Ringkasan Khotbah - 22 Juni 2014 Eksposisi 1 Ptr. 2:9-10 Ev. Calvin Renata Dalam ayat 4-8 Petrus memberikan kepada kita suatu Kristologi yang unik sekali dalam PB yang memberikan gambaran Kristus sebagai batu yang hidup, batu penjuru, sekaligus batu sandungan. Gambaran Kristus sebagai batu yang tidak ada dalam Kristologi rasul Paulus. Petrus mengkontraskan status dari batu yang hidup itu: batu itu dibuang oleh manusia dan tukang bangunan tetapi dipilih dan dihormati oleh Tuhan dan memiliki fungsi sebagai batu penjuru / The Cornerstone. Kita melanjutkan pembahasan Petrus, Yesus sebagai batu sandungan. Petrus membahas Kristologi ini dari Perjanjian Lama. Dalam Yes. 8:14 Yesus adalah secara posistif batu penjuru dan saat yang sama scara negatif adalah batu sandungan. Pada waktu Tuhan inkarnasi ke dalam dunia, Ia dibawa oleh Maria dan bertemu dengan Simeon yang mengatakan kalimat yang merupakan penggenapan Perjanjian Lama, “Anak ini ditentukan untuk membangkitkan atau menjatuhkan banyak orang di Israel” (Luk.2:34). Dalam diri dan hidup Yesus Kristus sudah ada penggenapan bahwa Ia akan menjadi batu sandungan bagi orang-orang yang menolak Dia. Siapakah orang yang tersandung? 1. Kelompok Politikus. Yang paling terkenal adalah dari garis keturunan Herodes. Herodes Agung waktu Yesus lahir sudah merasa terancam. Waktu Herodes tidak berhasil membunuh Yesus, Herodes Antipas anaknya melanjutkan upaya itu. Pilatus juga tersandung oleh kehadiran Tuhan Yesus dalam dunia. 2. Kelompok pemimpin-pemimpin rohani. Kalau para politikus tersandung oleh Yesus Kristus karena masalah takhta, maka para pemimpin rohani tersandung karena Yesus mengatakan bahwa “Aku adalah Anak Allah.” Mereka adalah orang yang terdidik dalam hukum Taurat tetapi justru tersandung dari apa yang dikatakan oleh hukum Taurat itu sendiri. 3. Orang-orang Yahudi. Yesus pernah menghardik mereka dengan keras sekali bahwa iblislah yang menjadi bapak mereka. Akibatnya mereka marah sekali. Paulus dalam 1Kor.1:23 juga mengatakan hal yang mirip yaitu bagi orang Yahudi bahwa Kristus adalah batu sandungan. 4. Para filsuf. Mereka adalah orang-orang yang memikirkan tentang kebenaran, tentang realita kehidupan, tetapi mereka justru tersandung oleh ajaran Tuhan Yesus. Itulah sebabnya Paulus mengatakan bagi orang Yunani, Kristus adalah kebodohan. Waktu para filsuf ini memikirkan banyak hal yang mendalam kemudian mendengar berita salib mereka menolaknya. 5. Murid-murid Tuhan Yesus sendiri. Kalau orang Farisi, ahli Taurat itu tersandung terhadap Tuhan Yesus mungkin wajar. Tetapi bagaimana mungkin murid-murid Tuhan Yesus tersandung? Ini terjadi waktu Yesus mati di atas kayu salib. Murid-murid kecewa. Sudah 3,5 tahun mengikuti Tuhan Yesus, akhirnya mereka melihat Ia mati disalib. Mereka kemudia kembali kepada pekerjaan mereka yang semula. 1/5 Ringkasan Khotbah - 22 Juni 2014 5 kelompok manusia ini akan mewakili orang-orang yang terus-menerus tersandung oleh Tuhan Yesus terus sampai akhir zaman. Apakah Kristus menjadi batu sandungan berarti Kristus yang salah? Tidak! Orang-orang yang salah memahami Dialah yang salah. Itulah sebabnya di ayat 8 Petrus mengatakan mereka tersandung karena mereka tidak mentaati firman dan orang-orang seperti ini sudah ditetapkan. Inilah realita. Tidak semua orang menilai Kristus sebagai batu penjuru seperti kita melainkan sebagai batu sandungan. Oleh karena itu saat kita tidak memahami Kristus dengan tepat maka Kristus menjadi batu sandungan bagi diri kita. Orang yang mengaku dirinya murid Tuhan saat kesulitan datang justru banyak yang tersandung meninggalkan Tuhan Yesus. Hal ini sering terjadi dalam hidup kita. Oleh karena itu kita harus memahami Kristus dalam cara yang tepat supaya Kristus jangan menjadi batu sandungan oleh kedegilan hati kita. Petrus berbicara tentang topik yang baru di ayat 9. Ada kata “tetapi.” “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih.” Berarti ada 1 kontras. Jika di ayat 8 orang-orang tersandung oleh Yesus Kristus, maka di ayat 9 Petrus bicara pada orang-orang yang tidak tersandung, yaitu