2004).
46
2.6.3 Pengaruh LDR terhadap ROA
LDR menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana
pihak ketiga yang dihimpun bank. Batas aman LDR suatu bank secara umum
adalah sekitar 78-100 % (Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/PBI/2010). Besar
kecilnya rasio LDR suatu bank akan mempengaruhi profitabilitas bank
tersebut.Semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada nasabah dalam
bentuk kredit maka jumlah dana yang menganggur berkurang dan penghasilan
bunga yang diperoleh akan meningkat. Hal ini tentunya akan meningkatkan LDR
sehingga profitabilitas bank juga meningkat (Setiadi, 2010).
Semakin tinggi LDR menunjukan semakin riskan kondisi likuiditas bank,
sebaliknya semakin rendah LDR menunjukan kurangnya efektifitas bank dalam
pembayaran
kredit
sehingga
berpengaruh
terhadap
profitabilitas
bank.
Sulistiyono (2005).
Maka dari itu LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar
kembali
penarikan
dana
yang
dilakukan
deposan
dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin
tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin tinggi juga kemampuan
profitabilitas bank yang bersangkutan, Dendawijaya (2009:47).
2.6.4 Pengaruh BOPO terhadap ROA
BOPO merupakan rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (Dendawijaya, 2006) BOPO digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan
47
operasional. Rasio BOPO menunjukkan rasio efisiensi perusahaan, karena
semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank (Almilia dan
Herdiningtyas,2005).
Dengan kata lain semakin rendahnya rasio BOPO menjadikan semakin
efisiensi bank tersebut dalam mengendalikan biaya oprasionalnya, dengaan
adanya efisiensi efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh akan semakin
besar (Dndawijaya,2009)
Berdasrakan uraian di atas maka dibuat kerangka pemikiran yang
ditunjukan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
48
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Dendawijaya (2006)
Taswan(2010)
Non Performing Loan (NPL)
Riyadi (2006)
Komang Darmawan (2004)
Kuncoro & Suhardjono (2004)
Tarmizi (2003)
Dendawijaya (2003)
Idroes (2008)
Riyadi (2006)
Rahim & Irpa (2008)
Limpophayan & Polwitoon (2004)
Wisnu M (2004)
Return On Assets (ROA)
Hanafi (2007)
Husnan dan Pudjiastuti(2006)
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Setiadi (2010)
Dendawijaya (2006)
Kasmir (2008)
Mulyono (1995)
Biaya Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO)
Riyadi (2006)
Dendawijaya (2003)
Sulistyono (2005)
Dendawijaya (2006)
Dendawijaya (2006)
Almilia & Herdiningtyas (2005)
49
2.7
Hipotesis
Sugiono (2013) mengemukakan bahwa :
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam
kalimat pernyataan”.
Berdasarkan kerangka pemikiran, dihasilkan hipotesis sebagai berikut :
H1
: Capital Adequency Ratio (CAR) berpengaruh terhadap Return On Assets
(ROA)
H2
: Not Performing Loan (NPL) berpengaruh terhadap Return On Assets
(ROA)
H3
: Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap Return On Assets
(ROA)
H4
: Biaya Operasional Pendapatan Operasional
(BOPO) berpengaruh
terhadap Return On Assets (ROA)
H5
: Capital Adequency Ratio (CAR), Not Performing Loan (NPL), Loan to
Deposit Ratio (LDR) dan Biaya Operasional Pendapatan Oprasional
(BOPO) berpengaruh terhadap Return On Assets (ROA).
Download