orang-orang yang percaya kepada-Nya. Petrus memberikan 5 tanda orang percaya bagi kita: Pertama. Kamu adalah bangsa yang terpilih/ genos ekleton/ the chosen race. Petrus sedang melihat dari perpektif Perjanjian Lama. Yang biasa disebut bangsa pilihan adalah bangsa Israel. Memang dalam Perjanjian Lama Allah memilih bangsa Israel dari sekian banyak bangsa untuk menjadi bangsa pilihan-Nya. Namun surat ini ditujukan kepada pembaca yang bukan orang Yahudi melainkan orang-orang non Yahudi (gentiles). Mengapa Petrus mengatakan kita adalah bangsa yang terpilih? Petrus adalah orang Yahudi tetapi ia mengatakan kepada pembaca suratnya bahwa mereka juga adalah bangsa yang terpilih. Atas otoritas siapa ia memasukkan kelompok gentiles ini ke dalam bangsa pilihan? Berita Injil sudah dibuka kepada gentiles. Tuhan memberikan penglihatan pada Petrus untuk memakan makanan-makanan yang tidak boleh dimakan oleh orang Yahudi. Tuhan mengatakan sekarang tidak ada lagi yang haram, tidak ada lagi yang halal. Petrus disuruh pergi ke rumah Kornelius (orang gentiles). Petrus protes karena orang Yahudi tidak menginjakkan kaki ke rumah orang gentiles. Namun Petrus akhirnya taat dan memberitakan Injil di rumah Kornelius. Kornelius dan seisi rumahnya percaya dan bertobat kepada Tuhan. Orang gentiles pun mendapat anugerah keselamatan. Oleh karena itu Petrus berani 2/5 Ringkasan Khotbah - 22 Juni 2014 mengatakan hal ini dalam suratnya, “kamu adalah bangsa yang terpilih.” Kita pun demikian. Anugerah Tuhan memilih bangsa Israel secara jasmani dan cara Tuhan memilih kita secara rohani menjadi umat-Nya tidak ada bedanya. Tuhan memilih bangsa Israel bukan karena mereka lebih baik daripada bangsa-bangsa lain. Demikian juga orang percaya. Mereka adalah bangsa yang terpilih oleh karena belas kasihan Tuhan saja. Kedua. Imamat yang rajani/ royal priesthood. Istilah ini hanya muncul di sini, menunjukkan relasi yang begitu intim antara kita dengan Allah kita. Dalam PL bangsa Israel yang sangat kecil , hanya 12 suku, dipilih oleh Tuhan. Tetapi hanya 1 suku yang Tuhan khususkan untuk menjadi imam, yaitu suku Lewi. Dan dari 1 suku ini hanya dari keturunan Harun saja yang dapat menjadi imam besar, yang lain menjadi imam biasa saja. Semua ini berada dalam rencana Tuhan saja. Ia begitu ketat memilih siapa yang boleh melayani Dia. Maka jika Petrus mengatakan bahwa kamu adalah imamat yang rajani ini merupakan suatu pendobrakan karena pembaca suratnya bangsa bukan Yahudi. Mereka bukan saja dipilih seperti orang Yahudi tetapi juga adalah imam. Apakah Petrus sembarangan merubah hukum PL? Tidak. Semua yang dikatakannya memiliki dasar theologis yang tidak main-main. Sewaktu Tuhan Yesus mati maka tabir Bait Allah terbelah sehingga tidak ada lagi pembatas antara ruang kudus dengan ruang maha kudus. Itu berarti jabatan imam menurut hukum Taurat sudah selesai. Kristus sebagai Imam Besar telah menggenapkan tuntutan hukum Taurat. Tidak lama setelah Yesus naik ke surga, tahun 70, bait Allah dihancurkan oleh Jenderal Titus. Maka bangsa Yahudi tidak memiliki bait Allah dan imam lagi untuk selama-lamanya. Melalui peristiwa sejarah ini kita mengerti rencana Allah yang luar biasa. Kita memiliki satu Imam Besar bukan dari keturunan Harun tetapi Tuhan Yesus Kristus. Maka kita kemudian disebut juga sebagai imam oleh Petrus. Namun kita tidak pernah menjadi Imam Besar. Jabatan itu hanya milik Tuhan Yesus selama-lamanya. Kita hanyalah imam-imam kecil. Dalam PL imam memiliki tugas yang sangat khusus yaitu berdoa kepada Tuhan. 11 suku yang lain tidak dapat menghadap Tuhan secara langsung. Setiap kali mereka ingin didoakan mereka selalu mencari suku Lewi untuk membawa doa itu kepada Tuhan. Sekarang kita boleh menghampiri Tuhan langsung, tidak perlu lagi datang mencari hamba Tuhan. Kita sudah menjadi imam bagi diri kita sendiri juga bagi orang lain, misalnya di hari Minggu tanpa sadar pada waktu dalam ibadah kita menaikkan doa syafaat bagi orang lain. Tidakkah kita jengkel kalau anak kita tidak mau berbicara langsung kepada kita teapi memakai mulut orang lain? Jikalau doa kita hanya titip orang lain terus mungkinkah Tuhan mau mengabulkan permohonan kita? Kita diberi hak sebagai imam untuk berdoa, bercakap-cakap, dan berelasi kepada Tuhan. Ketiga. Identitas berikutnya kita adalah bangsa yang kudus (Yunani: etnos hagion). Dalam konteks PL bangsa Israel disebut kudus bukan karena mereka tidak berdosa. Ini adalah status mereka. Ada beda antara status dan kondisi. Status kita orang kudus. Kondisi kita masih orang berdosa. Orang Korintus yang berdosa luar biasa di hadapan Tuhan disebut dalam 1 Korintus oleh Paulus sebagai “orang kudus.” Demikian juga Petrus, pembacanya bukan orang yang sama sekali tidak berdosa lagi. Sebutan ini menuntut kita untuk hidup sesuai dengan Allah kita yang kudus. Allah macam apa yang disembah oleh manusia maka sifat itu juga yang akan dimunculkannya. Tuhan yang kudus juga menghendaki kita kudus. Ini sudah muncul dalam 3/5 Ringkasan Khotbah - 22 Juni 2014 bagian sebelumnya (1Pet.1:15). Bangsa Israel tidak layak disebut kudus. Mereka berulangkali berontak kepada Tuhan dan berjinah secara rohani dengan menyembah berhala tapi Tuhan tetap menyebut mereka sebagai bangsa yang kudus supaya mereka juga hidup kudus seperti Tuhan mereka. Cara hidup mereka harus ada pemisahan dan pembedaan dengan bangsa yang lain. Mereka adalah umat Tuhan yang kudus. Standar kekudusan kita bukan di dalam hukum dan tradisi manusia tetapi di dalam diri Allah sendiri. Hukum ini tidak pernah berubah sampai dalam PB. Rasul Paulus dalam surat-suratnya juga selalu menekankan bahwa orang pilihan yang percaya berbeda dari bangsa-bangsa lain dan tidak boleh hidup mengikuti cara hidup mereka (Roma 12:1,2). Inilah identitas kita yang baru: bangsa yang kudus. Keempat. Selain itu kita juga adalah umat kepunyaan Allah sendiri. Dalam bahasa Yunani arti harafiahnya adalah: bangsa yang diakui Allah pada waktu hari penghakiman. Kita adalah umat Tuhan yang diakui sebagai miliknya pada waktu Ia datang kembali untuk menghakimi dunia. Sangat menyakitan bukan kalau kita tidak diakui oleh anak, orangtua, istri, atau suami kita? Kalau kita diakui sebagai milik Tuhan luar biasa bukan? (bdk. Kel. 19:6) Tuhan begitu mengasihi Israel jasmani apalagi kita sekarang yang menjadi umat-Nya. Sadarkah kita kita disayang Tuhan? Kalau anak yang kita besarkan kurang ajar kita sakit hati bukan? Kita suka anggap sepi Tuhan yang sudah berkorban begitu besar untuk mengasihi kita umat kesayangan-Nya. Kelima.Terakhir kita adalah orang yang keluar dari kegelapan menuju kepada terang. Rasul Yohanes dalam surat-suratnya paling sering berbicara tentang terang dan gelap. Maka Allah disebut sebagai “terang” oleh Yohanes selain sebagai Roh dan kasih. Terang dan gelap adalah sesuatu yang saling bertentangan. Gelap pasti tidak terang dan terang pasti tidak gelap. Filsafat Taoisme tentang terang dan gelap dalam satu lingkaran bahkan dalam gelap ada terang sedikit dan dalam terang ada gelap sedikit sehingga keduanya saling melengkapi sama sekali bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Alkitab. (bdk. 2Kor.6:14-15). Dulu kita hidup dalam kegelapan sekarang kita keluar menuju terang-Nya yang ajaib. Ada perubahan hidup. Dulu hidup dalam kegelapan sekarang benci gelap. Sudah mengecap terang baru tahu betapa enaknya terang itu. Setelah tahu terang yang sebenarnya baru sadar dulu hidup dalam kegelapan. Banyak orang yang merasa hidup baik-baik tidak sadar kalau dirinya orang berdosa di hadapan Tuhan. Setelah hati kita diterangi baru kita sadar. Tuhanlah yang memanggil kita bukan kita sendiri yang keluar dari kegelapan dan masuk pada terang. Tuhanlah yang punya inisiatif. Inilah lima identitas kita sebagai orang Kristen, orang percaya. Maka sekarang tugas kita adalah untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia (ay.9). Petrus menghubungkan antara anugerah dan tanggung jawab. Anugerah Tuhan tidak pernah membuang tetapi justru menuntut tanggung jawab kita, umat-Nya. Inilah tugas dan tanggung jawab kita di dunia ini. 4/5 Ringkasan Khotbah - 22 Juni 2014 (Transkrip ini belum diperiksa pengkhotbah, VP). 5/5